Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. FB DENGAN TUMOR SEREBRI


DI RUANG GARDENA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Norma Mey Intan Permatasari, S.Kep.
NIM 192311101117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus yang dibuat oleh:


Nama : Norma Mey Intan Permatasari,S.Kep
NIM : 192311101117
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien An.FB dengan Tumor Serebri di
Ruang Gardena RSD dr. Soebandi Jember

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, Desember 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep Ns. Ari Wahyuana, S.Kep


NIP. 19830505 200812 1 004 NIP. 203200412 2 19820226

Mengetahui
Kepala Ruang,

Ns. Suparman, S.Kep


NIP.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT ..........................................................1
1.1 Anatomi Fisiologi ...........................................................................1
1.2 Definisi Penyakit .............................................................................6
1.3 Epidemiologi ...................................................................................7
1.4 Etiologi ............................................................................................7
1.5 Klasifikasi .......................................................................................8
1.6 Patofissiologi...................................................................................9
1.7 Manifestasi Klinis ...........................................................................10
1.8 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................11
1.9 Penatalaksanaan ..............................................................................12
1. 10 Clinical Pathway ..........................................................................14
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT ..........................................................15
1.1 Pengkajian .......................................................................................15
1.2 Diagnosa .........................................................................................20
1.3 Intervensi.........................................................................................23
1.4 Evaluasi ...........................................................................................26
1.5 Discharge Planning .........................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................28

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGIOMA
Oleh: Norma Mey Intan Permatasari, S. Kep

BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. 1 Anatomi dan Fisiologi


A. Otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolism oksidasi
glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh. Kisaran
berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc (Muttaqin, 2008).

Gambar 1. (a) Ringkasan fungsional bagian-bagian sistem saraf pusat


(Sumber: Simon dan Schuster, Fundamental of Anatomy and physiology, edisi 4,
Ney Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:5)
Bagian otak terbagi menjadi bagian sebagai berikut:
1) Meningen
Selaput pembungkus otak paling luar. Jaringan gelatinoasa otak dan medulla
spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang, dan oleh tiga
lapisan jaringan penyambung yaitu piameter, arknoid dan durameter.

1
Gambar 2. (b) Hubungan antara otak, tulang tengkorak, dan meningen dilihat
dari sisi lateral (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan
Physiology, edisi 4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin,
2008:6)
2) Cairan Serebrospinal
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang disebut pleksus
koroideus, menyekresi cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid-CSF) yang jernih
dan tidak berwarna, yang merupakan bantal cairan pelindung di sekitar SSP. CSF
terdiri atas air, elektrolit, gas oksigen, dan karbondioksia yang terlarut, glukosa,
beberapa leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Setelah mencapai ruang
subaraknoid, CSF akan bersikulasi di sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar
menuju sistem vaskuler (SSP tidak mengandung sistem limfe).
3) Ventrikel
Merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi
semua rogga otak dan medula spinalis serta mengandung CSF).
4) Serebrum
Merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol. Disini terletak
pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, juga
mengatur proses penalaran, memori dan intelegensi.

2
5) Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu dari serebrum mempunyai banyak
lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Korteks serebri adalah bagian otak yang
paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan dan menentukan
perilaku yang bertujuan dan beralasan.
6) Serebelum
Serebelum atau otak kecil terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Ada dua fungsi utama serebelum, meliputi: (1) mengatur
otot-otot postural tubuh dan (2) melakukan program akan gerakan-gerakan pada
keadaan sadar maupun bawah sadar. Serebelum merupakan pusat reflek yang
mengordinasidan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus, dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price, 1995
dalam Muttaqin, 2008:11).

Gambar 3. (e) Serebelum; (b) Potongan melintang permukaan superior (Sumber:


Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan Physiology, edisi 4, New
Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin, 2008:11)
7) Formasio Retikularis
Formasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut
yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Fungsi utama sistem
retikularis antara lain: (1) integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu
penentuan status kesadaran dan kedaan bangun; (2) modulasi transmisi informasi
sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi; (3) modulasi aktivitas motorik: (4)
pengaturan respon otonom dan siklus tidur-bangun; (5) tempat asal sebagian besar
monoamin yang disebarkan ke seluruh SSP.

3
B. Batang Otak
Bagian-bagian batang otak terdiri dari atas ke bawah adalah pons dan
medula oblongata.
1) Pons
Pons merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum
serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf
kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat disini.

Gambar 4. (f) Pons, medula oblongata, dan hubungannya dengan formasi


retikularis. (a) Nuklei yang berada dalam pons; (b) Nuklei yang berada dalam
medula oblongata. (Sumber: Simon dan Schuster, Fundamentalof Anatomy dan
Physiology, edisi 4, New Jerdey: Prentice Hall, Inc., 1998 dalam Muttaqin,
2008:12)
2) Medulla Oblongata
Medula oblongata merupakan pusat reflek yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersih, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat terlihat disini.
Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensasi getar,
dan diskriminasi taktil dua titik.

4
C. Mesensefalon
Mesensefalon atau otak tengah merupakan bagian pendek dari batang otak
yang letaknya diatas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tekrum
yang terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior, serta bagian anterior,
yaitu pendunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan
dan koordinasi gerakan penglihatan. Kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara/.
D. Diensefalon
Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus,
subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang
sensorik dan membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap
rangsang-rangsang tersebut.
a) Talamus
Bukti-bukti menunjukkan bahwa talamus bertindak sebagai pusat sensasi
primitif yang tiak kritis, yaitu individu dapat samar-samar merasakan nyeri,
tekanan, raba, getar, dan suhu yang ekstrem.
b) Subtalamus
Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, substansia nigra,
dan globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui sepenuhnya,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut
hemibalismus.
c) Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap
diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan komisura,
komisura posterior, striae medularis, dan epifisis.
d) Hipotalamus
Hipotalamus terletak dibawah talamus (Gambar 8). Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

5
E. Sistem Limbik
Bagian yang termasuk dari sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas
traktus antara serebri serta diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum.
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal dibawah ini:
a) Suatu pendirian atau respon emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu;
b) Suatu resspon sadar terhadap lingkungan;
c) Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri secra tidak sadar dan
memfungsikan secra otomatis batang otak untuk merespon keadaan;
d) Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan;
e) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan. Terutama reaksi
akut, marah, dan emosi yang berhubunga dengan perilaku seksual.
F. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf. Terdapat 8 pasang saraf servekal
(dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf
lumbalis, 5 pasang saraf kranial, dan 1 pasang saraf koksegeal (Muttaqin, 2008).

1.2 Definisi Penyakit


Meningioma adalah tumor yang berbentuk di meninges, yaitu selaput
pelindung otak dan tulang belakang. Tumor ini biasanya tterjadi di otak, namun
juga bisa tumbuh di tulang belakang. Meningioma tergolong tumor jinak yang
berkembang sangat lambat, bahkan tidak menunjukkan gejala hingga bertahun-
tahun. Namun pada beberapa kasus, dampak meningoma pada jatingan otak, saraf
dan pembuluh darah, bisa menyebabkan kecatatan yang serius (Buletin RSPON,
2018).

6
1.3 Epidiomologi
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial tersering dengan estimasi
13-26% dari total tumor primer intra kranial. Angka insiden adalah 6/100.000
(terbanyak terdapat pada usia lebih dari 50 tahun). Rasio perempuan dibandingkan
laki-laki 2:1. 2-3% dari populasi memiliki meningioma tanpa memberikan
keluhan dan 8% dengan meningioma multipel (Kemenkes RI, 2017).
Insiden meningioma dipengaruhi beberapa hal seperti usia, jenis kelamin
dan ras. Insiden meningioma meningkat seiring dengan pertambahan usia dan
mencapai puncak pada dekade keempat hingga dekade keenam. Sedangkan pada
anak-anak hanya sekitar 2% dari seluruh kejadian meningioma. Jenis kelamin
juga memengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lipat lebih tinggi
pada wanita dibandingkan dengan pria. Jumlah kasus meningioma juga
ditemukan sedikit lebih tinggi pada ras kulit hitam non hispanik atau ras Afrika-
Amerika. (Wiemels, 2010; Rockhill, 2007).

1.4 Etiologi
Penyebab meningioma belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor yang bisa membuat seseorang berisiko lebih tinggi mengalami
meningioma:
a) Obesitas, banyak penderita meningioma juga mengalami obesitas, belum
diketahui secara pasti hubungan antara kedua penyakit tersebut.
b) Radioterapi, meningioma meningkat pada individu yang pernah menjalankan
radioterapi. Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi
disebabkan oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang
belum diperbaiki sebelum replikasi DNA.
c) Wanita, meningoma lebih banyak terjadi pada wanita karena diduga terkait
hormon wanita.
d) Genetik, meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul
pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor
otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan
meningioma hanya beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada

7
penderita dengan Neurofibromatosis type 2 (NF2), dimana pada penderita
terjadi kelainan gen autosomal dominan yang jarang dan disebabkan oleh
mutasi germline pada kromosom 22q12 (Buletin RSPON, 2018)

1.5 Klasifikasi
Klasifikasi meningioma terbagi berdasarkan lokasi tumor, pola
pertumbuhan, dan histopatologi. Mayoritas meningioma terjadi intrakranial, yaitu
85-90% daerah supratentorial sepanjang sinus vena dural, antara lain daerah
convexity (34,7%), parasagital (22,3%), daerah sayap sphenoid (17,1%)
(Sherman, 2011). Lokasi yang lebih jarang ditemukan adalah pada selabung
nervus optikus, angulus cerebellopontine, Meningioma juga dapat timbul secara
ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis, orbita , cavum
nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty, 2005; Chou, 1991).
Gambar 2.2 Variasi timbulnya meningioma (Al-Mefty, 2005)

Berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma terbagi dalam bentuk


massa (en masse) dan pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk
en masse adalah meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque adalah
tumor dengan adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas
(Talacchi, 2011). WHO mengklasifikasikan meningioma melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Pembagian

8
meningioma secara histopatologi berdasarkan WHO 2007 terdiri dari 3 grading
dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan pertambahan grading
(Fischer & Bronkikel, 2012).
Beberapa subtipe meningioma antara lain:
Grade I : Meningioma tumbuh dengan lambat. Jika tumor tidak menimbulkan
gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka dapat menimbulkan gejala,
sehingga dilakukan pembedahan untuk mengatasinya. Pada umumnya
meningioma pada grade I dilakukan pemeriksaan atau observasi secara continue
dan tindakan pemebedahan.
Grade II : Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Meningioma
grade II tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan kekambuhan yang
lebih tinggi pula. Penatalaksanaan awal pada meningoma grade II adalah
pembedahan, dan pada umumnya membuttuhkan terapi radiasi setelah tindakan
pemberdahan.
Grade III : Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut
meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant
terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Penatalaksanaan
awal adalah pembedahan disertai dengan terapi radiasi setelah tindakan
pemberdahan. Jika terjdi rekurensi tumor, maka dilakukan kemoterapi.

1.6 Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2008), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis
progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan
kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim
otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan
tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak sehingga terjadi
kehilangan fungsi secara akut dan diperparah dengan gangguan serebrovaskuler
primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat
kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.

9
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang
diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan
penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan
meningkatkan TIK (Batticca, 2008).
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah
intrakranial, volume CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan herniasi
unkus serebellum. Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus melalui
insisura tentorial karena adanya lobus temporalis bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ke 3.
Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum bergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior.Kompresi medulla oblongata dan henti nafas
terjadi dengan cepat.Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan
intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan
gangguan pernafasan (Batticca, 2008).

1.7 Manifestasi Klinis


Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Gejala umumnya menurut Mardjono (2003) yaitu
sebagai berikut:
a) Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada
pagi hari

10
b) Perubahan mental
c) Kejang
d) Mual muntah
e) Perubahan visual, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumornya, seperti:
a) Meningioma falx dan parasagittal: nyeri tungkai
b) Meningioma convexitas: kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal,
perubahan status mental
c) Meningioma sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
d) Meningioma olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah visual.
e) Meningioma fossa posterior: nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan
gaya berjalan,
f) Meningioma suprasellar: pembengkakan diskus optikus, masalah visus
g) Spinal meningioma: nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
h) Meningioma Intraorbital: penurunan visus, penonjolan bola mata
i) Meningioma Intraventrikular: perubahan mental, sakit kepala, pusing

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tumor otak yaitu
(Gisenberg, 2005):
a) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data awal
ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor.

11
b) Pemeriksaan cairan serebrospinal
Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya
diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi
sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses
infeksi (abses cerebri).
c) Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis
d) Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
e) Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada tumor meningeal (Meningioma)
adalah sebagai berikut:
a) Terapi Medikamentosa
Antikonvulsan untuk kejang dan kortikosteroid seperti dexametason untuk
mengurangi peningkatan tekanan intra kranial. Steroid juga dapat memperbaiki
defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema otak (Gisenberg,
2005)
b) Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis
meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis
definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Reseksi
harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang lebih baik.
Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas duramater
sekitar tumor, dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada skull

12
base sering kali subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh darah
(Modha & Gutin, 2005).
c) Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan
proses keganasan. Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis
tumor otak. Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel,
sebagai adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
dilakukan tindakan operasi.Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai
adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan
untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery/radiotherapy
(Kemenkes RI, 2015).
d) Chemotherapy
Kemoterapi pada kasus tumor otak saat ini sudah banyak digunakan karena
diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien terutama pada kasus
oligodendroglioma. Kemoterapi pada tumor otak tidak bersifat kuratif, tujuan
utama dari kemoterapi adalah untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien selama mungkin
(Kemenkes RI, 2015).

13
1. 10 Clinical Pathway

Faktor
Radiasi Trauma/virus
keturunan/genetik

Kromosom membelah abnormal

Gangguan neurogenik Tumor

GANGGUAN Tulang tengkorak tidak dapat meluas


MOBILITAS FISIK
Mendesak ruang intrakranial

Peregangan dura dan Muntah


Peningkatan TIK
pembuluh darah Gangguan kesadaran
Oklusi vena sentral
NYERI
Penekanan jaringan otak
Gangguan vokal Papil edem
Spinal cord
Pembuluh darah menyempit Foramen magnum
NYERI
Gangguan suplai darah arteri Paraparesi

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI Bedrest/imobilisa


JARINGAN CEREBRAL si
KERUSAKAN
INTEGRITAS KULIT

14
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2. 1 Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada klien dengan tumor otak dapat dilakukan sebagai berikut
1) Data demografi
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat,
penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan
TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah-
muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan
penurunan tingkat keasadaran dengan pendekatan PQRST.Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial.Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsif dan koma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya.Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya apakah
ada yang memiliki riwayat tumor otak atau tidak

15
6) Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan
bagaimana pengambilan keputusan saat sakit
b) Pola nutrisi metabolik
Nafsu makan hilang, adanya mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, kesulitan
menelan gangguan pada refleks palatum dan faringeal
c) Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar
d) Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan
tingkat kesadaran, resiko trauma karena epilepsi, hemiparesis,
ataksia, gangguan penglihatan dan merasa mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat atau mudah tertidur
f) Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik,
gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan,
penurunan memori, pemecahan masalah, kehilangan
kemampuan masuknya rangsang visual, menurunan kesadaran
sampai dengan koma, tidak mampu merekam gambar, tidak
mampu membedakan kanan/kiri
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan kesulitan
untuk mengekspresikan
h) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Masalah bicara dan ketidakmampuan dalam berkomunikasi
(kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo)

16
i) Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
atau pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah,
perasaan tidak berdaya, putus asa, respon emosional klien
terhadap status saat ini, mudah tersinggung, mekanisme koping
yang biasa digunakan dan orang yang membantu dalam
pemecahan masalah
k) Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau
tidak.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu
dengan pasien dilanjutkan mengukur TTV, kesadaran pasien diamati
sadar sepenuhnya (komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi
koma, koma, keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau
tampak tidak sakit.
2) Pengkajian saraf kranial
a) Saraf I
Pada klien tumor meningeal yang tidak mengalami kompresi saraf
ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
b) Saraf II
Gangguan lapang pandang disebabakan lesi pada bagian tertentu
dari lintasan visual. Pada pemeriksaan funduskopi dapat
ditemukan adanya papiledema. Tanda yang menyertai
papailedema dapat terjadi gangguan penglihatan termasuk
pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat ketika
penglihatan berkurang).

17
c) Saraf III, IV, dan VI
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma
multiforms

d) Saraf V
Pada meningioma tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada
kelainan pada fungsi saraf ini.
e) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
f) Saraf VIII
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang
mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau
korteks yang berbatasan
g) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat kesulitan
membuka mulut
h) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
i) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, indra
pengecapan normal
3) Pengkajian sistem motorik
Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebellum mengakibatkan
gangguan pergerakan. Gangguan ini bervariasi bergantung pada

18
ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebellum. Gangguan yag
paling sering dijumpai yang kurang mencolok tetapi memiliki
karakteristik yang sama dengan tumor serebellum adalah hipotonia
(tidak ada resistensi normal terhadap regangan dan perpindahan
anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstenbilitas sendi.
Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan ciri khas pada
klien dengan tumor lobus temporalis.
4) Pengkajian refleks
Gerakan involunter: pada lesi tertentu yang memberikan tekanan
pada area fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang
umum.
5) Pengkajian sistem sensorik
Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering
dijumpai pada klien tumor otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat
dalam, terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang hebat sekali.
Nyeri ini paling hebat waktu pagi hari dan menjadi lebih hebat oleh
aktivitas yang biasanya meningkatkan tekanan intrakranial, seperti
membungkuk, batuk dan mengejan. Nyeri kepala dapat berkurang
bila diberi aspirin dan kompres air dingin di daerah yang sakit. Nyeri
kepala digambarkan dalam atau meluas atau dangkal tetapi terus
menerus. Tumor frontal menghasilkan sakit kepala pada frontal
bilateral, tumor kelenjar hipofisis menghasilkan nyeri yang
menyebar antara 2 pelipis, tumor serrebelum menghasilkan nyeri
daerah suboksipital bagian belakang kepala. Nyeri kepala oksipital
merupakan gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira
sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.
6) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Inspeksi pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi
pada medulla oblongata didapatkan adanya gangguan

19
pernafasan seperti irama nafas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi .
c. B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologi
tergantung dari gangguan fokal dan adanya peningkatan TIK.
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya. Trias
klasik pada tumor kepala adalah nyeri kepala, muntah dan
papiledema.
d. B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis yang luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut.Mual dan muntah
terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla
oblongata.Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial disertai
pergeseran batang otak.Muntah dapat terjadi tanpa didahului
mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f. B6 (Bone)
Adanya gangguan beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
c. Pemeriksaan penunjang
1) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-

20
tanda penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik
dari sindrom atau gejala-gejala tumor.

d. Pemeriksaan cairan serebrospinal


Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar.
Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi
anatomi sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan
proses-proses infeksi (abses cerebri).
e. Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis
f. Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
g. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor
dan dapat memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang.

21
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan tumor
meningeal atau meningioma adalah sebagai berikut:
Sebelum Operasi :
a) Nyeri akut
b) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
c) Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry akibat pembedahan.
Setelah Operasi
a) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post operasi drainase

22
2.3 Intervensi
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
Keperawatan
1. Intervensi Setelah dilakukan perawatan selama .... x Manajemen Nyeri (1400):
Keperawatan Pre 24 jam maka pasien menunjukkan 1. Kaji lokasi, karakteristik, onset/durasi,
Operasi indikator: frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
Nyeri akut (00132) 1. Menggunakan metode non-analgetik nyeri dan faktor pencetus
untuk mengurangi nyeri 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
2. Menggunakan analgetik sesuai mengenai ketidaknyamanan
kebutuhan 3. Pilih dan implementasikan tindakan yang
3. Melaporkan nyeri sudah terkontrol beragam untuk memfasilitasi penurunan
nyeri sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Ajarkan metode untuk emnurunkan nyeri
5. Dukung tidur/istirahat yang adekua untuk
membantu penurunan nyeri
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk pemberian analgesik
7. Libatkan keluarga dalam modalitas
penurunan nyeri, jika memungkinkan
8. Monitor kepuasan pasien terhadap
menajemen nyeri
2. Intervensi Setelah dilakukan perawatan selama .... x Pencegahan Perdarahan (4010)
Keperawatan intra- 24 jam maka pasien menunjukkan 1. Monitor ketat tanda-tanda terjadinya
Operasi indikator: perdarahan
Resiko perdarahan a. Blood lose severity 2. Catat nilai hemoglobin dan hematokrit
berhubungan luka insisi b. Blood koagulation sebelum dan sesudah terjadìnya
pembedahan Kriteria Hasil : perdarahan
a. Kehilangan darah yang terlihat 3. Monitor nilai lab (koagulasi darah) yang

23
b. Tekanan darah dalam batas normal meliputi Protombin time, Parsial
sistol dan diastol Tromboplastin Time, trombosit
c. Tidak ada ditensi abdominal 4. Monitor TTV ortostatik, termasuk TD
d. Hemoglobin dan hematrokrit 5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
dalam batas normal aktif
e. Plasma, PT, PTT dalam batas normal 6. Kolaborasi dalam pemberian produk
darah (platelet atau fresh frozen plasma)
7. Lindungi pasien dari trauma
yang dapat menyebabkan
perdarahan
8. Hindari mengukur suhu lewat rectal
9. Hindari pemberian aspirin dan
anticoagulant
10. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K
11. Hindari terjadinya
konstipasi dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake cairan yang
adekuat dan pelembut feses
3. Resiko Infeksi (00004) Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Kontrol Infeksi (Intraoperatif) (6545)
jam maka pasien menunjukkan indikator: 1. Monitor dan jaga suhu ruanganantara 20°
Kontrol resiko proses infeksi (1924) : dan 24° C
1. Mengidentifikasi faktor resiko 2. Monitor dan jaga kelembaban relatif
infeksi (192426) antara 20% dan 60%
2. Mengetahui konsekuensi 3. Batasi dan kontrol lalu lalang pengunjung
terkait infeksi (192402) 4. Pastikan bahwa personil yang akan
3. Mengidentifikasi tanda dan gejala melakukan tindakan operasi mengenakan

24
infeksi (192405) pakaian yang sesuai
4. Memonitor faktor lingkungan yang 5. Verifikasi indikator indikator sterilisasi
berhubungan dengan resiko 6. Bantu mengenakan pakaian pasien,
infeksi (192409) memastikan perlindungan mata, dan
meminimalkan tekanan terhadap
bagianbagian tubuh tertentu
7. Pisahkan alat-alat yang steril dan non
steril
4. Intervensi Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Wound care
Keperawatan Post jam maka pasien menunjukkan indikator: 1. Jaga kulit sekitar luka tetap bersih dan
Operasi Wound healing kering
Kerusakan integritas a) Menunjukkan terjadi proses 2. Lakukan perawatan luka secara steril
jaringan berhubungan penyembuhan luka 3. Observasi keadaan luka meliputi lokasi,
dengan post operasi b) Perfusi jaringan sekitar luka normal kedalaman, ukuran, karakteristik, warna
drainase cairan, nekrotik, epitelisasi,
granulasi dan tanda-tanda infeksi lokal
4. Berikan posisi yang mengurang tekanan
pada area luka
5. Gunakan dressing sesuai indikasi

25
2.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan. Format
evaluasi yang sering dipakai adalah format SOAP, dalam format ini kita dapat
mengetahui perkembangan keadaan pasien. Apakah masalah keperawatannya
sudah terselesaikan atau belum. Evaluasi keperawatan yang mungkin dicapai
dalam pemberian asuhan keperawatan dalah sebagai berikut:
a) Pola nafas kembali efektif
b) Nyeri akut berkurang
c) Nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
d) Gangguan persepsi sensori teratasi
e) Pengetahuan tentang penyakit bertambah
f) Tidak terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan otak
g) Tidak terjadi cedera

2.5 Discharger Planning


Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
a. Obat
Beritahu klien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan
waktu pemberian obat
b. Diet yang dianjurkan
Klien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung Omega-3 (salmon, tuna dan tenggiri) yang bermanfaat dalam
menguransi resistensi tumor pada terapi. Omega-3 juga membantu
mempertahankan dan menaikan daya tahan tubuh dalam menghadapi
proses pengobatan tumor otak seperti kemotrapi. Omega-9 yang ada di
minyak zaitun pun dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sekaligus
mengurangi pembengkakan dan menguransi sakit saat pengobatan tumor
otak.Serat dari roti gandum, sereal, buah segar, sayur dan suku kacang-
kacangan membantu mengatur tingkat gula. Sel kanker cenderung
mengkonsumsi gula 10-15 kali lipat daripada sel normal sehingga semakin
meradang. Folic acid yang dikenal sebagai vitamin B9 bisa mencegah

26
menyebarnya sehinga bisa membantu pengobatan tumor otak atau bagian
lainnya. Vitamin B9 dapat ditemukan di sayuran dengan daun hijau tua
(bayam, asparagus dan daun selada), kacang polong, kuning telur dan biji
bunga matahari. Antioksidandikenal sebagai salah satu senjata untuk
membantu pengobatan tumor otak. Antioksidan dapat di temukan di
keluarga beri (strawberi, rasberi dan blueberi), anggur, tomat, brokoli,
jeruk, persik, apricot, bawang putih, gandum, telur, ayam, kedelai dan
ikan. Makanan yang harus dihindari penderita kanker dan tumor otak
adalah gula dan karbohidrat harus dihindari karena merupakan makanan
utama sel kanker.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T.A. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta : Salemba Medika.

Batticca FB. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Bulechek, Butcher, Dichterman, dan Wagner. 2013. Nursing Interventions


Classification (NIC). Fifth Edition. USA: Mosby.

Buletin RSOPN. 2018. Memperingati Hari Stroke Sedunia dan Hari Kesehatan
Nasional Ke-54. Edisi IX. Jakarta : Rumah Sakit Pusat Otak Nasional.

Corwin, E.J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ellis, H. 2006. Clinical Anatomy 11th ed. Blackwell Publishing.

Gisenberg L. 2005. Neurologi. Jakarta: Erlangga.

Kemenkes RI. 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker: Tumor Otak.


Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN).

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kdokteran : Tumor Otak.


Jakarta : Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

Mardjono M, Sidharta P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Fakultas Kedokteran


Universtas Indonesia

Modha, A., dan Gutin, P.H. 2005. Diagnosis and Treatment of Atypical
Analplastic Meningioma: A Review. Neurosurgery 57: 538-550

Moorhead, Johnson, Maas, dan Swaanson. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Fifth Edition. USA: Mosby

Agur, Anne & Moore, Keith 2007, Essential Clinic Anatomy, 3rd ed., Lippincott
William & Wilkins, pp. 568-573
Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC

Price, Sylvia A., dan Wilson L. M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

28
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapi

29

Anda mungkin juga menyukai