Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

I.  KASUS (MASALAH UTAMA)


Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
evaluasi diri yang negative tentang kemampuan atau diri (Capenitu, Lynda Jual-Moyet,
2007). Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri negative
mengenai diri atau kemampuan diri (Lynda Juall Carpenitu-Moyet, 2007).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011) adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh,
perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara
umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau
kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa
menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat
bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki
pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,2009).

Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif
akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran
perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga
serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.(Townsend,2008)

C. Jenis-jenis harga diri rendah


Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut :
1. Citra tubuh ( body image)
Citra tubuh (body image) adalah kumpulan dan sikap individu yang di sadari dan
tidak disadari terhadap tubuhnya.
2. Ideal diri (selft ideal )
Ideal diri dalah individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan
standar, aspirasi tujuan atau nilai tertentu .
3. Identitas diri (selft identifity)
Identifitas adalah pengorganisasian prinsip dari keperibadian yang bertanggung
jawab terhadap kesatuan, keseimbangan konsistensi dan keunikan individu.
4. Peran diri (self role )
Serangkaian pola prilaku yang di harapkan oleh lingkungan sosial berhubungan
dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.
5. Harga diri ( self eksteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal di peroleh dengan
menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengaan ideal diri.
D. Rentang respon
Respon Adaptif Respon Maladatif

Aktualisasi konsep Diri Harga Diri Keracunan Depersonalisasi


Diri Positif Rendah Identitas

1. Respon adaptif
Respon Adaptif Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari menyadari hal-hal positif maupun negative dari
dirinya (Prabowo, 2014).

2. Respon maladatif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu lagi
menyelesaikan masalah yang dihadapi.

a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Identitas kacau adalah kegagalan individdu mengintegritaskan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asingg terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak daapat membedakan
dirinya dengan orang lain (Prabowo, 2014).
E. Mekanisme koping
1. Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dan krisis identitas diri (misalnya
konser musik, bekerja keras, menonton televisi, secara obsesif)
2. Aktivitas yang memberikan identitas penggantian (misalnya ikut serta dalam
klub sosial, agama politik, kelompok gerakan )
3. Aktivitas sementara menguatkan atau mengingatkan yang tidak menentu
(misalnya olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, konteks untuk
mendapatkan polaritas ).
4. Aktifitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat aktifitas di luar
hidup yang tidak bermakna saat ini (misalnya penyalahgunaan obat).

III. A. POHON MASALAH

Respon Adaptif

B.    MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI


1.      Masalah Keperawatan
Gangguan Konsep Diri :Harga Diri Rendah
3. Data yang perlu dikaji
a. Data Subyektif
klien mengatakan : saya tidak mampu,tidak bisa,, tidak tahu apa apa klien mengatakan
perasaannya malu terhadap diri sendiri, klien mengatakan merasa tidak berguna
b.Data Obyektif
klien malu untuk berkontrak mata,tidak berinisiatif dan berinteraksi dengan orang lain
malu berjabatangan,klien mau menyebutkan nama, malu duduk berdampingan dengan
perawat, nada suara lembut dan pelan.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


TERLAMPIR

VI. DAFTAR PUSTAKA


Keliat, C. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta:
EGC

Herman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Prabowo,Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

I. Kasus ( masalah utama)


A. Pengertian resiko bunuh diri

Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti dirisendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.(Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan,individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan
hasratnya untuk mati. Perilakubunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan
atau ancaman verbal, yang akanmengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri
sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu
untuk memecahkanmasalah yang dihadapi.(Jenny., dkk. (2010). Asuhan
Keperawatan Pada KlienDengan Masalah Psikososial danGangguan Jiwa ).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor predisposisi

Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang


berpengaruh dalam bunuh diri,anatara lain:
a. Faktor mood dan biokimia otak.
b. Faktor riwayat gangguan mental.
c. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
d. Faktor isolasi sosial dan human relations.
e. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
f. Faktor religiusitas.
B. Faktor presipitasi

Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang


dialami oleh individu.Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang
memalukan, melihat atau membaca melaluimedia tentang orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Jenis
D. Fase-fase
E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Keterangan :

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor

respons individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah

yang dimiliki serta tingkat stres yang dialami. Individu yang sehat

senantiasa berespons secara adaptif dan jika gagal ia akan berespons

maladaptif dengan menggunakan koping bunuh diri.

F. Mekanisme koping
Struart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisme, intlektualisme, dan regresi.
III. A. Pohon Masalah

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri
Rendah

Resiko Cedera
B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Harus Dikaji

1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Resiko bunuh diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1) Data subjektif
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
2) Data objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Merusak orang lain
c) Menarik diri dari hubungan sosial
d) Tampak mudah tersinggung
e) Tidak mau makan dan tidak tidur
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, inginmembakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2) Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakankekerasan pada orang-orang disekitarnya.
IV. Diagnosa keperawtan

Resiko bunuh diri

V. Rencana tindakan keperawatan

Terlampir

IV. Sumber

1.      Brunner dan suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.Jakarta :
EGC
2.      Ernawati,Dalami,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Medika.
3.      Keliat Anna Bdi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa.Jakarta : EGC
4.      Surya, herman, Ade. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

I. Kasus ( Masalah Utama)


Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim,
hangat, terbuka, dan independent (Workshop, diklat RSMM, 2007). Isolasi sosial
adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian dari seorang individu dan
diteriam sebagai perlakuan dari orang lain serta kondisi yang negatif atau mengancam
(Judith M Wilinson, 2007)
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dienuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah
tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga
yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar
monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur
otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak
serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang
berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
C. Rentang Respon
Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan
respons-respons sosial pada individu yaitu :

Respons adaptif Respons maladaptif


1. Solitude 1. Merasa sendiri 1. Manipulasi
2. Bekerjasama 2.Menarik diri 2. Impulsive
3. Saling Tergantung 3.Tergantung 3.Narkisisme
4. Kebebasan
5. Mutuality

Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan
merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-
langkah selanjutnya.
b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosialnya.
c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan interpersonal
dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu
dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan
interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian,
terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya.
b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan
orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal
ataupun dengan lingkungannya.
c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada individu
yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.

3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa
bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada
masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada diri
sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan
D. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme yang
disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubngan:
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial yaitu
proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline yaitu
pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi–proyeksi.
III. A. Pohon Masalah

Resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah Keperawatan
Isolasi Sosial
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan malas berinteraksi
2) Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
b. Data obyektif
1) Mematung
2) Mondar mandir tanpa arah
3) Menyendiri
4) Mengurung diri
5) Tidak mau berbicara dengan orang lain
6) Tidak berinisiatif berhubungan sosial

IV. Diagnosa Keperawatan


Isolasi sosial
V. Rencana Tindakan Keperawatan
TERLAMPIR
VI. Daftar Pustaka
1. Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
2. Stuart adn Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

I. Kasus ( masalah utama )


Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,2000)
Waham adalah keyakinan seseorang yang bedasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan
seperti adanya penolakan,kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua
dan aniaya. (Keliat, 1999).
II. Proses terjadinya masalah
A. Faktor Predisposisi
1. Genetik, faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).
2. Neurobiologis, adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks
limbic.
3. Neurotransminter, abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamate.
4. Virus, paparan virus influenza pada trimester III
5. Psikologis, ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli
B. Faktor Presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
C. Jenis
1. Waham Kebesaran (Grandiosity)
Klien meyakini bahwa ia mempunyai suatu kebesaran atau
kekuasaan khusus. Keyakinannya ini diucapkan secara berulang-ulang,
tetapi tidak sesuai dengan realita yang ada.
2. Waham Persekusi (Persecution)
Klien meyakini bahwa ada seseorang atau suatu kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya.
3. Waham Agama (Religios)
Klien memiliki keyakinan berlebihan terhadap suatu agama.
Keyakinan yang tidak sesuai dengan realita itu terus-menerus di
ulanginya.
4. Waham Somatik (Somatic)
Klien meyakinin bahwa tubuh atau bagian dari tubuhnya terganggu
atau terserang suatu penyakit. Keyakinan yang tidak sesuai dengan
realita ini di ucapkan secara berulang-ulang.
5. Waham Nihilistik (Nihilistic)
Klien meyakini bahwa dirinya sudah tiada atau meninggal dan
keyakinannya terhadap hal ini diucapkan secara berulang-ulang
6. Waham Bizar (Bizarre)
Suatu paham yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang
sama sekali tidak masuk akal (Sadock & Sadock, 2007). Waham bizar
terdiri dari waham sisip pikir (Thought of insertion), waham siar pikir
(Thought of broadcasting), dan waham kendali pikir (Thought of
being controlled)
1) Waham sisip pikir adalah waham dimana klien meyakini bahwa
pikirannya bukan miliknya sendiri, melainkan pikiran orang
lain dan telah dimasukkan ke dalam pikiran klien
2) Waham siar pikir adalah waham dimana klien memiliki
keyakinan yang tidak masuk akal bahwa orang lain dapat
mendengar atau menyadari pikirannya
3) waham kendali pikir adalah waham dimana klien meyakini
bahwa perasaan, dorongan, pikiran atau tindakannya berada
dibawah kendali orang lain atau pihak eksternal daripada
dibawah kendalinya sendiri.

D. Fase-Fase
1. Fase Kurangnya Kebutuhan Manusia (Lock Of Human Need)
Waham dimulai dengan terbatasnya kebutuhan fisik maupun
psikis klien. Secara fisik, klien dengangangguan waham memiliki
keterbatasan status sosial dan ekonomi. Keinginan klien yang biasanya
sangat miskin dan menderita untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
mendorongnya untuk melakukan kompensasi (pencarian kepuasan
dalam suatu bidang tertentu) yang salah.
Selain klien dengan keterbatasan ekonomi, gangguan waham
ini juga dapat terjadi pada klien yang cukup secara finansial, tetapi
memiliki kesenjangan antara realita dan ideal diri yang sangat tinggi.
Waham terjadi karena klien merasa bahwa pengakuan atas keeksisan
atau kehadirannya adalah suatu hal yang sangat penting. Gangguan ini
juga terjadi akibat minimnya penghargaan saat tumbuh kembang (Life
span history).
2. Fase Kurangnya Kepercayaan Diri (Lock Of Self Esteem)
Ketiadaan pengakuan dari lingkungan, tingginya kesenjangan
antara ideal diri dan realita, dan kebutuhan yang tak terpenuhi sesuai
dengan standar lingkungan membuat seseorang merasa menderita,
malu, dan merasa tidak berharga.
3. Fase Kendali Eksternal Dan Internal (Control Internal And External)
Bagi klien dengan gangguan waham, menghadapi kenyataan
adalah suatu hal yang sulit. Klien mencoba berpikir secara logis bahwa
apa yang diyakini dan apa yang dikatakannya adalah suatu kebohongan
yang dilakukan untuk menutupi kekurangan. Kekurangan itu, seperti
ketidakcukupan materi, kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan,
merupakan sesuatu yang belum terpenuhi secara optimal sejak kecil.
Oleh karena itu, kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan di
lingkungan tersebut menjadi prioritas utama dan mendominasi dalam
hidupnya. Di sisi lain, lingkungan sekitar menjadi pendengar pasif dan
kurang memberikan koreksi secara memadai kepada klien dengan
alasan toleransi dan menjaga perasaan.
4. Fase Dukungan Lingkungan (Environment Support)
Kepercayaan beberapa orang dalam lingkungan terhadap klien
membuat klien merasa di dukung. Lama kelamaan, perkataan yang
terus menerud diulang oleh orang dilingkungannya tersebut membuat
klien kehilangan kendali diri dan mengakibatkan tidak berfungsinya
norma yang ditandai dengan ketiadaan perasaan berdosa saat
berbohong.
5. Fase Kenyamanan (Conforting)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya.
Ia juga menganggap bahwa semua orang itu sama, yaitu meraka akan
mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan ini sering disertai
dengan halusinasi dan terjadi ketika klien menyendiri dari
lingkungannya. Pada tahap selanjutnya, klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (Isolasi Sosial)
6. Fase Peningkatan (Inproving)
Ketiadaan konfrontasi dan upaya-upaya koreksi dapat
meningkatkan keyakinan yang salah pada klien. Tema waham yang
sering muncul adalah tema seputar pengalaman traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (Rantai yang hilang).
Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Waham
memang bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Akan tetapi,
penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif dan memperkaya keyakinan religiusnya.
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat menyimpang pikir : Waham
3. Emosi konsisten ilusi 2. Halusinasi
dengan 2. Reaksi emsional 3. Kerusakan emosi
pengalaman berlebihan dan 4. Perilaku tidak
4. Perilaku sosial kurang sesuai
5. Hubungan sosial 3. Perilaku tidak 5. Ketidakteraturan
sesuai isolasi sosial
4. Menarik diri
(Keliat, 2009)

F. Mekanisme Koping
1. Menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kekurangan-kekurangan
dan kekeliruan dari orang lain
2. Menyalahkan diri sendiri atas impuls-implus, keinginan-keinginan diri
sendiri yangg sudah dapat diterima oleh orang lain
3. Regresi, ialah kembali tingkatan perkembangan yang terdahulu dengan
menggunakan cara-cara yang kurang matang dan bertingkah laku
primitif dan kekanak-kanakkan
4. Repersi, ialah dengan sudah sadar mencegah jangan sampai keinginan-
keinginan atau kematian yang mengakibatkan hati atau yang berbahaya
masuk ke dalam alam yang sedasi
5. Denial, ialah menolak untuk menerima menghadapi kenyataan yang
tidak enak baginya, dengan mengemukakan berbagai alasan.
III. Pohon masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori : Waham


Care problem

causa Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis

IV. Diagnosa keperawatan


GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

V. Rencana tindakan keperawatan


TERLAMPIR
VI. Daftar pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. Kasus (Masalah Utama)


A. Pengertian Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawtan diri
secara mandiri seperti mandi (hygene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2009).
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri (Yusuf, dkk., 2015).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
a. Perkemabangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri
c. Kemampuan psikologis menurun klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketiakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
B. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
gangguan kognitif atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygene.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, shampoo, sikat
gigi, dan semuanya memerlukan uang.
d. Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan.
e. Budaya
Disebagian masyarakat kalau sakit tidak boleh dimandikan.
C. Jenis
Jenis-jenis defisit perawatan diri
a. Kurang perawatan diri :mandi atau kebersihan adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas mandi atau kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri :mengenakan pakaian atau berhias adalah
gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri :makan adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktifitas makan.
d. Kurang perawatan diri :toileting adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri (Nurjannah,2004:79).

D. Tanda dan Gejala


Menurut Yusuf, dkk. (2015) tanda dan gejala pada defisit perawatan tubuh diri
adalah sebagai berikut :
1. Kebersihan diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan,
bau napas, dan penampilan tidak rapi.
2. Berdandan atau berhias
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir
rambut, atau mencukur kumis.
3. Makan
Mengalami ksukaran dalam mengambil, ketiakmampuan membawa
makanan dari piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan
dari piring.
4. Toileting
Ketidakmampuan atau tifak adanya keinginan untuk melakukan defekasi
atau berkemih tanpa bantuan.
E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri tidak melakukan perawatan diri
seimbang tidak seimbang

 Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
 Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
 Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
F. Mekanisme Koping
1. Regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri atau menarik diri adalah pemisahan unsur emosional dari suatu
pikiran yang mengganggu yang dapat bersifat sementara atau dalam waktu
yang lama.
4. Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.

III. A. Pohon Masalah


Resiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial DPD

Harga Diri Rendah

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan
Defisit Perawatan Diri
2. Data yang peru dikaji
a. Data Subjektif
 Klien mengatakan dirinya malas mandi, tidak mau menyisir rambut,
tidak mau menggosok gigi dan tidak mau memotong kuku.
 Klien mengatakan juga tidak mau berhias, tidak mau menggunakan
alat mandi atau kebersihan diri.
b. Data Objektif
 Klien tampak kotor, rambut kotor
 Badan badan
 Pakaian kotor
 Kuku kaki dan kuku tangan panjang dan kotor
 Mulut bau
 Gigi kotor
 Penampilan tidak rapih
IV. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

V. Rencana Tindakan Keperawatan


TERLAMPIR

VI. Sumber
1. Fitria, Nita.2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LAPORAN
PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN Tindakan Keperawatan
(LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
2. Yusuf, Ah., dkk.. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

I .KASUS (MASALAH UTAMA)


Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perubahan
atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebelumnya tidak ada. (Stuart, 2007)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar, walaupun
tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan
mental penderita yang teresepsi. (Yosep, 2011)

II . PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2011), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
2.1 Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendanya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.
2.2 Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
2.3 Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
2.4 Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menujukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

A. Faktor presipitasi :
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
3.1 Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
3.2 Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3.3 Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

B. Jenis Halusinasi:
Menurut Yosep (2011) halusinasi terdiri dari delapan jenis :
1.Pendengaran (auditory)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2.Penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3.Penghidu (olfactory)
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnyabau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
4.Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5 .  Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan bdannya bergerak–gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya.
7 Halusinasi hypnagogic, dan hypnopompic
Halusinasi yang terjadi antara tidur dan terjaga
C. Fase-fase Halusinasi
6.1Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
6.2   Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi
menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas
klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realitas.
6.3  Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.
6.4  Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah
dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk
dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Menyendiri Kesendirian Manipulasi
Otonomi Menarik Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisme
Keadaan Saling tergantung

E. Mekanisme Koping
a. Menyalahkan orang lain atas kesalahan kekurangan kekurangan dan kekeliruan
dari orang lain
b. Menyalahkan diri sendiri atas implus-implus keinginan keingina diri sendiri yang
sudah dapat diterima orang lain.
c. Regresi, ialah tingkat perkembangan yang terdahulu dan menggunakan cara
kurang matak dan bertingkah laku primitif dan kekanak-kanakan
d. Represi ialah sudah sadar mencegah jangan sampai keinginan-keinginan atau
kmatian yang mengakibatkan hati atau yang berbahaya atau masuk kedzlzm yang
sedasi
e. Denial, ialah menolak untuk menerima menghadapi kenyataan yang tidak enak,
baginya dengan mengemukakan berbagai alasan
III. A. Pohon Masalah

Effect Resikotinggiperilakukekerasan

Core Problem PerubahanPersepsiSensori: Halusinasi

Causa isolasisosial

B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu di kaji :


a. Perubahan sensori perceptual, halusinasi
2. Data Fokus Pengkajian
a. Data Subjektif
1) klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
2) klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3) klien mengatakan mencuium bau tanpa stimulus
4) klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
5) klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
6) klien ingin memukul/melempar barang – barang
b. Data Objektif
1) klien berbicara dan tertawa sendiri
2) klien bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu
3) klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4) diorientasi

IV. Diagnosa Keperawatan


Halusinasi
V. Rencana Tindakan Keperawatan
TERLAMPIR

VI. DAFTAR PUSTAKA


Dalami, E, dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media
Stuart dan Laraia, Principles And Practice of Psyciatric Nursing (5Th. Ed) St. Louis Mosby
Year Book 2007
Yosep (2011), Keperawatan Jiwa. Edisi 4, PT Refika Aditama : Bandung
LAPORAN PENDAHULUAN PRILAKU KEKERASAN

I .KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Prabowo, 2014)
Perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang – barang
( Damaiyanti, 2012)

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Proses Prediposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor presdisposisi, artinya
mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh
individu ( Probowo, 2014)
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak – kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan yang di tolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, renforcoment yang diterima pada saat melakukan kekerasaan, sedang
mengobservasi kekerasaan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasaan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam ( pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhdap perilaku kekerasaan yang diterima (permissivee)
4. Bioneurologis, banyak kerusakan sistem limbiik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotranmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasaan.

B. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasaan adalah sebagai berikut (Sari, 2015)
1. Klien : Kelemahan fisik, keputusaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2. Interaksi : Penghinaan,kekerasaan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam, baik internal dari perusahaan dari klien
maupun ekternal dari lingkungan.

C. Jenis-jenis perilaku kekerasan


1. Kekerasan berat berupa penganiyayaan berat seperti menendang,memukul,
membenturkan, ke benda yang lain, bahkan sampai melakukan percobaan
pembunuhan dan perbuartan yang dapat mengakibatkan :
a. Sakirt yang menimbulkan ketidak mampuan menjalankan kegiatan sehari-
hari
b. Luka berat pada tubuh korban, luka yang sulit di sembuhkan atau yang
menimbulkan kematian
c. Kehilangan salah satu panca indra
d. Luka yang mengakibatkan cacat
e. Kematian korban
2. Kekerasan fisik ringan seperti menampar, menarik rambut, mendorong, dan
perbuatan lain yang mengakibatkan :
a. Cedra ringan
b. Rasa sakit dan luka fisik yang tida termasuk dalam kategori berat.
D. Fase-fase perilaku kekerasan
E. Rentang Respon

Adaptif Ilusi Maladaptif

Respon Adatif Respon Maldatif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasaan

Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan


mengungkapka mencapai mengeksperisi mengekpers marah dan
n tanpa tujuan kan secara ikan secara bermusuhan
menyalahkan keputusan/ fisik , tapi fisik tapi yang kuat
orang lain dan saat masih masih dan hilang
memberikan mengungak tekontrol terkontrol control
kegagalan apkan mendorong mendorong hilang amuk
persaannya orang lain orang lain merusak
tidak dengan dengan kehilangan
berdaya dari ancaman ancaman
menyerah

III. A. POHON MASALAH


ResikoBunuhDiri

HargaDiriRendah

Keputusasaan

A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI


. Masalah Keperawatan
a. Resiko mencenderai diri, orang lain dna lingkungan
b. Perilaku kekerasan/ amuk
2. Data Fokus Pengkajian
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data Subyektif
a. Klien mengatakan benci atau kesel pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang suka mengusiknya jika sedang kesal dan
marah
c. Riwayat perilaku kekerasaan atau gangguan jiwa lainnya

2. Data Objektif
a. Mata merah, wajah agak merahNada suara tinggi dan keras, bicara menguasai,
berteriak, menjerik, memukul diri sendiri/orang lain
b. Eksperesi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
c. Merusak dan melepar barang
d. Perilaku Kekerasaan/ amuk
1. Data Subyektif
a. klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
RAWATAN
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

IV .DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
V ..RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
TERLAMPIR

VI. DAFTAR PUSTAKA


Eko Prabowo. (2014). Konsep dan Aplikasi Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
Makhripah Damaiyanti.(2012). Asuhan
Keperawatan Jiwa. Samarinda : Refka Aditama
Nuraenah.(2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Bebas Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS Jiwa Islam Klender Jakarta Timur
Sari K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info
Media

Anda mungkin juga menyukai