Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009).
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh,
perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara
umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau
kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa
menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat
bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki
pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,2009).
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif
akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran
perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga
serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.(Townsend,2008)
1. Respon adaptif
Respon Adaptif Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari menyadari hal-hal positif maupun negative dari
dirinya (Prabowo, 2014).
2. Respon maladatif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu lagi
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Identitas kacau adalah kegagalan individdu mengintegritaskan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asingg terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak daapat membedakan
dirinya dengan orang lain (Prabowo, 2014).
E. Mekanisme koping
1. Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dan krisis identitas diri (misalnya
konser musik, bekerja keras, menonton televisi, secara obsesif)
2. Aktivitas yang memberikan identitas penggantian (misalnya ikut serta dalam
klub sosial, agama politik, kelompok gerakan )
3. Aktivitas sementara menguatkan atau mengingatkan yang tidak menentu
(misalnya olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, konteks untuk
mendapatkan polaritas ).
4. Aktifitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat aktifitas di luar
hidup yang tidak bermakna saat ini (misalnya penyalahgunaan obat).
Respon Adaptif
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti dirisendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.(Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan,individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan
hasratnya untuk mati. Perilakubunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan
atau ancaman verbal, yang akanmengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri
sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu
untuk memecahkanmasalah yang dihadapi.(Jenny., dkk. (2010). Asuhan
Keperawatan Pada KlienDengan Masalah Psikososial danGangguan Jiwa ).
C. Jenis
D. Fase-fase
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
yang dimiliki serta tingkat stres yang dialami. Individu yang sehat
F. Mekanisme koping
Struart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisme, intlektualisme, dan regresi.
III. A. Pohon Masalah
Harga Diri
Rendah
Resiko Cedera
B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Harus Dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Resiko bunuh diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1) Data subjektif
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
2) Data objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Merusak orang lain
c) Menarik diri dari hubungan sosial
d) Tampak mudah tersinggung
e) Tidak mau makan dan tidak tidur
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, inginmembakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2) Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakankekerasan pada orang-orang disekitarnya.
IV. Diagnosa keperawtan
Terlampir
IV. Sumber
1. Brunner dan suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.Jakarta :
EGC
2. Ernawati,Dalami,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Medika.
3. Keliat Anna Bdi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa.Jakarta : EGC
4. Surya, herman, Ade. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan
merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-
langkah selanjutnya.
b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosialnya.
c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan interpersonal
dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu
dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan
interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian,
terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya.
b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan
orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal
ataupun dengan lingkungannya.
c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada individu
yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa
bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada
masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada diri
sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan
D. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme yang
disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubngan:
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial yaitu
proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline yaitu
pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi–proyeksi.
III. A. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
D. Fase-Fase
1. Fase Kurangnya Kebutuhan Manusia (Lock Of Human Need)
Waham dimulai dengan terbatasnya kebutuhan fisik maupun
psikis klien. Secara fisik, klien dengangangguan waham memiliki
keterbatasan status sosial dan ekonomi. Keinginan klien yang biasanya
sangat miskin dan menderita untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
mendorongnya untuk melakukan kompensasi (pencarian kepuasan
dalam suatu bidang tertentu) yang salah.
Selain klien dengan keterbatasan ekonomi, gangguan waham
ini juga dapat terjadi pada klien yang cukup secara finansial, tetapi
memiliki kesenjangan antara realita dan ideal diri yang sangat tinggi.
Waham terjadi karena klien merasa bahwa pengakuan atas keeksisan
atau kehadirannya adalah suatu hal yang sangat penting. Gangguan ini
juga terjadi akibat minimnya penghargaan saat tumbuh kembang (Life
span history).
2. Fase Kurangnya Kepercayaan Diri (Lock Of Self Esteem)
Ketiadaan pengakuan dari lingkungan, tingginya kesenjangan
antara ideal diri dan realita, dan kebutuhan yang tak terpenuhi sesuai
dengan standar lingkungan membuat seseorang merasa menderita,
malu, dan merasa tidak berharga.
3. Fase Kendali Eksternal Dan Internal (Control Internal And External)
Bagi klien dengan gangguan waham, menghadapi kenyataan
adalah suatu hal yang sulit. Klien mencoba berpikir secara logis bahwa
apa yang diyakini dan apa yang dikatakannya adalah suatu kebohongan
yang dilakukan untuk menutupi kekurangan. Kekurangan itu, seperti
ketidakcukupan materi, kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan,
merupakan sesuatu yang belum terpenuhi secara optimal sejak kecil.
Oleh karena itu, kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan di
lingkungan tersebut menjadi prioritas utama dan mendominasi dalam
hidupnya. Di sisi lain, lingkungan sekitar menjadi pendengar pasif dan
kurang memberikan koreksi secara memadai kepada klien dengan
alasan toleransi dan menjaga perasaan.
4. Fase Dukungan Lingkungan (Environment Support)
Kepercayaan beberapa orang dalam lingkungan terhadap klien
membuat klien merasa di dukung. Lama kelamaan, perkataan yang
terus menerud diulang oleh orang dilingkungannya tersebut membuat
klien kehilangan kendali diri dan mengakibatkan tidak berfungsinya
norma yang ditandai dengan ketiadaan perasaan berdosa saat
berbohong.
5. Fase Kenyamanan (Conforting)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya.
Ia juga menganggap bahwa semua orang itu sama, yaitu meraka akan
mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan ini sering disertai
dengan halusinasi dan terjadi ketika klien menyendiri dari
lingkungannya. Pada tahap selanjutnya, klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (Isolasi Sosial)
6. Fase Peningkatan (Inproving)
Ketiadaan konfrontasi dan upaya-upaya koreksi dapat
meningkatkan keyakinan yang salah pada klien. Tema waham yang
sering muncul adalah tema seputar pengalaman traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (Rantai yang hilang).
Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Waham
memang bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Akan tetapi,
penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif dan memperkaya keyakinan religiusnya.
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
F. Mekanisme Koping
1. Menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kekurangan-kekurangan
dan kekeliruan dari orang lain
2. Menyalahkan diri sendiri atas impuls-implus, keinginan-keinginan diri
sendiri yangg sudah dapat diterima oleh orang lain
3. Regresi, ialah kembali tingkatan perkembangan yang terdahulu dengan
menggunakan cara-cara yang kurang matang dan bertingkah laku
primitif dan kekanak-kanakkan
4. Repersi, ialah dengan sudah sadar mencegah jangan sampai keinginan-
keinginan atau kematian yang mengakibatkan hati atau yang berbahaya
masuk ke dalam alam yang sedasi
5. Denial, ialah menolak untuk menerima menghadapi kenyataan yang
tidak enak baginya, dengan mengemukakan berbagai alasan.
III. Pohon masalah
Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri Kadang perawatan diri tidak melakukan perawatan diri
seimbang tidak seimbang
Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
F. Mekanisme Koping
1. Regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri atau menarik diri adalah pemisahan unsur emosional dari suatu
pikiran yang mengganggu yang dapat bersifat sementara atau dalam waktu
yang lama.
4. Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
VI. Sumber
1. Fitria, Nita.2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LAPORAN
PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN Tindakan Keperawatan
(LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
2. Yusuf, Ah., dkk.. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
A. Faktor presipitasi :
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
3.1 Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
3.2 Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3.3 Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
B. Jenis Halusinasi:
Menurut Yosep (2011) halusinasi terdiri dari delapan jenis :
1.Pendengaran (auditory)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2.Penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3.Penghidu (olfactory)
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnyabau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
4.Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5 . Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan bdannya bergerak–gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya.
7 Halusinasi hypnagogic, dan hypnopompic
Halusinasi yang terjadi antara tidur dan terjaga
C. Fase-fase Halusinasi
6.1Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
6.2 Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi
menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas
klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realitas.
6.3 Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.
6.4 Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah
dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk
dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
a. Menyalahkan orang lain atas kesalahan kekurangan kekurangan dan kekeliruan
dari orang lain
b. Menyalahkan diri sendiri atas implus-implus keinginan keingina diri sendiri yang
sudah dapat diterima orang lain.
c. Regresi, ialah tingkat perkembangan yang terdahulu dan menggunakan cara
kurang matak dan bertingkah laku primitif dan kekanak-kanakan
d. Represi ialah sudah sadar mencegah jangan sampai keinginan-keinginan atau
kmatian yang mengakibatkan hati atau yang berbahaya atau masuk kedzlzm yang
sedasi
e. Denial, ialah menolak untuk menerima menghadapi kenyataan yang tidak enak,
baginya dengan mengemukakan berbagai alasan
III. A. Pohon Masalah
Effect Resikotinggiperilakukekerasan
Causa isolasisosial
B. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasaan adalah sebagai berikut (Sari, 2015)
1. Klien : Kelemahan fisik, keputusaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2. Interaksi : Penghinaan,kekerasaan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam, baik internal dari perusahaan dari klien
maupun ekternal dari lingkungan.
HargaDiriRendah
Keputusasaan
2. Data Objektif
a. Mata merah, wajah agak merahNada suara tinggi dan keras, bicara menguasai,
berteriak, menjerik, memukul diri sendiri/orang lain
b. Eksperesi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
c. Merusak dan melepar barang
d. Perilaku Kekerasaan/ amuk
1. Data Subyektif
a. klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
RAWATAN
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
IV .DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
V ..RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
TERLAMPIR