DI SUSUN OLEH :
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS KEDOKTERAN
PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN
2019-2020
Konsep Dasar Teori
Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang
berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-
ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
Trauma lahir, asphyxia neonatorum
Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
Tumor otak
Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama ialah epilepsi idopatik, Remote Simtomatik
Epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri-
atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE dari kedua
tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur
saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami
bangkitan ulang, apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75%
pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama kecuali bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena
gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan
ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan
bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat
pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau
telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi
''embrio'' epilepsi bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/
radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/ trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah
otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal Dengan gejala motorik: Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga
epilepsi Jackson. Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh. Postural: epilepsi disertai dengan
lengan atau tungkai kaku dalam sikap Tertentu Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu, Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi
disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo). Somatosensoris:
timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.:
Visual: terlihat cahaya
Auditoris: terdengar sesuatu
Olfaktoris: terhidu sesuatu
Gustatoris: terkecap sesuatu
Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil).Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
Disfagia: gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat. Dimensia: gangguan proses
ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa
seperti melihatnya lagi.
Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau
lebih besar.
Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum. Epilepsi parsial kompleks yang berkembang
menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas,
tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
Hanya penurunan kesadaran
Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang,
kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau
mengedang.
Dengan automatisme
Dengan komponen autonom.
Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau
torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi
lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau
menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik).
Otak ialah rangkaian berjuta- juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik
saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di
otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-
neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik
berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang
mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya
akan menyebarkan impuls- impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Hal ini terjadi karena adanya influx ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu
masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan
normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik,
sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan
melepaskan muatan menurun secara berlebihan. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat
mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi
yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang. waktu dalam repolarisasi) yang
disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi
Manifestasi Klinik
Kehilangan kesadaran Aktivitas motorik Tonik klonik Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau Kontraksi
singkat dan mendadak disekelompok otot Kedipan kelopak mata Sentakan wajah Bibir mengecap – ecap Kepala
dan mata menyimpang ke satu sisi Fungsi pernafasan Takipnea Apnea Kesulitan bernafas Jalan nafas tersumbat
(Tucker, 1998 : 432 ) Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya keadaan epilepsi yang dialami
pada penderitagejala yang timbul berturut-turut meliputi di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara
secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap
rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua
lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata
berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya
berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik.
pemeriksaan Diagnostik
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan Kimia darah: hipoglikemia,
meningkatnya BUN, kadar alkohol darah. mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi). Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
Elektrolit (natrim dan kalium ketidak pada dan dapat berpengaRUH atau menjadi predisposisi pada
aktivitas kejang Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai
indikasi nefrofoksik yang berhubungan dengan pengobatan Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai
akibat dari therapy obat Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi y ang terapeutik Fungsi
lumbal,untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi, perdarahan\Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya
sel, fraktur DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan Metabolik ( Dongoes, 2000 : 202 )
Penatalaksanaan
Atasi penyebab dari kejang Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang didalam seseorang
Anti konvulson Sedatif Barbirorat ( Elizabeth, 2001 : 174 ) Obat yang dapat mencegah serangan epilepsi
fenitoin (difenilhidantoin) karbamazepin fenobarbital dan asam valproik Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu
diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan. Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan
syaraf pusat yang normal.Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal. Operasi dengan reseksi bagian yang
mudah terangsang Menaggulangi kejang epilepsi Selama kejang Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari
penonton yang ingin tahu Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh
lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya. Longgarkan baju . Bila mungkin,
miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah.
Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan
sampai menutupi jalan pernapasannya. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa
disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas,
mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit
terdekat. Setelah kejang Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi. Pertahankan pasien pada salah satu
sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand
mal Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang Pasien pada saaat bangun, harus
diorientasikan terhadap lingkungan Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani
situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut Laporkan adanya serangan pada kerabat
terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
Pencegahan Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko
epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma autau kekejangan kontruksi
otot keras dan terlalu banyak disebabkan oleh proses pada sistem saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada
bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang
tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan
epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat- obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena
lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang
sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan
dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari
rencana pencegahan ini.
Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan
ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan
dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan
epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis
terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan
atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.
Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
Riwayat sebelum serangan
Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,olfaktorik maupun visual.
Riwayat Penyakit
Sejak kapan serangan terjadi.
Pada usia berapa serangan pertama. Frekuensi serangan.
Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan emosional.
Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-
kejang.
Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
Apakah makan obat-obat tertentu
Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pemeriksaan fisik
Tingkat kesadaran pasien
Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan. Tanda : depresi, ansietas, marah. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing. Tanda : aktivitas kejang, otot
mudah terangsang.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Do :
Denyut nadi 82x/menit, TD
120/80 mmHg, frekwensi
nafas 28x/menit, suhu 36.5ºC
Pasien tampak merokok
Pasien tampak lesu
Diagnosa Keperawatan
Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Ketidakefektifan pola napas b.d terganggunya saraf pusat pernafasan
Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
d. Intervensi
Dx
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Tujuan :
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan
yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil :
tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh
Intervensi Rasional
Kaji :
Kaji tanda-tanda vital Untuk mengetahui tindakan keperawatan
selanjutnya.
Observasi:
Barang- barang di sekitar pasien dapat
Identivikasi factor lingkungan yang membahayakan saat terjadi kejang
memungkinkan resiko terjadinya cedera
Pantau status neurologis setiap 8 jam Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri
Berikan obat anti konvulsan sesuai advice Mengurangi aktivitas kejang yang
dokter berkepanjangan, yang dapat mengurangi
suplai oksigen ke otak
Edukasi: Anjurkan pasien untuk Sebagai informasi pada perawat untuk
memberi tahu jika merasa ada sesuatu segera melakukan tindakan sebelum
yang tidak nyaman, atau mengalami terjadinya kejang berkelanjutan
sesuatu yang tidak biasa sebagai Berikan informasi pada keluarga tentang
permulaan terjadinya kejang. tindakan yang harus dilakukan selama
pasien kejang Melibatkan keluarga untuk
mengurangi resiko cedera
Intervensi Rasional
Kaji :
Kaji tanda-tanda vital Untuk mengetahui tindakan keperawatan
selanjutnya
Observasi
Identifikasi bersihan jalan nafas Mengurangi terjadinya subatan jalan nafas
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut Menurunkan resiko aspirasi atau
dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
alat yang lain jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang mengatup jika
kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Edukasi
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi
Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien
sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Dx 3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan:
mengurangi rendah diri pasien Kriteria hasil:
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi Rasional
Kaji :
Kaji tanda-tanda sosial pasien Untuk mengetahui apakah pasien rendah
diri atau tidak
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang Memberi informasi pada perawat tentang
berpengaruh pada perasaan isolasi sosial factor yang menyebabkan isolasi sosial
pasien pasien
Mandiri
Dukungan psikologis dan motivasi dapat
Memberikan dukungan psikologis dan membuat pasien lebih percaya diri
motivasi pada pasien
Kolaborasi:
Konseling dapat membantu mengatasi
Kolaborasi dengan tim psikiater perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok Memberikan kesempatan untuk
penyokong, seperti yayasan epilepsi dan mendapatkan informasi, dukungan ide-
ide
sebagainya. untuk mengatasi masalah dari orang lain
yang telah mempunyai pengalaman yang
sama.
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman Menghilangkan stigma buruk terhadap
dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak penderita epilepsi (bahwa penyakit
menular epilepsi dapat menular).
Dx 4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan saraf pernafasan Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami gangguan pola napas kriteria hasil :
RR dalam batas normal sesuai umur
Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi Rasional
Kaji :
Kaji tanda-tanda vital Untuk mengetahui tindakan keperawatan
selanjutnya
Observasi :
Identifikasi pola napas
Untuk mengetahui adanya tanda hipoksia
Mandiri :
Tanggalkan pakaian pada
Memfasilitasi usaha bernapas/ekspansi
daerah leher/dada, abdomen
dada
Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan
Dapat mencegah tergigitnya lidah, dan
memfasilitasi saat melakukan penghisapan
lendir, atau memberi sokongan pernapasan
jika diperlukan
Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia
Lakukan penghisapan sesuai sesuai indikasi
Kolaborasi:
Dapat menurunkan hipoksia serebral
Berikan tambahan O2
Edukasi :
Menganjurkan keluarga untuk
Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
memberi motivasi kepada pasien
sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Observasi :
Identifikasi dengan orng tua pasien, Memberi informasi kepada perawat
factor-factor tentang pengetahuan tentang factor pengetahuan orng tua
orang tua pasien terhadap penyakit. pasien
Mandiri :
Jelaskan mengenai prognosis penyakit Memberikan kesempatan untuk
dan perlunya pengobatan mengklarifikasi kesalahan persepsi &
keadaan penyakit yang ada
Edukasi :
Berikan informasi yang adekuat Pengetahuan yang diberikan mampu
tentang prognosis penyakit dan tentang menurunkan resiko dari efek bahay satu
interaksi obat yang potensial penyakit & cara menanganinya
Evaluasi
Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea
dan aspirasi Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik
diri (minder) Pola napas normal, TTV dalam batas normal Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak
tenang.
DAFTAR PUSTAKA