Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

A. Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-
ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Menurut Smeltzer (2001) pengertian epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak
gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikan oleh kejang berulang

B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol

4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

5. Tumor Otak

6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah


epilepsi idiopatik, remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan
epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri-atau
antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi
idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang
berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi
neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi
sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah
75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan
pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko
40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang.
Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian
besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada
bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada
ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan
yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak
janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan
fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga
memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
C. Patofisiologi

Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, System Saraf Ketidakseimbangan aliran listrik


infeksi perinatal, mengitis, dll pada sel saraf

Hilangnya Tonus otot Hambatan Mobilitas Fisik Epilepsy

Petitmal Petitmal Mylonik

Keadaan lemah dan tidak Kontraksi tidak sadar yang


sadar mendadak

Isolasi Sosial
Perubahan status kesehatan Aktivitas Kejang
Defisiensi pengetahuan

Jatuh Hipoksia Ketidakmampuan keluarga


mengambil tindakan yang tepat

Risiko Cidera Kerusakan Memori Ketidakmampuan Koping


Keluarga
Pengobatan, keperawatan, Defisiensi Pengetahuan
keterbatasan
Ansietas

Penyakit Kronik Psikomotor Grandmal

Perubahan Proses Keluarga

Gangguan Neurologis Gangguan Respiratori

Gangguan Perkembangan
Spasme otot pernafasan Hilang Kesadaran
HDR
Obstruksi trakheobronkial

Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
D. Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
a. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik
 Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
 Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
 Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
 Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam
sikap tertentu
 Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti
atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigo).
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
 Visual : terlihat cahaya
 Auditoris : terdengar sesuatu
 Olfaktoris : terhirup sesuatu
 Gustatoris : terkecap sesuatu
 Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
 Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
 Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata
atau bagian kalimat.
 Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
 Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
 Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
 Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau
lebih besar.
 Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.

2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.


Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran
mula-mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka
berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang
kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme

3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,


tonik, klonik).
 Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
 Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
 Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks
lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
b. Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak
bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya
dijumpai pada anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak
mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala,
badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul
atau mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
 Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat
atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
 Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali
pada anak.
 Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
 Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda
yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot
seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit
diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena
hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
 Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi
ini terutama sekali dijumpai pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan
yang mendadak berhenti sederhana.

E. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura
dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak,
mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus
atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak
normal seperti pada keadaan normal
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara
tiba- tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
11. Gigi geliginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.
Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang,
sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola
mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung
berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti
dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat
sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan
muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa
dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan
biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya
perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada
otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah
atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh
sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi
diakibatkan oleh berbagai faktor.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

G. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang
dicapai, yakni:
 Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
 Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang
normal.
 Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya
adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan
gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol
dengan salah satu dari obat tersebut di atas.

Cara menanggulangi kejang epilepsi :


1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang
biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan
bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi
yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung
beristirahat atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan
obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan
terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan
pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program
yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak
hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat
cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan
latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi)
harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera
akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini,
dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti
konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari
rencana pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan
obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan
obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan
minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti
pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah
cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan
selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya.
Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau
bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi
yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama pengobatan
adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone,
tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua.
Terapi dimulai dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat
di ambang atas tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada
efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2
atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.
Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan
mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka
voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan
neurotransmitter.
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat
memperpanjang inaktivasi saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam
membran sinaptik.
Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif dan
anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara
mengikat ke sisi kompleks saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular,
fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan
amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu buka jalur Cl- dan menambah lamanya
letupan saluran Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti fenitoin dan karbamazepin,
fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur oleh Na . Fenobarbital
mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade
saluran Ca peka voltase.
Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-
transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua
pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan frekuensi
tinggi dari neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.

Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka
voltase, dapat menambah pelepasan GABA.
Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.
Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA.
Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.
Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED, harus diingat akan efek
jangka panjang dari terapi farmakologik. Karbamazepin, fenobarbital, fenitoin,
primidone, dan asam valproat dapat menyebabkan osteopenia, osteomalasia, dan
fraktur. Fenobarbital dan primidone dapat menyebabkan gangguan jaringan ikat, mis
frozen shoulder da kontraktur Dupuytren. Fenitoin dapat menyebabkan neuropati
perifer. Asam valproat dapat menyebabkan polikistik ovari dan hiperandrogenisme.

J. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi
faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya
prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan
dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat
berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum
maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.
Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang
disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif
jelek.
K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
 Data Umum
1) Nama Kepala Keluarga :
2) Alamat :
3) Telepon :
4) Pekerjaan :
5) Pendidikan :
6) Komposisi anggota keluarga

Status Imunisasi
Hub
Na J Pendi
dng Umur Polio DPT
Hepatitis Cam Ket
ma K dikan BCG
KK 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 pak

a. Genogram

b. Tipe Keluarga
c. Suku Bangsa
d. Agama
e. Status Sosial Ekonomi Keluarga
f. Aktivitas rekreasi keluarga

 Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
b. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
c. Riwayat keluarga inti
d. Riwayat keluarga sebelumnya

 Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
c. Mobilitas geografis keluarga
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e. Sistem pendukung keluarga

 Struktur Keluarga
a. Komunikasi keluarga
b. Struktur kekuatan keluarga
c. Struktur peran
d. Norma keluarga

 Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
b. Fungsi sosialisasi
c. Fungsi perawatan kesehatan

 Tugas Perawatan Keluarga


a. Mengenal masalah keluarga
b. Mengambil keputusan
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
d. Memelihara lingkungan
e. Menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan
f. Fungsi reproduksi
g. Fungsi ekonomi

 Stress dan Koping Keluarga


a. Stress jangka pendek dan panjang
b. Kemampuan keluarga
c. Strategi koping
d. Strategi adaptasi

 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
a. Tanda – tanda Vital
Tensi : Nadi : RR : Suhu : BB : TB :
LL LK :
b. Pemeriksaan Cepalo Caudal
1) Kepala dan Rambut
2) Hidung
3) Telinga
4) Mata
5) Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil dan Pharing
6) Leher dan Tenggorokan
7) Dada/ Thorak
a) Pemeriksaan Paru
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
b) Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
8) Payudara
 Inspeksi
 Palpasi
9) Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi
 Auskultasi
 Palpasi
 Perkusi
10) Ekstrimitas, Kuku dan Kekuatan Otot
11) Genetalia dan Anus
12) Pemeriksaan Neurologi
 Pemeriksaan Penunjang
 Harapan Keluarga

L. Diagnosa Keperawatan
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d spasme pada jalan napas, obstruksi
trakeobronkial
 Ketidakmampuan koping keluarga b.d stress akibat epilepsy
 Harga diri rendah situasional b.d perubahan perkembangan
 Kerusakan memori b.d gangguan neurologis
 Resiko cedera b.d resiko tingkat kesadaran, gelisah, gerakan involunter dan
kejang
 Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kendali dan masa otot, gangguan
sensori perceptual
 Isolasi social b.d gangguan kondisi kesehatan
 Ansietas b.d kemungkinan yang terjadi, perubahan pola interaksi social
 Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi penatalaksanaan kejang
M. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
1. Resiko cedera b.d NOC NIC
resiko tingkat - Risk kontrol Environment Management
kesadaran, gelisah, Kriteria Hasil ( Manajemen lingkungan )
gerakan involunter - Klien terbebas dari cedera - Sediakan lingkungan yang aman untuk
- Klien mampu menjelaskan pasien
dan kejang
cara/metode untuk - Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
mencegah injury/cedera sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
- Klien mampu menjelaskan kognitif pasien dan riwayat penyakit
faktor risiko dari terdahulu pasien
lingkungan/ perilaku - Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
personal (misalnya memindahkan perabotan)
- Mampu memodifikasi gaya - Memasang side rail tempat tidur
hidup untuk mencegah - Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
injury bersih
- Menggunakan fasilitas - Menempatkan saklar lampu di tempat yang
kesehatan yang ada mudah dijangkau pasien
Mampu mengenali - Membatasi pengunjung
perubahan status kesehatan - Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit
2. Defisiensi NOC : NIC :
pengetahuan b.d - Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
kurangnya process - Berikan penilaian tentang tingkat
informasi - Kowledge : health Behavior pengetahuan pasien tentang proses penyakit
Kriteria Hasil : yang spesifik
penatalaksanaan
- Pasien dan keluarga - Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
kejang menyatakan pemahaman bagaimana hal ini berhubungan dengan
tentang penyakit, kondisi, anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
prognosis dan program tepat.
pengobatan - Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
- Pasien dan keluarga mampu muncul pada penyakit, dengan cara yang
melaksanakan prosedur tepat
yang dijelaskan secara - Gambarkan proses penyakit, dengan cara
benar yang tepat
- Pasien dan keluarga mampu - Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
menjelaskan kembali apa cara yang tepat
yang dijelaskan - Sediakan informasi pada pasien tentang
perawat/tim kesehatan kondisi, dengan cara yang tepat
lainnya. - Hindari harapan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
3. Ansietas b.d NOC : NIC
kemungkinan yang - Anxiety Control Anxiety Reduction
terjadi, perubahan - Coping ( Penurunan kecemasan )
pola interaksi - Vital Sign Status - Gunakan pendekatan yang menenangkan
Kriteria Hasil : - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
social
- Klien mampu mengiden- pelaku pasien
tifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengungkapkan gejala dirasakan selama prosedur
cemas - Pahami perspektif pasien terhadap situasi
- Mengidentifikasi, stres
mengung-kapkan dan - Temani pasien untuk memberikan keamanan
menunjukkan tekhnik untuk dan mengurangi takut
mengontrol cemas - Lakukan back / neck rub
- Vital sign dalam batas - Dengarkan dengan penuh perhatian
normal - Identifikasi tingkat kecemasan
Postur tubuh, ekspresi - Bantu pasien mengenal situasi yang
wajah, bahasa tubuh dan menimbulkan kecemasan
tingkat aktivitas - Dorong pasien untuk mengungkapkan
menunjukkan berkurangnya perasaan, ketakutan, persepsi
kecemasan - Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
4. Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan - Respiratory status : Airway Suction
napas b.d spasme Ventilation - Auskultasi suara napas sebelum dan
pada jalan napas, - Respiratory status : sesudah suction
obstruksi Airway patency - Informasikan kepada pasien dan
trakeobronkial Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
- Mendemonstrasikan - Minta klien napas sebelim suction
batuk efektif dan suara dilakukan
napas yang bersih, tidak - Monitor status oksigen pasien
ada sianosis dan dypsneu Airway Management
(mampu mengeluarkan - Buka jalan napas, gunakan teknik chin
sputum, mampu bernapas lift atau jawthrust bila perlu
dengan mudah, tidak ada - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
pursed lips) ventilasi
- Menunjukkan jalan napas - Auskultasi suara napas, catat adanya
yang paten (klien tidak suara napas tambahan
merasa tercekik, irama - Berikan bronkodilator bila perlu
napas, frekuensi - Monitor respirasi dan status O2
pernapasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara napas abnormal)
- Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan
napas

5 Ketidakmampuan NOC : Coping Enhanchement


koping keluarga - Family Coping, Disable - Bantu keluarga untuk mengenal masalah
b.d stress akibat - Therapeutic Regimen - Bantu pasien beradaptasi dengan persepsi
epilepsy Management, Ineffective stressor, perubahan,atau ancaman yang
- Violence : Other mengganggu pemenuhan tuntutan dan
Directed, Risk for peran hidup
- Bantu memotivasi keluarga untuk
Kriteria hasil : berubah
- Tindakan keluarga untuk - Bantu anggota keluarga dalam
mengelola stressor yang mengklarifikasikan apa yang mereka
mebebani sumber- harapakan dan butuhkan satu sama lain
sumber keluarga Caregiver Support
- Mampu mengatasi - Menyediakan informasi penting,
masalah keluarga advokasi, dan dukungan yang dbutuhkan
- Mampu mencari bantuan untuk mefasilitasi perawatan primer
keluarga jika perlu pasien selain dari professional kesehatan

6. Harga diri rendah NOC : NIC :


situasional b.d - Body Image, disiturbed Self Esteem Enhancement
perubahan - Coping, ineffective - Tunjukkan rasa percaya diri terhadap
perkembangan - Personal identity, kemampuan pasien untuk mengatasi
disturbed situasi
- Health behavior, risk - Dorong pasien mengidentifikasi
- Self esteem situasional, kekuatan dirinya
low - Ajarkan keterampilan perilaku yang
Kriteria Hasil : positif terhadap pasien
- Menunjukkna penilaian - Monitor frekuensi komunikasi verbal
pribadi tentang harga diri pasien yang negative
- Mengungkapkan Counseling
penerimaan diri - Menggunakan proses pertolongan
- Komunikasi terbuka interaktif yang berfokus pada kebutuhan,
- Mengatakan optimism masalah, atau perasaan pasien dan orang
tentang masa depan terdekat untuk meningkatkan atau
- Menggunakan strategi mendukung koping, pemecahan
koping efektif masalah.

7. Kerusakan memori NOC : NIC :


b.d gangguan - Tissue perfusion - Memantau tingkat kesadaran
neurologis Cerebral - Memantau otot, gerakan motoric, kiprah
- Acute Confusing level dan proprioception
- Environment - Memantau untuk gemetar
interpretation syndrome - Memantau simetris wajah
impaired - Memantau tonjolan lidah
Kriteria Hasil : - Memantau indera penciuman
- Mampu untuk - Monitor pola berkeringat
melakukan proses mental - Memantau respon babinski
yang kompleks - Hindari kegiatan yang meningkatkan
- Orientasi kognitif : tekanan intra kranial
mampu untuk
mengidentifikasi orang,
tempat, dan waktu secara
akurat
- Konsentrasi : mampu
focus pada stimulus
tertentu
- Ingatan (memori):
mampu untuk
mendapatkan kembali
secara kognitif dan
menyampaikan kembali
informasi yang disimpan
sebelumnya
- Kondisi neurologis :
kemampuan system saraf
perifer dari sitem saraf
pusat untu menerima,
memproses, dan
memberi respon terhadap
stimuli internal dan
eksternal
- Menyatakan mampu
menginat lebih baik
8. Isolasi social b.d NOC : NIC :
gangguan kondisi - Social interaction skills Socialization enhacement
kesehatan - Stress level - Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh
- Social support keluarga, teman dan komunitas
- Post-trauma syndrome - Dukung hubungan dengan orang lain
Kriteria Hasil : yang mempunyai minat dan tujuan yang
- Meningkatkan sama
hubungan yang efektif - Dorong melakukan aktifitas social
dalam perilaku pribadi komunitas
interaksi social dengan - Dukung pasien untuk mengubah
orang, kelompok, atau lingkungan seperti jalan-jalan dan
organisasi bioskop
- Ketersediaan dan - Fasilitasi pasien untuk berpartisipasi
peningkatan pemberian dalam grup diskusi kecil
actual bantuan yang - Gali kekuatan dan kelemahan pasien
andal dari orang lain dalam berinteraksi sosial
- Mengungkapkan
penurunan perasaan
atau pengalaman
diasingkan
9. Hambatan NOC : NIC :
mobilitas fisik b.d - Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulantion
penurunan kendali - Mobility Level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah
dan masa otot, - Self Care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat
gangguan sensori - Transfer performance latihan
perceptual Kriteria hasil : - Konsultasikan dengan terapi fisik
- Klien meningkat dalam tentang rencana ambulansi sesuai dengan
aktifitas fisik kebutuhan
- Mengerti tujuan dari - Bantu klien untuk menggunakan tongkat
peningkaan mobilitas saat berjalan dan cegah terhadap cedera
- Memverbalisasikan - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
perasaan dalam lain tentang teknik ambulansi
meningkatkan kekuatan - Kaji kempuan pasien dengan mobilisasi
dan kemampuan - Latih pasien dalam pemenuhan
berpindah kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
- Memperagakan kemampuan
penggunaan alat - Damping dan bantu pasien saat
- Bantu untuk mobilisasi mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
- Berikan alat bantu jika klien memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care,
Second Ed, F. A. Davis, Philadelpia.

Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik


(Terjemahan), Edisi VI, EGC, Jakarta Indonesia.

Kariasa Made, 1997, Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi, FIK-UI, Jakarta.

Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt Ed,
Philadelpia London.

Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process,


Second Ed, St Louis, New York.
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. Jakarta : EGC

NIC. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Yogyakarta: Moco
Media

NOC. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima. Yogyakarta: Moco
Media

Anda mungkin juga menyukai