Anda di halaman 1dari 111

STUDI LITERATUR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA YANG MENGALAMI

GANGGUAN AKTIVITAS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Oleh:

DEVITA PUTRI HAYU NANDANI

NIM 17613082

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020

i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Oleh : DEVITA PUTRI HAYU NANDANI

Judul : STUDI LITERATUR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA LANSIA YANG MENGALAMI GANGGUAN

AKTIVITAS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada

Tanggal:

Oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing II

Elmie Muftiana, S.Kep.,Ns., M.Kep Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes

NIDN. 0703127602 NIDN. 0715127903

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes

NIDN. 0715127903

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Oleh : DEVITA PUTRI HAYU NANDANI

Judul : STUDI LITERATUR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA LANSIA YANG MENGALAMI GANGGUAN

AKTIVITAS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Telah diuji dan disetujui oleh Tim Penguji pada Ujian Sidang di Program Studi

Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Ponorogo

Tanggal: 03 Desember 2019

Tim Penguji

Tanda Tangan

Ketua : Siti Munawaroh, M.Kep :……………..

Anggota : 1. Rika Maya Sari, M.Kes :……………..

2. Elmie Muftiana, M. Kep :…………......

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes

NIDN. 0715127903

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : DEVITA PUTRI HAYU NANDANI

NIM : 17613082

Instansi : Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Menyatakan bahwa Studi Kasus yang berjudul “Studi Literatur Asuhan

Keperawatan Pada Lansia Yang Mengalami Gangguan Aktivitas Dengan

Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik ” adalah bukan Studi Kasus

orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang

telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pernyataan ini tidak benar, kami bersedia mendapatkan sangsi.

Ponorogo, 03 November

2019

Yang menyatakan

Devita Putri Hayu Nandani

iv
NIM 17613082

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas

Fisik”. Studi Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas

mata kuliah riset keperawatan

Penulis menyadari dalam penyusunan studi kasus ini banyak memperoleh

bimbingan, asuhan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dr. H. Sultton, M.Si selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Ponorogo yang telah memberi kemudahan dan ijin, sehingga

memperlancar penyusunan studi kasus ini.

2. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberi

kemudahan dan ijin, sehingga memperlancar penyusunan proposal ini.

3. Rika Maya Sari, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Kaprodi DIII Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo

4. Elmie Muftiana, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing pertama yang

telah memberi ijin dan dengan kesabaran serta ketelitiannya dalam

membimbing, sehingga proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing kedua yang

telah memberi ijin dan dengan kesabaran serta ketelitiannya dalam

membimbing, sehingga proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.

vi
6. Kedua orangtua yang senantiasa memberikan semangat baik moral

maupun material sehingga terselesaikan dengan baik proposal ini.

7. Teman-teman seperjuangan 3B DIII Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan

dalam penyelesaian proposal studi kasus ini. Semoga Allah SWT

memberikan imbalan atas kebaikan serta ketulusan yang telah mereka

berikan selama ini pada penulis.

Penulis menyadari bahwa proposal studi kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan proposal ini.

Ponorogo, 03 November

2019

Yang menyatakan

Devita Putri Hayu Nandani

NIM 17613082

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Judul Dalam ii

Halaman Persetujuan Persetujuan iii

Halaman Pengesahan iv

Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Singkatan xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 4

1.3 Tujuan 4

1.3.1 Tujuan Umum 7

1.3.2 Tujuan Khusus 7

1.4 Manfaat 4

1.4.1 Manfaat Teoritis 7

1.4.2 Manfaat Praktis 7

viii
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Konsep Lansia 7

2.1.1 Definisi 7

2.1.2 Proses menua 8

2.1.3 Teori-teori Proses Menua 9

2.1.4 Batasan Lanjut Usia 13

2.1.5 Klasifikasi Lansia 14

2.1.6 Perubahan pada pada Lansia 14

2.2 Konsep Muskuloskeletal 20

2.2.1 Pengertian Muskuloskeletal 20

2.2.2 Otot 20

2.2.3 Jenis-jenis otot 21

2.3 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik 23

2.3.1 Pengertian 23

2.3.2 Etiologi 23

2.3.3 Manifestasi klinis 23

2.3.4 Patofisiologi 23

2.4 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik 23

2.4.1 Pengertian 23

2.4.2 Faktor yang Berhubungan 23

2.4.3 Etiologi 24

2.4.4 Jenis Mobilisasi 28

2.5.5 Manfaat 30

ix
2.4.6 Dampak Hambatan Mobilitas Fisik 30

2.4.7 Pemeriksaan Diagnostik atau Penunjang 35

2.4.8 Terapi atau Tindakan 36

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan 37

2.5.1 Pengkajian 37

2.5.2 Pemeriksaan Fisik 39

2.5.3 Pengkajian Status Kesehatan Kronis, Kognitif, Fungsional, Status

Psikologi dan Dukungan Keluarga 41

2.5.4 Diagnosa Keperawatan 44

2.5.5 Intervensi Keperawatan 44

2.5.6 Implementasi 48

2.5.7 Evaluasi 48

2.6 Hubungan Antar Konsep 49

BAB 3 METODE STUDI KASUS 50

3.1 Metode 50

3.2 Teknik penulisan 51

3.3 Waktu dan Tempat 51

3.4 Alur Kerja (Frame Work) 52

3.5 Etika 53

DAFTAR PUSTAKA 54

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan 42

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Antar Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan


Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik 49

Gambar 3.1 Alur Kerja Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Masalah


Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik 52

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian (PSP) 56

Lampiran 2 Informed Consent 58

Lampiran 3 Surat Permohonan Data Awal 59

Lampiran 4 Surat Permohonan Data Awal dari Bankesbang 60

Lampiran 5 Buku Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 1 63

Lampiran 6 Buku Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 2 65

Lampiran 7 Format Asuhan Keperawatan Lansia 68

Lampiran 8 Pengkajian Keseimbangan Untuk Lansia 82

Lampiran 9 Pengkajian Masalah Kesehatan Kronis 83

Lampiran 10 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ) 84

Lampiran 11 Mini-Mental State Exam (MMSE) 85

Lampiran 12 Apgar Lansia 86

Lampiran 13 Inventaris Depresi Geriatrik 87

Lampiran 14 Inventaris Depresi Beck 89

Lampiran 15 Indek Katz 91

Lampiran 16 SOP Ambulasi 62

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ADL : Activity Daily Living.

BAB : Buang Air Besar.

BAK : Buang Air Kecil.

CHF : Congestive Heart Failure.

CT Scan : Computed Tomography.

DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

HB : Hemoglobin.

HRQL : Health Related Quality Life.

MRI : Magnetic Resonance Imanging.

MMSE : Mini-Mental State Exam.

NANDA : North American Nursing Diagnosis Association.

NIC : Nursing Intervensi Classification.

NOC : Nursing Outcomes Classification.

RPS : Rentang Pergerakan Sendi.

SPMSQ : Short Portable Mental Status Questionnaire.

UPT PSTW : Unit Pelayanan Teknis Pelayanan Sosial Tresna Werdha.

WHO : World Health Organization.

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang di kategorikan lansia

ini akan terjadi suatu proses yang di sebut proses penuaan atau Anging

Process. Seseorang di katakana lansia ialah apabila berusia 60 tahun ke atas

atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

baik secara, sosial, jasmani, dan rohani (Nugroho, 2012). Memasuki usia tua

berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran pada fisik. Semakin

lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun,

sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya. Hal

ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal yang mencukupi dalam

kebutuhan hidupnya, sehingga memerlukan bantuan orang lain.

Perubahan normal akibat penuaan ini paling jelas terlihat pada sistem

muskuloskeletal berupa penurunan otot secara keseluruhan pada usia 80 tahun

mencapai 30% sampai 50%. Penurunan sistem muskuloskeletal adalah

gangguan kronis pada otot, tendon, dan saraf yang di sebabkan oleh pengguna

tenaga secara berulang, Gerakan secara cepat, beban yang tinggi, tekanan,

postur tubuh yang janggal, dan rendahnya temperatur sehingga menyebabkan

rasa nyeri serta rasa tidak nyaman pada otot. Perubahan patologis pada sistem

muskuloskeletal seperti rheumatorid atritis,dan osteoporosis yang sering

terjadi pada lansia dan mengakibatkan gangguan pada aktivitas (Uda,

ermina.2016)

1
2

Menurut (Heriana,2014) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan

yang bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan

aktivitas seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.

Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem

persyarafan dan muskuloskeletal. Jadi dapat diartikan bahwa gangguan

aktivitas merupakan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan kegiatan

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari gangguan aktivitas akan

menimbulkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik.

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pergerakan fisik tubuh

atau salah satu, atau semua ekstermitas yang mandiri dan terarah (Renata

Komalasari, 2011). Atau penurunan kemampuan untuk berpindah ke satu

tempat ke tempat yang lain atau ke satu posisi ke posisi yang lain. Hambatan

mobilitas fisik dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor (Ernawati, 2012).

Hambatan mobilitas fisik yang di akibatkan oleh perubahan patologis pada

sistem muskuloskeletal memberikan dampak pada fisik maupun psikososial

pada lansia. Dampak fisik dari sistem muskuloskeletal yang paling jelas

terlihat pada gangguan hambatan mobilitas fisik berupa penurunan kepadatan

tulang, persendian menjadi lunak, perubahan struktur otot. Dampak

psikososial dari hambatan mobilitas fisik yaitu respon emosional yang

bervariasi (frustasi dan penurunan harga diri, apatis, menarik diri, regresi, dan

marah serta agresif) (Azizah dan Lilik M, 2011)


3

Menurut data WHO pada 2008, hambatan mobilitas akibat gangguan

sistem muskuloskeletal telah diderita 151 juta jiwa di dunia dengan 24 juta

jiwa diantaranya berada di kawasan Asia Tenggara. Prevalensi penyakit

musculoskeletal di Indonesia mencapai 34,4 juta orang dengan perbandingan

penyakit sebesar 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Prevalensi data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan, sebanyak

11,5% penduduk Indonesia menderita gangguan sistem muskuloskeletal.

Prevalensi penyakit sendi di Jawa Timur juga cukup tinggi hingga mencapai

30,9% (Dinkes, 2018). Berdasarkan data yang di peroleh dari UPT PSTW

Magetan tahun 2019, di dapatkan data bahwa jumlah lansia yang berada di

UPT PSTW Magetan tersebut berjumlah. 87 orang.

Masalah mobilitas yang terjadi pada lansia yang mengalami gangguan

sistem muskuloskeletal dapat diatasi dengan memberikan intervensi berupa

latihan ambulasi, range of motion, kontraksi otot isometrik dan isotonik,

kekuatan atau kesehatan, aerobik, sikap, mengatur posisi tubuh, pasien untuk

pemenuhan ADL, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latihan, range of

motion adalah latihan pergerakan maksimal yang di lakukan oleh sendi,

latihan ini menjadi salah satu bentuk latihan yang berfungsi dalam

pemeliharaan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada lansia (Potter &

Perry, 2011).

Adapun yang dapat di lakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan

jumlah pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik adalah menejemen

energi, menejemen lingkungan, peningkatan latihan, terapi latihan Ambulasi,

terapi latihan pergerakan sendi, dan terapi latihan otot (NIC, 2015). Terapi
4

latihan otot adalah salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang

pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerak tubuh, baik secara aktif

maupun pasif, tujuan dari terapi latihan adalah rehabilitasi untuk mengatasi

gangguan fungsi dan gerak, mencegah timbulnya komplikasi mengurangi

nyeri dan odem (Hendrik,2012)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

yang berjudul “Studi Literatur Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan

Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas fisik ”.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia yang mengalami masalah

keperawatan hambatan mobilitas fisik?

1.3 Tujuan Penulis

Menganalisis Asuhan keperawatan pada lansia gangguan aktivitas dengan

masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik

1.4 Manfaat Penulis

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan pemahaman dan menambah

informasi terhadap pengembangan ilmu keperawatan mengenai asuhan

keperawatan pada pasien lansia yang mengalami gangguan aktivitas

dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi Penulis


5

Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada lansia yang

mengalami gangguan aktivitas dengan masalah keperawatan hambatan

mobilitas fisik

2. Manfaat bagi Klien

Klien mendapat pelayanan kesehatan yang mengarah pada

profosionalisme dan juga mendapatkan asuhan keperawatan yang

efekti, dan efesian yang sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

3. . Manfaat bagi Profesi Keperawatan

Sebagai pengembangan intervensi keperwatan untuk penatalaksanaan

pada pasien lansia dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas

fisik

4. Manfaat bagi Panti

a. Sebagai masukan bagi profesi keperawatan pada pasien lansia

khususnya, untuk menjadikan asuhan keperawatan yang

profosional sesuai standar oprasional.

b. Sebagai bahanpertimbangan dalam upaya memberikan upaya

memberikan asuhan keperawatan pada lansia.

5. Manfaat bagi Institusi

a. Membawa wawasan dan pengetahuan untuk para pembaca di

perpustakaan dengan asuhan keperwatan lansia dengan masalah

keperawatan hambatan mobilitas fisik.

b. Memberikan gambaran untuk mutu pendidikan keperawatan serta

sebagai dokumentasi untuk menambah koleksi perpustakaan yang

c. Selanjutnya dapat di gunakan untuk referensi penelitian selanjutnya.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep lansia

2.1.1 Definisi lansia

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seorang

yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelompok

umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang di kategorikan lansia ini akan terjadi suatu

proses yang di sebut proses penuaan atau Anging Process. Seseorang di

katakana lansia ialah apabila berusia 60 tahun ke atas atau lebih, karena

faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara,

sosial, jasmani, dan rohani (Nugroho, 2012).

WHO dan Undang-Undang Nomer 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa

umur 60 tahun adalah permulaan tua. Menua bukanlah suatu dari penyakit,

tetapi menua merupakan suatu proses yang yang terus menerus yang

mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunya

daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh

yang berakhir dengan kematian.

Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H.

Hadi Martono (1994) dalam H. Wahyudi Nugroho (2012) mengatakan

bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri


8

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

di derita. dari pernyataan tersebut, dapat di simpulkan bahwa manusia secara

perlahan akan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi

ini dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk

kehidupan seksualnya.

2.1.2 Proses penuaan

Proses menua merupakan proses yang terus menerus atau berkelanjutan

secara alamiah dan umumnya di alami oleh semua makhluk hidup.

Misalnya, dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf

dan jaringan lain, hingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit. Kecepatan

proses menua setiap induvidu pada orang tubuh tidak akan sama,

Adalakanya seseorang yang belum tergolong lanjut usia atau masih muda,

tetapi telah menunjukan kekurangan yang mencolok (deskripansi). Ada pula

orang yang tergolong lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar

dan badan masi terlihat tegap. Walaupun demikian, harus di akui bahwa ada

beberapa penyakit yang sering dialami oleh lansia. Manusia secara lambat

dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan

menempuh semakin banyak distorsi meteoritik dan struktural yang disebut

sebagai penyakit degeneratif (misalnya: hipertensi, arteriosklerosi, diabetes

militus dan kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan

episode terminal yang dramatis, misalnya stroke, infark miokard, koma

asidotik, kanker mestastasis, dan sebainya (H. Wahyudi Nugroho, 2012).


9

2.1.3 Teori Proses Menua

Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:

1. Teori- teori biologi

a. Teori genetik dan mutase (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan

biokimia yang di program oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap

sel pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga mengalami

penurunan kemampuan fungsional sel.

b. Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah atau rusak.

c. Reaksi dan kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi oleh suatu

zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat

tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi sakit dan lemah.

d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)

Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia, dan

masuknya virus ke dalam tubuh akan dapat mengakibatkan kerusakan

oragan tubuh.

e. Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa di gunakan oleh

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebuhan usaha dan stress dapat menyebabkan

sel-sel tubuh lelah terpakai.


10

f. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk didalam bebas, tidak stabilnya radikal

bebas (kelompok atom) akan mengakibatkan oksidasi oksegen bahan-

bahan organik seperti protein dan karbohidrat. Radikal bebas ini bisa

menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah

setelah sel-sel mati.

h. Teori rantai silang

Sel-sel yang using atau tua, reaksi kimianya mengakibatkan ikatan

yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

2. Teori kejiwaan sosial

a. Aktifitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat di

lakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah

mereka yamg aktif dan ikut bayak kegiatan sosial. Ukuran optimum

(pola hidup) di lanjutkan dengan cara hidup dari lansia berupa

mempertahankan hubungan antara induvidu agar tetap stabil dan

sistem sosial.

b. Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan dengan bertambahnya usia, seseorang secara

berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.

Keadaan ini menyebabkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara


11

kualitas ataupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda

(triple loss), yakni kehilangan peran; Hambatan mobilitas

fisik;Berkurangnya kontak komitmen.

c. Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku yang tidak berubah pada lansia.

Pada teori ini menyatakan, teori yang terjadi pada sesorang lansia

yang sangat di pengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

2.1.4 Batasan lanjut usia

1. Batasan umur lansia menurut WHO lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun.

c. Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun.

2. Menurut padila (2013)

1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun

2) Lanjut usia (geriatric age) usia <65/70 tahun terbagi atas

a) Young old usia 70-75

b) Old usia 75-80

c) Very old usia >80 tahun

3. Menurut Birren dan Jenner dalam Nugroho (2008) untuk membedakan

antara usia biologis, psikologis, dan usia sosial.

a. Usia biologis, yaitu jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada

dalam keadaan hidup tidak mati.

b. Usia psikologis, yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian pada sehubungan situasi yang dihadapinya.


12

c. Usia sosial, yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat

kepada seseorang dengan usianya.

2.1.6 Klasifikasi pada lansia ada 5 macam (Maryam,2008).

1. Pralansia (Prasennilisis) adalah seseorang yang berusia 45-59 tahun

2. Lansia adalah seorang yang berusia 60 tahun lebih

3. Lansia resiko lebih adalah seorang yang berusia 60 tahun keatas dengan

masalah kesehatan.

4. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan aktivitas

5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

hidupnya bergantung pada orang lain.

2.1.7 Perubahan-perubahan pada lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri

manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial

dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).

1. Sistem kulit dan integument

Pada kulit terutamapada kulit wajah yang mengeriput, hal

pertama yang dialami adalah kulit di sekitar mata dan mulut, sehingga

berakibat wajah dengan ekspresi sedih (lebih jelasnya pada wanita).

Rambut semakin berubah dan kusus pada pria tak jarang terjadi

kebotakan pada rambut (alopesia). Gigi tanggal, sehingga berpengaruh

pada proses mengunyah makanan.


13

2. Sistem indra (pengliatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan)

Gangguan pada mata lebih sering di sebabkan oleh katarak,

glaukoma, atau digenerasi makula. Pada usia lanjut dengan katarak

yang berat, terjadi penurunan visus, bahkan pada stadium lanjut hanya

dapat membedakan terang dan gelap saja. Penyebab katarak antara

lain: pengobatatan steroid yang berlangsung lama, trauma, radiasi atau

idiopatik (tidak di ketahui penyebabnya).

Kedua jenis gangguan pada sistem indra tersebut di atas, (sistem

pengliatan dan pendengaran) akan berdampak pada sistem

komunikasi. Pada lansia timbulnya komunikasi tidak saja sebagai

akibat dari presbiakusis, tapi sering di tambah pula dalam situasi

dalam percakapan yang kurang mendukung. Timbulnya gangguan

komunikasi di kaitkan dengan sebagai berikut:

a) Pembicaraan terjadi dalam intervensi karena gangguan suara lain,

seperti: suara musik, radio, televisi, dll.

b) Sumber suara mengalami distorsi, misalnya berasal dari pengeras

suara yang tidak sempurna (terminal, gedung) atau dari telepon

maupun yang di ucapkan oleh anank-anak, orang asing atau

pembicara terlalu cepat.

c) Kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna, seperti dapur atau

ruang pertemuan yang berdinding mudah memantulkan suara.

Bagi lansia yang mengalami gangguan pendengaran, agar dapat

berkomunikasi lebih baik di perlukan suasanya yang mendukung.

Antara lain awali dengan menyebut nama lansia; sebisa mungkin


14

hindari pembicaraan di tempat ramai (intervensi, distorsi) dan tempat

yang terlalu banyak menimbulkan pantulan suara; menghadap wajah

(bibir, mulut dan ekspresi muka) pada lansia saat berbicara; berbicara

dengan jelas tanpa berteriak; jangan berbicara sambil minum atau

makan maupun merokok.

3. Perubahan komposisi tubuh

Dengan bertambahnya usia, maka masa bebas lemak berkurang

kurang lebih 6,3% BB per dekade seiring dengan penambahan masa

lemak kurang lebih 2% per dekade. Masa air berkurang sebesar 2,5%

per dekade.

4. Saluran cerna

Dengan bertambahnya usia, pada sistem ini terjadi perubahan-

perubahan sebagai berikut:

a. Jumlah gigi berangsur-angsur berkurang akibat tanggal atau ekstrasi

akibat indikasi tertentu. Hal ini akan mengurangi kenyamanan saat

makan serta membatasi jenis makanan. Produksi air liur dengan

berbagai enzim di dalamnya akan juga menurun, keadaan mulut

yang kering selain akan mengurangi kenyamanan saat makan juga

mengurangi kelancaran saat menelan.

b. Pada lidah terdapat banyak tonjolan saraf pengecap yang memberi

perbagai sensari rasa (manis, asin, gurih, dan pahit). Akibat

penambahan usia, maka jumlah tonjolan saraf tersebut berkurang,

sehingga lansia kurang dapat merasakan rasa kecap, akibatnya


15

mereka butuh lebih bayak jumlah gula atau garam untuk

mendapatkan rasa yang sama.

c. Esofagus adalah saluran pencernaan yang menghubungkan mulut

dengan rambut. Gerakannya secara ritmis mengalirkan makanan ke

lambung, sehingga lama kelamaan lambung dapat mengalami

perlambatan, terutama di usia 70 tahun ke atas. Perlambatan terjadi

akibat kelemahan kekuatan otot lingkar antara esofagus dan

lambung.

d. Penurunan sekresi enzim laktase usus halus juga terjadi sesuai

dengan penambahan usia, tampak misalnya: kejadian diare setelah

minum susu yang tinggi laktosa.

e. Pada usus besar terjadi penurunan kontraktilitas, akibatnya: mudah

timbul sembelit, atau gangguan buang air besar.

Diantara sejumlah penyakit saluran cerna, disini akan dibahas

beberapa yang tersering dan erat kaitannya dengan asupan makanan

dan pemberian obat.

a) Mulut kering (dry mouth)

b) Akibat berkurangnya sekresi air liur dapat mengakibatkan mulut

kering, atau xerostomia, maka fungsunya sebagai pelumas akan

terganggu.

c) Disfagia atau gangguan menelan

d) Dispepsia

5. Hepar atau hati


16

Mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia lebih

dari 80 tahun, maka obat-obatan yang mengalami proses metabolisme

di organ ini perlu ditentukan dosisnya secara tepat agar lansia

terhindar dari efek samping.

6. Ginjal

pada lansia terjadi penurunan jumlah nefron sebesar 5-7% setiap

dekade, mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin (CCT) menurun 0,5

ml/m/tahun dan mengabitkan berkurangnya kemampuan ginjal untuk

mengeluarkan metabolisme lewat urine.

7. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa

jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga

peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan

jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin,

klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan

ikat.

8. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan

penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.

Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan

jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak

teratur.

a) Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan

mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.


17

Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi

yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago

pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

b) Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah

bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan

osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas

dan fraktur.

c) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan

penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek

negatif.

d) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen

dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

9. Sistem pernafasan

Seiring penambahan usia, kemampuan pegas dinding dada dan

kekuatan otot pernafasan akan menurun, sendi-sendi tulang iga akan

menjadi kaku. keadaan tersebut akan mengakibatkan:

a. penurunan laju ekpirasi paksa satu detik sebesar kurang lebih 0,2

liter dekade serta berkurangnya kapasitas vital

b. menurunnya sistem pertahanan yang terdiri atas gerak bulu getar,

leukosit, antibodi dan reflek batuk. Semua itu berakibat lansia

menjadi lebih rentan terhadap infeksi.

2.1.8 Konsep Sistem Muskuloskeletal

1.2.1 Pengertian Muskuloskeletal


18

Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata

skeletal yang berarti tulang. Muskulo atau muscular adalah jaringan otot-

otot tubuh. Ilmu yang mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otot

tubuh dan myologi. Skeletal atau osteo adalah tulang tubuh

(Syaifuddin,2012)

1.2.2 Otot (Muskulus / Muscle)

Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah

energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi

untuk menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan

lingkungan. Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi,

sehingga mampu menggerakan tulang (Syaifuddin, 2012). Gabungan otot

berbentuk kumparan dan terdiri dari:

1. Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak.

Fungsi fascia yaitu mengelilingi otot, menyediakan tempat tambahan

otot, memungkinkan struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan

tempat peredaran darah dan saraf.

2. Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung.

3. Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari

jaringan ikat dan besrifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang,

dibedakan sebagai berikut:

a) Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah

kedudukannya ketika otot berkontraksi.

b) Inersio, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak

ketika otot berkontraksi (Syaifuddin, 2012)


19

1.2.3 Jenis- jenis Otot

Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:

1. Otot Rangka (Otot Lurik)

Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas

perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat

pada otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan

kuat. Struktur mikroskopis otot skelet/rangka yaitu Memiliki bentuksel

yang panjang seperti benang/filament. Setiap serabut memiliki banyak

inti yang terletak di tepi dan tersusun di bagian perifer. Serabut otot

sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar

antara 10 mikron sampai 100 mikron.

2. Otot Polos

Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja

secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga

seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada

sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem

sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.

Struktur mikroskopis otot polos yaitu memiliki bentuk sel otot seperti

silindris/gelendong dengan kedua ujung meruncing. Serabut selini

berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah).

Memiliki satu buah inti sel yang terletak di tengah sel otot dan

mempunyai permukaan sel otot yang polos dan halus/licin

(Syaifuddin,2012).

3. Otot Jantung
20

Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur

yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.

Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga

mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut Memilki banyak

inti sel yang terletak di tepi agak ke tengah. Panjang sel berkisarantara

85-100 mikron dan diameternya sekitar 15 mikron. Berdasarkan

gerakannya dibedakan menjadi:

a. Otot Antagonis Yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya

bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.

Contohnya: Ekstensor (meluruskan) dengan fleksor

(membengkokkan), misalnya otot bisep dan otot trisep. Depressor

(gerakan ke bawah) dengan

elevator (gerakan ke atas), misalnya gerak kepala menunduk dan

menengadah.

b. Otot Sinergis

Yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling

mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya

pronator teresdanpronator kuadrus (Syaifuddin, 2012).

1.3 Konsep Gangguan Aktivitas

1.3.1 Pengertian Gangguan Aktivitas

Menurut (Heriana,2014) Aktivitas adalah suatu energi atau

keadaan yang bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan adalah adanya

kemampuan aktivitas seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri,


21

berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas

dari keadekuatan sistem persyarafan dan muskuloskeletal. Jadi dapat

diartikan bahwa gangguan aktivitas merupakan ketidakmampuan

seseorang untuk melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.

1.3.2 Etiologi

Menurut (Hidayat,2014) penyebab gangguan aktivitas adalah sebagai

berikut:

1) Kelainan Postur

2) Gangguan perkembangan otot

3) Kerusakan sistem syaraf

4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuskuler

5) Kekakuan otot

1.3.3 Manifestasi Klinis

Menurut (Potter & Perry, 2009) Manifestasi klinis pada gangguan

aktivitas adalah ketidak mampuan pasien untuk bergerak secara mandiri

atau perlu bantuan alat ataupun dengan bantuan orang lain, dan

memiliki hambatan dalam berdiri juga memiliki hambatan dalam

berjalan.

1.3.4 Patofisiologi

Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas

tergantung dari penyebab dari gangguan yang terjadi. Ada 3 hal yang

dapat menyebabkan gangguan aktivitas diantaranya adalah:

1. Kerusakan Otot
22

Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis

otot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses

pergerakan jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi

pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal

seperti trauma langsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitas

otot. Kerusakan tendonatau ligament, radang dan lainnya.

2. Gangguan pada skelet

Rangka yang menjadi penompang sekaligus proses pergerakan

dapat terganggu pada kondisi tertentu hingga menggangu

pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit dapat menggangu

bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka diantaranya

adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.

3. Gangguan pada sistem persyarafan

Syaraf berperan penting dalam menyampaikan implus dari dank ke

otak. Implus tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara

otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu maka akan

terjadi gangguan penyampaian implus dari dank e organ target.

Dengan tidak sampainya implus maka akan mengakibatkan

gangguan mobilisasi.

1.4 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik

1.4.1 Pengertian Hambatan Mobilitas Fisik

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pergerakan fisik tubuh

atau salah satu, atau semua ekstermitas yang mandiri dan terarah (NANDA,

1999 dalam Renata Komalasari, 2011) atau penurunan kemampuan untuk


23

berpindah ke satu tempat ke tempat yang lain atau ke satu posisi ke posisi

yang lain. Hambatan mobilitas fisik juga di definisakan sebagai keterbatasan

pergerakan fisik secara mandiri baik secara aktual ataupun potensial dalam

lingkungan.

1.4.2 Faktor yang mempengaruhi mobilisasi

Menurut Enawati (2012) faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah:

1. Gaya hidup

Mobilisasi seseorang di pengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai

yang di anut dan lingkungan tempat tinggal (masyarakat).

2. Ketidakmampuan

Kelemahan fisik atau mental sesorang akan menghalangi seseorang untuk

melakukan aktifitas sehari-hari. Secara umum ketidak mampuan dibagi

menjadi dua, yaitu: ketidak mampuan primer disebabkan oleh trauma

atau sakit, (misalnya paralisis akibat cidera atau gangguan pada medulla

spinalis). Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak

dari ketidak mampuan primer, (misalnya tirah baring atau kelemahan

otot).

3. Tingkat energi

Energi sangat di butuhan oleh banyak hal, salah satunya adalah untuk

mobilisasi, dalam hal ini cadangan dari energi yang di miliki masing-

masing individu sangat bervariasi. Di samping itu, ada kecenderungan


24

seseorang untuk menghindari stressor guna untuk mempertahankan

kesehatan psikologis dan fisik.

4. Usia

Usia dapat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam

melakukan mobilisasi, pada individu lansia, kemampuan untuk

melakukan aktivitas menurun sejalan dengan penuaan.

1.4.3 Etiologi

Menurut Buckwalter (2011: 457-459). Beberapa faktor yang menyebabkan

atau ikut berperan terhadap hambatan mobilitas fisik:

1. Intoleransi aktifitas

Intoleransi aktifitas merupakan penurunan energi akibat kehilangan masa

otot dan tonus otot atau karena gangguan aktifitas sel. Lansia mengalami

kehilangan tonus otot atau masa otot akibat penuaan normal, tetapi juga

dapat beresiko terhadap kelemahan lebih lanjut akibat sindrom disuse,

yang berhubungan dengan penyakit kronis, penurunan pada aktivitas dan

pergerakan. Otot pernafasan juga melemah, dan paru cenderung menjadi

elastis. Oleh karena itu lansia memiliki volume tidal yang lebih sedikit

dan mengalami penurunan vital. (Buckwalter (2011: 457-459)

2. Nyeri

Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan berat umum atau setempat. Lansia

rentang terhadap nyeri kronis ataupun akut, baik somatopatik maupun

psikogenik, karena memiliki insiden penyakit kronis dan terapi yang


25

lebih tinggi mengalami peningkatan trauma yang diakibatkan jatuh dan

fraktur, dan rentang terhadap infeksi. (Buckwalter (2011: 457-459)

3. Gangguan Neuromuskular

Merupakan penurunan gerakan otot karena penurunan system gangguan

intervasi parifer atau saraf pusat. Sistem saraf mengendalikan inervasi

dan fungsi seluruh dari bagian tubuh, dengan demikian, kontraksi dan

reflek otot sangat bergantung pada sistem neurologik. (Buckwalter (2011:

457-459)

4. Gangguan Muskuloskeletal

Merupakan penurunan atau kehilangan fungsi otot sistem penyongkong

skeletal yang di sebabkan oleh faktor struktural atau mekanis. Sumber

struktural adalah hambatan pada fisiologik pergerakan. Sedangkan

penyebab mekanis adalah peralatan eksternal seperti restrain atau gips

yang bias menghambat pergerakan. Kondisi kronis, seperti osteoporosis,

fraktur, arthritis, tumor, dan edema. Mengganggu stabilitas atau

fleksibilitas struktural. (Buckwalter (2011: 457-459)

5. Gangguan Psikologis

Merupakan respon yang terjadi saat emosi yang terjadi saat stres

melebihi kemampuan individu untuk dapat berbicara secara efektif. Rasa

takut atau duka cita yang berlarut-larut akibat kehilangan yang menyertai

penuaan dapat membuat lansia yang sering kali harus menyesuaikan diri

dengan perubahan gaya hidup dan lingkungan. Tanpa di dukung oleh

kondisi kesehatan yang baik dan sistem dukungan keluarga yang

memadahi. (Buckwalter (2011: 457-459)


26

6. Hambatan sosiokultural atau lingkungan fisik.

Hambatan sosiokultural merupakan ketidak sesuaian peran dan konflik

peran, ketidak seimbangan hubungan kekuasaan, hubungan sosial kurang

baik, hubungan yang tidak cocok, dan nilai budaya yang tidak cocok.

Lansia sangat beresiko terhadap hambatan hubungan sosial dan

perubahan serta transisi peran, seperti ketergantungan pada orang lain.

Hambatan pada tipe ini biasanya muncul saat lansia dirawat dipanti.

(Buckwalter (2011: 457-459)

7. Kurang pengetahuan

Induvidu sering kali tidak mampu mengelola penyakit atau cidera secara

efektif karena kurang pengetahuan tentang tindakan yang harus di

lakukan. Selain itu lansia lebih mudah mengalami defisit kognitif akibat

penyakit stroke dan dimensia. Dengan demikian lansia dapat membatasi

mobilitas mereka karena tidak mengetahui pentingnya mempertahankan

pergerakan, cara memulihkan mobilitas, dan sumber yang tersedia untuk

membantu mereka untuk mencegah gangguan lebih lanjut dan

dampaknya dapat menggangu fungsi kesehatan.

8. Defisit kognitif dan perseptual

Merupakan penurunan kemampuan untuk memproses input sensori secara

mental dan atau kehilangan sensasi. Defisit ini cenderung menyertai

penuaan normal dan juga dapat terjadi sekunder akibat penyakit yang

sering di alami oleh lansia. Lansia juga sering mengalami keterbatasan

lingkungan fisik dan sosial, terutama karena hambatan mobilitas fisik.

Lingkungan ini mengurangi input sensori penting mobilitas yang


27

optimum (misalnya untuk orientasi ruangan dan waktu, alasan bergerak

dan beraktivitas), sehingga keterbatasan lingkungan dapat mengakibatkan

hambatan mobilitas.

9. Faktor latrogenik

Faktor iatrogenik yang berkaitan dengan hambatan mobilitas adalah

regimen terapi yang mempengaruhi pergerakan lansi, termasuk tirah

baring, agens farmaseutika (sedatif, obat penenang, analgesik, anestetik)

lingungan layanan kesehatan yang restritif dan asing serta pembedahan

dan terapi lain yang membatasi aktivitas, seperti pemberian cairan iv,

pengisapan dan pemasangan kateter. Kondisi ini penting untuk mengatasi

cidera atau penyakit, tetapi juga bias menyebabkan masalah yang serius,

terutama pada lansia yang memiliki banyak faktor predisposisi terhadap

imobilisasi dan dampaknya.

1.4.4 Jenis Mobilitas.

Jenis mobilisasi menurut Ernawati (2012). Di bagi menjadi dua:

1. Mobilisasi penuh.

Mobilisasi penuh adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak

secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan

menjalankan peran dalam sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan

fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol

seluruh tubuh seseorang.

2. Mobilitas sebagian

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara terbatas,

Batasan jelas, dan tidak mampu secara bebas, karena di pengaruhi oleh
28

gangguan saraf motorik dan sensorik. Hal ini dapat di jumpai pada

kasus dengan cidera patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilitas

sebagian ini di bagi menjadi 2 tipe, yaitu:

a. Mobilitas sebagian temporer

Merupakan kemampuan induvidu untuk bergerak dengan Batasan

yang sementara. Hal tersebut dapat di sebabkan oleh trauma

reversibel pada sistem musculoskeletal. Contohnya adalah dis lokasi

tulang atau sendi.

b. Mobilitas sebagian permanen

Merupakan kemampuan induvidu untuk bergerak dengan Batasan

yang sifatnya menetap. Hal ini di sebabkan oleh rusaknya sistem

saraf yang reversibel. Contoh terjadinya stroke, cidera tulang, dan

terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

1.4.5 Manfaat Mobilisasi

Menurut Mubarak, Indrawati, & Susanto (2015)

1) Mencegah kemunduran dan mempertahankan fungsi tubuh serta

mengembalikan rentang gerak aktif, sehingga penderita dapat kembali

bias gerak dengan normal serta setidaknya penderita dapat memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

2) Membantu pernafasan lebih menjadi kuat

3) Memperlancar eliminasi alvi dan urine

4) Memperlancar peredaran darah

5) Mempertahankan tonus otot, memelihara dan peningkatan pergerakan

dari persendian
29

6) Memperlambat proses penyakit, khususnya penyakit degeneratif

7) Dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan cita tubuh)

1.4.6 Dampak Hambatan Mobilitas Fisik

1. Dampak Fisiologik

Menurut mass (2011: 449) pada situasi tertentu, penurunan

mobilitas fisik menguntungkan. Dalam keadaan istirahat, konsumsi

oksigen dan metabolisme menjadi lebih lambat dan beban jantung

menurun. Nyeri, ketengangan, dan pengisian vena berkurang saat sistem

muskuloskeletal rileks ketika posisi tubuh supinasi. Banyak penyakit

misalnya CHF dan fraktur. Memerlukan beberapa tingkat penghambatan

aktivitas guna mencapai penanganan yang efektif. Kemampuan fungsi

tubuh berkurang jika bagian tubuh tersebut mengalami cidera atau

terserang penyakit. Kebutuhan fisiologia bagian tubuh tersebut mungkin

lebih bersar di bandingkan dengan kemampuan responnya. Dengan

demikian, istirahat sangat penting untuk mempertahankan homeostasis

dan mencegah cidera yang lebih lanjut.

Semakin besar hambatan mobilitas fisik, semakin besar pula

kemungkinan timbul masalah fisiologis. Jenis penurunan kondisi

fisiologik yang muncul akibat hambatan mobilitas fisik antara lain:

a. Penurunan rentang pergerakan sendi (RPS)

Penurunan RPS terjadi akibat hambatan mobilitas fisik karena

jaringan ikat di sekitar kapsula sendi dan di dalam otot menjadi

padat. serat otot yang terkena mendadak dan atrofi karena tidak

secara teratur tidak memendek dan memanjang dalam rentang


30

pergerakan penuh otot tersebut. Radang, trauma dan sirkulasi yang

buruk di tambaha hambatan mobilitas dan mempercepat

pembentukan jaringan ikat padat.

b. Penurunan kekuatan dan ketahanan otot.

Penurunan kekuatan otot dan ketahanan otot terjadi jika

kontraksi otot kurang dari 20% tengangan maksimum setiap hari.

Pemeliharaan kekuatan dan ketahanan otot bergantung pada

frekuensi kontraksi tegangan maksimum. Beberapa kontraksi kuat

setiap hari cukup untuk mempertahankan massa dan kekuatan otot

jika asupan protein adekuat. Namun, otot yang istirahat sempurna

akan kehilangan 10-15% kekuatan setiap minggu dan dapat

kehilangan sebesar 5,5% kekuatan setiap harinya, dengan kegilangan

yang cepat terjadi adalah pada fase awal imobilitas.

c. Penurunan kekuatan terjadi akibat peningkatan reabsorbsi tulang

yang menyertai hambatan mobilitas. Struktur skeletal biasanya selalu

di perbarui melalui absorbs dan pergantian tulang. Proses ini

bergantung pada kontraksi Penurunan kekuatan skeletal

otot dan tegangan otot untuk meningkatkan deposisi tulang

osteoporosis terjadi saat destruksi tulang dan reabrorbsi melampau

produksi tulang.

d. Gangguan Kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardioveskuler terutama dramatis jika

hambatan mobilitas menyebabkan lansia harus tirah baring lama

hanya atau dapat duduk di kursi. Efek kemunduran akan lebih berat
31

jika saat yang sama terjadi demam, penyakit atau cidera.

Kemampuan adaptasi sirkulasi terhadap posisi tegak menurun secara

cepat jika induvidu terlalu lama berbaring. Vasokonstriksi, sebagai

respon simpatis normal untuk mengompensasi penurunan tekanan

arteri dan peningkatan frekuensi jantung saat posisi berubah dari

supinasi ke posisi tegak, tidak lagi efektif. Sebaliknya terjadi

vasodilatasi dan pengisian vena, dan menyebabkan penurunan

volume sirkulasi, penurunan aliran balik vena, penurunan curah

jantung, peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan tekanan darah.

e. Ketidakseimbangan metabolik

Penurunan mobilitas menyebabkan pemecahan protein dan

ekskresi nitrogen dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan

metabolik lain. Terjadi penurunan laju metabolik, peningkatan

cadangan lemak atau karbohidrat, keseimbangan nitrogen dan

kalsium metabolik negatif, penurunan toleransi glukosa, dan

alkoholis metabolik. Elektrolit lain juga di laporkan mengalami

keseimbangan negatif akibat imobilitas.

f. Gangguan fungsi perkemihan

Penurunan fungsi perkemihan yang paling parah jika

hambatan mobilitas mengakibatkan posisi induvidu harus terus

rekumben, aliran urine dari ginjal ke ureter melawan gaya gravitasi.

Karena peristalsis tidak memadahi untuk melawan gravitasi, pelvis

ginjal terisi penuh sebelum urine mengalir ke ureter. Oleh karena itu,
32

terjadi statis urine. Akibatnya, terjadi statise urine yang merupakan

predisposisi terhadap batu ginjal atau infeksi ginjal.

g. Penurunan fungsi pencernaan

Masalah pencernaan yang berhubungan dengan hambatan

mobilitas meliputi ingesti, digesti, dan eliminasi. Imobilisasi lama

mengakibatkan keseimbangan nitrogen negatif. Induvidu dengan

keseimbangan nitrogen negatif seringkali anoreksia, yang

menyebabkan kurang gizi dan mempersulit masalah kesehatan lain.

h. Gangguan pernapasan

Gangguan pernafasan akibat hambatan mobilitas disebabkan

oleh tauma penurunan ventilasi dan ketidakmampuan mengeluarkan

sekresi. Ekspansi sempurna aveoli, yang biasanya dicapai saat

melakukan aktivitas fisik pada posisi tegak, terganggu saat mobilitas

terhambat. Pertukaran gas optimum hanya terdapat terjadi apabila

alveoli terisi penuh oleh udara dan dekat dengan sirkulasi darah dan

saat udara di alveoli bertukar secara kontinu.

2. Dampak Psikologis

Mobilitas fisik mempengaruhi konsep diri, harga diri, dan

kemampuan manusia dalam menghadapi masalah. Kemampuan berinteraksi

secara fisik dengan komponen dalam lingkungan untuk memenuhi

kebutuhan manusia berkaitan erat dengan konsep diri dan peran diri.

Hambatan mobilitas mengganggu aspek konsep diri dan harga diri.

Akibatnya imobilitas menyebabkan kurang minat dan kurang motivasi

untuk belajar dan menyelesaikan masalah. Dorongan dan harapan menurun,


33

dan emosi dapat di ekspresikan secara berlebihan atau tidak tepat, termasuk

marah, apati, agresi, atau regresi. Isolasi dan ketergantunagn paksa dapat

menunjukan stimulus intelektual dan sensori, yang di butuhkan oleh

perilaku perseptual yang optimal.

3. Dampak Sosioekonomik

Bagi lansia, dampak sosioekonomik hambatan mobilitas sering kali

berat. Hambatan mobilitas dapat mengubah aktivitas peran induvidu sebagai

pasangan, orang tua, teman, karyawan, dan anggota kelompok sosial dan

komunitas. Tanggung jawab sosial biasanya membutuhkan aktivitas fisik

dan stabilitas psikologik. Akibat hambatan mobilitas, jaringan dukungan

sosial teganggu, menyebabkan lansia memiliki kesempatan terbatas untuk

dapat mempertahankan fungsi interaksi dan hubungan sosial yang optimal.

1.4.7 Pemeriksaan diagnostik atau penunjang

Menurut (Potter and Perry (2012)

1) Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan

hubungan tulang.

2) CT Scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu

tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau

cidera ligament atau tendon. Di gunakan untuk mengidentifikasi dlokasi

dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit di evaluasi.

3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah Teknik pencitraan khusus,

noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan

computer untuk memperlihatkan abnormalitas. (mis: tumor atau

penyempitan jalur jaringan lunak, melalui tulang Dll).


34

4) Pemeriksaan Laboratorium

HB menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi lama, Alkali

Fosfat meningkat, Kreatinin dan SGOT meningkat pada kersakan otot

1.4.8 Terapi atau tindakan penanganan

Terapi yang dapat di lakukan antara lain (Potter and Perry (2012)

1) Kesejajaran Tubuh

Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat

mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi

yang tepat, dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari

tempat tidur ke kursi atau brankar.

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,

digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan

fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu: posisi fowler

(setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi

supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral

(miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari

kaki)

2) Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat

dapat mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila

klien tidak mempunyai control motorik volunteer maka perawat

melakukan latihan rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga

ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM aktif maupun

pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan


35

pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu: Fleksi dan

ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan

supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi,

rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi

dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi

pangkal paha.

3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi

Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus

mencegah dan meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus

diarahkan untuk mempertahankan fungsi optimal pada seluruh

sistem tubuh.

1.5 Konsep Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian

Sebelum melakukan anamnesis, pastikan bahwa identitas sesuai

dengan catatan medis. Perawat hendaknya memperkenalkan diri, sehingga

terbentuk hubungan yang baik dan saling percaya yang akan mendasari

hubungan terapeutik selanjutnya antara perawat dan klien dalam asuhan

keperawatan. Untuk itu, format pengkajian pada lansia yang di

kembangkan minimial terdiri atas: data dasar yaitu identitas, alamat,

Pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa (Sunaryo, dkk,2016)

a. Identitas
36

Beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi pada klien di atas

usia 60 tahun. Lansia yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak

yang mengalami gangguan sistem muskuloskeletal dari pada

perempuan, pekerjaan yang berat juga akan dapat mempengaruhi

sistem muskuloskeletal.

b. Keluhan utama

Pada umumnya pasien mengalami kesulitan untuk melakukan

beraktivitas, dipnea setelah aktivitas, gangguan sikap berjalan,

Gerakan lambat, kesulitan membolak-balikan posisi, keterbatasan

pada rentang gerak, dan ketidaknyamanan pada pasien (NANDA

Internasional,2015)

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit mulai dari timbulnya keluhan yang dirasakan

sampai saat dibawa ke layanan kesehatan, biasanya pasien mengalami

intoleransi aktivitas, nyeri yang di akibatkan jatauh dan fraktur,

gangguan musculoskeletal penyebabnya peralatan eksternal seperti

restrain atau gips. atau kondisi kronis seperti osteoporosis, fraktur,

artritis, tumor, edema (Buckwalter,2011)

d. Riwayat penyakit dahulu

Perlu di kaji riwayat penyakit yang lalu seperti riwayat penyakit

muskulokeletal, riwayat pekerjaan yang dapat berhubungan dengan

penyakit muskulokeletal. Apakah klien pernah mengalami penyakit

serupa sebelumnya, apakah klien mengalami menopause dini, serta


37

penggunaan obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid,

glukokortikosteroid, serta diuretik (Mutaqqin,2008 dalam Afni, 2019).

e. Riwayat penyakit keluarga

Perlu di kaji ada tidaknya anggota keluarga yang memiliki Riwayat

penyakit keturunan keluarga atau apakah keluarga pernah menderita

penyakit yang sama karena faktor genetik. Misalnya tentang ada

tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, dan DM

(Mutaqqin,2008 dalam Afni,2019)

f. Pengkajian psikososial dan spiritual

1) Psikologi : biasanya mengalami peningkatan stress

2) Sosial : cenderung menarik diri dari lingkungan

3) Spiritual : kaji agama terlebih dahulu, bagaimana cara pasien

menjalankan ibadah menurut agamanya, adakah risiko/

hambatan pasien dalam menjalankan ibadahnya

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Pasien lansia (≥60 tahun) yang mengalami gangguan muskuloskeletal

keadaan umumnya lemah. Timbang berat badan klien, apakah ada

gangguan penyakit karena obesitas atau malnutrisi.

2. Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis.

3. Tanda-tanda vital

a. Suhu meningkat (>37ᶿC) atau dalam batas normal

b. Nadi meningkat atau dalam batas normal


38

c. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

d. Pernafasan biasanya normal atau terjadi peningkat

4. Pemeriksaan head to toe

a. Pemeriksaan muka dan kepala

Pemeriksaan ini meliputi bentuk wajah, benjolan pada kepala

maupun muka, ada tidaknya lesi, penyebaran rambut, dan

kerontokan rambut.

b. Mata

Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan konjungtiva,

sklera, strabismus, penglihatan, peradangan, katarak, dan

penggunaan kacamata.

c. Hidung

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk hidung, peradangan

dan penciuman.

d. Mulut tenggorakan, telinga

Terdapat kebersihan mukosa bibir, peradangan/stomatitis, gigi,

radang gusi, kesulitan mengunyah, pendengaran. Pada lansia

biasanya terdapat penurunan pendengaran.

e. Dada

Pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan bentuk dada normal,

retraksi, suara nafas vesikuler, ada tidaknya suara tambahan, ada


39

tidaknya suara jantung tambahan, pemeriksaan ictus cordis, dan ada

tidaknya keluhan yang dirasakan.

f. Abdomen

Pemeriksaan bentuk perut, nyeri tekan, kembung, bising usus, dan

massa keluhan yang diraskan.

g. Ekstermitas

Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)

1) : Lumpuh

2) : Ada kontraksi

3) : Melawan gravitasi dengan sokongan

4) : Melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan

5) : Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit

6) : Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh

Biasanya pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik akan

mengalami kelemahan pada otot karena biasa terjadi akibat nyeri

pada ekstermitas atau penyakit lain seperti stroke, osteoporosis,

gout arthritis, dll (Buckwalter, 2011)

2.5.3 Pengkajian Status Kesehatan Kronis, Kongnitif, Fungsional, satus

Psikologis dan Dukungan Keluarga.

1. Pengkajian Kesehatan Kronis

Pengkajian ini di lakukan untuk mengetahui seberapa kronis masalah

kesehatan pada lansia pengkajian ini di lakukan dengan menggunakan

pengkajian masalah keperawatan (Nugroho,2010)

2. Pengkajian status kognitif


40

Menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual, yang terdiri

dari 10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan

kemampuan perawatan diri, memori jauh, serta kemampuan matematis

(Nugroho,2010)

3. Pengkajian status fungsional

Pengkajian status fungsional didasarkan pada kemandirian klien dalam

menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemandirian berarti tanpa

pengawasan, pengarahan dan bantuan dari orang lain. Instrument yang

biasa digunakan dalam pengkajian status fungsional yaitu Indeks Katz,

Bartel Indeks, dan Sullivan Indeks Kats. Lingkup pengkajian meliputi

keadekuatan enam fungsi yaitu: mandi, berpakaian, toileting, berpindah,

kontinen dan makan, yang hasilnya untuk mendeteksi tingkat fungsional

klien (mandiri/ dilakukan sendiri atau tergantung) (Sunaryo, dkk, 2015).

4. Pengkajian status dukungan keluarga

Status dukungan dapat diukur dengan menggunakan APGAR keluarga.

Penilaian: jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2),

kadang-kadang (poin 1), hampir tidak pernah (poin 0) (Nugroho,2010)

5. Tingkat Depresi

Mengkaji seberapa tingkat depresi pada lansia mengetahui nilai normal

dalam tingkat depresi (Nugroho,2010). Penilaian tingkat depresi dengan

cara menilai seberapa besar depresi yang terjadi pada lansia.

6. Indeks Barthell
41

Pengkajian ini untuk mengetahui kemandirian lansia dalam melakukan

aktivitas sehari-harinya. Dan untuk mengetahui kemandirian tersebut dapat

di lihat dari kemandirian Indeks Barthell (Nugroho, 2010)

2.5.4 Diagnosa Keperawatan

Dalam studi literatur ini hanya focus membahas pada diagnosa

keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pada

sistem muskuloskeletal
41

2.5.4 Intervensi Keperawatan.

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

.
1 Hambatan Mobilitas Fisik:
Keterbatasan pada pergerakan fisik 1.Ambulasi Peningkatan mekanika tubuh
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas a. Berjalan dengan langkah yang a. Manjemen energi
secara mandiri dan terarah. efektif b. Manajemen lingkungan
b. Berjalan dengan pelan c. Peningkatan latihan
Batasan Karakteristik c. Berjalan dengan kecepatan sedang d. Peningkatan latuhan: latihan kekuatan
1. Kesulitan d. Berjalan dengan cepat e. Peningkatan latihan: pergerakan
membolak-balik posisi e. Berjalan menaiki tangga
2. Perubahan cara f. Berjalan menuruni tangga Terapi latihan ambulasi
berjalan g. Berjalan menanjak f. Terapi latihan: keseimbangan
3. Dispea setelah h. Berjalan menurun g. Terapi latihan: pergerakan sendi
berjalan h. Terapi latihan: kontrol otot
4. Gerakan bergetar i. Manajemen alam perasaan
5. Keterbatasan j. Manajemen nyeri
rentang pergerakan sendi k. Pengaturan posisi
6. Tremor akibat l. Pengaturan posisi: neurologi
pergerakan m. Pengaturan posisi: kursi roda
7. Ketidakstabilan n. Bantuan perawatan diri
postur o. Bantuan perawatan diri: ADL
8. Pergerakan p. Perawatan diri: transfer
42

lambat
q. Pengajaran: peresepan pelatihan
Faktor yang Berhubungan r. Perawatan traksi/imobilisasi
1. Intoleransi aktivitas
2. Ansietas
3. Fisik tidak bugar

4. Penurunan ketahanan tubuh


5. Penurunan masa otot
6. Gangguan muskuloskeletal
7. Penurunan kekuatan otot
8. Ketidaknyamanan
9. Keterbatasan pergerakan
43

2.5.5 Implementasi keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik

Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan diri suatu rencana

keperawatan yang telah di susun pada tahap intervensi dan perencanaan. Fokus

pada intervensi keperawatan antara lain mempertahankan daya tahan tubuh,

mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, menetapkan

hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan dokter (Sri Wahyuni,

2016)

2.5.6 Evaluasi

Evaluasi atau tahap penilaian merupakan tindakan perbandingan yang

sistematis yang terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah di

tetepkan, di lakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,

keluaraga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan klien untuk mencapai tujuan yang di sesuaikan dengan kriteria hasil

pada tahap perencanaan (Sri Wahyuni, 2016).

Evaluasi dapat di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP :

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontraksi

dengan masalah yang ada

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil Analisa pada respon klien
44

Rencana tindak lanjut dapat berupa: rencana di teruskan jika masalah

tidak berubah, rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah

dilanjutkan tetapi hasil belum memuaskan, rencana dibatalkan jika ditemuka

masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama

dibatalkan, rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang

diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan dengan kondisi yang baru

(Hermanus,2015)

Menurut Olfah, Y (2016) ada 3 kemungkinan keputusan pada tahapan

evaluasi: klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga

rencana mungkin di hentiakan

1) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga perlu

penambahan waktu, resources, dan intervensi dan sebelum tujuan berhasil

2) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan, sehingga perlu

a. Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat

b. Membuat outcome yang baru, mungkin outcome pertama tidak realitis atau

mungkin keluarga tidak menghendaki terhadap tujuan yang disusun oleh

perawat

c. Intervensi keperawatan terus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk mencapai

tujuan sebelumnya
45

2.6 Hubungan antar konsep

Lansia Proses Degeneratif

Gangguan Muskuloskeletal

Keterangan:
Gangguan Aktivitas
= konsep utama yang ditelaah

= tidak ditelaah dengan baik Tanda Gejala


= berpengaru a) Penurunan kekuatan
= berhubungan dengan otot
b) Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
c) Keadaan mood depresif
d) Keterlambatan
perkembangan
e) Ketidaknyamanan.

Hambatan Mobilitas fisik

Pengkajian Diagnosa Intervensi : Evaluasi


Pada Lansia keperawatan Perawatan dilihat dari
yang Hambatan Mobilitas hambatan hasil
Mengalami Fisik b.d Gangguan mobilitas implemen-
Gangguan Muskuloskeletal fisik tasi yang
Aktivitas Batasan dilakukan
dengan karakteristik:
Masalah a. Perubahan cara Implementasi
Keperawatan berjalan dilakukan
Hambatan b. Gerakan bergetar berdasarkan
Mobilitas Fisik c. Tremor akibat intervensi
pergerakan keperawatan
d. Pergerakan lambat

Gambar 2.1 Hubungan Antar Konse


BAB 3

METODE STUDI KASUS

3.1 Metode

Metode adalah serangkaian cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu

permasalahan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil masalah Asuhan

Keperawatan Lansia Gangguan Aktivitas dengan Masalah Keperawatan Hambatan

Mobilitas Fisik dimana peneliti menggunakan Metode studi literatur yaitu

penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil

penelitian baik yang telah maupun belum dipublikasikan (Embun, 2012).

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu factor penting dalam keberhasilan

suatu penelitian. Pengumpulan data itu sendiri adalah suatu teknik yang dilakukan

untuk mengumpulkan data, seperti wawancara, pengamatan tes, dokumentasi dan

sebagainya (Hendrayadi, 2014). Dalam studi literatur ini penulis menggunakan

teknik pengumpulan data:

3.2.1 Pengumpulan data sekunder yaitu melalui studi pustaka dengan membaca,

mencatat, dan mengolah bahan hasil pencarian pustaka untuk dapat

disimpulkan.

3.2.2 Data sekunder merupakan data pendukung yang bersumber dari literatur

maupun referensi-referensi yang ada.

46
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik, Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Jogjakarta: Graha
Ilmu

Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi


keenam Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.

Dinkes. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2011. Diakses dari
http://www.dinkesjatengprov.go.id/profil-kesehatan-provinsi-jawa-timur-2011.
pada 27 April Pukul 20.00 WIB

Ernawati. (2012). Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Trans Info Media.

Fauziah, Niswatu. 2018. Hubungan Antara Posisi Tubuh Dengan Keluhan


Muskuloskeletal Pada Lansia. Jurnal Keperawatan. Vol. 5 No 2

Hermanus MZ., Arwam. 2015. Riset Kesehatan. Yogyakarta: Ombak

Heriana,Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tanggerang selatan:


Binarupa aksara

Hidayat, A.A. (2014). Metode Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Hidayat, Alimul Aziz. (2014). Pengantar Keperawatan Dasar manusia: Aplikasi


Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Kemenkes. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. www.depkes.go.id

Maas, M. L., Buckwalter, K. C., & Titler, M. G (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Mass, Meridean L. dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik Diagnosis NANDA.


Kriteria Hasil NOC. Intervensi NIC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Selemba
Medika.

51
Moorhead, Sue, dkk.2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima. Edisi
Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.

Mubarak, W.I., Indrawati, L., &Susanto, J. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar.
Jakarta: Selemba Medika

Mutaqin. Arif & Kumala, Sari. (2010). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses dan Aplikasi. Jakarta: Selemba Medika

NANDA Internasional. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2015-


2017 (10 ed.). (T. H. Hermawan, S. Kamitsuru, Eds., B. A Keliat, H. D
Windarwati, A. Pawirowiyono, & M. A. Subu, Trans.) Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, Wahyudi. (2012). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2016). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba


Medika.

Olfah, Y. 2016. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.


Di Akses tanggal 12 November 2019 dari http://bppsdmk.kemenkes.go.id.

Padila, 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Potter & Perry 2009. Buku Ajar Funda Mental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4 volume. Jakarta:EGC

Potter, P.A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta:


Selemba Medika.

Potter, P.A & Perry A, G. 2012. Fundamental Of Nursing. Jakarta: EGC.

Romadlani, Ridlawati., Tri Nurhidayanti., Agustin. 2013. Hubungan Dukungan


Keluarga dan Kemandirian Lansia Dengan Konsep Diri Lansia. Jurnal
Keperawatan Komunitas. 1 (1)

Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta. Perpustakaan


Nasional

Syaifuddin, Drs. Dalam Skripsi. Akbar, Nur, M. (2016). Hubungan Posisi dan Masa
Kerja Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal Pada Perawat. Skripsi. Prodi
S1 Kedokteran Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifan, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran
Essentials of Medicine. Jakarta: Media Aesculapius.

52
Uda, Hastini., Muflih., Thomas. 2016. Latihan Range of Motion Berperan Terhadap
Mobilitas Fisik pada Lansia. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. 4.(3). 169-
177

Wahyuni, Nurul Sri. 2016. Dokumentasi Keperawatan. Ponorogo: UNMUH Ponorogo


Press.

53
54

Lampiran 1

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN (PSP)

1. Kami adalah mahasiswa yang berasal dari institusi/ jurusan/ program studi

Universitas Muhammadiyah Ponorogo Fakultas Ilmu Kesehatan Diploma III

Keperawatan dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam

penerapan asuhan keperawatan pada KTI yang berjudul Asuhan Keperawatan pada

Lansia dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik.

2. Tujuan dari pemberian asuhan keperawatan ini adalah untuk mengkaji,

menganalisis, merencanakan tindakan, melakukan tindakan dan melakukan evaluasi

yang dapat memberikan manfaat berupa memberi edukasi mengenai cara menjaga

keseimbangan kekuatan otot kepada penderita Muskulokeletal. Pemberian asuhan

keperawatan ini akan berlangsung selama minimal 3 hari.

3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan

menggunakan pedoman wawancara yang berlangsung kurang lebih 15-20 menit.

Cara ini menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu khawatir karena

penelitian ini untuk kepentingan pengembangan asuhan keperawatan/pelayanan

keperawatan.

4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini adalah

anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan/ tindakan yang diberikan
55

5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan akan

tetap dirahasiakan.

6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini, silakan

menghubungi peneliti pada nomor HP: 085784072908

PENELITI

DEVITA PUTRI HAYU N

NIM. 17613082
56

Lampiran 2

INFORMED CONSENT

(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat

penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai pemberian asuhan keperawatan

yang akan dilakukan oleh Devita Putri Hayu Nandani dalam Studi Kasus dengan judul

Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas

Fisik. Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada pemberian asuhan

keperawatan ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama pemberian asuhan

keperawatan ini saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat

mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Saksi ..................................., 20......

Yang memberikan Persetujuan

........................................ ……………………………………

…………….,20 …..

Peneliti

….…………………
57

Lampiran 3

SURAT PERMOHONAN DATA AWAL


58

Lampiran 4

SURAT PERMOHONAN DATA AWAL DARI BAKESBANGPOL


59
60

Lampiran 5

Lampiran kegiatan bimbingan KTI pembimbing 1


61
62

Lampiran 6

Lampiran kegiatan bimbingan KTI pembimbing 2


63
64
65

Lampiran 7
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Jl. Budi Utomo No 10 Telp. (0352)487662 Ponorogo

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN


PADA LANJUT USIA

Nama Mahasiswa : ___________________________________


NIM : ___________________________________

A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
1. Lansia
Nama : ___________________________________
Alamat : ___________________________________
Jenis Kelamin : ___________________________________
Umur : ___________________________________
Status : ___________________________________
Agama : ___________________________________
Suku : ___________________________________
Riwayat Pendidikan : ___________________________________
Riwayat Pekerjaan : ___________________________________
Sumber Pendapatan : ___________________________________
Tempat tinggal sekarang : ___________________________________
Lama Tinggal : ___________________________________
2. Penanggung jawab
Nama : ___________________________________
Alamat : ___________________________________
Hubungan dengan lansia : ___________________________________
No Telepon : __________________________________
66

II. RIWAYAT KESEHATAN


A. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan yang dirasakan saat ini:_____________________________
____________________________________________________________
__________________________________________________
2. Faktor Pencetus :_________________________________________
____________________________________________________________
__________________________________________________
3. Waktu timbulnya keluhan :_________________________________
____________________________________________________________
__________________________________________________
4. Kondisi yang memperingan dan memperberat keluhan : __________
____________________________________________________________
__________________________________________________
5. Upaya yang telah dilakukan : _______________________________
____________________________________________________________
__________________________________________________

B. Masalah Kesehatan Kronis (format terlampir)


___________________________________________________________

C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Penyakit yang pernah diderita: _______________________________
_____________________________________________________________
___________________________________________________
2. Riwayat jatuh/ kecelakaan : _________________________________
_____________________________________________________________
___________________________________________________
3. Riwayat dirawat di rumah sakit: ______________________________
_____________________________________________________________
___________________________________________________
67

4. Riwayat pemakaian obat: ___________________________________


_____________________________________________________________
___________________________________________________
5. Riwayat alergi (obat, makanan, debu, dan lain-lain) : _____________
_____________________________________________________________
___________________________________________________

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Penyakit yang pernah diderita keluarga : _______________________
_____________________________________________________________
___________________________________________________
2. Genogram:
III. STATUS FISIOLOGIS
A. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
1. Nutrisi
a. Frekuensi makan: ______________________________________
b. Jenis makanan: ________________________________________
__________________________________________________________
________________________________________________
c. Kebiasaan makan:______________________________________
__________________________________________________________
________________________________________________
d. Makanan yang disukai: __________________________________
__________________________________________________________
________________________________________________
e. Makanan tidak disukai:__________________________________
__________________________________________________________
________________________________________________
f. Pantangan makan:______________________________________
__________________________________________________________
________________________________________________
68

g. Keluhan makan:________________________________________
__________________________________________________________
________________________________________________

2. Eliminasi
a. Frekuensi
- BAB: ____________________________________________
- BAB: _____________________________________________
b. Konsistensi
- BAK: ____________________________________________
- BAB: _____________________________________________
c. Kebiasaan
- BAK: ____________________________________________
- BAB: _____________________________________________
d. Keluhan
- BAK: ____________________________________________
- BAB: _____________________________________________
e. Riwayat pemakaian obat (diuretic, laxative/ pencahar, dll)
_________________________________________________________
_________________________________________________________
_____________________________________________

3. Istirahat/ Tidur :
a. Frekuensi tidur: ________________________________________
b. Lama Tidur :___________________________________________
c. Kebiasaan Tidur :_______________________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
69

d. KeluhanTidur :_________________________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
e. Riwayat penggunaan obat tidur : ___________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________

4. Aktifitas Sehari-hari :
a. Kegiatan yang dilakukan sehari-hari : _______________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
b. Kegiatan olahraga : _____________________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
c. Kebiasaan mengisi waktu luang : ___________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
d. Kemandirian dalam beraktifitas (format terlampir)
______________________________________________________
e. Keseimbangan (format terlampir)
______________________________________________________

5. Personal Higiene
a. Kebiasaan mandi : ______________________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
b. Kebiasaan gosok gigi : ___________________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________
70

c. Kebiasaan cuci rambut : __________________________________


___________________________________________________________
_________________________________________________
d. Kebiasaan gunting kuku : _________________________________
___________________________________________________________
_________________________________________________

6. Reproduksi dan Seksual


_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
______________________________________________

B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-Tanda Vital dan Status Gizi
- Suhu : ___________________________________
- Tekanan Darah : ___________________________________
- Nadi : ___________________________________
- Respirasi : ___________________________________
- Berat badan : ___________________________________
- Tinggi badan : ___________________________________
- IMT : __________________________________
2. Kepala: ____________________________________________________
________________________________________________________________
______________________________________________________
3. Mata : ______________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
4. Hidung : ____________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
71

5. Mulut, Gigi dan Tenggorokan : __________________________________


________________________________________________________________
________________________________________________________
6. Telinga : ____________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
7. Leher : ______________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
8. Dada : ______________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
9. Payudara : __________________________________________________
________________________________________________________________
______________________________________________________
10. Abdomen : __________________________________________________
________________________________________________________________
______________________________________________________
11. Genetalia : __________________________________________________
________________________________________________________________
______________________________________________________
12. Ekstremitas : ________________________________________________
________________________________________________________________
______________________________________________________
13. Integumen : _________________________________________________
________________________________________________________________
______________________________________________________

IV. STATUS KOGNITIF


A. Fungsi Kognitif (format terlampir) : ______________________________
____________________________________________________________
72

V. STATUS PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


A. Psikologis
1. Persepsi Lansia terhadap proses menua
2. Harapan Lansia terhadap proses menu
3. Status Depresi (format terlampir) : ____________________________

B. Sosial
1. Dukungan Keluarga (format APGAR LANSIA terlampir):
________________________________________________________
2. Pola Komunikasi dan Interaksi lansia:__________________________
_____________________________________________________________
___________________________________________________
C. Spiritual
1. Kegiatan Keagamaan : ______________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________
2. Konsep keyakinan tentang kematian : __________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________
3. Upaya untuk meningkatkan spiritualitas : _______________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________

VI PENGKAJIAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL


A. Kebersihan dan Kerapihan ruangan :______________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
B. Penerangan : _______________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
73

C. Sirkulasi Udara : ______________________________________________


________________________________________________________________
________________________________________________________
D. Keadaan kamar mandi dan WC : ________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________

E. Pembuangan air kotor : ________________________________________


________________________________________________________________
________________________________________________________
F. Sumber air minum : __________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
G. Pembuangan sampah : ________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________
H. Sumber Pencemaran : ________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________

VII. INFORMASI TAMBAHAN


___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
_____________________________________________________________
74

______________,__________________

(______________________)

B. ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI

______________,______________
75

(______________________)

C. DAFTAR DIAGNOSA
NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN

______________,______________

(______________________)
76

D. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


KEPERAWATAN

______________,______________
77

(______________________)
E. TINDAKAN KEPERAWATAN

NO TANGGAL/JAM IMPLEMENTASI DAN RESPON TTD


78

F. EVALUASI

NO TANGGAL/JAM CATATAN TTD


PERKEMBANGAN
79

Lampiran 8

PENGKAJIAN KESEIMBANGAN UNTUK LANSIA

I. Perubahan Posisi atau Gerakan Keseimbangan


Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, ya Tidak
Bangun dari kursi tetapi mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan
atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu
Duduk ke kursi Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk ditengah ya tidak
kursi, berpegangan
Menahan dorongan Menggerakkan kaki, memegang obyek untuk ya Tidak
pada sternum dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya
sebanyak 3 kali
Mata tertutup Menggerakkan kaki, memegang obyek untuk ya Tidak
dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya
Perputaran leher Menggerakkan kaki, memegang obyek untuk
dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya, ya Tidak
keluhan: vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil
Gerakan menggapai Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan
sesuatu bahu fleksi sepenuhnya sementara, berdiri pada ya Tidak
ujung-ujung jari kaki, tidak stabil, memegang
sesuatu untuk dukungan
Membungkuk Tidak mampu untuk membungkuk untuk
mengambil obyek dari lantai, bisa berdiri dengan ya Tidak
memegang obyek sekitar, memerlukan usaha-usaha
multiple untuk bangun
II. Komponen Gaya Berjalan atau Gerakan
Gaya berjalan Ragu-ragu, tersandung, memegang obyek untuk ya Tidak
dukungan
Ketinggian langkah Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten
kaki (menggeser atau menyeret kaki), mengangkat kaki ya Tidak
terlalu tinggi
Kontinuitas langkah Tidak konsisten dalam mengangkat kaki,
kaki mengangkat satu kaki sementara kaki lain ya Tidak
menyentuh lantai
Kesimetrisan Panjang langkah yang tidak sama (sisi yang ya
langkah patologis biasanya memiliki langkah yang lebih Tidak
panjang, masalah terjadi pada pinggul, lutut,
gerakan kaki atau otot-otot sekitarnya
Penyimpangan jalur Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang ya Tidak
dari sisi ke sisi
Berbalik Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan
sempoyongan, bergoyang, memegang obyek untuk ya Tidak
dukungan
Jawaban YA = nilai 1
Interpretasi Hasil:
Jawaban TIDAK = nilai Skor 0-5 = Risiko jatuh rendah
Skor 6-10 = Risiko jatuh sedang
Skor 11-15 = Risiko jatuh tinggi
80

Lampiran 9
PENGKAJIAN MASALAH KESEHATAN KRONIS

No Selalu Sering Jarang Tidak


Keluhan dalam 3 bulan terakhir pernah
3 2 1 0
A. Fungsi Penglihatan
1 Penglihatan Kabur
2 Mata Berair
3 Nyeri pada mata
B. Fungsi Pendengaran
4 Pendengaran berkurang
5 Telinga berdenging
C. Fungsi Paru (pernafasan)
6 Batuk lama disertai keringat malam
7 Sesak nafas
8 Berdahak/sputum
D. Fungsi Jantung
9 Jantung berdebar-debar
10 Cepat Lelah
11 Nyeri dada
E. Fungsi Pencernaan
12 Mual/muntah
13 Nyeri ulu hati
14 Makan dan minum berlebihan
15 Perubahan BAB (mencret/sembelit)
F. Fungsi Pergerakan
16 Nyeri kaki saat berjalan
17 Nyeri pinggang atau tulang belakang
18 Nyeri persendian/bengkak
G. Fungsi Persyarafan
19 Lumpuh/kelemahan pada kaki/tangan
20 Kehilangan rasa
21 Gemetar/tremor
22 Nyeri/pegal pada daerah tengkuk
H. Fungsi Saluran Perkemihan
23 BAK berlebihan
24 Sering BAK malam hari
25 Tidak mampu mengontol BAK
Jumlah
Keterangan:
Skor = < 25: Tidak ada
masalah kronis/ringan
Skor = 26 – 50: Masalah
Kesehatan kronis sedang
Skor = > 51: masalah
Kesehatan Kronis Berat
81

Lampiran 10

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONER (SPMSQ)

Penilaian Untuk Fungsi Intelektual Lansia

NO PERTANYAAN BENAR SALAH


1 Tanggal berapa sekarang? (tanggal, bulan,
tahun)
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat anda?
5 Berapa usia anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa nama Presiden Indonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Berapa 20 dikurangi 3? (dan bilangan yang
disebutkan terus dikurangi 3 secara menurun)
Total Skor =

Keterangan:

Salah 0-2 = Fungsi intelektual utuh


Salah 3-5 = Kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 = Kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10= Kerusakan intelektual berat
82

Lampiran 11

MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)

Penilaian Aspek Kognitif dari Fungsi Mental Lansia

ASPEK PERTANYAAN SKOR NILAI


Orientasi Sebutkan waktu sekarang:
1. Tahun
2. Musim 5
3. Tanggal
4. Hari
5. Bulan
Sebutkan dimana sekarang berada:
6. Negara
7. Propinsi 5
8. Kota
9. Rumah/Panti/Posyandu
10.Ruang

Registrasi Sebutkan nama 3 obyek dengan waktu 1 detik tiap


obyek. (lansia diminta untuk menyebutkan kembali 3
3 obyek tersebut)
Perhatian 11.Hitung mundur angka 100 dikurangi 7 dan
dan seterusnya tetap dikurangi 7 sampai dengan 5 5
Kalkulasi kali jawaban
12.Mengeja kata atau kalimat dari belakang

Mengingat Sebutkan nama 3 obyek yang telah disebutkan 3


sebelumnya pada aspek registrasi
Bahasa 13.Tunjuk 2 benda dan lansia diminta untuk 2
menyebutkan namanya

14.Sebutkan kata: 4
“Tak ada jika, dan atau tetapi”
15.Ikuti perintah:
Ambil kertas, lipat menjadi dua dan letakkan di 3
meja
Total Skor =
Keterangan:

Nilai maksimal 30, nilai < 21 biasanya ada indikasi kerusakan kognitif yang
memerlukan pemeriksaan lanjut
83

Lampiran 12

APGAR LANSIA

Penilaian Fungsi Sosial Lansia

NO FUNGSI URAIAN SKORE


1 Adaption Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga/teman saat saya kesusahan
2 Partnership Saya puas dengan cara keluarga/teman
membicarakan sesuatu dan mengungkapkan
masalahnya kepada saya
3 Growth Saya puas bahwa keluarga/teman saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktifitas yang baru
4 Affection Saya puas dengan cara keluarga/teman saya
mengekspresikan dan berespon terhadap
emosi saya seperti marah, sedih atau
mencintai
5 Resolve Saya puas dengan keluarga/teman yang mau
menyediakan waktu untuk bersama-sama
Jumlah
Keterangan: Kategori:
1. Selalu =2 1. Skor 0-3 = Disfungsi keluarga sangat tinggi
2. Kadang-kadang = 1 2. Skor 4-6 = Disfungsi keluarga sedang
3. Tidak Pernah =0
84

Lampiran 13

INVENTARIS DEPRESI GERIATRIK*


Pengkajian Tingkat Depresi Lansia (Yesavage; 1983)
No Pertanyaan Jawaban Skore

1 Merasa puas dengan kehidupan yang Ya


dijalani?
2 Banyak meninggalkan kesenangan/minat Tidak
dan aktifitas anda?
3 Merasa bahwa kehidupan anda hampa? Tidak
4 Sering merasa bosan? Tidak
5 Penuh pengharapan besar akan masa Ya
depan?
6 Mempunyai semangat yang baik setiap Ya
waktu?
7 Diganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak Tidak
dapat diungkapkan?
8 Merasa bahagia disebagian besar waktu? Ya

9 Merasa takut sesuatu akan terjadi pada Tidak


anda?
10 Seringkali merasa tidak berdaya? Tidak

11 Sering merasa gelisah dan gugup? Tidak

12 Memilih tinggal dirumah daripada pergi Tidak


melakukan sesuatu yang bermanfaat?
13 Seringkali merasa khawatir akan masa Tidak
depan?
14 Merasa mempunyai lebih banyak Tidak
masalah dengan daya ingat dibandingkan
orang lain?
15 Berfikir bahwa hidup ini sekarang sangat Ya
menyenangkan?
16 Seringkali merasa merana? Tidak
85

17 Merasa kurang bahagia? Tidak


18 Sangat khawatir terhadap masa lalu? Tidak

19 Merasakan bahwa hidup ini sangat Ya


menggairahkan?
20 Merasa berat untuk memulai sesuatu hal Tidak
yang baru?
21 Merasa dalam keadaan penuh semangat? Ya

22 Berfikir bahwa keadaan anda tidak ada Tidak


harapan?
23 Berfikir bahwa banyak orang yang lebih Tidak
baik daripada anda?
24 Seringkali menjadi kesal dengan hal yang Tidak
sepele?
25 Seringkali merasa ingin menangis? Tidak

26 Merasa sulit untuk berkonsentrasi? Tidak

27 Menikmati tidur? Ya
28 Memilih menghindar dari perkumpulan Tidak
social?
29 Mudah mengambil keputusan? Ya
30 Mempunyai pikiran yang jernih? Ya

Keterangan:
= nilai 1
= nilai 0

Nilai:

0–5 = normal

6 – 15 = depresi ringan sampai dengan sedang

16 – 30 = depresi berat
86

Lampiran 14
INVENTARIS DEPRESI BECK

Pengkajian Tingkat Depresi

Skor Uraian Nilai


A.  Kesedihan
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia dimana saya tak dapat
menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B.  Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia – sia dan sesuatu tidak
dapat membaik
2 Saya merasa tidak mempunyai apa – apa untuk memandang ke
depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa kegagalan
3 Saya benar – benar gagal sebagai orang tua (suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan ke belakang semua yang dapat saya lihat
hanya kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah – olah sangat buruk atau tidak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian dari waktu yang
baik
0 Saya tidak merasa benar – benar bersalah
F. TIdak menyukai diri sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
G. Membahayakan diri sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai
kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran – pikiran mengenai membahayakan
87

diri sendiri
H. Menarik diri dari social
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
perduli pada mereka
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan  pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu – raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambl keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan gambaran diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan permanent dalam penampilan
saya dan in membuat saya tidak tertarik
1 Saya kuatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya
K. Kesulian kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira – kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tida merasa lebih lelah dari biasanya.
M. Anoreksia
3 Saya tidak mempunyai napsu makan sama sekali
2 Napsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Napsu makan saya tidak sebaik sebellumnya
0 Napsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya.

Keterangan:
0-6 = Depresi tidak ada atau minimal
7-13 = Depresi ringan 2
14-21 = Depresi sedang
22-39 = Depresi berat
88

Lampiran 15

INDEK BARTHEL
SKOR
NO KRITERIA DENGAN MANDIRI NILAI
BANTUAN
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
Berpindah dari kursi roda ke
3 5-10 15
tempat tidur dan sebaliknya
Personal Toilet (cuci muka,
4 0 5
menyisir rambut, gosok gigi)
5 Keluar masuk toilet 5 10
Mandi (menyiram, menyeka
6 5 15
tubuh)
7 Jalan di permukaan datar 0 15
8 Naik Turun Tangga 5 10
9 Mengenakan pakaian 5 10
10 Kontrol Bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10
12 Olahraga/Latihan 5 10
Pemanfaatan waktu luang /
13 5 10
Rekreasi
Jumlah

Penilaian:

1. Mandiri = 126 – 130


2. Ketergantungan sebagian = 65 – 125
3. Ketergantungan total = < 60
89

Lampiran 16

INDEK KATZ
Indeks Kemandirian Pada Aktifitas Kehidupan Sehari-hari
SKOR KEMANDIRIAN NILAI*

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah,


ke kamar kecil, mandi dan berpakaian

B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


tambahan

D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu


fungsi tambahan

E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar


kecil, dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar


kecil, berpindah, dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


lain diklasifikasikan sebagai C,D,E, atau F

Keterangan :
a. Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi aktif.
Pengkajian ini didasarkan pada kondisi actual klien dan bukan pada
kemampuan, artinya jika klien menolak untuk melakukan suatu fungsi, dianggap
sebagai tidak melakukan fungsi meskipun ia sebenarnya mampu.

b. Cara penilaian : memberikan tanda (√) pada kolom nilai sesuai dengan skor
kemandirian lansia
90

Lampiran 17

MEMBANTU MOBILISASI PASIEN

NILAI
NO KETRAMPILAN
0 1 2
1 Persiapan alat
Kursi roda
Brankard
Strecher atau tandu
Bad
Walker
Kruk
2 Persiapan Pasien
1. Lakukan tindakan dengan 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, santun)
2. Lakukan perkenalan diri dan identifikasi pasien
3. Jelaskan tujuan yang akan dilakukan
4. Jelaskan prosedur pelaksanaan
5. Buat inform consent
3 Persiapan Lingkungan
1. Jaga privasi pasien dengan memasang sketsel/sampiran
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan aman
4 Pelaksanaan Tindakan
MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR KE KURSI
RODA
1. Bantu pasien di tempat duduk di tepi tempat tiduR
2. Kaji postural hipotensI
3. Instruksikan pasien untuk bergerak ke depan dan duduk di tepi
bed
4. Intruksikan mencondongkan tubuh ke depan mulai dari pinggul
5. Intruksikan meletakkan kaki yang kuat di bawah tepi bed,
sedangkan kaki yang lemah berada di depannya
6. Meletakkan tangan pasien di atas permukaan bed atau diatas
kedua bahu perawat
7. Berdiri tepat di depan pasien, condogkan tubuh ke depan,
fleksikan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Lebarkan kaki dengan
salah satu di depan dan yang lainnya di belakang
8. Lingkari punggung pasien dengan kedua tangan perawat
9. Tangan otot gluteal, abdominal, kaki dan otot lengan anda. Siap
untuk melakukan gerakan
10. Bantu pasien untuk berdiri, kemudian bergerak-gerak bersama
menuju korsi roda
11. Bantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi
kursi roda, meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda atau
tetap pada bahu perawat
12. minta pasien untuk menggeser duduknya sampai pada posisi yang
paling aman
13. turunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di atasnya
91

MEMINDAHKAN PASIEN DARI KURSI RODA KE BAD


1. jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Minta pasien untuk meletakkan tangan
disamping badan atau memegang telapak tangan perawat
4. Berdiri disamping pasien berpegang telapak dan
lengan tangan pada bahu pasien
5. Bantu pasien untuk jalan ketempat tidur’
6. Observasi respon pasien saat berdiri dari kursi
roda
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
8. Catat tindakan dan respon pasien

MEMINDAKAN PASIEN DARI BAD KE BRANKART


1. Ikuti protokol standar
2. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
3. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien
4. Silangkan tangan pasien ke depan dad
5. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh
pasien
6. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah
7. pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang
danpanggulpasien, sedangkan perawat ketiga  meletakkan tangan
dibawah pinggul dan kaki.
8. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke
brankar
9. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.

MEMINDAHKAN PASIEN DARI BRANKART KE TEMPAT


TIDUR
1. Ikuti protokol standar
2. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
3. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien
4. Silangkan tangan pasien ke depan dada
5. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh
pasien
6. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah
7. pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan
8. panggul pasien, sedangkan perawat ketiga  meletakkan tangan
dibawah pinggul dan kaki.
9. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke
brankar
10.Atur posisi pasien, dan pasang  pengaman.

5 Evaluasi
1. Dokumentasikan tindakan
92

2. Evaluasi hasil tindakan dan respon pasien

Keterangan :
0 = tidak dilakukan sama sekali/Alat tidak ada
1 = dilakukantapitidaksempurna/Alatada yang
tidakdisiapkan
2 = dilakukandengansempurna/Alatlengkap
93

Lampiran 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHTAN

TENTANG MOBILISASI AMBULASI

Pokok Bahasan : Teknik Mobilisasi ambulasi pada klien di UPT PSTW Magetan

Sub-Pokok bahasan

a. Menjelaskan pengertian ambulasi.

b. Menjelaskan tujuan ambulasi

c. Menjelaskan faktor faktor yang mempengaruhi

d. Tindakan tindakan ambulasi

Sasaran : Pasien hambatan mobilitas fisik

Tempat : UPT PSTW Magetan

Hari Tanggal :-

Waktu : 20 Menit

1. Tujuan

1.1 Tujuan Instruksional Umum

Setelah di lakukan penyuluhan selama 20 menit klien dapat memahami dan

mempraktikkan Teknik mobilisasi ambulasi


94

1.2 Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan diharapkan peserta

penyuluhan mampu:

1) Klien di UPT PSTW Magetan mengetahui tentang ap aitu Teknik mobilisasi

ambulasi

2) Klien di UPT PSTW Magetan akan mempraktikkan Teknik mobilisasi

ambulasi

2. Metode

Ceramah

3. Media

Leaflet

4. Langkah Kegiatan

WAKTU LANGKAH KEGIATAN

Penyuluhan Sasaran

1. Mengucapkan 1. Menjawab
salam dan salam
perkenalan
2. Mengadakan 2. Menyetujui
5 menit PENDAHULUAN kesepakatan kontrak
kontrak dalam
penyuluhan
3. Melaksanakan
3. Mendengarkan
tujuan umum
dan khusus
95

Menyampaikan
materi penyuluhan:

1. Menjelaskan 1. Mendengarkan
10 menit INTI pengertian
ambulasi 2. Mendengarkan
2. Menjelaskan
tujuan ambulasi
3. Menjelaskan jenis

1. Diskusi atau 1. Bertanya dan


tanya jawab mendengark
an jawaban
2. Menyampaikan 2. Mendengark
4 Menit EVALUASI
kesimpulan an
materi

1. Menutup 1. Menjawab
1 Menit TERMINASI penyuluhan dan salam
memberi salam

5. Materi

1.1 Pengertian Ambulasi

Ambulasi adalah tahapan kegiatan yang di lakukan pada pasien yang

mengalami kelemahan pada otot, hal ini hal ini harusnya menjadi bagian

dalam perencanaan latihan untuk semua lansia. Ambulasi mendukung

kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Keuntungan dari latihan berangsur-


96

angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien

menunjukan tanda peningkatan toleransi aktivitas.

1.2 Tujuan Mobilisasi Ambulasi

Menurut potter (2010)

a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

b. Mencegah terjadinya trauma

c. Mempertahankan derajat kesehatan

d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari

e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi

1. Kesehatan Umum

Penyakit,kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan

Lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi

muskuloskeletal

2. Tingkat kesadaran

Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami perubahan

tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi

3. Nutrisi

Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan

jaringan subcutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit, pasien juga akan mengalami difisisensi protein, keseimbangan

nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C

4. Emosi
97

Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaandan penghargaan pada diri

sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur

ambulasi

5. Tingkat Pendidikan

Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual,

mengarah pada keterempilan yang lebih baik dan mengevaluasi

informasi. Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk

mengatur kesehatan mereka untuk memenuhi saran-saran kesehatan.

1.4 Tindakan-tindakan Ambulasi

1. Duduk diatas tempat tidur

a. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan

b. Tempatkan klien pada posisi terlentang

c. Pindahkan semua bantal

d. Posisi menghadap ketempat tidur

e. Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala

tempat tidur dibelakang kaki yang lain

f. Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien dibawah bahu klien,

sokong kepalanya dan vertebra servikal

g. Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur

h. Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan

perawat dari depan kaki ke belakang kaki

i. Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat

tidur
98

2. Duduk di tepi tempat tidur

a. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan

b. Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat disisi

tempat tidur tempat ia akan duduk

c. Pasang pagar tempat tidur sisi 2. Yang berlawanan

d. Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi

pasien

e. Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan

f. Balikan secara diagonal sehinggal perawat berhadapan dengan pasien

dan menjauh dari susdut tempat tidur

g. Regangkan kaki perawat dengan kaki paling dekat kekepala tempat

tidur di depan kaki yang lain

h. Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah

bahu pasien, sokong kepala dan lehernya

i. Tempatkan tangan perawata yang lain diatas paha pasien

j. Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur

k. Tempatkan poros kearah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai

atas pasien memutar kebawah

l. Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat kebelakang

tungkai dan angkat pasien

m. Tetap di depan pasien sampai mencapai kesimbangan

n. Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai

3. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi


99

a. Bantu pasien keposisi duduk di tempat tidur. Buat posisi kursi pada

sudut 45derajat terhadap tempat tidur, jika menggunakan kursi roda,

yakinkan bahwa kursi roda dalam posisi terkunci

b. Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan Lembaga

c. Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip

d. Renggangkan kedua kaki perawat

e. Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan

pasien

f. Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien

dan tempatkan tangan pada skapula pasien

g. Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan ke 3 sambil meluruskan

panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi

h. Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut

perawat

i. Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien

secara langsung kedepan kursi

j. Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi

untuk menyongkong

k. Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi

l. Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat

4. Membantu Berjalan

a. Anjurkan pasien untuk melatakkan tangan disamping badan atau

memegang telapak tangan perawat


100

b. Berdiri disamping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien

c. Bantu pasien berjalan

Anda mungkin juga menyukai