Disusun Oleh :
Nama : Indri Utami Ridwan
NIM : 2019.01.010
Prodi : S1 Keperawatan
Cover
Kata Pengantar
Surat Permohonan Kasus
Lembar Pengesahan
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Myalgia
2.1.1 Definisi Myalgia
2.1.2 Klasifikasi
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.5 Patofisiologi
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7 Penatalaksanaan
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.2 Diagnosa
2.2.3 Intervensi
2.2.4 Implementasi
2.4.5 Evaluasi
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
4.2 Diagnosa
4.3 Intervensi
4.4 Implementasi
4.5 Evaluasi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian
5.1.2 Diagnosa
5.1.3 Intervensi
5.1.4 Implementasi
5.1.5 Evaluasi
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat
5.2.2 Bagi Klien
5.2.3 Bagi Keluarga
5.2.4 Bagi Mahasiswa
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Myalgia merupakan nyeri otot yang bersangkutan dengan
ketegangan akibat penggunaan otot yang berlebihan. Namun kondisi ini
bisa terjadi karena cedera aktivitas fisik yang cukup berat atau ekstrem dan
mendadak (Tanti, 2021) Myalgia dapat dikatakan sebagai nyeri pada otot,
kaku ataupun rasa kram atau juga nyeri otot dan dapat terjadi kram di kaki
di malam hari atau siang hari. Kelemahan otot juga dapat terjadi tanpa rasa
ketidaknyamanan dan dapat dilihat pada penderita ketika beraktifitas.
(Sumardiyono dkk , 2017).
Myalgia gangguan nyeri otot termasuk keluhan yang sangat
cukup sering diderita seorang individu. Myalgia atau disebut nyeri otot
merupakan gejala dari berbagai penyakit dari gangguan tubuh salah
satunya myalgia. Penyebab umum myalgia yaitu gangguan otot yang salah
atau otot yang terlalu tegang. Pemakaian otot yang berlebih atau overuse
dapat mengakibatkan otot-otot yang digunakan mengalami kekurangan
oksigen, sehingga menyebabkan suatu proses oksidasi anaerob yang dapat
menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang dapat menimbulkan rasa
pegal maupun nyeri. Myalgia dapat dialami dengan waktu singkat,
misalnya otot kram, atau berlanjut sampai berhari-hari, berbulan-bulan
atau bertahun-tahun akan mengganggu klien yang mengalami myalgia
karena intensitas cukup berfluktuasi (Sumardiyono dkk, 2017).
Penyakit ini cukup aman dan tidak mengancam aktivitas hidup
penderita namun bila timbul terlalu sering dapat menyebabkan penderita
myalgia frustasi karena bisa menghambat dalam hal bekerja atau aktifitas
harian lainnya yang ada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup
penderita. Pada penderita myalgia terkadang mengkonsumsi obat
penghilang rasa sakit untuk waktu yang lama. Hal ini beresiko efek
samping obat jika dikonsumsi berlebihan atau tidak sesuai anjuran dokter,
dapat menyebabkan hambatan pembentukan sel darah merah, terjadi sakit
maag (Gastritis), ataupun kropos tulang (Sumardiyono dkk , 2017).
Meskipun kejadian myalgia di Indonesia yaitu salah satu masalah
kesehatan yang sering dialami masyarakat indonesia, angka kesakitan
penduduk yang didapat oleh Departemen Republik Indonesia, angka
kejadian mylgia di Indonesia 66,6% dan di Jawa Barat yang mengalami
mylgia yaitu 66,5% sedangkat di kabupaten cianjur 1,23%
(Lapora_Nasional_RK D2018) dan (Puskesmas Cugenang, 2021).
Tingkat kejadian nyeri yang dialami oleh penderita myalgia
cukup tinggi prevalensinya, maka membutuhkan terapi untuk mengatasi
nyeri myalgia. Dalam penatalaksanaan nyeri ada berbagai macam terapi
yang bisadiberikan yaitu seperti : Terapi Farmakologi : opioid, obat
antiimflamasi non-steroid (NSAID), paracetamol, analgesik epidural,
antiepresen, dan kortikosteroi. Terapi Contract Relax Sretching, Terapi
Pedal Exserise Under Copression, Terapi Imfra Merah, Terapi
Horticultural, Mind Body Therapy, Terapi Pijat, Terapi Acupunture,
Terapi Kompres, Terapi Herbal Compress Ball (Sumardiyono dkk, 2017).
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
nyeri.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian masalah keperawatan pada Ny.K yang
mengalami nyeri.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada Ny. K dengan
masalah keperawatan nyeri.
3. Mampu merencanakan intervensi apa saja yang dilakukan untuk masalah
keperawatan pada Ny. K dengan nyeri
4. Mampu melakukan implementasi untuk masalah keperawatan pada Ny. K
dengan nyeri
5. Mampu melakukan evaluasi masalah keperawatan pada Ny. K dengan
nyeri
6. Mampu melakukan implementasi untuk masalah keperawatan pada Ny. K
dengan nyeri
7. Mampu melakukan evaluasi masalah keperawatan pada Ny. K dengan
nyeri
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.2. Klasifikasi
Beberapa nyeri otot yang kerap terjadi antara lain:
1. Fibromyalgia sering disebut dengan rematik otot ialah suatu
penyakit yang ditandai dengan nyeri otot yang luas, yang biasa
terjadi pada daerah tengkuk, punggung dan pinggang. Biasanya
nyeri dirasakan pada area tersebut ada sekitar 11 – 18 titik atau
sering disebut sebagai tender poin, dimana titik tersebut akan terasa
sangat nyeri bila ditekan namun tidak menjalar. Pada fibromyalgia,
penderita biasanya merasakan keluhan lebig dari 3 bulan yang
disertai adanya gejala gangguan tidur dan kekakuan pada pagi hari.
Sifat nyeri berupa pegal, panas, rasa nyeri seperti terbakar, dapat
disertai rasa kesemutan dan baal (kebas). Penyebab penyakit ini
masih belum diketahui dengan pasti, tetapi disinyalir berhubungan
dengan proses hormonal, sistem kekebalan tubuh dan faktor
ketegangan jiwa. Walaupun tidak menyebabkan kematian, penyakit
ini penyebab penurunan fungsi yang cukup serius dan
menyebabkan penurunan kualitas hidup (Kissel, 2017).
2. Myofascial Poin
Myofascial Poin adalah suatu penyakit yang mirip fibromyalgia,
tetapi perbedaannya terletak pada myofascial poin ditemukan titik
nyeri yang lebih sedikit, dan jika ditekan timbul rasa nyeri yang
menjalar ke area tubuh lain. Penyakit ini lebih mudah disembuhkan
dengan penanganan yang tepat dibandingkan fibromyalgia.
Penyebab penyakit ini terutama disebabkan kesalahan postur atau
posisi tubuh dalam waktu lama dan ketegangan emosi (Kissel,
2017).
3. Post exercise muscle soreness
Post exercise muscle soreness adalah suatu keluhan yang terjadi
sesudah melakukan olahraga. Nyeri timbul pada otot yang banyak
melakukan aktivitas saat olahraga, dapat timbul langsung pasca
olahraga atau timbul 8-24 jam kemudian yang mencapai puncak
nyeri pada 24-72 jam pasca olahraga. Nyeri otot yang timbul
beberapa jam sampai beberapa hari pasca olahraga tersebut disebut
delayed onset muscle soreness (DOMS). Penyebab nyeri ini antara
lain penumpukan sisa pembakaran atau metabolisme otot yang
disebut asam laktat, kekurangan oksigen pada otot yang aktif, serta
pengaruh suhu tubuh yang meningkat pada saat olahraga. Biasanya
nyeri akan hilang dengan sendirinya setelah 5-7 hari. Jika timbul
nyeri tersebut sebaiknya beristirahat dahulu selama beberapa hari.
Setelah nyeri hilang dapat mulai melakukan olahraga dengan
intensitas ringan dahulu untuk kemudian ditingkatkan secara
bertahap. Perlu diingat untuk selalu melakukan latihan peregangan
dan pemanasan sebelum serta sesudah olahraga untuk mencegah
terjadinya cedera otot (Kissel, 2017).
2.1.3. Etiologi
Secara umum myalgia (nyeri otot) dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Overuse (Berlebihan) Myalgia (nyeri otot) disebabkan oleh kerusakan
mikro yang terjadi dalam sel-sel otot itu sendiri. Hal ini terjadi ketika
melakukan beberapa aktivitas dimana otot sebelumnya jarang digunakan
tiba-tiba harus melakukan kerja yang jauh lebih berat daripada biasanya
(Douglas, 2017).
2. Injury (Cedera) Myalgia(nyeri otot) disebabkan oleh ganguan
ultrastuktural dari myoflaments, terutama karena kerusakan jaringan ikat
otot itu sendiri. Biopsi otot yang diambil sehari setelah latihan keras sering
menunjukkan perdarahan dari filamen yang mengikat serat otot tersebut.
Rasa sakit kemudian dianggap sebagian besar karena kerusakan pada
jaringan ikat, yang pada gilirannya meningkatkan sensitivitas nociceptora
otot tersebut (reseptor nyeri), hal ini kemudian menyebabkan rasa sakit
pada saat otot-otot tersebut sedang digunakan. Ujung 7 saraf nociceptora
pada otot dan jaringan lain dilengkapi dengan banyak reseptor endogen
nyeri. Salah satunya adalah purinergic reseptor yang diaktivasi oleh
adenosin tripospat (ATP) dan vaniloid reseptor yang sensitif terhadap
penurunan pH. Reseptor purinergik di aktivitasi oleh kerusakan jaringan
yang disebabkan nekrosis sel yang diikuti pelepasan ATP. pH yang rendah
terdapat pada banyak kondisi patologis seperti iskemia dan inflamasi. Pada
level modull ar dan spiral lesi pada nyeri otot merangsang perubahan
neuroplastik yang menghasilkan hyprexcicitability dan hiperaktivitas
neuronn nociceptive.Keadaan tersebut menyebabkan nyeri spontan dan
hiperalgensia pada pasien. Transmisi dari myalgia akut menjadi kronis
ketika terjadi perubahan fungsional dan stuktural. Pasien dengan
perubahan morfologi dari sistem norciceptive sulit disembuhkan karena
dibutuhkan waktu (Mayo Clinic, 2017).
3. Myalgia akibat penyakit autoimun
Penyakit autoimun seperti rheumatoid arthitis dan lupus merupakan
kondisi dimana sistem imun menyerang jaringan/ organ tubuh. Selain
myalgia, penyakit autoimun umumnya juga disertai gejala berupa nyeri
tekan pada otot, kehilangan massa otot dan ruam yang tidak kembali ke
keadaan normal (Sambrook,2017).
4. Defisiensi Vitamin D
Myalgia dapat juga disebabkan oleh diet dan gaya hidup yang tidak sehat.
Vitamin memainkan peran penting dalam kesehatan. Vitamin D yang
secara alami dapat diperoleh dalam jumlah melimpah dengan berjemur di
sinar matahari pagi, turut berperan dalam membantu absorbsi kalsium.
Defisiensi vitamin D sering ditemui pada kelompok masyarakat yang
sebagian besar melakukan aktivitas didalam ruangan. Vitamin B12
berperan dalam produksi sel darah merah, perkembangan saraf dan
metabolisme karbohidrat, lemak serta protein. Vitamin ini banyak
ditemukan pada daging, ikan dan produk susu. Keuntungan vitamin tidak
hanya dapat menimbulkan terjadinya myalgia, namun juga mengarah
kepada gangguan kesehatan yang lebih serius (Sambrook,2017).
5. Obat-Obat yang Menginduksi Myalgia
Kelompok obat tertentu seperti statin (penurun kadar kolesterol) memiliki
efek samping berupa myalgia(nyeri otot). Hal ini khususnya terjadi ketika
pasien mulai mengkonsumsi obat tersebut atau ketika dosisnya mulai
dinaikkan. Pada beberapa kasus myalgia(nyeri otot) yang terjadi sedang
mengkonsumsi obat ini dapat juga menunjukkan bahwa otot-otot sedang
mengalami kehancuran, suatu situasi yang dapat mengarah kepada gagal
ginjal dan bahkan mengancam nyawa (Smithson, 2009). Selain
Zidovudine, Lithium, Vincristine, Cimetidin, Siklosporin juga
menyebabkan myalgia pada seluruh tubuh (Sambrook, 2017).
2.1.7. Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologis
Jika merupakan suatu gejala penyakit, pengobatan
utama ditujukan pada penyakit tersebut. 2. Meningkatkan
aliran darah atau suhu dalam otot membantu untuk mengurangi
akumulasi zat metabolik yang merugikan. Dapat dilakukan
dengan melakukan olahraga ringan, fisioterapi dan terapi
akupuntur. 3. Dapat beristirahat dan mengurangi aktivitas yang
memicu timbulnya nyeri. Hal ini dilakukan agar otot yang
cedera dapat mengalami pemulihan selama istirahat.
2. Farmakologis
Terapi pada penyakit myalgia adalah menggunakan
obat analgesik opium dan NSAID karena mempunyai
efektifitas yang relatif untuk meredakan nyeri dan Vitamin
untuk membantu melancarkan peredaran darah dan mengatasi
myalgia yang diakhibatkan oleh kekurangan vitamin.
3. Analgesik
a. Paracetamol Farmakodinamik: paracetamol digunakan sebagai
analgesik dan antipiretik. Paracetamol mengurangi produksi
prostaglandin yaitu suatu senyawa proinflamasi, tetapi
paracetamol tidak mempunyai efek antiinflamasi.
Farmakokinetik: Parasetamol yang diberikan per oral
kecepatan absorbsinya tergantung kecepatan pengosongan
lambung. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam
waktu 0,5-2 jam dan waktu paruh 1-3 jam. Dalam plasma 25%
paracetamol terikat protein plasma dan sebagian
dimetabolisme enzim mikrosom hati. Paracetamol
diekskresikan melalui urin (Siregar, 2018). Dosis : 3-4 dd 500
mg.
a. Tramadol Farmakodinamik:Tramadol kemampuan
analgesiknya cukup kuat, karena selain mengaktivasi
reseptor opioid, obat ini juga menghambat ambilan
kembali noradrenalin dan serotonin. Adanya
penghambat ambilan kembari noradrenalin dan
serotonin neural ini akan meningkatkan kadar
noradrenalin dan serotonin di celah sinaps, yang pada
akhirnya akan menurunkan sinyal nyeri aferen dan
amplifikasi sinyal inhibisi eferen.
2.2.3. Intervensi
SDKI (Standar Diagnosis keperawatan Indonesia)
Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcomes) yang diharapkan (SIKI, 2018).
1. Intervensi Nyeri akut
a. observasi
- lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
-
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intervensi Gangguan mobilisasi fisik
a. Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- monitor frekuensi sebelum memulai mobilisasi
- monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
- fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu misalnya
pagar tempat tidur
- fasilitasi melakukan pergerakan Jika perlu
- libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
c. Edukasi
- jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- anjurkan melakukan mobilisasi dini
- anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
misalnya duduk di tempat tidur duduk disisi tempat tidur
pindah dari tempat tidur ke kursi
2.2.4. Implementasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga
dan tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil
pada perencanaan (Sri Wahyuni, 2016)
Implementasi Nyeri akut
1. Observasi
- lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2.2.5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga
dan tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil
pada perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumardiyono, dkk. 2017. Kejadian Myalgia Pada Lansia Pasien Rawat Jalan.
Arif Muttaqin. (2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2018, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar