Kelompok 6 :
Puji syukur memanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan
hidayah nya dapat menyelesaikan makalah tentang “Analisis Keperawatan Sindroma Guillain
Barre (GBS)”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah KMB .
Pada kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih yang kepada Dosen mata kuliah
atas bimbingan nya. Kemudian kepada Orang tua kami yang telah membantu baik moril
maupun materi juga Rekan rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini
Menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, atau pun penulisan nya . Oleh karena itu mengharapkan kritik dan
saran yang sifat nya membangun, khusus nya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk yang lebih baik dimasa yang akan datang .
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
BAB IV PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga
kesehatan maupun masyarakat umum nantinya mengenai Guillain Barre Syndrom
(GBS).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gullaine Barre Syndrom (GBS) adalah gangguan yang jarang di tubuh anda, sistem
kekebalan tubuh menyerang saraf Anda. GBS adalah penyakit yang biasanya terjadi satu
atau dua minggu setelah infeksi virus ringan seperti sakit tenggorokan, bronkitis, atau flu,
atau setelah vaksinasi atau prosedur bedah. Untungnya, GBS relatif jarang terjadi, hanya
mempengaruhi 1 atau 2 orang per 100.000. Kelemahan dan mati rasa di kaki biasanya
merupakan gejala pertama. Sensasi ini dapat dengan cepat menyebar, akhirnya
melumpuhkan seluruh tubuh.
Parry mengatakan bahwa, Gullaine Barre Syndrom adalah suatu polineuropati yang
bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi
akut. Menurut Bosch, Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses
autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis (Japardi,
2002).
Gullaine Barre Syndrom merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang
diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas
tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik,
sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati
demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif,
paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun,
terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus
berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa
(Judarwanto, 2009).
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain Barre
Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang menyerang
sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi
kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan
sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi
menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon
sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic
polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious
Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre
Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih belum
dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak kasus, penyakit
ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti infeksi saluran pernafasan
dan saluran pencernaan. GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.
Insidensi kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1
sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas
atau infeksi gastrointestinal.
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada
dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre
menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar
30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.
Kondisi yang khas adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada
ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang
paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles
dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh
Campylobacter jejuni. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini
dapat disebabkan oleh adanya kelainan autoimun.
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa
minggu sebelum onset. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain : Infeksi, Vaksinasi, Pembedahan, Diare
Peradangan saluran nafas atas, Kelelahan, Demam, Kehamilan/ dalam masa nifas,
Penyakit sistematik: Keganasan systemic lupus erythematosus tiroiditis penyakit Addison
.
2.3 Manifestasi Klinis
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang
berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih
kembali. Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase progresif
2. Fase plateau
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati
baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat
kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama
dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada.
Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus,
serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang
meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses
penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien
langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain
mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase
penyembuhan.
3. Fase penyembuhan
1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP) yang merupakan jenis GBS yang
paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh
respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.
2. Sindroma Miller Fisher (MFS) merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan
bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa
terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala,
yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90%
kasus.
3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang
nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan
oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini
musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-
GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.
4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga
menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan
kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE) ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,
ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut
Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun
diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak,
seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis
BBE cukup baik
2.4 PATHWAY
Infeksi virus/bakteri
Vaksinasi
Penyakit Sistemik
Pembedahan/anastesi
Infiltrasi sel limfosit dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural
Makrofag mensekresi protease
Penimbunan komplek antigen, antibody pd pembuluh darah saraf tepi
Tramsmisiimpulssaraf
N. kranial
Fungsimotoric otonom
Gg
Krgbereaksinyasstemsrafsimpati
SarafPeriferd
Gg s, prasimpatis, prubahansnsori
Gg Fungsi Sraf
FngsiSrafIII,IV, VII, IX, X
VI
Paresthesia Paralislengkapototper Kerusakan
Patalispdwajah, - Gg frekuensijtgdanritme ransang defeksi
Diplopia (ksemutan)&klemahanotot napasantrkena
otoorofaringkesulitanbic - Prubahantekanandrah
kaki
ara, (hiperlemsitransien,
berkembangkeekstremitasata
kesulitanmenguyahdanm hipotensioistostatik
s, btangtubuh&ototwajah Insufisiensipernapa Gangguan eliminasi
gg. enelan san (konstipasi)
penglihatan Gg vasomotot
Gg
pemenuhannutris Kelemahanfisikumum,
Penurunancurahjtgkeotakdnjtg
patalisototwajah Resikotinggiggalpern
idancairan
apasan (ARDS)
Risikojatuh Kemampuanbatukm Penurunancurahjtgkeginjal
Resiko Nutrisi nrun
/ cidera
Kurang dr Sekresi mucus
Kebutuhan meningkat Penurunanfiltrasi glomerulus
Penurunan
tonus Perubahanest
ototsluruhtbu etikawajah Anuria
Sekresi mucus
h
masukkejlnnafa
RetensiUrin
sbawah
GangguanMobilita GangguanKo
s nsepDiri Penurunan
Resikotinggiinfe
Curah Jantung
ksijlnnapasbawa
hdanparenkinpa
ru
Ketidakefektifanbe
rsihanjalannapas
Pneumonia
Ketidakefektifa
npolanapas
2.5 Patofisiologi.
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh
infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit
ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling
berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang
membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat
bantu nafas sementara
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa
sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut
sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan
organisme pengganggu. Namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung
myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat
sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun
teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya
infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf,
sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing.Organisme tersebut kemudian
menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang
myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi
antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi
dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis.
Fungsinya sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu
selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus
plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini
akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan.
Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari
50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah
yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini,
sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap
adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi
yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan
bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan
mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya
membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan
berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh
antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan
hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang, transmisi
sinyal melambat, terblok, atau terganggu, sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal
ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan. Fase ini bersifat sementara, sehingga apabila
sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali
pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla
spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan
saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis,
menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat
diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila
selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf
yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal
ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai
demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2.
Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.
Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder;
hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus,
sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul
kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini
terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik,
karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung
myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada
penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-
saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf
kranialis dapat juga ikut terlibat.
terutama bila temuan klinis dan elektrodiagnostik memberikan hasil yang samar.
- Pemeriksaan lain
Beberapa pemeriksaan lain yang boleh dilakukan adalah Elektrokardiografi
(EKG) yang biasanya memperlihatkan hasil normal atau kebanyakan kelainan yang
ditemukan tidak diakibatkan oleh GBS sendiri. Pemeriksaan serum Kreatinin Kinase
biasanya normal atau meningkat sedikit. Tes fungsi respirasi atau pengukuran
kapasitas vital paru biasanya menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang
sedang berjalan (impending). Intubasi dan mekanisme ventilasi harus
dipertimbangkan ketika kapasitas vital berada dibawah 15 mL/kg/BB atau tekanan
oksigen pada arteri berada dibawah 70 mmHg. Biopsi otot tidak diperlukan dan
biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation
atrophy.
2.7 Penatalaksanaan
Saat ini, diketahui tidak ada terapi khusus yang dapat menyembuhkan penyakit GBS.
Penyakit ini pada sebagian besar penderita dapat sembuh dengan sendirinya. Pengobatan
yang diberikan lebih bersifat simptomatis. Tujuan dari terapi adalah untuk mengurangi
tingkat keparahan penyakit dan untuk mempercepat proses penyembuhan penderita.
Meskipun dikatakan sebagian besar dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan mengenai
waktu perawatan yang lama dan juga masih tingginya angka kecacatan / gejala sisa pada
penderita, sehingga terapi tetap harus diberikan:
a. Terapi Farmakologi
- Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengatakan bahwa
preparat steroid tidak memberikan manfaat sebagai monoterapi. Pemberian
kortikosteroid sebagai monoterapi tidak mempercepat penyembuhan secara
signifikan. Selain itu, pemberian metylprednisolone secara intravena yang
berkombinasi dengan imunoterapi juga tidak memberikan manfaat secara
signifikan dalam waktu jangka panjang.12, 13 Sebuah studi awal mengemukakan
pasien yang diberikan kortikosteroid oral menunjukkan hasil yang lebih buruk
daripada kelompok kontrol. Selain itu, sebuah studi randomisasi di Inggris dengan
124 pasien GBS menerima metylprednisone 500 mg setiap hari selama 15 hari dan
118 pasien mendapatkan placebo. Dalam studi ini tidak didapatkan pernedaan
antara kedua kelompok dalam derajat perbaikan maupun outcome yang lainnya.14
- Plasmaparesis
Plasmaparesis secara langsung mengeluarkan faktor-faktor humoral, seperti
autoantibody, kompleks imum, complement, sitokin, dan mediator inflamasi non-
spesifik lainnya. Plasmaparesis merupakan terapi pertama pada GBS yang
menunjukkan efektivitasnya, berupa adanya perbaikan klinis yang lebih cepat,
minimal penggunaan alat bantu napas, dan lama perawatan yang lebih singkat.
Dalam studi tersebut, plasmaparesis yang diberikan dalam dua minggu pada
pasien GBS menunjukkan penurunan waktu penggunaan ventilator (alat bantu
napas). Terapi ini melibatkan penghilangan plasma dari darah dan menggunakan
centrifugal blood separators untuk menghilangkan kompleks imun dan
autoantibody yang mungkin ada. Plasma kemudian dimasukan kembali ke tubuh
pasien dengan larutan yang berisis 5% albumin untuk mengkompensasi
konsentrasi protein yang hilang.1,2 Terapi ini dilakukan dengan menghilangkan
200-250 ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Dikatakan terapi plasmaparesis ini
lebih memberikan manfaat bila dilakukan pada awal onset gejala (minggu pertama
GBS). Keterbatasan plasmaparesis yaitu akses intravena memerlukan kateter
double-lumen besar melalui vena femoral atau vena subklavia internal.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: pneumothoraks, hipotensi,
sepsi,trombositopenia, hipokalsemia, dan anemia. Selama plasmaparesis penting
untuk memonitoring tekanan darah, nadi, dan jumlah cairan masuk dan keluar.
Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring CBC, elektrolit, PT, APTT, dan INR
satu atau dua hari bila ditemukan parameter koagulasi abnormal. Imunoglobulin
Intravena Pengobatan dengn immunoglobulin intravena (IVIg) lebih
menguntungkan dibandingkan dengan terapi plasmaparesis karena efek samping
dan komplikasi yang sifatnya lebih ringan. Penggunaan IVIg dapat memodulasi
respon humoral dalam menghambat autoantibody dan menekan produksi
autoantibody dalam tubuh, sehingga kerusakan yang dimediasi oleh komplemen
dalam diredam. IVIg juga memblok ikatan reseptor Fc dan mencegah kerusakan
fagositik oleh makrofag. Studi awal untuk menunjukkan respon IVIg pada GBS
pertama kali dilakukan oleh Dutch Guillai-Barre Syndrome Group dua decade
silam. Dalam studi ini, mereka membandingkan efikasi IVIg dan plasmaparesis
dalam 147 pasien dan tidak ada kelompok kontrol. Hasil studi ini menunjukkan
bahwa IVIg tidak hanya efektif dalam GBS tetapi juga jauh lebih efektif
dibandingkan plasmaparesis. Pada penelitian tentang terapi IVIg pada kasus GBS
pada anak yang dilakukan oleh Korinthenberg et al ditemukan bahwa pengobatan
dengan IVIg pada kasus GBS ringan tidak mengubah tingkat keparahan penyakit
tetapi dapat mempercepat perbaikan klinis penderita. Dosis optimal yang dapat
diberikan pada penderita GBS adalah 400 mg/kg yang diberikan selama 6 hari.
Efek samping yang muncul dalam penggunaan IVIg dikatakan ringan dan jarang
terjadi. Meskipun efek samping dikatakan ringan dan jarang terjadi, pemberian
pertama biasanya dimulai dengan kecepatan rencah yaitu 25-50 cc/jam selama 30
menit dan ditingkatkan secara progresif 50cc/jam setiap 15-20 menit hingga 150-
200 cc/jam. Efek samping ringan berupa nyeri kepala, mual, menggigil, rasa tidak
nyaman pada dada, dan nyeri punggung muncul pada 10% kasus dan mengalami
perbaikan dengan penurunan kecepatan infuse serta dapat dicegah dengan pre-
medikasi berupa acetaminophen, benadryl dan bila perlu methylprednisone
intravena. Reaksi moderate yang jarang terjadi meliputi meningitis neutropenia,
macular hiperemis pada telapak tangan, telapak kaki, dan badan dengan adanya
deskuaminasi. Sementara itu, reaksi berat dan jarang sekali muncul berupa
anafilaksis, stroke, infark miokardial akibat sindrom hiperviskositas.15
b. Terapi Suportif
Sebanyak 30% kasus GBS dapat mengalami gagal pernapasan, sehingga terapi
suportif yang baik menjadi elemen penting dalam terapi GBS. Umumnya pasien
GBS dimasukkan ke ruang intensif ataupun ruang pelayanan intermediet untuk
memungkinkan monitoring pernapasan dan fungsi otonom yang lebih intensif.
Penurunan expiratory forced vital capacities < 15 cc/kgBB ideal atau tekanan
inspirasi negative dibawah 60 cmH2O mengindikasikan bahwa pasien memerlukan
intubasi dan ventilator mekanik sebelum terjadi hipoksemia. Setelah duaminggu
penggunaan intubasi, perlu dipertimbangan dilakukannya trakeostomi. Pasien dengan
bed-ridden perlu diberikan profilaksis DVT berupa kaos kaki kompres atau
antikoagulan berupa heparin atau enoxaprin subkutan.Apabila terjadi kelompuhan
otot wajah dan otot menelan, maka perlu dipasang selang NGT untuk dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan penderita. Fisioterapi aktif juga diperlukan
menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan lagi fungsi alat gerak
penderita, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan melatih keseimbangan penderita.
Fisioterapi pasif dilakukan setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan
kekuatan otot penderita.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah adanya kelemahan, baik kelemahan
fisik secara umum ataupun lokalis seperti kelemahan otot-otot pernapasan
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pernapasan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Melemahnya otot pernapasan membuat klien berisiko lebih tinggi terhadap
hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang.Disfagia juga dapat timbul yang
dapat mengarah kepada aspirasi.Selain itu, kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah, kelainan dari fungsi kardiovaskuler yang dapat menyebabkan disritmia
jantung atau perubahan drastis yang dapat mengancam kehidupan dalam tanda-
tanda vital.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit lain yang pernah dialami klien yang memungkinkan hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi riwayat ISPA, infeksi
gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf. Selain itu obat-obatan yang dikonsumsi
klien juga dikaji seperti pemakaian obat kortikosteroid, antibiotik dan reaksinya
(untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perawat perlu mengakaji kondisi sakit dari generasi terdahulu, karena pada
beberapa pasien cenderung memiliki kondisi penyakit herediter.
e. Riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS)
Perawat perlu mengkaji apakah klien dulu pernah mengalami penyakit menular
seksual (PMS)
f. Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian ini dilakukan untuk memperoleh persepsi yang jelas tentang status
emosi, kognitif, dan perilaku klien.Mekanismekoping klien juga penting dikaji
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga
ataupun masyarakat, dan apakah klien dapat mendiskusikan masalah kesehatan
saat ini. Apakah klien merasa cemas dan timbul ketakutan akan kecacatan, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan timbul
pandangan terhadap dirinya yang salah.Selain itu, perlu juga dikaji dampak
perawatan terhadap status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Aktivitas dan Latihan
b. Pola istirahat dan Tidur
c. Pola Nutrisi dan Metabolik
d. Pola Eliminasi Urine dan Fekal
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi 6B dengan fokus pemeriksaan pada B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.
- B1 (Breathing)
Klien batuk, produksi sputum meningkat, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, takipnue (karena infeksi pernapasan), bradipnue (karena melemahnya
otot-otot pernapasan). Terdapat bunyi napas tambahan seperti ronkhi akibat
akumulasi secret dari infeksi saluran napas.
- B2 (Blood)
Gejala yang dapat diitemukan adalah bradikardi akibat penurunan
perfusiperifer.Tekanan darah didapatkan ortostatik hipotensi atau tekanan
darah meningkat (hipertensi transien) yang berhubungan dengan penurunan
reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
- B3 (Brain)
a. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pada klien GBS biasanya yaitu komposmentis.Tetapi
dapat pula terjadi penurunan kesadaran, dan penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring
pemberian asuhan keperawatan.
b. Fungsi serebri
Yang dikaji yaitu status mental klien, yaitu bagaimana penampilan klien
dan tingkah lakunya, gaya bicara dan ekspresi wajah klien, serta aktivitas
motorik klien dimana pada tahap lanjut dapat disertai penurunan tingkat
kesadaran. Biasanya status mental klien mengalami perubahan.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I :Tidak ada kelainan dan fungsi penciuman normal.
Saraf II : Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI : Penurunan kemampuan membuka dan menutup
kelopak mata, paralisis ocular
Saraf V : terdapat paralisis pada otot wajah sehingga mengganggu proses
mengunyah
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris
karena adanya paralisis unilateral
Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X : terdapat paralisis pada otot orofaring, kesukaran
berbicara, mengunyah dan menelan, sehingga mengganggu pemenuhan
nutrisi via oral
Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius,
kemampuan mobilisasi leher baik
Saraf XII : lidah asimetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi, indra pengecapan normal.
d. Sistem motoric
Kekuatan otot menurun, pada klien GBS tahap lanjut dapat terjadi
perubahan control keseimbangan dan koordinasi. Klien mengalami
kelemahan motorick secara umum sehingga mengganggu mobilitas fisik.
e. Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, TIK, dan dystonia
g. Sistem sensorik
Gejala yang ditemukan yaitu parestesia dan kelemahan otot kaki, dapat
berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah.Klien
mengalami penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu.
- B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem kandung kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume
haluaran urine
- B5 (Bowel)
Gejala yang biasa didapatkan yaitu mual muntah akibat peningkatan asam lambung.
Anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan
menyebabkan terjadinya penurunan pemenuhan nutrisi
- B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas
klien secara umum.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan progresif cepat otot-otot
pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
2 Ketidakefektifanbersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun
3 Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, dan konduksi listrik jantung
4 Gangguan menelan berberhubungan dengan paralisis serebri
5 Risiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan
6 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neoromuskular, penurunan
kekuatan otot, dan penurunan kesadaran
7 Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang
sensorik, transmisi, dan/atau integrasi sensori serta ketikmampuan berkomunikasi atau
berespons.
8 Koping individu dan keluarga tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, dan ketidakberdayaa
9 Cemas berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang buruk.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eleminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
√
Pindah
Makan dan minum √√
Gosok gigi √
Keterangan : Klien melakukan aktivitas dengan bantuan.
2. Pola Istirahat dan Tidur :
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Jumlah Jam Tidur Siang ± 1-2 jam/hari 30-45 menit
Jumlah Jam Tidur Malam ± 5-6 jam/hari ± 4-5 jam/hari
Pengantar Tidur - -
Gangguan Tidur - -
Terkadang merasa kebas
Perasaan Waktu Bangun Merasa segar pada bagian tangan dan
kaki.
4. Pola Eliminasi
Eliminasi Urin
Eliminasi Alvi
5. Pemeriksaan Fisik
Status Kesehatan Umum :
Keadaan/ penampilan umum: baik
Kesadaran : Compos mentis GCS: E:4, V:5, M:6
BB sebelum sakit : 50 Kg TB: 158 cm
BB saat ini : 47 Kg
Perkembangan BB : BB turun 3 Kg
Tanda – tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
N : 86x/menit
Suhu : 36,7 ᵒC
RR : 20x/menit
B1-B6 :
BI (Sistem Pernafasan): Bentuk dada simetris, klien tidak sesak, irama nafas teratur,
suara nafas normal : vesikuler.
B2 ( Sistem Kardiovaskuler): Tidak ada keluhan nyeri dada, irama jantung teratur,
CRT <3 dtk, N : 86x/menit TD : 130/90 mmHg.
B3 ( Brain): Kesadaran Komposmentis, klien tidak pusing, kebas pada area
ekstremitas atas dan bawah (tangan dan kaki)
Nervus III (Okulomotorius)
Tanggal 25/11/2019
Selamata Kuranglebih 1,5 cm
Pergerakanbulbus Bebas
Bentuk pupil Bulat
Besar pupil 3mm
Reflekcahaya +/pupil mengecil
Melihatkembar Tidak
Reflekterhadapkonfergens +
i
Nistagmus Tidak
Enoptalmus Tidak
Exoptalmus Tidak
Strabismus Tidak
Mata kiri Selamata Kuranglebih 1,5 cm
Pergerakanbulbus Bebas
Bentuk pupil Bulat
Besar pupil 3mm
Reflekcahaya +/pupil mengecil
Melihatkembar Tidak
Reflekterhadapkonfergens +
i
Nistagmus Tidak
Enoptalmus Tidak
Exoptalmus Tidak
Strabismus Tidak
Nervus IV (Trochlearis)
Tanggal 25/11/2019
Mata kanan Pergerakanmatakebawah – +
kedalam
Mata kiri Pergerakanmatakebawah – +
kedalam
Nervus VI (Abducen)
Tanggal 25/11/2020
Mata kanan Pergerakanmata lateral +
Melihatkembar Tidakada
Mata kiri Pergerakanmata lateral +
Melihatkembar Tidakada
Tanggal 25/11/2019
Mengerutdahi +
Tersenyum +
Mengangkatalis +
Menutupmata +
Rasa kecap 2/3 anterior lidah +
(asamdanmanis)
Nervus IX (Glossopharyngeus)
Tanggal 25/11/2019
Rasa kecap 1/3 anterior lidah (pahit) +
Nervus X (Vagus)
Tanggal 25/11/2019
Menelan -
Bicara +
3 4
2 2
Artinya :
- Tangan Kanan :Dapat melawan gravitasi,tapi tidak dapat melawan tahanan
pemeriksa.
- Tangan Kiri : Ada gerakan sendi,tapi tidak melawan gravitasi
- Kaki Kanan : Ada gerakan sendi,tapi tidak melawan gravitasi
- Kaki Kiri :Ada gerakan sendi,tapi tidak melawan gravitasi.
a. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama :Ny. Y No.RM :8763879
Umur :42 Tahun
Diagnosa medis :GBS
a. IMPLMENTASI KEPERAWATAN
Saran
Bagi Pasien
Diharapkan kepada pasien agar selalu bekerja sama dalam melakukan tindakan keperawatan.
Bagi Perawat
Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan harus sesuai kebutuhan klien, baik bio,
psiko, sosio dan spiritual klien.
DAFTAR PUSTAKA
Jan 2004P Sidarta Sidarta,P.2004.Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta. Penerbit
Dian Rakyat. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan
yang
Benar (Good Laboratory Practice). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik. http://dinkes.sumutprov.go.id/editor/gambar/file/Pedoman%20Praktik%
20Laboratorium%20Kesehatan%20yang%20Benar.pdf. diakses tanggal 22 Maret 2018.
Arnason Barry GW. Inflammatory polyradiculoneuropathies. In: Dyck PJ, Thomas PK,
Lambert EH. Peripheral neuropathies. Vol. II. USA: W. B. Saunders Company; 1975.
p.1111-48. Guillain-Barre Syndrome. [Update: 2009]. Available from:
http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm.
syndrome, G. (2020). Guillain-Barré syndrome: MedlinePlus Medical Encyclopedia,
https://medlineplus.gov/ency/article/000684.htm
Guillain-Barré syndrome - Diagnosis and treatment - Mayo Clinic. (2020), from
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/guillain-barre-syndrome/diagnosis-
treatment/drc-20363006
Guillain-Barré Syndrome. (2020). https://www.healthline.com/health/guillain-barre-
syndrome#treatment
syndrome, G. (2020). Guillain-Barré syndrome: MedlinePlus Medical Encyclopedia,
https://medlineplus.gov/ency/article/000684.htm
Guillain-Barré syndrome - Diagnosis and treatment - Mayo Clinic. (2020), from
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/guillain-barre-syndrome/diagnosis-
treatment/drc-20363006
Guillain-Barré Syndrome. (2020). https://www.healthline.com/health/guillain-barre-
syndrome#treatment