Disusun Oleh :
Dandy Kusuma Sahid
Galang Tegas Pambudhi
Merlinson Donianto G
Rona Caesardestiana A
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
e Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang menye
rang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa te
rjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan ota
k dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem sy
araf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurun
an respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf (Rahayu, 2013). Angka kejadian pe
nyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6 setiap 10.000- 40.000 penduduk. Perbedaan angka k
ejadian di negara maju dan berkembang tidak tampak. Kasus ini cenderung lebih bany
enunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus GBS dalam satu tahun deng
an berbagai varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM m
an disfungsi saraf otonom. Prognosis untuk pemulihan pada pasien GBS dapat digolo
ngkan cukup baik dengan gejala sisa minor, bagaimanapun tingkat kematian pada pen
yakit ini berkisar antara 2-12%, dan kegagalan napas merupakan komplikasi yang pali
ng mengancam nyawa dari penyakit GBS. Diperkirakan sepertiga dari pasien GBS dir
awat di ruang intensive care unit (ICU), dan banyak diantaranya yang membutuhkan v
entilasi mekanik. Pada fase kritis ini pasien berisiko akan komplikasi sistemik dengan
potensi morbiditas yang banyak dan mortalitas yang tinggi. Oleh karenanya, sangat pe
nting untuk mengetahui konsep penyakit GBS dan manajemen penanganannya untuk
mencegah komplikasi yang dapat terjadi dan mencegah kematian (Hu et al., 2012).
Adapun rumusan masalah zang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah
1.3 TUJUAN
Guillain Barre
Guillain Barre
1.4 MANFAAT
dan menerapkan Asuhan kegawatan pada klien dengan Sindroma Guillain Barre.
Asuhan kegawatan pada klien dengan Sindroma Guillain Barre dan dapat
yang ditandai dengan kelumpuhan, kelemahan otot, dan kehilangan refleks anggota gerak
secara asenden. GBS merupakan poliradikuloneuropati yang serius dan langka (Willison
motorik, namun dapat juga mengenai neuron sensorik dan otonom. Menifestasi klinis
tersering adalah paralisis flaksid di sertai menurunnya refleks tendon dalam, dan
keseluruhan gejala dapat pulih setelah beberapa minggu atau bulan. (Sukman tulus putra
dkk, 2014).
kali dijelaskan pada tahun 1859 (Tandel et al., 2016). GBS merupakan suatu kerusakan
sistem imun tubuh yang menyerang bagian dari sistem saraf perifer (Satoto dan Span-
Kar, 2013).
Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang menyerang
sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi
kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dan
sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi
menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon
sistem otot terhadap kerja sistem syaraf. Guillain-Barré syndrome ini memiliki beberapa
subtipe yaitu:
yang paling umum di Amerika Serikat dan Eropa, terhitung lebih dari 80% kasus, di
mana penyebab utamanya adalah respons inflamasi terhadap mielin. Sebagian besar
pasien pada awalnya menggambarkan gejala sensorik distal ringan, yang dapat
semua ekstremitas. Sebagian besar pasien mengalami penurunan atau tidak adanya
refleks. Dalam satu rangkaian besar hampir 500 pasien, semua pasien mengalami
kelemahan anggota badan secara bilateral. Pada 6%, kelemahan itu terbatas pada
kaki, dan pada 1% kelemahan terbatas pada lengan. Saat presentasi, 90% mengalami
refleks menurun atau tidak ada tapi akhirnya hal ini dicatat pada semua pasien.
Gejala memuncak dalam 2 minggu dalam 80%, dan dalam waktu 4 minggu di hampir
neuropati, paling banyak terjadi di China dan Jepang (50 - 60% kasus),
namunditemukan di negara-negara barat dengan frekuensi yang jauh lebih rendah (10
- 20% kasus). AMAN ditandai dengan degenerasi aksonal dimana akson tampaknya
menjadi target utama serangan kekebalan dan biasanya terjadi dalam 1-2 minggu
aksonal yang mirip dengan AMAN dengan pengecualian bahwa saraf sensorik juga
terlibat. Subtipe ini sangat sedikit (kurang dari 10% kasus AMAN) dan pola
patologinya sangat mirip dengan AMAN, termasuk kerusakan dan degenerasi akson,
berhubungan dengan jalur yang lebih parah dan prognosis yang lebih buruk. Tingkat
cedera akson seringkali lebih parah, sehingga menghasilkan presentasi klinis yang
lebih maju dan cepat (Zhong and Cai, 2007; Pasanen, 2015).
(Tandel et al., 2016). MFS adalah varian jarang GBS (sekitar 5%). Keterlibatan saraf
kranial sangat berbeda pada sindrom ini, dan saraf motor okulomotor, trokat, dan
ataksia, dan areflexia (Zhong and Cai, 2007). Meskipun jarang terjadi di Amerika
Utara dan Eropa (~5%), MFS menghasilkan sebanyak 20% sampai 25% kasus GBS
Penyebab pasti dari Gullaine Barre Syndrom (GBS) sampai saat ini masih belum
dapat diketahui dan masih menjadi bahan perdebatan. Tetapi pada banyak kasus,
penyakit ini sering dihubungkan dengan penyakit infeksi viral, seperti infeksi saluran
pernafasan dan saluran pencernaan. GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut
non spesifik. Insidensi kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% -
80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada
dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre
menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar
Kondisi yang khas adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada
ekstremitas yang pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang
paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles
dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh
Campylobacter jejuni. Tetapi dalam beberapa kasus juga terdapat data bahwa penyakit ini
Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi antara satu sampai beberapa
minggu sebelum onset. Etiologi GBS belum diketahui secara pasti namun GBS dapat
dipicu oleh infeksi pencetus pada 2/3 kasus, yang pada umumnya infeksi gastrointestinal
dan pernafasan.
1. Infeksi Pencetus
merupakan salah satu penyebab utama diare telah diakui di seluruh dunia sebagai
patogen yang paling sering untuk GBS (Zhong and Cai, 2007). C. jejuni secara
GBS, muncul pada sekitar seperempat pasien (Jasti et al., 2016). Hampir 25 -
40% dari pasien GBS di seluruh dunia menderita penyakit infeksi C. jejuni 1-3
minggu sebelumnya (Nyati and Nyati, 2013). Diperkirakan sekitar satu dari 1000
epidemiologi yang besar terhadap 100 pasien dengan GBS yang terjangkit C.
jejuni, interval waktu rata-rata dari onset diare dan perkembangan gejala
Yuki, 2013).
b. M. Pneumonia
Agen bakteri kedua yang paling sering ditemui untuk dikaitkan dengan GBS
pada pasien GBS berkisar secara signifikan (1-25%) namun tidak jarang terjadi
pediatrik, sekitar 20% pasien memiliki bukti baru-baru ini mengenai infeksi yang
c. Cytomegalovirus (CMV)
CMV adalah pemicu virus yang paling umum dari GBS, dengan prevalensi
berkisar antara 10% sampai 22% dalam beberapa penelitian pada pasien GBS
dimana CMV terkait GBS ditandai dengan keterlibatan yang menonjol dari
tengkorak dan sensorik saraf (Zhong and Cai, 2007). CMV adalah contoh
simpleks, HIV, dan lain-lain pada multivariat analisis menunjukkan bahwa pada
pasien GBS, infeksi EBV (10%) dan Mycoplasma pneumonia (5%) lebih sering
2. Vaksinasi
Kecuali vaksin rabies dini, pengembangan GBS setelah vaksinasi sangat jarang
dan rubella, virus hepatitis B, H. influenzae tipe b mungkin sangat rendah (Wakerley
and Yuki, 2013). Dalam hal ini pembuktian masih belum akurat karena manfaat
mengidentifikasi hubungan antara terjadinya GBS dan jenis HLA tertentu namun
tidak ada kesimpulan pasti yang belum tercapai mengenai faktor immunogenetic
2.1.3 Patofisiologi
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya
myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut demylinisasi.
Demylinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau
berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan
menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem
imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut
sebagai penyakit autoimun. Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus dan
antigen lain memasuki sel dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B
autoantibodi, yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel saraf
Pada GBS, terbentuk atibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap
adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi
yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan
bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan
mengeluarkan secret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya
membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan
berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh
antibody tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan
hancur secara bertahap. Saraf motoric, sensorik dan otonom akan diserang, transmisi
sinyal melambat, terblok atau terganggu sehingga mempengaruhi tubuh pederita. Hal ini
akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas serta kesulitan melakukan aktivitas
Kelemahan dan gangguan sensorik adalah gejala yang muncul paling umum (Tandel
et al., 2016). GBS biasanya dimulai secara tiba-tiba dengan distal, onset paraesthesia
relatif simetris dan segera diikuti oleh kelemahan ekstremitas progresif. Perkembangan
cepat, dengan 50% dari pasien mencapai titik nadir klinis oleh 2 minggu dan lebih dari
90% dengan 4 minggu (Meena et al., 2011). Umumnya ada kelemahan progresif motorik
naik dimulai pada tungkai bawah mulai dari kesulitan dalam berjalan kelumpuhan
kegagalan pernafasan serta kelumpuhan saraf wajah yang umum dan ada kemungkinan
terkait kelemahan bulbar dan oftalmoplegia (Tandel et al., 2016). Sekitar 80% -90%
pasien dengan GBS menjadi tidak berdaya selama sakit serta pasien GBS yang dirawat di
rumah sakit membutuhkan ventilasi mekanis karena kelemahan otot pernapasan atau
Gejala sensorik termasuk nyeri, mati rasa dan parestesia dimana nyeri biasanya
mempengaruhi punggung bawah dan bisa berat sedangkan mati rasa dan parestesia mulai
distal dan naik dengan cara yang sama dengan kelemahan motorik pada 80% pasien
1. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama) dan muncul pertama – tama
pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas ke lengan serta mengenai nervus
2. Kelemahan otot yang pertama – tama terasa pada lengan (tipe desenden) atau terjadi
sekaligus pada lengan dan tungkai akibat terganggunya transmisi impuls melalui
3. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus fasialis (pada bentuk yang
ringan).
4. Parestesia yang kadang – kadang mendahului kelemahan otot, tetapi akan menghilang
dengan cepat; keluhan ini terjadi karena tergangguanya transmisi impuls lewat radiks
saraf dorsalis.
transmisi impuls melalui radiks saraf motorik dan terkenannya nervus kranialis III,
6. Disfagia atau disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan otot yang dipersarafi
Menurut (Rahayu, 2013), diagnosa GBS ditegakkan berdasarkan riwayat dan hasil
tes kesehatan baik secara fisik maupun laboratorium. Berdasarkan riwayat penyakit
didapatkan data tentang obat-obatan yang biasa diminum, apakah ada riwayat konsumsi
alkohol, infeksi-infeksi yang pernah diderita sebelumnya, riwayat vaksinasi dan
pembedahan yang dilakukan pada orang tersebut sebelumnya, maka dokter akan
menyimpulkan apakah pasien menderita penyakit GBS. Tidak lupa juga riwayat penyakit
yang pernah diderita pasien maupun keluarga pasien misalnya diabetes mellitus, diet
yang dilakukan, semuanya akan diteliti dengan seksama hingga dokter bisa menarik
kesimpulan apakah orang terkena GBS atau penyakit lainnya. Pasien yang diduga
umumnya normal atau sedikit meningkat, leukosit umumnya dalam batas normal,
cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat
20% kasus, tetapi yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa
peningkatan jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik). Normalnya protein pada CSS yang
didapatkan dari pemeriksaan pungsi lumbal adalah 0,1-0,4 g/L. Teknik pungsi
lumbal yaitu pasien berbaring pada sisi kiri dengan tulang belakang fleksi maksimal
dan punggung tegak lurus terhadap tempat tidur. Suatu garis vertical yang melalui
krista iliaka, menunjukkan rongga L3/4 (paling sering digunakan). Setelah
membersihkan serta melakukan anastesi kulit dan jaringan subkutan dengan obat
anastesi local, masukkan jarum pungsi dengan sudut sedikit mengarah ke kepala
pasien. Rongga subaraknoid dikenali dari sedikit tahanan jaringan saat jarum
serebrospinal dapat diukur dengan manometer, dan sampel dapat diambil (biasanya
dalam tiga botol dan satu tabung fluoride untuk pengukuran glukosa).
Leukosit < 5 / μL
membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis pada kasus klnis sulit seperti pada pasien
yang mengalami nyeri yang ekstrim dan terutama dibutuhkan untuk mengklasifikasi
GBS ke dalam subtipe AMAN dan AIDP. EMG dievaluasi dengan memasukkan
jarum halus ke dalam otot untuk membandingkan jumlah aktivitas listrik yang ada
pada saat otot mengalami istirahat dengan saat terjadi kontraksi. Pemeriksaan EMG
namun dapat menunjukkan nilai normal pada beberapa hari awal setelah onset.
Jumlah sel CSF biasanya normal, namun pada beberapa pasien dengan selain GBS
infeksiosa, infeksi CMV, hepatitis viral, infeksi HIV, atau penyakit yang disebabkan
oleh virus yang mendahului penyakit ini dapat didokumentasikan menggunakan studi
serologis. Meningkatnya titer antibodi IgG atau IgA menjadi GM-1 atau GD- 1a
dapat ditemukan pada bentuk aksonal GBS. Antibodi anti-GQ-1b berhubungan erat
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan pada
penebalan pada radiks kauda equina dengan peningkatan pada gadolinium. Adanya
Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS dan hasil sensitif sampai 83% untuk GBS
akut. 10,11 Akan tetapi, pasien dengan tanda dan gejala yang sangat sugestif
Kematian dikarenakan GBS adalah karena masalah terkait penyakit atau komplikasi
sekunder yang berkembang di rumah sakit karena penyakit yang berkepanjangan (Meena
et al., 2011).
1. Kegagalan Pernafasan
Salah satu komplikasi yang paling parah pada pasien dengan GBS adalah
ventilasi mekanis. Waktu dari onset menuju awal masuk kurang dari 1 minggu,
mengangkat kepala dari bantal, dan atelektasis pada rontgen dada adalah faktor-
faktor lain yang terkait dengan kegagalan pernafasan dan perlu untuk ventilasi
Disfungsi otonom dapat terjadi pada sebanyak 70% pasien. Pemantauan EKG,
tekanan darah dan keseimbangan cairan sangat dianjurkan. Disfungsi otonom akut
pada pasien. Gangguan jantung dan hemodinamik adalah komplikasi yang paling
serius dan sering, tetapi pasien GBS juga sering mengalami dysautonomia fungsi
usus dan kandung kemih. Gangguan jantung dan hemodinamik diwujudkan sebagai
hipertensi, hipotensi postural, dan takikardia terjadi pada sebagian besar pasien GBS.
Pemantauan kardiovaskular harus terus dilakukan sampai pasien sudah mulai pada
perbaikan klinis atau jika pasien diperlukan ventilasi, sampai dukungan ventilasi
telah dihentikan. Gangguan denyut jantung dan tekanan darah tidak harus selalu
jika pasien GBS dinyatakan tidak parah atau dekat nadir klinis (Willison et al., 2016;
Retensi urin dapat terjadi hingga sepertiga dari pasien GBS. Disfungsi kandung
kemih sangat umum pada pasien GBS yang tidak berdaya dan memerlukan ventilasi
mekanis. Retensi urin kemungkinan sekunder pada saraf parasimpatik sakral dan
disfungsi saraf motorik pudendal, dan dapat dikelola dengan steril, tertutup sistem
heparin dan dukungan stoking direkomendasikan untuk pasien GBS yang tidak
berdaya sampai mereka bisa berjalan secara mandiri. Rekomendasi ini didasarkan
pada bukti bahwa heparin subkutan (5000 U setiap 12 jam) atau enoxaparin (40 mg
setiap hari) mengurangi kejadian DVT pada pasien medis akut dan pada pasien bedah
ortopedi dan urologi, dan bukti yang mendukung stoking juga mengurangi risiko
4. Nyeri
Nyeri adalah gejala yang umum terjadi pada pasien GBS, terjadi hingga 50%
dari semua pasien GBS, dan harus didiagnosis dan diobati segera. Nyeri dilaporkan
di sebagian besar pasien GBS dan harus ditangani secara agresif. Dalam satu studi
prospektif pasien GBS, 47% melaporkan nyeri yang menyedihkan, mengerikan, atau
menyiksa. Jenis nyeri yang paling umum adalah dalam, sakit punggung dan nyeri
tungkai bawah dan nyeri ekstremitas. Intensitas nyeri berkorelasi buruk dengan
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi umum dengan kelemahan otot termasuk pemantauan berkala pada fungsi paru dan
fisioterapi awal, rehabilitasi awal setelah peningkatan kekuatan otot dimulai dan
dukungan psikososial bagi pasien yang terkena dampak dan keluarga mereka (El-
Bayoumi et al., 2011). Penatalaksanaan GBS yang diberikan pada pasien GBS antara lain
1. Terapi Penunjang : Perawatan Intensive Care Unit (ICU) dan Mechanical Ventilation
Idealnya, semua pasien harus tetap di bawah pengamatan rumah sakit sampai
telah ditetapkan bahwa tidak ada bukti dari pengembangan klinis. Pasien harus
dirawat di Intensive Care Unit (ICU), di mana sumber daya yang memadai tersedia
untuk memantau jantung terus menerus dan pemantauan pernapasan. Pasien dengan
kelemahan yang sangat ringan dan kemampuan untuk berjalan secara independen
diperlukan pada pasien dengan setidaknya satu kriteria utama atau dua kriteria minor.
Kriteria utama adalah hiperkarbia (tekanan parsial karbon dioksida arteri,> 6.4 kPa
[48 mm Hg]), hipoksemia (tekanan parsial oksigen arteri ketika pasien sedang
menghirup udara ambien, <7,5 kPa [56 mm Hg]), dan kapasitas vital kurang dari 15
ml per kilogram berat badan, dan kriteria minor yang batuk tidak efisien, gangguan
menelan, dan atelektasis. Penilaian awal menelan akan mengidentifikasi pasien pada
dari saluran pencernaan mengurangi waktu bahwa pasien tetap pada ventilator (Yuki
2. Terapi Simptomatis
a. Analgesik
Dalam penelitian 75% dari pasien GBS diperlukan analgesik opioid oral atau
parenteral dan 30% dirawat dengan infus morfin intravena (kisaran, 1-7 mg/h).
kemih sehingga dokter harus hati-hati memantau efek samping tersebut (Burns,
2008).
fase akhir dari penyakit. Carbamazepine dan gabapentin dapat juga efektif dalam
mengendalikan rasa sakit yang parah dan berat (Zhong and Cai, 2007).
yang dilaporkan efektif untuk pengurangan nyeri pada pasien dengan GBS.
trisiklik) mungkin juga membantu dalam pengelolaan jangka pendek dan jangka
nonsteroid juga bisa dicoba sebagai pengobatan lini pertama, tetapi sering tidak
Pasien tidak bergerak beresiko sangat tinggi DVT dan emboli paru. Low
pneumatik atau stoking anti emboli, dianjurkan sampai pasien dapat berjalan
didasarkan pada bukti bahwa heparin subkutan (5000 U setiap 12 jam) atau
enoxaparin (40 mg setiap hari) mengurangi kejadian DVT pada pasien medis
akut dan pada pasien bedah ortopedi dan urologi, dan bukti yang mendukung
3. Terapi Kausatif
darah tubuh dan mengantinya dengan Fresh Frozen Plasma, albumin atau salin.
derajat keparahan penyakit, progresifitas dan lamanya waktu antara gejala pertama
IVIg bekerja dengan cara menghambat efek toksik dari CD8 killer T-Cell
pada myelin di saraf dan CD4 CD45RO+ T Cell, dan mereduksi jumlah total
mengurangi inflamasi pada sel. IVIg juga memblok ikatan reseptor Fc (gamma),
melalui infus, pemberian dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu 5 hari
untuk IVIg dan IgA defisiensi (terkait dengan reaksi anafilaksis untuk produk
darah). Efek samping dari IVIg mungkin ringan atau berat dan termasuk mual,
fungsi hati, tromboemboli vena, gagal ginjal akut dan anafilaksis (Tandel et al.,
60mg/ml yang diambil dari banyak donor, yang tersedia dalam kemasan 1
gram/20 ml vial dan 2,5 gram/50 ml, 5 gram/100ml dan 10 gram/200 ml.
terapi di mana darah dari pasien dilewatkan melalui perangkat medis yang
memisahkan plasma dari komponen lain dari darah. Plasma akan dibuang dan
diganti dengan larutan pengganti seperti larutan koloid misalnya, albumin atau
plasma atau kombinasi dari kristaloid / larutan koloid (Schwartz et al., 2016).
penyebab penyakit dan diganti dengan Albumin 5%, Fresh Frozen Plasma (FFP),
koloid atau kristaloid (Permenkes No. 91, 2015). Pada pengobatan dengan
5 sesi (40 – 50 ml/kg per sesi) dalam waktu 7 – 14 hari. Cairan pengganti yang
digunakan umumnya adalah 20% albumin 100 ml dalam Normal Saline 1000 mL
komplikasi yang lebih parah termasuk emboli paru, sepsis, dan syok anafilaksis
juga telah dilaporkan yang dirangkum dalam Tabel 2.2 (Sederholm, 2010;
Pangesti, 2015).
Selain terapi spesifik imunodulator (IVIG dan PE) terdapat terapi lain yang
neuroprotektan.
Tabel 2.2 Efek Samping dan Komplikasi PE Pada GBS (Sederholm, 2010)
c. Kortikosteroid
autoimun dan sekali diharapkan efektif untuk GBS. Namun, sebagian besar
percobaan menunjukkan tidak ada manfaat dari kortikosteroid. Sebuah uji coba
mempercepat pemulihan pasien GBS sedikit lebih dari IVIG saja. Ada laporan
lain menunjukkan bahwa kortikosteroid mungkin efektif terhadap rasa sakit dari
boleh digunakan sendiri dalam pengobatan GBS (Zhong and Cai, 2007).
Pasien GBS dengan gejala sisa neurologis dan cacat yang signifikan hampir
dibutuhkan karena dapat membatasi gejala sisa neurologis permanen pada pasien
terbatas di GBS
3) Ada kerusakan sawar darah-saraf di saraf yang terluka, dan obat-obatan saraf
diberikan selama fase akut dari penyakit ini cenderung mencapai serabut
4) Saraf dan intervensi neurotropik akan untuk jangka waktu terbatas (karena
2013).
Dalam hal ini vitamin B1, B6, dan B12 masuk dalam klasifikasi
kognitif, terutama pada populasi lanjut usia. Vitamin B6 dan B12 terlibat
dalam sianida diganti oleh kelompok metal dimana digunakan dalam pengobatan
Sindroma Guillain–Barre
Aspirasi
VC < 20 mL/kg
PImax < 30 cm H2O VC ≥20 mL/kg
atau PImax ≥ 30 cm H2O
PEmax < 40 cm H2O atau
Ya Yidak atau PEmax ≥ 40 cm H2O
penurunan < 30% dari atau
batas VC (Vital VC stabil
capacity)
Intbasi di
ICU
pemantauan terus menerus terhadap ancaman gangguan gagal napas akut yang
melalui pemantauan EKG dan mengobservasi klien terhadap tanda thrombosis vena
provunda dan emboli paru – paru, yang sering mengancam klien imobilisasi dan
a. Keluhan utama
Kelemahan otot baik kelemahan fisik secara umum maupun local seperti
kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah.
Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap.
komprehensifnya pengkajian.
d. Pengkajian psikososiospiritual
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien.
e. Pemeriksaan fisik
Pada klien dengan GBS biasanya suhu tubuh normal. Penurunan denyut
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan serta akumulasi
1) B1 (Breathing)
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambah seperti
ronkhi pada klien dengan GBS berhubungan akumulasi secret dari infeksi
saluran napas.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular pada klien GBS menunjukan
3) B3 (Brain)
ekspresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien GBS tahap lanjut
mengalami perubahan.
yaitu pada saraf III, IV, VI terjadi penurunan kemampuan membuka dan
e) Pengkajian refleks
suhu
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
g) AMPLE
A : Alergi
GBS alergi terhadap vaksin Pfizer karena menurut CDC kebanyakan orang
kerusakan saraf permanen dan ada sekitar 233 laporan awal yang
yeng dimana tujuannya untuk memproduksi plasma baru yang sehat dan
history)
Penderita GBS biasanya pernah atau sedang mengalami ISPA, infeksi gastr
Biasanya pada penderita GBS akan diberikan makanan yang kaya dengan
up to iliniess or injury)
Pada penderita GBS factor yang dapat menyebabkan penyakit GBS antara
lain :
1) Usia
2) Jenis Klamin
3) Menggidap HIV
4) Infeksi Mononnuklear
f. Pemeriksaan diagnostic
perkembangan gejala klinis dan tidak ada satu pemeriksaanpun yang dapat
Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya dengan
impuls sepanjang serabut saraf. Sekitar 25% orang dengan penyakit ini
Telah ditunjukan bahwa suatu perubahan respon imun pada antigen saraf perifer
an kasus
akut di seluruh dunia. GBS sampai saat ini didasari oleh proses a
(GBS)
OPERASIONAL Sumedang
2.2.5 SOP
I. PENGERTIAN Sindrom Guillain Barre adalah penyakit dimana sistem
dapat
pernapasan.
baik.
atas
ditandai arefleksia
X)
1. CIDP
2. Mielitis Transversa
3. Poliomielitis
4. Multipel Sklerosi
D. Pemeriksaan Penunjang Sindrom Guillain Barre
1. Laboratorium
Ureum/kreatinin
Elektrolit
2. Lumbal pungsi
E. Tatalaksana
1. Tirah baring
3. Oksigen 3-5lpm
4. Infus RL
5. Pasang NGT
nafas
BAB III
3.1 Simpulan
neuron motorik, namun dapat juga mengenai neuron sensorik dan otonom.
refleks tendon dalam, dan keseluruhan gejala dapat pulih setelah beberapa
3.2 Saran
arre syndrome.
2. Saran untuk institusi dalam mata ajar mengembangkan gawat darurat haru
n barre syndrome.
Daftar pustaka
aureus Bacteremia.
Nyati, Kishan Kumar and Nyati, Roopanshi. 2013. Review Article Role of
Parry, Gareth J., and Steinberg, Joel S., 2007. Guillain-Barré Syndrome: From
http://dx.doi.org/10.1016/j.ehmc.2014.12.005.
Satoto, Prof.Darto dan. Dr. SpAn-KAR., 2013. Saraf Perifer Masalah dan
Willison, Hugh J., Jacobs Bart C, and Van Doorn, Pieter A. 2016. Guillain-Barré