Oleh:
Pembimbing :
2022
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing : Dr. dr. Vauline Basyir, Sp.OG (K), Subsp. KFM (K)
Dr. dr. Vaulinne Basyir, Sp.OG (K), Subsp. KFM (K) dr. Irfan Kurnia
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
2.1. DEFINISI.................................................................................................4
2.2. Patogenesis...............................................................................................4
2.4. Diagnosis..................................................................................................8
2.6. Penatalaksanaan.....................................................................................12
BAB III..................................................................................................................15
KESIMPULAN.....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
1
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan suatu penyakit autoimun
multiorgan yang utamanya menyerang wanita usia reproduktif. Interaksi antara
LES dan kehamilan merupakan suatu kepentingan klinis. Kehamilan dapat
membuat pasien rentan terhadap lupus flare, terutama jika penyakitnya tidak
terkendali secara memadai saat onset konsepsi. Umumnya direkomendasikan
bahwa penyakit telah tenang selama setidaknya enam bulan (beberapa ahli
menyarankan satu tahun pada kasus lupus nefritis) sebelum diperbolehkan hamil.
SLE memberi pengaruh terhadap kehamilan diantaranya dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas fetus, kelahiran preterm, Intrauterine Growth
Restriction (IUGR). Risiko terjadinya preeklampsi juga meningkat pada pasien
SLE. Hal ini meningkat 2 hingga 4 kali lipat dibanding populasi secara umum.
Hal ini dapat memberat jika pasien sebelumnya memiliki riwayat pre-eklampsi.
Komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan dengan SLE adalah lupus flares,
penurunan fungsi ginjal, memperburuk dari gejala hipertensi, meningkatkan resiko
preeklampsi, dan komplikasi pada janin biasanya menyebabkan keguguran,
kelahiran preterm dan sindrom lupus neonatal.
2.2. Patogenesis
Beberapa faktor pencetus yang dilaporkan menyebabkan kambuhnya SLE
adalah, stress fisik maupun mental, infeksi, paparan ultraviolet danobat-obatan.
Obat-obatan yang diduga mencetuskan SLE adalah procainamine, hidralasin,
quidine dan sulfazalasine. Pada SLE ini sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen.
Target antibodi pada SLE ini adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel,
dinding sel,sitoplasma dan partikel nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat
berbagai macam sel yang dikenali sebagai antigen maka akan muncul berbagai
macam autoantibodi pada penderita LES. Peran antibodi antibodi ini dalam
menimbulkan gejala klinis belum jelas diketahui,beberapa ahli melaporkan
kerusakan
4
organ/sistem bisa disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui
pembentukan komplek imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem
komplemen untuk melepaskan C3a dan C5a yang merangsang sel basofil untuk
membebaskan vasoaktif amin seperti histamin yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskuler yang akan memudahkan mengendapnya kompleks imun.
Pembentukan kompleks imun ini akan terdeposit pada organ/sistem sehingga
menimbulkan reaksi peradangan pada organ/sistem tersebut. Sistem komplemen
juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan memperberat kerusakan
jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan manifestasi klinis SLE
tergantung dari organ/sistem mana yang terkena. Pada plasenta proses tersebut
akan menyebabkan terjadinya vaskulitis desidua (Cunningham, 2014).
6
aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi
radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada
organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus
koroideus, kulit dan sebagainya (Yamamoto, 2016).
7
2.4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis SLE hendaknya dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta penunjang diagnosis yang cermat sebab manifestasi SLE
sangat luas, dan seringkali mirip dengan penyakit lainnya terutama pada
saja maka diagnosis SLE sudah dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah:
8
hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
8 Gangguan Neurologi a. Kejang yang timbul spontan tanpa adanya
obat-obat yang dapat menyebabkan atau
kelainan metabolik seperti uremia,
ketoasidosis, dan gangguan keseimbangan
elektrolit atau
b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya
obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelainan metabolik seperti uremia,
ketoasidosis dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
9 Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau
b. Leukopenia, kurang dari 4000/mm3 pada 2x
Hematologi pemeriksaan atau lebih atau
c. Limfopenia, kurang dari 1500/mm3 pada 2x
pemeriksaan atau lebih atau
d. Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3
tanpa adanya obat yang mungkin
menyebabkannya.
10 Gangguan Imunologi a. Adanya sel LE atau
b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA
dengan titer abnormal atau
c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen
inti atau otot polos atau
d. Uji serologis untuk sifilis yang positif semu
selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat
oleh uji imobilisasi Treponema pallidum atau
uji fluoresensi absorbs antibodi treponema.
11 Antibodi antinuclear Titer abnormal antinuclear antibodi yang diukur
dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain yang
positif(ANA) setara pada waktu yang sama dan dengan tidak
adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindroma
lupus karena obat.
10
pada ibu penderita LES, terbentuk pula antibodi maternal seperti antibodi terhadap
membran phospolipid sel yang bermuatan negatif yang lebih dikenal sebagai
antibody antifosfolipid (APL). Terdapat dua jenis APL yang berperan penting
pada LES yaitu lupus anti coagulant (LAC) dan antibodi anti kardiolipin (ACL).
Kedua jenis antibodi ini telah diketahui berhubungan dengan kejadian abortus
habitualis pada wanita hamil tanpa kelainan ginekologis atau gangguan fertilitas
yang jelas.
Dengan demikian secara ringkas dapat disimpulkan bahwa terjadinya
abortus spontan atau kematian janin sangat mungkin disebabkan oleh vaskulitis
desidual plasenta, diathesis trombotik akibat pengaruh LAC dan ACL,
trombositopenia serta hipokomplementemia pada calon ibu penderita LES.
Kelainan di atas akan menyebabkan berkurangnya ukuran berat plasenta, dan
penebalan membrane basalis trofoblas yang akan mengganggu aliran darah ke
arah plasenta sehingga menyebabkan terjadinya deprivasi janin sampai abortus
atau kematian janin.
Wanita penderita LES juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
melahirkan bayi dengan sindroma lupus neonatal (SLN), bahkan lama sebelum
mereka sadari. SLN berhubungan dengan terjadinya perlintasan transplasental dari
antibodi IgM terhadap protein ribonuklear janin seperti Anti-Ro (SS-A), Anti-La
(SSB) dan Anti-RNP. Gejala klinik yang paling sering dijumpai pada SLN adalah
lesi kutaneus lupus subakut yang bersifat fotosensitif, sedangkan blok jantung
kongenital relatif jarang dijumpai. Namun demikian, pada beberapa kasus dapat
dijumpai pula manifestasi kelainan tersebut secara bersamaan.
Wanita penderita LES umumnya tidak mengalami gangguan dalam fungsi
reproduksinya dan dapat mengalami kehamilan kecuali jika penyakit yang
dideritanya telah sangat berat dan aktif. Gangguan fertilitas pada wanita penderita
LES lebih berhubungan dengan keterlibatan organ vital terutama ginjal. Kelainan
organ vital merupakan kontraindikasi bagi wanita penderita LES untuk hamil.
Dengan berkembangnya penatalaksanaan LES seperti yang umum digunakan
sekarang, prognosis penderita LES saat ini jauh lebih baik dibandingkan masa
lalu. Saat ini kemungkinan untuk hamil dan melahirkan normal meningkat.
Walaupun pada eksaserbasi LES selama kehamilan menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas ibu terutama pada masa peripartum.
11
Prognosis ibu pada penderita LES lebih banyak ditentukan pada saat
konsepsi. Bila konsepsi pada masa tenang, prognosisnya lebih baik. Hal ini bisa
dicapai dengan manipulasi terapeutik selama beberapa bulan sebelum konsepsi.
Selama ini dilakukan evaluasi klinis dan laboratorium secara ketat. Pada penderita
LES yang ingin hamil, kehamilan ditunda selama minimal 6 bulan dalam kondisi
terkontrol, sebelum konsepsi dilakukan (Gluhovschi, 2015).
Pengaruh kehamilan terhadap LES pada janin adalah adanya kemungkinan
peningkatan resiko terjadimya congenital heart block sebesar 2%. Kejadian ini
berhubungan dengan adanya antibodi anti Ro/SSA atau anti La/SSB. (Diagnosis
dan pengelolaan lupus eritematosus sistemik (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2011).
2.6. Penatalaksanaan
Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan SLE dengan kehamilan
yaitu:
1. Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit SLE
2. Plasenta dan fetus dapat menjadi target dari autoantibodi maternal
sehingga dapat berakhir dengan kegagalan kehamilan dan terjadinya
lupus eritemtousus neonatal.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara ahli kebidanan dan
ahli penyakit dalam dalam merawat penderita SLE yang hamil. Pada umumnya
penderita SLE mengalam fotosensitifitas, sehingga disarankan untuk tidak terlalu
banyak terpapar sinar matahari. Mereka disarankan untuk menggunakan krem
pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan berjalan
dibawah sinar matahari. Karena infeksi mudah terjadi maka penderita juga
dinasehatkan agar memeriksakan diri bila mengalami demam. Pada penderita
yang akan menjalani prosedur invasif diberikan antibiotika profilaksis. Modalitas
utama pengobatan SLE adalah pemberian kortikosteroid, anti inflamasi non
steroid, aspirin, anti malaria dan imunosupresan.
Pemberian kostikosteroid memiliki peran yang sangat penting pada
kehamilan dengan SLE karena tanpa kortikosteroid sebagian besar penderita SLE
yang hamil akan mengalami eksaserbasi. Pemakaian kortikosteroid jangka
panjang
12
seperti prednison, prednisolon, hidrokortison pada kehamilan umumnya aman,
oleh karena glukokortikoid itu segera akan mengalami inaktifasi oleh enzim 11-
beta- hidroksidehidrogenase menjadi metabolik 11-keto yang inaktif, sehingga
hanya 10% dari dosis yang dipakai dapat memasuki janin. Pada manifestasi klinis
SLE yang ringan umumnya diberikan prednison oral dalam dosis rendah 0,5
mg/kgBB/hari sedangkan pada manifestasi klinis yang berat diberikan prednison
dosis 1 mg- 1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1
gram atau 15 mg/kgBB selama 3-5 hari dapat dipertimbangkan untuk mengganti
glukokortikoid oral dosis tinggi atau pada penderita yang tidak memberikan
respon pada terapi oral. Setelah pemberian glukokortikoid selama 6 minggu, maka
harus mulai dilakukan penurunan dosis obat secara bertahap, 5-10% setiap
minggu bila tidak timbul eksaserbasi akut. Bila timbul eksaserbasi akut dosis
harus dikembalikan seperti dosis sebelumnya. Pemakaian glukokortikoid yang
berkepanjangan pada waktu hamil dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, ketuban pecah dini, diabetes gestasional,
hipertensi,dan osteoporosis.
13
Warfarin Tidak (masih pertimbangan) Boleh
Heparin Boleh Boleh
Aspirin dosis rendah Boleh Boleh
Tabel 3. Obat-obatan pada kehamilan dan menyusui. (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011)
BAB III
15
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
17
4. Arif KA, Mato R, Adi N. Faktor-faktor yang mempengaruhi abortus pada ibu
hamil di wilayah kerja Buton Utata. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnostik.
2014.
5. Baek KH, Lee EJ and Kim YS. 2007. Recurrent pregnancy loss: the key
potential mechanisms. TRENDS in Molecular Medicine Vol.13 No.7.
6. Bertias G, Sidiropoulos P, Boumpas DT. 2000. Systemic Lupus
Erythematosus: Treatment – Renal Invelotment. Rheumatology. Philadelphia:
Mosby Elsevier.
7. Boletis JN, Marnaki S, Skalioti C. Rituximab and Mycophenolate Mofeil For
Relapsing Moliferative Lupus Nephritis : A Long Term Prospective Study.
Nephrol Dial Transplant; 2009 24: 2157-2160
8. Brent LH, Hamed FA. Lupus Nephritis. In: James K, Blom, eds. Lupus
Erythematosus. 12th ed. Washington, PA: Lippincott Williams and Wilkins;
2008: 849-67
9. Brunner HI, Gladman DD, Ibañez D, Urowitz MD, Silverman ED. Difference
in disease features between childhood-onset and adult-onset systemic lupus
erythematosus. Arthritis Rheum. Feb 2008;58(2):556-62
10. Cohn D. M, Goddi JN M., Middeldorp S . Korevaar J . Dawood CF ,
Farquharson R. G. 2010. Recurrent miscarriage and antiphospholipid
antibodies: prognosis of subsequent pregnancy. Journal of Thrombosis and
Haemostasis, 8: 2208–2213
11. Cunningham, F. Gary. 2014. Obstetri Williams. Ed. 24. Jakarta: EGC
12. ESHRE Early Pregnancy Guidline Development Group 2017. Recurrent
Pregnancy Loss. Guideline of the European Society of Human Reproduction
and Embryology
13. Gluhovschi C, Gluhovschi G, Petrica L, Velciov S, Gluhovschi A. 2015.
Pregnancy Associated with Systemic Lupus Erythematosus:Immune Tolerance
in Pregnancy and Its Deficiency in Systemic Lupus Erythematosus—An
Immunological Dilemma. Hindawi Publishing Corporation Journal of
Immunology Research.
14. Hachem H, Crepaux V, Panloup PM, Descamps P, Legendre G, Bouet PE .
2017. Recurrent pregnancy loss: current perspectives. International Journal of
Women’s Health 2017:9 331–345
18
15. Hugh RB, Yvonne M, O’Meara, Barry MB. Glomerular Disease. 2005.
Harrison Principles Of International Medicine ed 16th. Vil II. McGraw-Hill
Medical Publishing Division.
16. Jeve Y B. Davies W. 2014. Evidence-based management of recurrent
Miscarriages. Journal of Human Reproductive Sciences /Volume 7 /Issue 3
17. Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
18. Kemenkes RI. 2015. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
19. Laskari K. Mavragani P. 2010. Tziofag Moustopoulys M. Mycephenolat
Mofeil as Maintenance therapy for Proliferative Lupus Nephritis: a Long term
obervasitional prospective study arthritis reasearch & therapy
20. Lateefa A and Petri M. 2013. Managing lupus patients during pregnancy. NIH
Public Access. Best Pract Res Clin Rheumatol
21. Martaadisoebrata, Djamhoer. 2013. Obstetri Patologi. Ilmu Kesehatan
Peoroduksi. Edisi 3. Jakarta:EGC.
22. Mishra VN, Nalini Mishra, Devanshi. Antiphospholipid antibody syndrome
(APAS). 2012. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine l Vol. 13, No. 4l
23. Mok C C, Wong R W S. 2001. Pregnancy in systemic lupus erythematosus.
Postgrad Med J 2001;77:157–165
24. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia
25. Prawiroharjo, S., Abortus Habitualis. Dalam: Wiknjosastro, Saifuddin AB.,
eds. Ilmu Kebidanan 3rd. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2010, 309–10.
26. Rahman A, Isenberg DA. Systemic lupus erythematosus. N Engl J Med.
2008;358(9):929-39
27. Regan, L. Raj Rai. 2000. Epidemiology and the medical causes of miscarriage.
BaillieA re's Clinical Obstetrics and Gynaecology. Harcourt Publishers Ltd.
28. Santosa TS, Iequeb AL, Carvalhoa HC, Sellf AM, Lonardonid MVC,
Demarchid IG, Netoe QAL, Teixeirac JJV. 2017. Antiphospholipid syndrome
and recurrent miscarriage: A systematic review and meta-analysis. Journal of
Reproductive Immunology. 123 (2017) 78–87
19
29. Schur PH. General symptomatology and diagnosis of systemic lupus
erythematosus in adults. (Letter). 2005:60: 125
30. Sidiropoulos P et al. Lupus nephritis flares. Lupus 2005;14: 49-52
31. Sudoyo AW et al. Nefritis lupus. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3.
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam UI, 2007
32. Waldman M, Appel GB. Update on the treatment of lupus nephritis.Kidney Int
2006; 70 : 1403-12
33. Vasuvedan AR, Ginzler EM. 2000. Clinical feature of Sistemic Lupus
Erythematosus. Rheumatologiy. Philadelphia: Mosby Elsevier.
34. Yamamoto Yuriko, Aoki Shigeru. 2016. Systemic lupus erythematosus:
strategies to improve pregnancy outcomes. International Journal of Women’s
Health
20