Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

HIRSCHSPRUNG DISEASE
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada stase keperawatan anak

EKA SULISTIANI
NPM.220110150075

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVIII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
I. Definisi

Hirschsprung Disease (HD) merupakan penyakit yang terjadi pada usus,


dan paling sering pada usus besar (colon). Secara ritmis,Otot pada usus
normalnya akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung,
saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak
ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi
fisiologis seharusnya (Surya, Putu Ayu Ines Lassiyani, 2015).
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan perkembangan sistem saraf enterik
yang ditandai dengan tidak adanya sel-sel ganglion di pleksus mienterika dan
submukosa dari usus bagian distal, yang mengakibatkan kurangnya peristaltik
dan obstruksi usus fungsional (Langer, 2013).

II. Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan
merupakan penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada
neonatus. Penyakit yang lebih sering ditemukan memperlihatkan predominasi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Insidens
penyakit Hirschsprung bertambah pada kasus-kasus familial yang rata-rata
mencapai sekitar 6% (berkisar antara 2-18%. Penelitian yang dilakukan Iqbal
dkk. (2010) di Rumah Sakit Sheikh Zayed, Pakistan menunjukkan proporsi
penyakit Hirschsprung lebih tinggi pada anak laki-laki (70,59% ; 12 dari 17
orang) daripada anak perempuan (29,41% ; 5 dari 17 orang). Penelitian tersebut
juga menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih banyak ditemukan
pada umur < 2 tahun (58,83% ; 10 dari 17 orang) dibandingkan dengan umur >
2 tahun (41,17% ; 7 dari 10 orang)

III. Anatomi dan Fisiologis


Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari
sekum, kolon, dan rectum. Dimana diameter usus besar lebih besar daripada
usus kecil. Semakin ke bawah menuju rectum, diameternya akan semakin kecil.
Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus
besar lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun
semakin dekat dengan anus diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi
menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus
dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal
dari usus besar ke dalam usus halus.

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air
dan elektrolit. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa feses yang sudah terdehidrasi sampai berlangsungnya defekasi. Kolon
mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir feses yang
dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya
terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang
terlepas, dan mineral yang tidak terabsorpsi.

Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan
elektrolit. Selain itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan
mendorongnya keluar. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom.
Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa
(Meissner’s) dan pleksus myenteric (Aurbach’s) pada usus besar bagian distal.
Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit yang
disebut Hirschsprung’s Disease (Henna, Sheikh, Shaukat, & Nagi, 2011).
IV. Etiologi
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian
atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal.
Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat
dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke
dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding
usus. Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan
dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3.

V. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikan. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang ketika
mekonium dapat dikeluarkan dengan segera.
Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat
disebabkan oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna
hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain
dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis
netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Enterokolitis merupakan
ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung yang
dapat menyerang pada usia berapa saja namun, yang paling tinggi terjadi pada
saat usia dua hingga empat minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia
satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk,
dan disertai demam.

VI. Pemerikasaan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami
obstipasi. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka
feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan tampak perut
anak sudah kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
bau dari feses, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus bagian
bawah dan akan terjadi pembusukan
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada
penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya
pemeriksaan enema barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting
untuk mendeteksi penyakit Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada
foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah,
meski pada bayi masih sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga
tanda khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal
daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran
lumen di proksimal daerah transisi. Apabila dari foto barium enema tidak
terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan
dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang
membaur dengan feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita
yang tidak mengalami Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Diagnosis patologi-anatomik penyakit Hirschsprung dilakukan
melalui prosedur biopsi yang didasarkan atas tidak adanya sel ganglion pada
pleksus myenterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Di
samping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf
(parasimpatik). Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi apabila
menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu
enzim yang banyak ditemukan pada serabut saraf parasimpatik. Biasanya
biopsi hisap dilakukan pada tiga tempat yaitu dua, tiga, dan lima sentimeter
proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, maka
dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam
laporannya, Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa
ada hasil negatif palsu dan komplikasi.
d. Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan
objektif yang mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang
melibatkan sfingter anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal
dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis

meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki dua komponen dasar yaitu
transuder yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter
mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer. Beberapa hasil
manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah
hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang
terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak
berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna
setelah distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya relaksasi
spontan.
Gambar 2.6 (a) Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa
penyakit Hirschsprung sedangkan
2.6 (b) menunjukkan hasil pemeriksaan manometri anorektal pada
penderita penyakit Hirschsprung.
e. Tes mengukur kekuatan otot usus
Pada prosedur ini, dokter akan menggunakan alat khusus berupa balon dan
sensor tekanan untuk memeriksa fungsi usus.
f. Biopsi
Dokter akan mengambil sampel jaringan usus besar, yang selanjutnya
akan diperiksa di bawah mikroskop

VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Hirschsprung saat ini hanya dapat dilakukan
dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi untuk
menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau
pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika
dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan
mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh. Penanganan bedah pada
umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan pembuatan
kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif. Tahap pertama
dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan
kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan
distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah
dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang
ganglionik dengan bagian bawah rektum. Dikenal beberapa prosedur tindakan
definitif yaitu prosedur Swenson’s sigmoidectomy, prosedur Duhamel, prosedur
Soave’s Transanal Endorectal PullThrough, prosedur Rehbein dengan cara
reseksi anterior, prosedur Laparoskopic Pull-Through, prosedur dan prosedur
miomektomi anorektal. Setelah diagnosis penyakit Hirschsprung ditegakkan
maka sejumlah tindakan praoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila
penderita dalam keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi
dan resusitasi dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan
pipa lambung. Apabila sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis
maka cairan resusitasi cairan dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik
broad spektrum secara ketat kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi
usus.
VIII. Pengkajian
Data Subjektif dan Data Objektif
 Muntah-muntah dengan cairan berwarna coklat atau hijau
 Perut buncit
 Rewel
 Mudah merasa lelah
 Perut kembung dan kelihatan buncit
 Sembelit yang terjadi dalam jangka panjang (kronis)
 Kehilangan nafsu makan
 Berat badan tidak bertambah
 Tumbuh kembang terganggu

IX. Komplikasi
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas :
 Kebocoran anastome
 Stenosis
 Enterokolitis
Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia
mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-
perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin,
kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium
difficile atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya
enterokolitis.
 Gangguan fungsi sfingter
X. Asuhan Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
No
Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Tujuan : klien tidak  Untuk mengencerkan feses sehingga feses
mengalami ganggguan  Lakukan Wash out dapat keluar
eliminasi BAB :
eliminasi dengan kriteria  Monitor cairan yang keluar dari  Rasional : Mengetahui warna dan
obstipasi defekasi normal, tidak kolostomi. konsistensi feses dan menentukan rencana
berhubungan distensi abdomen  Pantau jumlah cairan kolostomi. selanjutnya
 Pantau pengaruh diet terhadap
dengan spastis  Rasional : Jumlah cairan yang keluar
pola defekasi.
usus dan tidak dapatdipertimbangkan untuk penggantian
cairan
adanya daya  Rasional : Untuk mengetahui diet yang
dorong. mempengaruhi pola defekasi terganggu.

 Berikan nutrisi parenteral sesuai


2.
Gangguan nutrisi Kebutuhan nutrisi terpenuhi  Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
dengan kriteria dapat kebutuhan.
kurang dari  Pantau pemasukan makanan  Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai
mentoleransi diet sesuai
selama perawatan. kebutuhan
kebutuhan tubuh kebutuhan secara parenteal
atau per oral  Pantau atau timbang berat badan.  Untuk mengetahui perubahan
berhubungan mbang berat badan. mentoleransi
dengan intake diet sesuai kebutuhan secara
parenteal atau per oral.
yang inadekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Brennan, D. WebMD (2019). What Is Hirschsprung’s Disease?


Granéli, C. (2017). Diagnosis, Symptoms, and Outcomes of Hirschsprung's Disease
from the Perspective of Gender. Surg Res Pract, doi:
10.1155/2017/9274940.
Henna, N., Sheikh, M. A., Shaukat, M., & Nagi, A. H. (2011). Children With
Clinical Presentation Of Hirschprung’s Disease – A Clinicopathological
Experience, 27, 1-4
Langer, J.C. (2013). Hirschsprung Disease. Curr Opin Pediatric, doi:
10.1097/MOP.0b013e328360c2a0.
National Organization for Rare Disorders (2017). Rare Disease Database.
Hirschsprung Disease.
National Health Service United Kingdom (2019). Health A-Z. Hirschsprung’s
Disease.
Kaneshiro, N. National Institute of Health (2017). MedlinePlus. Hirschsprung
disease.
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Hirschsprung’s Disease.
Surya, Putu Ayu Ines Lassiyani, D. I. M. (2015). Symptoms And Diagnosis Of
Hirschsrung's Disease, 1-5.
LAPORAN PENDAHULUAN

MALFORMASI ANOREKTAL
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada stase keperawatan anak

EKA SULISTIANI
NPM.220110150075

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVIII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
I. Definisi
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau
dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata
karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun
istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan
pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. ( Wong, 2009).
Insiden terjadinya malformasi anorektal berkisar dari 1500-5000
kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 %
bayi yang menderita malformasi anorektal juga menderita anomali lain.
Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata
dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina
pada perempuan. (Alpers, 2006). Angka kejadian kasus malformasi anorektal
di RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada tahun 2012 terdapat 49 kasus, dan pada
tahun 2013 terdapat 10 kasus.
II. Klasifikasi
Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:
1. pada laki-laki
a) Fistula pirenium (kutaneus)
Cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai
lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat, sfingter
eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada perempuan.
b) Fistula rektrovesika
Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan
saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria.
c) Fistula rektrouretra Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan
dengan bagian bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra
prostat).
d) Anus imperforate tanpa vistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin. Rectum tertutup
sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum
e) Atresium rectum
Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum. Cacat ini
mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin. Tanda yang unik
pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang
normal.
2. pada perempuan
a) Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu
dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak
sedikit di belakang klitoris.
b) Fistula vestibular
Cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke dalam
vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara.
Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum
dengan otot puborektal :
1. Kelainan letak rendah (low anomalies) Pada letak ini rektum menyambung
pada otot puborektal,spinter interna dan eksterna fungsi berkembang normal,
tidak ada hubungan dengan traktus genitourinaria.
2. Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies) Rektum terletak dibawah
otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi spinter eksterna normal.
3. Kelainan letak tinggi (high anomalies) Akhir rektum terletak diatas otot
puborektal, tidak terdapat spinter interna dan terdapat hubungan dengan
genitourinaria pada laki-laki fistula rektouretra, pada perempuan
rektovaginal.
III. Anatomi dan Fisiologi
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan
pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi
rektum berawal dari gangguan pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus
urogenital dan perkembangan septum unorektal yang memisahkannya. Kedua
malforamsi membentuk fistel-fistel yang menghambat pengeluaran mekonium
kolon sehingga terjadi obstruksi usus yang nampak gambaran perut kembung,
distensi abdomen, muntah dengan cairan mula-mula berwarna hijau kemudian
bercampur tinja. Distensi abdomen yang terjadi menyebabkan penekanan intra
abdomen ke torakal sehingga klien mengalami gangguan pola nafas.
Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga
muntah-muntah didukung ketidaknormalan anus serta rektum. Hal ini
mengganggu pola eliminasi feses. Malformasi harus segera ditangani yang
pertama untuk tindakan sementara dengan kolostomi baru kemudian dilakukan
pembedahan definitif sesuai dengan letak defeknya. Pasca pembedahan pasien
tirah baring lama-kelamaan akan menyebabkan intoleransi aktivitas. Adanya
perlukaan pada jaringan akan menimbulkan nyeri serta resiko tinggi infeksi
karena luka merupakan part entry kuman. Selain itu juga menimbulkan
kerusakan integritas kulit. Anestesi yang diberikan juga mempengaruhi
penurunan fungsi organ, misal penurunan sistem pernafasan, penurunan fungsi
jantung dan penurunan peristaltik usus.
IV. Etiologi
V. Manifestasi Klinis
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:
 Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.
 Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
 Kejang usus.
 Bising usus meningkat.
 Distensi abdomen.
 Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak
fistel).
 Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi Invertogram
Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum
terhadap muara anus di kulit peritoneum.
2. X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.

3. Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya


sistouretogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius
dan kelainan urinarius.

4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.


5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang


umum dilakuakan pada gangguan ini.

Pemeriksaan khusus pada perempuan


Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan
fistel ke vestibulum atau vagina (80%-90%). Kelainan letak tinggi. Pada fistel
vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak
lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum,
muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat
penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur,
jari tidak ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat
invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi. Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang seharusnya tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera dilakukan
tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara kurang 1 cm
dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini
evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan kolostomi.

Pemeriksaan khusus pada laki-laki


Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum
dan ada tidaknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad anak laki-
laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang
kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine mengandung
mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama
dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih
dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakuakn kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan
mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definitive secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada
wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara
kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan
pertolongan bedah.

X. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi
anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan
definitive, sebagai berikut:
1) Tindakan Sementara
a) Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi
harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi transversum
akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus
dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk
defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan
vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5
tahun).
b) Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris
hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan
apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin
didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung
rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan
terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya
dilakukan kolostomi sementara.
2) Tindakan Definitif
a) Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan
mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi
berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital
(PSAVURP).
b). Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek:
 Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal
dimple dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani
eksternus.
 Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus
tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus
dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum.
 Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan
mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal
atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke
muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini,
sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus,
sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo
rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa
muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat
secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan
otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti,
nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap kosong,
kemajuan dapat dicapai.
XI. Komplikasi
1) Asidosis hiperkloremia
2) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3) Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4) Komplikasi jangka panjang :
a) Eversi mukosa anal
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan
rembesan persisten)
g) Fistula kambuhan (karena tegangan diare pembedahan dan infeksi ).
XII. Pengkajian
1) Identitas
a) Identitas anak Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam
keluarga, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
nomor rekam medic, alamat.
b) Identitas Orang tua Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan
penyumbatan anus (anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya
kembung dan terjadi muntah pada 2448 jam setelah lahir. Atau pada bayi
laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada
bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
 Riwayat Parental Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid
terakhir (HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan
atau perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan
dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi,
minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara
sembarang.
 Riwayat intranatal Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis
pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal
timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
 Riwayat neonatal Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik),
mucus yang berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital,
kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
c) Riwayat kesehatan Keluarga Mengkaji kemungkinan adanya anggota
keluarga uang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau
gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan system
gastrointestinal.
3) Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a) Daerah perineum dan Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini
untuk mencari hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus
ektopik atau stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk
melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama
urine) untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan
terapi segeranya. b) Abdomen
 Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
 Amati adanya distensi abdomen.
 Ukur lingkar abdomen.
 Dengarkan bising usus (4 kuadran).
 Perkusi abdomen
 Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
c) Kaji hidrasi dan status nutrisi
 Timbang berat badan tiap hari
 Amati muntah proyektif (karakteristik muntah) d) TTV Pada semua
bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga
untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.
 Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
 Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan,
tinggi badan.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
c) System pernapasan Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d) Sistem Kardiovaskuler Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e) Sistem Pencernaan Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah
atau menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen karena
ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi PSARP.
Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink
seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana
jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat
palpasi apakah adanya pembesaran atau massa, kelembaban kulit kering,
turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan
limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah
terdapat bunyi timpani atau danles.
a. System endokrin Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang
menyertai MAR, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
b.Sistem Genitourinaria Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang
dower kateter, pada laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah
sudah disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
c. Sistem Muskuloskeletal Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang
menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan otot, dan reflex.
d.Sistem Integumen Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang
menyertai MAR, kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu
tubuh.
e. Sistem persarafan Kaji fungsi serebral dan cranial klien
4) Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin,
leukosit, hematokrit dan trombosit. Dan pada data laboratorium klien dengan
post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit
dari 10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme.
Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan
yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post
operasi yang lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang
dari harga normal

XIII. Asuhan Keperawatan


a. Diagnosa yang mungkin muncul
Pra Operatif
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah.
2. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur
pembedahan.
Post operatif
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru
sekunder terhadap pemberian anestesi.
2) Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap
pembedahan
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada
pembedahan
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat
sekunder terhadap tirah baring
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
6) Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik dan proses hospitalisasi
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujun dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC:
Berhubungan dengan:  Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan output yang
- Kehilangan volume cairan secara  Hydration akurat
aktif  Nutritional Status : Food and Fluid Intake  Monitor status hidrasi ( kelembaban
- Kegagalan mekanisme pengaturan Setelah dilakukan tindakan keperawatan membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
- muntah selama….. defisit volume cairan teratasi darah ortostatik ), jika diperlukan
dengan kriteria hasil:  Monitor hasil lab yang sesuai dengan
Data Subjektif :  Mempertahankan urine output sesuai retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
-Haus dengan usia dan BB, BJ urine normal, urin, albumin, total protein )
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam  Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
Data Objektif : batas normal  Kolaborasi pemberian cairan IV
 Penurunan turgor kulit/lidah  Tidak ada tanda tanda dehidrasi,  Monitor status nutrisi
 Membran mukosa/kulit kering Elastisitas turgor kulit baik, membran  Berikan cairan oral
 Peningkatan denyut nadi, mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang  Berikan penggantian nasogatrik sesuai
penurunan tekanan darah, berlebihan output (50 – 100cc/jam)
penurunan volume/tekanan  Orientasi terhadap waktu dan tempat baik  Dorong keluarga untuk membantu pasien
nadi  Jumlah dan irama pernapasan dalam makan
 Pengisian vena menurun batas normal  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
 Perubahan status mental  Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal berlebih muncul meburuk
 Konsentrasi urine meningkat  pH urin dalam batas normal  Atur kemungkinan tranfusi
 Temperatur tubuh meningkat  Intake oral dan intravena adekuat  Persiapan untuk tranfusi
 Kehilangan berat badan secara  Pasang kateter jika perlu
tibatiba
 Penurunan urine output  Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
 HMT meningkat
 Kelemahan

2. Kurang Pengetahuan berhubungan NOC: NIC:


dengan :  Pasien dan keluarga mengetahui  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keterbatasan kognitif, interpretasi bagaimana proses berjalannya penyakit keluarga
terhadap informasi yang salah,  Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
kurangnya keinginan untuk mencari selama 2x24 jam pasien menunjukkan bagaimana hal ini berhubungan dengan
informasi, tidak mengetahui sumber- pengetahuan tentang proses penyakit anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
sumber informasi. dengan kriteria hasil: tepat.
 Pasien dan keluarga menyatakan  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
Data Subjektif: pemahaman tentang penyakit, kondisi, muncul pada penyakit, dengan cara yang
Menyatakan secara verbal adanya prognosis dan program pengobatan tepat
masalah  Pasien dan keluarga mampu  Gambarkan proses penyakit, dengan cara
melaksanakan prosedur yang dijelaskan yang tepat
Data Objektif: secara benar  Identifikasi kemungkinan penyebab,
Ketidakakuratan mengikuti instruksi,  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan dengan cara yang tepat
perilaku tidak sesuai kembali apa yang dijelaskan perawat/tim  Sediakan informasi pada pasien tentang
kesehatan lainnya kondisi, dengan cara yang tepat
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Pola Nafas tidak efektif berhubungan NOC: NIC :
dengan :  Respiratory status : Ventilation  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Hiperventilasi  Respiratory status : Airway patency ventilasi
- Penurunan energi/kelelahan  Vital sign Status  Pasang mayo bila perlu
- Perusakan/pelemahan  Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
muskuloskeletal selama 3x24 jam pasien menunjukkan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Kelelahan otot pernafasan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Hipoventilasi sindrom kriteria hasil: tambahan
- Nyeri  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Berikan bronkodilator
- Kecemasan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Disfungsi Neuromuskuler dan dyspneu (mampu mengeluarkan Lembab
- Obesitas sputum, mampu bernafas dg mudah,  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Injuri tulang belakang tidakada pursed lips) keseimbangan.
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Monitor respirasi dan status O2
Data Subjektif: (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Dyspnea frekuensi pernafasan dalam rentang  Pertahankan jalan nafas yang paten
- Nafas pendek normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal  Monitor adanya kecemasan pasien
Data Objektif:
(tekanan darah, nadi, pernafasan) terhadap oksigenasi
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per  Monitor vital sign
menit  Informasikan pada pasien dan keluarga
- Menggunakan otot pernafasan tentang tehnik relaksasi untuk
tambahan memperbaiki pola nafas.
- Orthopnea  Ajarkan bagaimana batuk efektif
- Pernafasan pursed-lip  Monitor pola nafas
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat
lama - Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
psikologis), kerusakan jaringan  Pain control, komprehensif termasuk lokasi,
 Comfort level Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Data Subjektif: keperawatan selama 3x24 jam Pasien dan faktor presipitasi
- Laporan secara verbal tidak mengalami nyeri, dengan kriteria  Observasi reaksi nonverbal dari
hasil: ketidaknyamanan
Data Objektif:  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
- Posisi untuk menahan nyeri nyeri, mampu menggunakan tehnik dan menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
capek, sulit atau gerakan kacau,  Melaporkan bahwa nyeri berkurang pencahayaan dan kebisingan
menyeringai) dengan menggunakan manajemen nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri  Mampu mengenali nyeri (skala,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Fokus menyempit (penurunan intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) menentukan intervensi
persepsi waktu, kerusakan proses  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
berpikir, penurunan interaksi dengan berkurang napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
orang dan lingkungan)
 Tanda vital dalam rentang normal hangat/ dingin
- Tingkah laku distraksi, contoh :
 Tidak mengalami gangguan tidur  Berikan analgetik untuk mengurangi
jalan-jalan, menemui orang lain
nyeri: ……...
dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-
 Tingkatkan istirahat
ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Berikan informasi tentang nyeri seperti
perubahan tekanan darah, perubahan penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
nafas, nadi dan dilatasi pupil) berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
- Perubahan autonomic dalam tonus dari prosedur
otot (mungkin dalam rentang dari  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
lemah ke kaku) pemberian analgesik pertama kali
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko :  Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
- Prosedur Infasif  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Kerusakan jaringan dan peningkatan  Risk control Setelah dilakukan tindakan  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
paparan lingkungan keperawatan selama…… pasien tidak tindakan keperawatan
- Malnutrisi mengalami infeksi dengan kriteria hasil:  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Peningkatan paparan lingkungan  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi pelindung
patogen  Menunjukkan kemampuan untuk  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
- Imonusupresi mencegah timbulnya infeksi dengan petunjuk umum
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Jumlah leukosit dalam batas normal  Gunakan kateter intermiten untuk
(penurunan Hb, Leukopenia,
 Menunjukkan perilaku hidup sehat menurunkan infeksi kandung kencing
penekanan respon inflamasi)
 Status imun, gastrointestinal, Tingkatkan intake nutrisi
- Penyakit kronik
genitourinaria dalam batas norma  Berikan terapi antibiotik
- Imunosupresi
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
- Malnutrisi
dan lokal
- Pertahan primer tidak adekuat  Pertahankan teknik isolasi k/p
(kerusakan kulit, trauma jaringan,  Inspeksi kulit dan membran mukosa
gangguan peristaltik) terhadap kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Cecilly l betz. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed 3. Jakarta : EGC


https://surgery.ucsf.edu/conditions--procedures/anorectal-malformation.aspx.
[diakses tanggal 10 Oktober 2019]
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Nanda. 2009. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Yogyakarta : Prima Medika
Price, Slyvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2003. Pedoman Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 10 Oktober
2019].
FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 10 Oktober 2019]

Anda mungkin juga menyukai