HIRSCHSPRUNG DISEASE
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada stase keperawatan anak
EKA SULISTIANI
NPM.220110150075
II. Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan
merupakan penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada
neonatus. Penyakit yang lebih sering ditemukan memperlihatkan predominasi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Insidens
penyakit Hirschsprung bertambah pada kasus-kasus familial yang rata-rata
mencapai sekitar 6% (berkisar antara 2-18%. Penelitian yang dilakukan Iqbal
dkk. (2010) di Rumah Sakit Sheikh Zayed, Pakistan menunjukkan proporsi
penyakit Hirschsprung lebih tinggi pada anak laki-laki (70,59% ; 12 dari 17
orang) daripada anak perempuan (29,41% ; 5 dari 17 orang). Penelitian tersebut
juga menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih banyak ditemukan
pada umur < 2 tahun (58,83% ; 10 dari 17 orang) dibandingkan dengan umur >
2 tahun (41,17% ; 7 dari 10 orang)
Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan
elektrolit. Selain itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan
mendorongnya keluar. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom.
Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa
(Meissner’s) dan pleksus myenteric (Aurbach’s) pada usus besar bagian distal.
Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit yang
disebut Hirschsprung’s Disease (Henna, Sheikh, Shaukat, & Nagi, 2011).
IV. Etiologi
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian
atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal.
Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat
dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke
dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding
usus. Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan
dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3.
V. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikan. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang ketika
mekonium dapat dikeluarkan dengan segera.
Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat
disebabkan oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna
hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain
dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis
netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Enterokolitis merupakan
ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung yang
dapat menyerang pada usia berapa saja namun, yang paling tinggi terjadi pada
saat usia dua hingga empat minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia
satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk,
dan disertai demam.
meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki dua komponen dasar yaitu
transuder yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter
mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer. Beberapa hasil
manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah
hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang
terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak
berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna
setelah distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya relaksasi
spontan.
Gambar 2.6 (a) Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa
penyakit Hirschsprung sedangkan
2.6 (b) menunjukkan hasil pemeriksaan manometri anorektal pada
penderita penyakit Hirschsprung.
e. Tes mengukur kekuatan otot usus
Pada prosedur ini, dokter akan menggunakan alat khusus berupa balon dan
sensor tekanan untuk memeriksa fungsi usus.
f. Biopsi
Dokter akan mengambil sampel jaringan usus besar, yang selanjutnya
akan diperiksa di bawah mikroskop
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit Hirschsprung saat ini hanya dapat dilakukan
dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi untuk
menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau
pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika
dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan
mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh. Penanganan bedah pada
umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan pembuatan
kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif. Tahap pertama
dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan
kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan
distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah
dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang
ganglionik dengan bagian bawah rektum. Dikenal beberapa prosedur tindakan
definitif yaitu prosedur Swenson’s sigmoidectomy, prosedur Duhamel, prosedur
Soave’s Transanal Endorectal PullThrough, prosedur Rehbein dengan cara
reseksi anterior, prosedur Laparoskopic Pull-Through, prosedur dan prosedur
miomektomi anorektal. Setelah diagnosis penyakit Hirschsprung ditegakkan
maka sejumlah tindakan praoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila
penderita dalam keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi
dan resusitasi dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan
pipa lambung. Apabila sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis
maka cairan resusitasi cairan dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik
broad spektrum secara ketat kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi
usus.
VIII. Pengkajian
Data Subjektif dan Data Objektif
Muntah-muntah dengan cairan berwarna coklat atau hijau
Perut buncit
Rewel
Mudah merasa lelah
Perut kembung dan kelihatan buncit
Sembelit yang terjadi dalam jangka panjang (kronis)
Kehilangan nafsu makan
Berat badan tidak bertambah
Tumbuh kembang terganggu
IX. Komplikasi
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas :
Kebocoran anastome
Stenosis
Enterokolitis
Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia
mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-
perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin,
kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium
difficile atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya
enterokolitis.
Gangguan fungsi sfingter
X. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No
Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Tujuan : klien tidak Untuk mengencerkan feses sehingga feses
mengalami ganggguan Lakukan Wash out dapat keluar
eliminasi BAB :
eliminasi dengan kriteria Monitor cairan yang keluar dari Rasional : Mengetahui warna dan
obstipasi defekasi normal, tidak kolostomi. konsistensi feses dan menentukan rencana
berhubungan distensi abdomen Pantau jumlah cairan kolostomi. selanjutnya
Pantau pengaruh diet terhadap
dengan spastis Rasional : Jumlah cairan yang keluar
pola defekasi.
usus dan tidak dapatdipertimbangkan untuk penggantian
cairan
adanya daya Rasional : Untuk mengetahui diet yang
dorong. mempengaruhi pola defekasi terganggu.
MALFORMASI ANOREKTAL
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada stase keperawatan anak
EKA SULISTIANI
NPM.220110150075
X. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi
anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan
definitive, sebagai berikut:
1) Tindakan Sementara
a) Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi
harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi transversum
akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus
dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk
defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan
vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5
tahun).
b) Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris
hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan
apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin
didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung
rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan
terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya
dilakukan kolostomi sementara.
2) Tindakan Definitif
a) Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan
mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi
berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital
(PSAVURP).
b). Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek:
Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal
dimple dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani
eksternus.
Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus
tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus
dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum.
Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan
mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal
atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke
muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini,
sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus,
sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo
rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa
muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat
secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan
otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti,
nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap kosong,
kemajuan dapat dicapai.
XI. Komplikasi
1) Asidosis hiperkloremia
2) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3) Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4) Komplikasi jangka panjang :
a) Eversi mukosa anal
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan
rembesan persisten)
g) Fistula kambuhan (karena tegangan diare pembedahan dan infeksi ).
XII. Pengkajian
1) Identitas
a) Identitas anak Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam
keluarga, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
nomor rekam medic, alamat.
b) Identitas Orang tua Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan
penyumbatan anus (anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya
kembung dan terjadi muntah pada 2448 jam setelah lahir. Atau pada bayi
laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada
bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
Riwayat Parental Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid
terakhir (HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan
atau perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan
dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi,
minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara
sembarang.
Riwayat intranatal Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis
pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal
timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
Riwayat neonatal Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik),
mucus yang berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital,
kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
c) Riwayat kesehatan Keluarga Mengkaji kemungkinan adanya anggota
keluarga uang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau
gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan system
gastrointestinal.
3) Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a) Daerah perineum dan Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini
untuk mencari hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus
ektopik atau stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk
melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama
urine) untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan
terapi segeranya. b) Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
Amati adanya distensi abdomen.
Ukur lingkar abdomen.
Dengarkan bising usus (4 kuadran).
Perkusi abdomen
Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
c) Kaji hidrasi dan status nutrisi
Timbang berat badan tiap hari
Amati muntah proyektif (karakteristik muntah) d) TTV Pada semua
bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga
untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.
Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan,
tinggi badan.
b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
c) System pernapasan Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d) Sistem Kardiovaskuler Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e) Sistem Pencernaan Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah
atau menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen karena
ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi PSARP.
Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink
seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana
jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat
palpasi apakah adanya pembesaran atau massa, kelembaban kulit kering,
turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan
limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah
terdapat bunyi timpani atau danles.
a. System endokrin Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang
menyertai MAR, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
b.Sistem Genitourinaria Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang
dower kateter, pada laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah
sudah disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.
c. Sistem Muskuloskeletal Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang
menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan otot, dan reflex.
d.Sistem Integumen Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang
menyertai MAR, kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu
tubuh.
e. Sistem persarafan Kaji fungsi serebral dan cranial klien
4) Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin,
leukosit, hematokrit dan trombosit. Dan pada data laboratorium klien dengan
post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit
dari 10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme.
Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan
yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post
operasi yang lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang
dari harga normal