NIM : 1130018070
Kelas : 7A
PEMASANGAN EKG
Elektrokardiogram atau yang biasa kita sebut dengan EKG merupakan rekaman
aktifitas kelistrikan jantung yang ditimbulkan oleh sistem eksitasi dan konduktif
khusus jantung. Jantung normal memiliki impuls yang muncul dari simpul SA
kemudian dihantarkan ke simppul AV dan serabut purkinje. Perjalanan impuls
inilah yang akan direkam oleh EKG sebagai alat untuk menganalisa kelistrikan
jantung.
Pelaksanaan
KUMBAH LAMBUNG
A. Pengertian
B. Tujuan
PEMBERIAN CAIRAN
TRACHEOSTOMY
Indikasi Trakeostomi
Mengurangi ruang rugi di saluran nafas bagian atas seperti daerah rongga
mulut, sekitar lidah dan faring.
Persiapan Alat:
3. Pinset anatomi
5. Arteri klem
2. Cuci tangan
o Pisau (skalpel)
o Pinset anatomis
o Arteri klem
o NaCl 0,9%
o Mesin suction
o Kasa steril
o Sarung tangan
o 1 set perawatan luka dan betadine
B. Tahap Orientasi
C. Tahap Kerja
2. Menjaga privasi
o Kelembaban
o Penghisapan lendir
o Infeksi
Mudah terjadi karena lubang operasi yang terbuka dan
aspirasi
o Kebersihan
o Pengempisan Cuff
o Makanan
o Berbicara
5. Rapikan alat-alat
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi klien
2. Memberikan reinforcemen
4. Cuci tangan
5. Pendokumentasian
Nama : Fitriani
NIM : 1130018050
Kelas : 7A
PERAWATAN WSD
Indikasi
Tujuan
1. Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat
menyebabkan pneumotorak
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negative pada intra pleura
Komplikasi
1. Perdarahan
2. Emphysema subcutis
3. Laserasi paru, lien hepar
4. Infeksi
5. Pneumothorak
6. Nyeri hebat post WSD
Tehnik pemasangan
1. Tehnik monaldi Insersi pada linea medio clavicula ICS II - III
2. Tehnik Buelau Insersi pada linea aksilaris anterior ICS IV – V / V - VI
Prinsip kerja
1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan
yang rendah.
2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg
atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761
mmHg)
3. Suction
Tempat Pemasangan
Macam-macam WSD
1. WSD dengan 1 botol Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup
segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan
lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol.
2. WSD dengan 2 botol Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai
botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem
dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan
menghubungkannya ke ventilasi udara.
3. WSD dengan 3 botol Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap
ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol
segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang
di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding
yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada.
Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup
unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol.
Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan
penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk
memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap
harus dilepaskan saat itu juga
Perawatan WSD
VENTILATOR
2 Fakter
1. Mode
Frekuensi
Rumus : TV ( Tidak Volume ) Normal 6-8x Berat Badan
Tekanan monitoring berapa volume yang terjadi tidak boleh lebih dari 35
1 PC = 100/120 Volume p
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A
RESUME CVP
Tekanan vena central (Central Venous Pressure) adalah tekanan darah di atrium
kanan atau vena kava. Tekanan vena sentral (CVP) memberikan informasi tentang
tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus
vascular. Pemantauan tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk pengkajian
fungsi jantung kanan dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak
terdapat penyakit kardiopulmonar. Menurut Gardner dan Woods nilai normal
tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut
Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan
vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1)
memasang kateter CVP yang ditempatkan pada venakava superior atau atrium
kanan, teknik pengukuran dpt menggunakan manometer air atau transduser, 2)
Melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis. Pengukuran ini hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem transduser.
1. Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa
dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-
katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atrium-katup trikuspid masih
menutup),
2. Normal,pengembungan vena setinggi manubrium sterni,
3. Bila lebih tinggi bearti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal
pada gagal jantung kanan . Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan
normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium kanan
(CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi
CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah
garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH2O.
1. Sebelum Pemasangan
a) Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
b) Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan pemantauan,
dan mengatur posisi sesuai dg daerah pemasangan
2. Saat Pemasangan
a) Memelihara alat-alat selalu steril
b) Memantau tanda dan gejala komplikasi yg dpt terjadi pada saat
pemasangan spt gg irama jtg, perdarahan
c) Membuat pasien merasa nyaman dan aman selama prosedurdilakukan
3. Setelah Pemasangan
Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:
a) Melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium, yaitu
pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila,
b) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang
tidak sesuai dg kondisi pasien,
c) Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor/transduser,
setiap shift, ragu terhadapgelombang. Mengkorelasikan nilai yg
terlihat pada monitor dengan keadaan klinis pasien. Mencatat nilai
tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik. Memantau
perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan. Mencegah
terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda komplikasi (spt.
Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan, hematom,
infeksi, penumotorak, rupture arteri pulmonalis, & infark pulmonal).
Memberikan rasa nyaman dan aman pada pasien. Memastikan letak
alat2 yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara memantau
gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto
toraks (CVP, Swan gans)
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A
Fisioterapi pada paru atau biasa disebut dengan fisioterapi dada merupakan
salah satu penanganan fisioterapi yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan
yang berhubungan dengan saluran pernapasan. Fisioterapi pada paru tidak hanya
diberikan dalam rangka membersihkan saluran pernapasan karena adanya dahak/
mukus, namun juga bagaimana mengembalikan fungsi paru agar dapat bekerja
secara optimal dalam memenuhi kebutuhan tubuh, orang yang mengalami sakit
paru merasakan mudah lelah dan mudah ngos-ngosan/ menggeh – menggeh,
dengan mendapatkan tindakan dari seorang fisioterapis maka fungsi dari paru
dapat dijaga dan dimaksimalkan.
1. Postural drainage
Postural drainage merupakan salah satu tehnik yang digunakan untuk mengalirkan
sputum/ dahak yang berada di dalam paru agar mengalir ke saluran pernapasan
yang besar sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. Tindakan ini dilakukan
selama minimal 20 menit untuk satu bagian lobus paru dan dilakukan
pemeriksaan suara paru terlebih dahulu untuk menentukan posisi yang tepat.
Dilakukan sehari sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari.
Tapotemen/perkusi
Teknik ini berupa tepukan yang ritmis dan terah ke bagian paru, tujuannya adalah
untuk menggetarkan paru sehingga bila ada dahak yang lengket pada dinding
saluran napas dapat terlepas dan mengalir kesaluran napas yang lebih besar.
Tapotemen biasanya dilakukan bersamaan degan pemberian postural drainage.
Tidak semua kondisi paru boleh diberikan tapotemen / perkusi ada hal hal perlu
diperhatikan dalam pemberian tindakan ini diantaranya adanya suara mengi/
wheezing karena dapat menyebabkan keluhan sesak semakin bertambah jika tidak
dilakukan secara tepat, batuk darah karena dapat menambah perdarahan. Ritme
yang teratur dan frekuensi yang tepat menjadi hal yang harus dilakukan tidak
sekedar kerasnya tepukan yang diberikan ke dada baik dari depan maupun dari
belakang. Bila melakukan perkusi sebaiknya jumlah tepukan mencapai 25 kali
dalam 10 detik agar hasil lebih maksimal, selama 3-5 menit untuk tiap bagian dari
paru paru.
Vibrasi
Latihan batuk efektif digunakan untuk mengeluarkan dahak yang sudah terkumpul
ke saluran pernapasan yang besar, setelah dilakukan prosedur postural drainase,
tapotemen dan vibrasi. Batuk efektif adalah tehnik batuk yang diharapkan dapat
mengeluarkan dahak, tidak seperti batuk pada umumnya batuk efektif terbukti
lebih bisa dan banyak mengeluarkan dahak. Bagaimanakah cara melakukanannya,
pertama ambil posisi duduk tegak atau berdiri, kemudian tarik napas dalam
sebanyak 3 kali kemudian bernapas dengan pernapasan biasanya kemudian tarik
napas dan batukkan sebanyak 2 kali secara berturut turut tanpa ada jeda (dalam
satu kali tarik napas kemudian dibatukkan sebanyak 2 kali berturut turut tanpa
jeda) . Batuk dilakukan 2 kali berturut turut bertujuan untuk melepaskan
perlengketan sputum/dahak pada saluran pernapasan dan batuk yang kedua ntuk
mengeluarkan mukus dari paru paru. Saat keluar dahak jangan lupa tutuplah
mulut dengan sapu tangan / tisu kemudian buang ke tempat sampah dan cuci
tangan untuk meminimalkan penularan.
Beberapa teknik tersebut diatas bisa dilakukan secara teratur selama produksi
mukus/ dahak masih banyak, namun menjadi kurang efektif jika yang terjadi
batuk kering.
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A
RESUME BGA
Analisis gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) test adalah tes untuk
mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat asam basa (pH) di dalam
darah. Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ
paru yang menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Tes ini juga
dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu napas untuk
memonitor kondisi serta mengetahui apakah pengaturan alat sudah sesuai. Selain
itu, tes ini dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal,
serta memeriksa gejala yang disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen dan
karbon dioksida, atau keseimbangan pH dalam darah, seperti sesak napas,
kesulitan bernapas, mual, pusing, dan penurunan kesadaran. Analisis gas darah
dilakukan untuk untuk mengetahui bila darah terlalu asam (asidosis) atau basa
(alkalosis), serta untuk mengetahui apakah tekanan oksigen dalam darah terlalu
rendah (hipoksemia) atau tekanan karbon dioksida terlalu tinggi (hiperkarbia).
Indikasi :
Persiapan alat :
Prosedur kerja :
1. Jelaskan prosedur
2. Isi spuit dengan heparin sebanyak 0,1cc
3. Tentukan area yang akan diambil
4. Jika akan dilakukan di arteri radialis, maka topang tangan dengan bantalan
5. Lakukan desinfeksi pada area tersebut
6. Tusukkan dengan sudut 45o pada arteri radialis dan 90o pada arteri
femoralis
7. Setelah darah terambil tutup dengan karet
8. Tekan area yang telah ditusuk untuk mengurangi perdarahan
9. Isi formulir permintaan pemeriksaan BGA
10. Tambahkan suhu tubuh klien dan apakah klien menggunakan alat bantu
pernafasan seperti nasal kanul atau masker
1. PO2
2. PCO2
3. BE
4. HCO3
5. pH darah
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A