Anda di halaman 1dari 33

Nama : Adhita Septianty N

NIM : 1130018070
Kelas : 7A

PEMASANGAN EKG

Elektrokardiogram atau yang biasa kita sebut dengan EKG merupakan rekaman
aktifitas kelistrikan jantung yang ditimbulkan oleh sistem eksitasi dan konduktif
khusus jantung. Jantung normal memiliki impuls yang muncul dari simpul SA
kemudian dihantarkan ke simppul AV dan serabut purkinje. Perjalanan impuls
inilah yang akan direkam oleh EKG sebagai alat untuk menganalisa kelistrikan
jantung.

Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :

1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia


2. Kelainan-kelainan otot jantung
3. Pengaruh/efek obat-obat jantung
4. Ganguan -gangguan elektrolit
5. Perikarditis
6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
7. Menilai fungsi pacu jantung.

Indikasi dari penggunaan EKG

Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung. Namun,


EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu
kontraktilitas. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan
repolarisasi menghasilkan informasi diagnostikyang penting.

Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung. EKG memandu


tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot jantung
akut. EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan
hipokalemia). EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok
cabang berkas kanan dan kiri). EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung
iskemik selama uji stres jantung. EKG kadang-kadang
Penempatan dilakukan berdasarkan pada urutan kabel-kabel yang terdapat pada
mesin EKG yang dimulai dari nomor C1-C6.

1. V1: Ruang interkostal IV garis sternal kanan


2. V2: Ruang interkostal IV garis sternal kiri
3. V3: Pertengahan antara V2 dan V4
4. V4: Ruang interkostal V garis midklavikula kiri
5. V5: Sejajar V4 garis aksila depan
6. V6: Sejajar V4 garis mid-aksila kiri

Pelaksanaan

1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan


2. Buka dan longgarkan pakaian atas pasien
3. Bila pasien menggunakan asesoris logam, lepaskan
4. Bersihkan daerah dada, pergelangan kedua tangan dan kedua kaki dengan
kapas alkohol
5. Lalu oleskan jellly
6. Pasang manset elektroda pada kedua lengan dan kaki
7. Sambung kabel merah dilengan kanan, kuning dilengan kiri, hijau dikaki
kiri & hitam dikaki kanan.
8. Pasang elektroda dada untuk merekam precordial lead dengan cara :
a. V1 pada ICS 4 pada garis sternum kanan
b. V2 pada ICS 4 pada garis sternum kiri
c. V3 pertengahan V2 dan V4
d. V4 pada ICS 5 pada midklavikula kiri
e. V5 pada ICS 5 aksila sebelah kiri depan
f. V6 pada ICS 5 mid aksila
9. Nyalakan mesin EKG
10. Buat kalibrasi sebanyak 3 buah
11. Buat rekaman secara berurutan sesuai pemilihan lead
12. Bersihkan kembali bekas alat pemasangan elektroda dengan kassa atau
tissue.
13. Buat identitas pasien pada hasil rekaman, t.a : nama, umur, RM, tanggal,
jam pemeriksaan
14. Alat-alat dibersihkan kembali
Nama : Fitriani
NIM : 1130018050
Kelas : 7A

KUMBAH LAMBUNG

A. Pengertian

Kumbah lambung merupakan salah satu tindakan dalam memberikan pertolongan


kepada pasien dengan cara memasukkan air atau cairan tertentu dan kemudian
mengeluarkannya menggunakan alat yaitu NGT.

B. Tujuan

a) Membuang racun yang tidak terabsorbsi setelah racun masuk saluran


pencernaan
b) Mendiagnosa perdarahan lambung
c) Membersihkan lambung sebelum prosedur endoscopy
d) Membuang cairan atau partikel dari lambung
C. Indikasi

a) Pasien yang keracunan makanan atau obat tertentu


b) Persiapan operasi lambung
c) Persiapan tindakan pemeriksaan lambung
d) Tidak ada reflex muntah
e) Gagal dengan terapi emesis
f) Pasien dalam keadaan tidak sadar
D. Kontraindikasi

a) Tidak dilakukan secara rutin. Prosedur dilakukan selama 60 menit setelah


tertelan.
b) Pasien kejang
c) Untuk bahan toksik yang tajam dan terasa membakar (resiko aspirasi)
seperti pestisida.
E. Alat dan bahan
a) Baki berisi selang NGT (ukuran dewasa 14 – 20Fr dan anak-anak 8 –
16Fr)
b) 2 buah baskom
c) Perlak dan handuk pengalas
d) Stetoskop
e) Spuit 10 cc
f) Plester
g) Nierbeken
h) Kom penampung
i) Air hangat
j) Kassa/tissue
k) Jelly
l) Hanscoen
m) Pinset
n) Tongue spatel
o) Corong
p) Gelas ukur
F. Prosedur

a) Cuci tangan dan atur peralatan


b) Gunakan sarung tangan
c) Jelaskan prosedur pada klien
d) Bantu klien untuk posisi semifowler (bila memungkinkan)
e) Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan
kanan (atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)
f) Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi
kapas
g) Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah
dalam jangkauan klien
h) Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan
plester.
i) Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan
ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun
telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang
slang dengan plester kecil
j) Ujung atas NGT diolesi jelly, dan bagian ujung bawah di klem.
k) Minta klien menengadahkan kepala (bila memungkinkan), masukkan
selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih
l) Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien
menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut (bila klien dalam
keadaan sadar)
m) Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring,
instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan (bila klien
dalam keadaan sadar)
n) Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan
lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang
menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-
langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam
o) Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung,
hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka
mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase
lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke
selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop
jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.
p) Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2
inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang
hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester
lilitan mengitari slang
q) Setelah NGT masuk pasien diatur dengan posisi miring tanpa bantal atau
kepala lebih rendah selanjutnya klem dibuka.
r) Corong dipasang diujung bawah NGT, air hangat dituangkan ke dalam
corong jumlah cairan sesuai kebutuhan (±500 cc). Cairan yang masuk tadi
dikeluarkan dan ditampung dalam baskom
s) Pembilasan lambung dilakukan berulang kali sampai air yang keluar dari
lambung sudah jernih.
t) Jika air yang keluar sudah jernih selang NGT dicabut secara pelan-pelan
dan diletakkan dalam baki.
u) Setelah selesai pasien di rapikan, mulut dan sekitarnya dibersihkan dengan
tissue.
v) Bereskan peralatan
w) Perawat mencuci tangan
x) Terminasi
y) Pendokumentasian
Nama : Fitriani
NIM : 1130018050
Kelas : 7A

PEMBERIAN CAIRAN

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian


sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh. Intravena (IV) secara harfiah berarti “dalam pembuluh darah.” Sebuah
jalur intravena mengacu ke tabung yang dimasukkan ke dalam vena, yang
memungkinkan pemberian solusi obat. Infus menyediakan akses vaskular
langsung kepada pasien bila obat perlu diberikan segera. Karena penyerapan
langsung, obat-obatan yang diberikan secara intravena biasanya lebih kuat
daripada yang diambil dalam bentuk pil. Bagi individu yang mengalami dehidrasi,
infus memungkinkan volume besar cairan yang diberikan dengan cepat. Juga,
beberapa obat-obatan hanya dapat diberikan secara intravena. Menurut Edward
(2011) pemasangan terapi intravena merupakan tindakan memasukan jarum
(abocath) melalui transkutan yang kemudian disambungkan dengan selang infus.
Terapi cairan intravena merupakan terapi pemberian cairan untuk penggantian
cairan, pemberian obat, dan penyedianaan nutrien jika tidak ada pemberian
dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2001). Terapi intravena adalah terapi yang
bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu
mendapatkan makanan, cairan elektrolit lewat mulut, untuk menyediakan
kebutuhan garam untuk menjaga kebutuhan cairan, untuk menyediakan kebutuhan
gula(glukose/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk metabolisme, dan untuk
menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta
untuk memberikan medium untuk pemberian obat secara intravena.(Aryani, et.
Al. 2009).

Larutan elektrolit dianggap isotonik jika elektrolit totalnya (anonym ditambah


katinon) kira-kira 310 mEq/L. Larutan di anggap hipotonik jika kandungan
elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L. Larutan di anggap hipertonik jika
kandungan elektrolit totalnya kurang dari 375 mEq/L. Perawat juga harus
mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah
kira-kira 300 mOsm/L.

1. Cairan isotonis: Cairan yang di klasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas


total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan seldarah
merah mengkerut atau membengkak. Contohnya:
a) Saline normal (0,9% natrium klorida)
b) Ringer laktat
c) Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)
d) Dextrose 5% dalam air (D5W)
2. Cairan hipotonik: Tujuanya adalah untuk mengganti cairan seluler, karena
larutan ini bersifat hipotonis di bandingkan dengan plasma serta untuk
menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-saat tertentu,
larutan natrium hipotonik di gunakan untuk mengatasihi pernatremia dan
kondisi hiper osmolar yang lain. Contohnya: 1) Salin berkekuatan menengah
(Nacl 0,45%) 2) Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45% 3) Nacl 0,2% c.
3. Cairan hipertonik: Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intra
seluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut jika diberikan dengan cepat dan
dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volum ekstraseluler dan
mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi. Contohnya: 1)
Dekstrosa 5% dalam Nacl 0,9% 2) Dextrose 5% dalam Nacl 0,45% 3) Dextrose
10% dalam air 4) Dextrose 20% dalam air 5) Nacl 3% dan 5% 6) Larutan
hiperalimentasi 7) Dextrose 5% dalam ringer laktat 8) Albumin 25 (Maria &
Karunia, 2012).
Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan terapi intravena
a. Cuci tangan.
b. Dekatkan alat
c. Jelaskan pada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan
selama pemasangan infus
d. Atur posisi pasien
e. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan
gantungkan pada standar infus
f. Menentukan area vena yang akan di tusuk
g. Pasang alas
h. Pasang torniquet pembendung ±15 cm di atas vena yang akan di tusuk
i. Pakai sarung tangan
j. Disinfeksi area yang ditusk dengan diameter 5-10 cm
k. Tusukan IV kateter ke vena dengan jarum menghadap kejantung
l. Pastikan jarum IV masuk kevena
m. Sambungan jarum IV dengan selang infus
n. Lakukan fiksasi ujung jarum IV di tempati insersi
o. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
p. Atur tetesan infus sesuai progam medis
q. Lepas sarung tangan
r. Pasang label pemasangan tidakan yang berisi: nama pelaksana, tanggal dan
jam pelaksana
s. Bereskan alat
t. Cuci tangan
u. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi
keperawatan.
NAMA : FITRIANI
NIM : 1130018050
KELAS : 7A

TRACHEOSTOMY

Tracheostomy merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat lubang ke


dalam trakea dan memasukkan selang indwelling ke dalam trakea yang dapat
bersifat permanen (Hidayati, dkk, 2014). Komplikasi yang mengancam akan
selalu ada, sehingga perawat selalu mengamati dengan ketat pasien yang
dilakukan pemasangan tracheostomy (Nurhidayati, 2010). Pasien saat terpasang
tracheostomy mempunyai komplikasi yang mengancam. Komplikasi tersebut
seperti obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi, infeksi, fistula
trakeosofagus, dilatasi trakea dan nekrosis (Novialdi & Azani, 2015). Komplikasi
yang terjadi dapat di cegah dengan melakukan tindakan keperawatan berupa
tracheostomy care. Tracheostomy care merupakan tindakan dengan
membersihkan kanul tracheostomy untuk menjaga kepatenan jalan napas
(Hidayati, dkk, 2014).

Menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam:

Indikasi Trakeostomi

 Mengatasi obstruksi laring.

 Mengurangi ruang rugi di saluran nafas bagian atas seperti daerah rongga
mulut, sekitar lidah dan faring.

 Mempermudah penghisapan secret dari bronkus pada pasien yang tidak


dapat mengeluarkan secret fisiologik misalnya pada pasien koma.

 Untuk memasang respirator.

 Untuk mengembalikan benda asing dari subglotis, apabila tidak


mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.

Persiapan Alat:

1. Spuit dengan obat analgetik.


2. Pisau (skapel)

3. Pinset anatomi

4. Gunting panjang yang tumpul

5. Arteri klem

6. Gunting kecil yang tajam.

7. Kanul trakea sesuai ukurannya yang sesuai

Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Trakeostomi

A. Tahap Pre Interaksi

1. Cek catatan medis dan perawatan.

2. Cuci tangan

3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:

o Spuit dan obat analgetik

o Pisau (skalpel)

o Pinset anatomis

o Gunting panjang yang tumpul

o Sepasang pengait tumpul

o Arteri klem

o Gunting kecil yang tajam

o Kanul trakea sesuai ukuran yang cocok untuk pasien

o NaCl 0,9%

o Mesin suction

o Kasa steril

o Sarung tangan
o 1 set perawatan luka dan betadine

o Pensil dan kertas

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam, panggil klien serta mengenalkan diri

2. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan perawatan trakeostomi

C. Tahap Kerja

1. Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya

2. Menjaga privasi

3. Membantu klien untuk mengatur posisi nyaman

4. Secara umum perawatan trakeostomi meliputi:

o Kelembaban

 Epitel bersilia melapisi bronkus dan trakea, bila ditutupi


lendir bisa rusak.

 Uap hangat atau dingin dengan mengalirkan udara yang


telah dilembabkan kedalam kanul

o Penghisapan lendir

 Meskipun kelembaban cukup cukup sekret terbentuk

 Reflek batuk kurang lakukan suction yang steril

 Mengencerkan sekret dengan meneteskan garam fisiologis


1-5 cc kedalam kanul

 Waktu dimasukan penghisap dimatikan, kateter suction


masuk dahulu baru hidupkan agar oksigen dalam paru tidak
terhisap

o Infeksi
 Mudah terjadi karena lubang operasi yang terbuka dan
aspirasi 

 Cuci tangan atau gunakan sarung tangan

 lakukan perawatan luka disekitar area trakeostomi

o Kebersihan

 Metal kanul dalam lebih panjang dapat dikeluarkan dan


dibersihkan kanul tetap untuk menjaga aliran udara

 Karet hanya satu bagian maka penghisap lendir harus hati-


hati

o Pengempisan Cuff

 Bila terlalu kencang akan merusak dinding trakea

 Dikempiskan setiap 1 jam selama 5 menit

o Makanan

 Pasien tidak mampu makan, sehingga dipasang NGT

o Berbicara

 Klien tidak dapat berbicara, sehingga perlu disediakan


pensil dan kertas

 Klien akan perlu didampingi

5. Rapikan alat-alat

D. Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi klien

2. Memberikan reinforcemen

3. Kontrak untuk kegiatan selanjutnya

4. Cuci tangan
5. Pendokumentasian
Nama : Fitriani
NIM : 1130018050
Kelas : 7A

PERAWATAN WSD

Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan


(darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung

Indikasi

1. Pneumotoraks, hemotoraks, empyema


2. Bedah paru :
a) karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
b) reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC
c) lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC

Tujuan

1. Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat
menyebabkan pneumotorak
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negative pada intra pleura

Komplikasi

1. Perdarahan
2. Emphysema subcutis
3. Laserasi paru, lien hepar
4. Infeksi
5. Pneumothorak
6. Nyeri hebat post WSD

Tehnik pemasangan
1. Tehnik monaldi Insersi pada linea medio clavicula ICS II - III
2. Tehnik Buelau Insersi pada linea aksilaris anterior ICS IV – V / V - VI

Prinsip kerja

1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan
yang rendah.
2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg
atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761
mmHg)
3. Suction

Tempat Pemasangan

1. Bagian apeks paru ( apikal )


2. Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal
3. Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus )
4. Pneumothorak : pemasangan pada thorak bag. Atas
5. Empysema : pemasangan pada thorak bag. Bawah
6. Empyema : ICS 6-7/7-8 mid aksila line agak anterior, sudut bawah scapula

Macam-macam WSD

1. WSD dengan 1 botol Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup
segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan
lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol.
2. WSD dengan 2 botol Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai
botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem
dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan
menghubungkannya ke ventilasi udara.
3. WSD dengan 3 botol Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap
ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol
segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang
di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding
yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada.
Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup
unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol.
Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan
penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk
memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap
harus dilepaskan saat itu juga

Perawatan WSD

1. Perawatan pra bedah

a. Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.


b. Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi,
oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama
terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien
dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi
tekanan.
c. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau
mengemukakan keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil
pembedahan.
d. Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta
pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.
e. Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang
diharapkan pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan

2. Perawatan pasca bedah

a. Perhatikan undulasi pada selang WSD


b. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1
jam pertama
c. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
d. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan
memperhatikan jangan sampai selang terlipat
e. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
f. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
g. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah
cairan yang dibuang
h. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
i. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis,
empisema.
j. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk
yang efektif
k. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

Cara penggantian botol

a) Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah


desinfektan.
b) Selang WSD diklem dulu
c) Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
d) Amati undulasi dalam selang WSD

Indikasi pelepasan WSD

1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :


a) Tidak ada undulasi
b) Tidak ada cairan yang keluar
c) Tidak ada gelembung udara yang keluar
d) Tidak ada kesulitan bernafas
e) Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau
pengurutan pada selang
NAMA : FITRIANI
NIM : 1130018050
KELAS : 7A

VENTILATOR

Ventilasi atau Ventilator adalah alat banyu nafas buat pasien


Indikasi Pasien Kooperatif
Invasif Tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan
tubuh Pasien ex: Tratokstomi
Non Invasif Tindakan Alat kesehatan yang tidak menembus ke dalam tubuh
secara keseluruhan atau sebagian, baik melalui lubang tubuh atau melalui
permukaan tubuh ex: Masker
Gagal Nafas Ringan dan Sedang

1. RR nya lebih dari 35/mnt

2. PAO kurang dari 50


PAP Adalah pasien yang beresiko 20x terkena pneunomonia
Komplikasinya bisa mengenai paru paru, kardiovaskuler, Upnea

2 Fakter

1. Mode

Apakah bantuan penuh

Aapkah bantuan sebagian

Apakah bantuan penuh

2. Setting digunakan untuk penggunaan volume

Pernafasan adekuat RR 12-20

PAO 2 Lebih dari 85-100

Rumus : PAO2 = 4 sampai 5 x VIO

Frekuensi
Rumus : TV ( Tidak Volume ) Normal 6-8x Berat Badan

Rumus : MP ( Minute Volume ) TV x Frekuensi

- Motode Pemberian volume dimonitoring berapa tekanan yang terjadi

Tekanan monitoring berapa volume yang terjadi tidak boleh lebih dari 35

Tekanan Penuh (PC)

Tekanan Sebagian (PS)

VCV = Volume Control Vertilasi

1 PC = 100/120 Volume p

NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A

RESUME CVP

Tekanan vena central (Central Venous Pressure) adalah tekanan darah di atrium
kanan atau vena kava. Tekanan vena sentral (CVP) memberikan informasi tentang
tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus
vascular. Pemantauan tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk pengkajian
fungsi jantung kanan dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak
terdapat penyakit kardiopulmonar. Menurut Gardner dan Woods nilai normal
tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut
Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.

1. Lokasi Pemantauan Vena untuk CVP


a) Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
b) Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada
kanan
c) Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi
phlebitis
d) Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat
di atas vena kava superior
2. Indikasi Pemasangan CVP
a) Pengukuran tekanan vena sentral (CVP)
b) Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium
c) Pengukuran oksigenasi vena sentral
d) Nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang
mengiritasi yang perlu pengenceran segera dalam sistem sirkulasi
e) Pemberian obat vasoaktif per drip (tetesan) dan obat inotropik
f) Sebagai jalan masuk vena bila semua tempat IV lainnya telah lemah

Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan
vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1)
memasang kateter CVP yang ditempatkan pada venakava superior atau atrium
kanan, teknik pengukuran dpt menggunakan manometer air atau transduser, 2)
Melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis. Pengukuran ini hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem transduser.

Tekanan Vena Jugularis Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk,kemudian


perhatikan;

1. Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa
dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-
katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atrium-katup trikuspid masih
menutup),
2. Normal,pengembungan vena setinggi manubrium sterni,
3. Bila lebih tinggi bearti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal
pada gagal jantung kanan . Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan
normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium kanan
(CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi
CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah
garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH2O.

Komplikasi Pemasangan CVP

1. Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :


2. Nyeri dan inflamasi pada lokasi penusukan
3. Bekuan darah karena tertekuknya kateter
4. Perdarahan : ekimosis atau perdarahan besar bila jarum terlepas
5. Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis)
6. Disritmia jantung

Peran Perawat pada Pemasangan CVP

1. Sebelum Pemasangan
a) Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
b) Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan pemantauan,
dan mengatur posisi sesuai dg daerah pemasangan
2. Saat Pemasangan
a) Memelihara alat-alat selalu steril
b) Memantau tanda dan gejala komplikasi yg dpt terjadi pada saat
pemasangan spt gg irama jtg, perdarahan
c) Membuat pasien merasa nyaman dan aman selama prosedurdilakukan
3. Setelah Pemasangan
Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:
a) Melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium, yaitu
pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila,
b) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang
tidak sesuai dg kondisi pasien,
c) Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor/transduser,
setiap shift, ragu terhadapgelombang. Mengkorelasikan nilai yg
terlihat pada monitor dengan keadaan klinis pasien. Mencatat nilai
tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik. Memantau
perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan. Mencegah
terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda komplikasi (spt.
Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan, hematom,
infeksi, penumotorak, rupture arteri pulmonalis, & infark pulmonal).
Memberikan rasa nyaman dan aman pada pasien. Memastikan letak
alat2 yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara memantau
gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto
toraks (CVP, Swan gans)
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A

RESUME FISIOTERAPI DADA

Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada


individu/ kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehiduan dnegan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapis dan mekanis),
pelatihan fungsi dan komunikasi.( PMK no 65 tahun 2015). Fisioterapis adalah
setiap orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan yang
berlaku dan secara sah legal dapat memberikan layanan tindakan fisioterapi
( promotif, preventif, kuratif dan rehailitatif) sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi pasien

Fisioterapi pada paru atau biasa disebut dengan fisioterapi dada merupakan
salah satu penanganan fisioterapi yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan
yang berhubungan dengan saluran pernapasan. Fisioterapi pada paru tidak hanya
diberikan dalam rangka membersihkan saluran pernapasan karena adanya dahak/
mukus, namun juga bagaimana mengembalikan fungsi paru agar dapat bekerja
secara optimal dalam memenuhi kebutuhan tubuh, orang yang mengalami sakit
paru merasakan mudah lelah dan mudah ngos-ngosan/ menggeh – menggeh,
dengan mendapatkan tindakan dari seorang fisioterapis maka fungsi dari paru
dapat dijaga dan dimaksimalkan.

            Dalam memberikan layanan fisioterapis akan selalu melakukan


pemeriksaan terlebih dahulu guna menentukan tujuan dari terapi yang akan
dilakukan dan menentukan metode/modalitas/ peralatan yang digunakan. Pada
kondisi penyakit paru problematik/ pemasalahan yang sering dihadapi oleh
fisioterapi diantaranya adalah pasien kesulitan saat mengeluarkan dahak, dada
terasa penuh, nafas menjadi tidak teratur ( perubahan pola napas), rasa kaku dan
tegang pada otot didada, dan juga pasien merasa mudah lelah dan sesak saat
beraktivitas.
Berikut beberapa latihan/tindakan yang digunakan dalam rangka mengatasi
permasalahan yang sering dihadapi pasien paru. Pada kesempatan ini kami
uraikan mengenai tehnik terapi untuk mengeluarkan dahak.

1. Postural drainage

Postural drainage merupakan salah satu tehnik yang digunakan untuk mengalirkan
sputum/ dahak yang berada di dalam paru agar mengalir ke saluran pernapasan
yang besar sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. Tindakan ini dilakukan
selama minimal 20 menit untuk satu bagian lobus paru dan dilakukan
pemeriksaan suara paru terlebih dahulu untuk menentukan posisi yang tepat.
Dilakukan sehari sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari.

 Tapotemen/perkusi

Teknik ini berupa tepukan yang ritmis dan terah ke bagian paru, tujuannya adalah
untuk menggetarkan paru sehingga bila ada dahak yang lengket pada dinding
saluran napas dapat terlepas dan mengalir kesaluran napas yang lebih besar.
Tapotemen biasanya dilakukan bersamaan degan pemberian postural drainage.
Tidak semua kondisi paru boleh diberikan tapotemen / perkusi ada hal hal perlu
diperhatikan dalam pemberian tindakan ini diantaranya adanya suara mengi/
wheezing karena dapat menyebabkan keluhan sesak semakin bertambah jika tidak
dilakukan secara tepat, batuk darah karena dapat menambah perdarahan. Ritme
yang teratur dan frekuensi yang tepat menjadi hal yang harus dilakukan tidak
sekedar kerasnya tepukan yang diberikan ke dada baik dari depan maupun dari
belakang. Bila melakukan perkusi sebaiknya jumlah tepukan mencapai 25 kali
dalam 10 detik agar hasil lebih maksimal, selama 3-5 menit untuk tiap bagian dari
paru paru.

 Vibrasi

Vibrasi dengan menggetarkan sangkar dada, diberikan setelah pemberian postural


drainage dan aplikasi tapotemen, vibrasi digunakan untuk meningkatkan dan
mempercepat aliran sekret di dalam paru. Vibrasi dilakukan pada saat pasien
ekspirasi, dimana sebelumnya pasien diminta tarik napas dalam kemudian saat
ekspirasi diberikan vibrasi sampai akhir ekspirasi. Dengan frekuensi 4-5 kali
getaran.

 Latihan Batuk efektif

Latihan batuk efektif digunakan untuk mengeluarkan dahak yang sudah terkumpul
ke saluran pernapasan yang besar, setelah dilakukan prosedur postural drainase,
tapotemen dan vibrasi. Batuk efektif adalah tehnik batuk yang diharapkan dapat
mengeluarkan dahak, tidak seperti batuk pada umumnya batuk efektif terbukti
lebih bisa dan banyak mengeluarkan dahak. Bagaimanakah cara melakukanannya,
pertama ambil posisi duduk tegak atau berdiri, kemudian tarik napas dalam
sebanyak 3 kali kemudian bernapas dengan pernapasan biasanya kemudian tarik
napas dan batukkan sebanyak 2 kali secara berturut turut tanpa ada jeda (dalam
satu kali tarik napas kemudian dibatukkan sebanyak 2 kali berturut turut tanpa
jeda) . Batuk dilakukan 2 kali berturut turut bertujuan untuk melepaskan
perlengketan sputum/dahak pada saluran pernapasan dan batuk yang kedua ntuk
mengeluarkan mukus dari paru paru.  Saat keluar dahak jangan lupa tutuplah
mulut dengan sapu tangan / tisu kemudian buang ke tempat sampah dan cuci
tangan untuk meminimalkan penularan.

Beberapa teknik tersebut diatas bisa dilakukan secara teratur selama produksi
mukus/ dahak masih banyak, namun menjadi kurang efektif jika yang terjadi
batuk kering.
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A

RESUME BGA

Analisis gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) test adalah tes untuk
mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat asam basa (pH) di dalam
darah. Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ
paru yang menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Tes ini juga
dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu napas untuk
memonitor kondisi serta mengetahui apakah pengaturan alat sudah sesuai. Selain
itu, tes ini dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal,
serta memeriksa gejala yang disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen dan
karbon dioksida, atau keseimbangan pH dalam darah, seperti sesak napas,
kesulitan bernapas, mual, pusing, dan penurunan kesadaran. Analisis gas darah
dilakukan untuk untuk mengetahui bila darah terlalu asam (asidosis) atau basa
(alkalosis), serta untuk mengetahui apakah tekanan oksigen dalam darah terlalu
rendah (hipoksemia) atau tekanan karbon dioksida terlalu tinggi (hiperkarbia).

Indikasi :

1. Pengambilan darah di arteri untuk memeriksa gas darah arteri.


2. Untuk menilai ada tidaknya gangguan keeimbangan asam basa yang
disebabkan gangguan respirasi atau metabolic.
3. Pengambilan dilakukan di arteri radialis, femoralis, brachialis, dorsalis
pedis.

Persiapan alat :

1. Spluit 3cc atau spluit khusus BGA.


2. Kapas alcohol
3. Penutup karet
4. Heparin
5. Plester

Cara pemeriksaan gas darah :


1. Pergelangan tangan posisi etensi 45o
2. Palpasi radialis
3. Kulit disenfeksi dengan alcohol
4. Jarum suntik 3cc dibasahi dengan heparin
5. Tusuk jarum suntik pada arteri radialis dengan posisi sudut 45o
6. Darah akan mengalir ke jarum setelah 3-5 cc, stop
7. Gelembung dikeluarkan
8. Kirim ke laborat

Prosedur kerja :

1. Jelaskan prosedur
2. Isi spuit dengan heparin sebanyak 0,1cc
3. Tentukan area yang akan diambil
4. Jika akan dilakukan di arteri radialis, maka topang tangan dengan bantalan
5. Lakukan desinfeksi pada area tersebut
6. Tusukkan dengan sudut 45o pada arteri radialis dan 90o pada arteri
femoralis
7. Setelah darah terambil tutup dengan karet
8. Tekan area yang telah ditusuk untuk mengurangi perdarahan
9. Isi formulir permintaan pemeriksaan BGA
10. Tambahkan suhu tubuh klien dan apakah klien menggunakan alat bantu
pernafasan seperti nasal kanul atau masker

Komponen pemeriksaan BGA :

1. PO2
2. PCO2
3. BE
4. HCO3
5. pH darah
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A

RESUME PASIEN COVID


Urutan pasang APD :
a. Masker
b. Hasmat
c. Kaca mata google
d. Handscon
e. Kaos kaki
f. Fice shield
Dalam pengkajian ada 3 aspek :
a. Saspek (keluhan : panas, nyeri tenggorokan, batuk)
b. Porpable (adanya gejala : pernah kontak sama penderita covid-19
selama 7 hari belakang)
c. Konfirm
Pengkajian :
1. Airway Obstruksi total : terlihat pergerakan dada siso (dada naik
&perut turun), tidak terdengar suara nafas, tidak terasa aliran hawa
nafas. Obstruksi parsial : terlihat pergerakan dada, adanya suara nafas
tambahan (snoring : adanya cairan, wezing, ronki). Snorng cara
mengatasinya dengan cara suction. Gargling :
a. OPA : cara mengukurnya dari samping sampai fragus
b. NPA (naso faring airway) : cara mengukurnya dari puncak hidung
kef ragus Kontra indikasi : pada pasien frakturbasiskrani’i
c. Intubasi (ETT)
d. Kritodirodotomy
Normal rite breating (12 – 20) : apabila lebih dari 25 x/menit berarati
mengalami distress nafas
Gagal nafas apabila RR lebih dari 35 x/menit , PaO2 kurang dari 70
(normalnya 85 -100), SPO2 kurang dari 20.
Gagal nafas ada 3 :
a. Hiposekmi : kadar PaO2 < 50
b. Hiperkapmik : PaCO2 > 50
c. Campuran hiposekmi & hiperkapmik
3. Sirkulasi (untuk menilai pasien syok atau tidak)
Tanda syok :
a. Nadinya diatas 100 dan kecil
b. Perfusinya putih pucat dan dingin
c. CRT < 2 detik
Apabila syok pasang infus menggunakan surflo 14 – 16 dan cairan NaCl.
GCS :
a. Kalau buka mata spontan 4
b. Dipanggil dan ditepuk Pundak 3
c. Dikasih ransangan 2
d. Apabila tidak membuka mata dengan dikasih nyeri tidak merespon
1
VERBAL :
a. Dia tau dirinya sendiri saat ditanya 5
b. Merasa bingung 4
c. Ada kata-kata tpi kata-katanya tidak sesuai 3
d. Menggerang 2
e. Tanpa ada kata-kata 1
MOTORIK :
a. Sesuai dengan perintah (angkat tangan) 6
b. Meloka lisir nyeri di kuku 5
c. Menjauh 4
d. Fleksi abnormal 3
e. Ekstensi abnormal 2
f. Tidak ada respon 1
NAMA: Fitriani
NIM : 1130018050
KELAS: 7A

RESUME Spooling post tur-p


Tindakan glider streaming tindakan ini merupakan latihan terstruktur yang
dilakukan pada pasien sebelum pelepasan kateter.
Tujuan dari tindakan ini untuk melatih dan mengembalikan fungsi kandung
kemih ke keadaan normal otot berfungsi optimal sehingga interval berkemih
menjadi lebih panjang dan normal.
Tahapan interaksi
a. Mencuci tangan 6 langkah dan menjaga privasi klien
b. Irigasi kateter ini biasanya dilakukan pada pasien post op
Alat dan Bahan
a. Underfed feat
b. Bengkok
c. Gunting
d. Selang infus Cairan saline normal NaCl
e. Hypafix
f. Korentang
g. Bak instrumen didalam bak instrumen ini berisi sarung tangan steril,
speed, kom yang sudah berisi NaCl full
h. Penutup urine Bag
Tindakan
a. Mencuci tangan
b. Kemudian kita melakukan pemasangan selang infus pada cairan infus dan
pertahankan teknik steril pastikan tidak terdapat gelembung pada area
selang
c. Melakukan irigasi kateter biasanya kateter sudah dipasang dari ruang
operasi jadi kateter yang dipasang adalah kateter trewe atau tiga jalur
beserta dengan kantong urinenya
d. Kemudian jangan lupa di bawah pasien letakkan underpad untuk menjaga
supaya nanti tidak menetes cairan ketika dilakukan irigasi
e. Setelah itu dekatkan alat kemudian pakai sarung tangan
f. Pertama dekatkan dulu undercutnya pasang di dekat pasien nya karna kita
akan melakukan irigasi
g. Kemudian dekatkan com steril kalau sudah semua jangan lupa ambil Kit
setelah itu pasang under pet dan juga dekatkan NaCl
h. Siapkan dulu alkohol swab gunakan untuk melakukan disinfektan pada
selang kateter
i. Kemudian pakai sarung tangan dan lakukan disinfektan pada bagian selang
menggunakan alkohol swab
j. Kemudian lakukan pemasangan selang hidrasi satu selang kateter ada
tulisannya irigasi kita pasang selang infusnya ke selang irigasi lalu kalau
sudah terpasang kemudian pastikan sudah terfiksasi dengan baik bisa juga
ditambahkan dengan plester untuk memastikan agar selangnya tidak
terlepas lalu alirkan NaCl dengan kecepatan antara 80-100 tetes permenit
atau sesuai dengan artis dokter. Biasanya selama proses irigasi pasien juga
akan diberikan obat analgesik dalam proses irigasi ini disebut dengan
iritasi tertutup saat melakukan irigasi biasanya terjadi sumbatan sumbatan
karena pasien bergerak sehingga terjadi sumbatan yang ditandai dengan
kurangnya aliran urin atau cairan yang keluar di urine bag jadi antara
cairan yang masuk dengan cairan yang keluar itu tidak sama itu tanda yang
pertama yang kedua kita palpasi pada vesika urinaria biasanya pasien
mengeluh vesika urinaria nya membesar atau teraba distensi kandung
kemih.
k. Saat terjadi hambatan matikan atau tutup klem sirkulasi tadi kemudian
lakukan spooling
l. Kemudian sebelum spooling siapkan dulu alat dan hanya selang kateter
urin yang dilepas yang tersambung ke kantong urine di lepas kemudian
tutup ya dengan penutup supaya memastikan kantong urine nya tetap steril
m. Kemudian letakkan pada bagian selang yang akan di disinfektan dengan
kapas alkohol dengan satu kali usapan saja kemudian ambil cairan 10 link
sebanyak 30 sampai dengan 50cc cairan yang digunakan biasanya adalah
cairan steril kemudian pastikan tidak ada udara keluarkan dulu udaranya
kemudian masukkan ke selang yang tadi tersambung dengan kantong urine
n. Pertama masukkan dulu cairan NaCl sebanyak 50 cc secara perlahan-lahan
sambil lihat respon pasien Apakah pasien merasa nyeri jadi setelah 50cc
ini masuk kita tarik secara perlahan-lahan karena pasien bisa merasakan
nyeri tertarik perlahan lalu kita amati Cairan apa yang keluar Apakah ada
bekuan darah atau urine yang tercampur kemudian kita tarik kemudian kita
buang cairannya di bengkok, kita lakukan sampai cairan yang keluar
berwarna jernih kalau berwarna jernih berarti bisa dipastikan bahwa tidak
ada lagi sumbatan
o. Setelah itu buka selang urinnya kemudian kita Sambungkan dengan kateter
dengan selang urinnya lagi kemudian buka klem irigasi dan alirkan sesuai
tetesannya sesuai dengan advis dokter
p. Selanjutnya rapikan alat untuk kantong urinnya bisa diletakkan di gelas
ukur dibawah tempat tidur pasien supaya aliran urin dan irit bisa mengalir
ke dalam kantung urinnya diletakkan di dalam gelas ukur supaya tidak
menggantung
q. Selanjutnya melepas APD dan lakukan dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai