Persiapan Alat:
a. OPA
b. ETT
c. Suction
d. Non Breathing mask (NRM)
e. Abocate no 16, 18
f. Ringer laktat hangat
g. Oksimeter
h. Back valse mask (amubag)
i. Needle no 16
j. NaCl 0,9%
k. Bidai / spalek
l. Mitela atau kain segitiga
m. Kassa balut
n. Plester
o. Stetoskop
p. Plastik untuk penutup open pneumothorak
A (Airway)
II Langkah Kerja:
1. Penilaian
2. Peserta memeriksa respons& jalan nafas penderita
3. Peserta memberitahukan bahwa jalan nafas belum aman, ada sumbatan parsial
4. Peserta dapat melakukan suction
5. Peserta menjelaskan waktu yang di rekomendasikan untuk suction dan jenis
kanul suction
6. Peserta dapat menjaga tulang leher dan memasang neck collar & stabilisasi
kepala serta dapat menyebutkan langkah-langkah pemasangan neck collar serta
mampu menyebutkan tanda-tanda fraktur cervical
7. Peserta dapat menyebutkan perlunya tindakan pemasangan intubusi ETT
sekaligus menjaga imobilisasi tulang spinal
8. Peserta dapat menyebutkan indikasi airway definitive, peserta dapat
menyebutkan peralatan peralatannya & ukuran ETT
9. Peserta dapat menyebutkan perlunya tindakan membuka jalan nafas dengan
cara chin lift atau jaw thrust. Lanjutkan dengan pemasangan OPA
10. Peserta dapat menyebutkan tahap pemasangan OPA setelah di lakukan suction
ketika pasien tidak sadar
11. Peserta menjelaskan waktu yang di rekomendasikan untuk suction dan jenis
kanul suction
12. Peserta dapat menjaga tulang leher dan memasang neck collar & stabilisasi
kepala serta dapat menyebutkan langkah-langkah pemasangan neck collar serta
mampu menyebutkan tanda-tanda fraktur cervical
13. Peserta dapat menyebutkan perlunya tindakan pemasangan intubusi ETT
sekaligus menjaga imobilisasi tulang spinal
B (Breathing)
14. Peserta menilai frekuensi pernafasan
15. Peserta dapat menentukan terapi oksigen yang dibutuhkan menggunakan NRM
(12 LPM)
16. Peserta dapat menilai pernapasan dengan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi &
perkusi.
a. Inspeksi : hematoma di dada kiri, peranjakan tidak simetris
b. Auskultasi : Suara nafas kurang terdengar di bagian kiri, suara jantung
jelas
c. Pada saat palpasi ditemukan krepitasi
d. Perkusi : dada kiri hipersonor
17. Peserta dapat menyebutkan dan menjelaskan tindakan needle torakosintesis
termasuk lokasi penusukan, mekanisme ventil dan tindak lanjut setelah dilakukan
pemasangan needle. Contoh : Needle terpasang, dalam waktu 15’ harus di bawa
ke kamar operasi untuk pemasangan chest tube. Setelah terpasang needle,
suara nafas bilateral, Saturasi O2 94%, pernafasan stabil
18. Peserta mengevaluasi hasil tindakan
C (CIRCULATION)
19. Peserta menghentikan perdarahan eksternal
20. Peserta menilai apakah ada tanda-tanda syok, dengan menanyakan Nadi & akral
21. Peserta harus menyebutkan pemasangan infus 2 jalur dengan cairan RL atau
NaCL 2 liter
22. Peserta menyebutkan pengambilan sampel darah
23. Peserta dapat menyebutkan sumber-sumber perdarahan internal
24. Peserta mencari sumber-sumber perdarahan luas dengan membuka pakaian
pasien
25. Peserta melakukan stabilisasi untuk menghentikan perdarahan termasuk
pemasangan bidai (dapat menyebutkan prosedur pemasangan bidai)
26. Peserta boleh menyebutkan untuk memasang catheter
27. Peserta dapat menyebutkan nilai normal urin dewasa dan kontra indikasi
28. Peserta mengevaluasi hasil tindakan
I. Persiapan Alat:
a. Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b. Trolly emergency yang berisi :
c. Laryngoscope lurus dan bengkok (anak dan dewasa)
d. Pipa trakhea berbagai ukuran
e. Trakhea tube berbagai ukuran
f. CVP set
g. Infus set/blood set
h. Papan resusitasi
i. Gunting verband
j. Bag resuscitator lengkap
k. Spuit 10 cc – jarum no. 18
l. Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai
m. Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai
n. EKG record
o. EKG monitor bila memungkinkan
p. DC shock lengkap
Dua Penolong
1. Langkah 1-13 di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga pnolong
kedua dating
2. Saat penolong pertama memeriksa nafas dan denyut nadi karotis, penolong
kedua mengambil posisi untuk menggantikan kompresi jantung
3. Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas buatan
2 kali sampai dada pasien mengembang/terangkat. Tiap nafas selama 1 detik
diulang dengan nafas berikutnya. Disusul penolong kedua memberikan
kompresi dada.
4. Lanjutkan RJP dengan siklus yang sama seperti di atas
5. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil
6. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
7. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
8. Cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien
SOP TRANSPORTASI
PASIEN KRITIS
PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
TRANSPORTASI PASIEN KRITIS
Langkah Kerja:
Satu Penolong
1. Koordinasi sebelum transport (dengan dokter, perawat ruangan yang akan
dituju, dan keluarga pasien) tentang kondisi medis pasien
8. Periksa denyut nadi arteri karotis, jika arteri carotis teraba, cukup berikan
nafas buatan setiap 5 detik sekali
9. Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi kompresi jantung dan nafas
buatan dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa (1 siklus), 5:1 untuk anak
(1 siklus) dan 3:1 untuk bayi (1 siklus)
Lokasi kompresi jantung: 2 jari di atas PX (Processus Xyphoideus)
Cara Kompresi jantung:
Pada Dewasa: Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan di
atas lokasi kompresi dengan kejutan bahu dan posisi kedua lengan tegak
lurus dengan kedalaman 4-5 cm;
Pada Anak : Penekanan menggunakan salah satu pangkal telapak
tangan di atas lokasi kompresi dengan posisi lengan tegak lurus dengan
kedalaman 3-4 cm ;
Pada bayi : Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong
sedangkan tangan kiri memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri
brakhialis sebelah kiri;
Kedua jari penolong (jari tengah dan jari manis) menekan dada bayi pada
posisi sejajar putting susu 1 cm ke bawah dengan kedalaman 1-2 cm ;
Kecepatan RJP:
Pada Dewasa: 4-5 siklus/menit
Pada Anak : 14-20 siklus/menit
Pada bayi : 20 siklus/menit
10. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil
11. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
12. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
Dua Penolong
1. Langkah 1-13 di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga pnolong
kedua datang
2. Saat penolong pertama memeriksa nafas dan denyut nadi karotis, penolong
kedua mengambil posisi untuk menggantikan kompresi jantung
3. Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas buatan
2 kali sampai dada pasien mengembang/terangkat. Tiap nafas selama 1 detik
diulang dengan nafas berikutnya. Disusul penolong kedua memberikan
kompresi dada.
4. Lanjutkan RJP dengan siklus yang sama seperti di atas
5. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil
6. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
7. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
8. Cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien
Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79
B = 70 – 74 ( .................................... )
C+ = 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54,00
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Prosedur Kerja:
1. Bawa alat-alat ke dekat klien.
2. Siapkan spuit dan medikasi klien.
3. Pasangkan spuit pada syringe pump dan hubungkan spuit dengan akses
intravena.
4. Nyalakan syringe pump.
5. Atur jumlah medikasi yang akan diberikan dalam c/jam.
6. Tekan tombol On/Off
7. Tekan start untuk memulai pemberian medikasi. Atur dosis dengan tekan tombol
“rate/D.Limit/ml (SELECT)” sehingga muncul RATE pada layar, putar dial setting
di sebelah samping (rate dalam satuan ml/H = cc/jam)
8. Tekan start (jika sudah operasional maka lampu indikator akan menyala hijau
berputar)
9. Jika ada hal yang kurang tepat, alat akan memberikan peringatan dengan suara
dan lampu yang menyala merah.
10. Evaluasi respon klien terhadap pemberian cairan
2. PENYELESAIAN
1. Merapikan alat
2. Merapikan pasien
3. Pencatatan dan pelaporan
Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79 ( ............................ )
B = 70 – 74
C+ = 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
SOP PELEPASAN SELANG INFUS
2.Pelaksanaan
1) Pastikan kebutuhan klien akan pelepasan infus.
2) Persiapan klien :
• Sampaikan salam ( Lihat SOP Komunikasi Terapeutik
• Informasikan kepada klien tentang tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
Persiapan Alat :
Perlak dan pengalas,
Bengkok,
Plester dan gunting,
Kapas alcohol dan kapas betadhin,
Kassa steril,
Bak steril untuk menyimpan alat-alat steril,
Sarung tangan bersih
Persiapan lingkungan
Jaga privacy klien dengan menutup gordin atau pasang sampiran
Pelaksanaan
1. Cuci tangan ( lihat SOP Cuci Tangan )
2. Dekatkan alat-alat ke samping tempat tidur dan jaga kesterilan alat.
3. Pakai sarung tangan.
4. Matikan klem pengatur tetesan.
5. Pasang pengalas dan perlak dibawah tangan yang terpasang infus.
6. Lepaskan plester secara perlahan, gunakan kapas alcohol atau wash benzene
untuk memudahkan melepas plester.
7. Buka kassa yang menutupi tempat penusukan.
8. Tekan tempat penusukan jarum dengan kapas alcohol dengan tangan kiri, lalu
tarik abocath pelan-pelan dengan tangan kanan.
9. Bukan abocath beserta selang dan botol infuse ke dalam tempat sampah.
10. Ambil kapas alcohol yang menekan tempat penusukan.
11. Tutup bekas penusukan dengan kassa betadin.
12. Plester kassa dengan rapi.
13. Evaluasi respon klien dan rencana tindak lanjut.
14. Angkat perlak dan pengalas, posisikan klien nyaman serta bereskan alat.
15. Lepaskan sarung tangan.
16. Sampaikan salam terminasi ( Lihat SOP Komunikasi Terapeutik ).
17. Cuci tangan ( Lihat SOP Cuci Tangan ).
18. Dokumentasikan hasil tindakan
PROSEDUR TINDAKAN
I. PENGKAJIAN
1. Mengkaji kebutuhan klien / instruksi medik akan pemeriksaan EKG.
2. Mengkaji tingkat kesadaran klien; ada atau tidaknya kegelisahan.
II. INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1) Mesin EKG.
2) Nierbeken.
3) Jelly.
4) Kapas alkohol pada tempatnya.
5) Tissue.
6) Washlap basah.
7) Alat cukur (kalau perlu).
8) Kertas dokumentasi EKG, lem, dan gunting.
B. Persiapan Klien :
1) Menjelaskan kepada klien tentang tujuan tindakan pemeriksaan EKG.
2) Melepaskan alat logam yang digunakan klien, temasuk gigi palsu.
3) Menganjurkan klien untuk berbaring dengan tenang dan tidak bergerak selama
prosedur.
4) Menjelaskan kepada klien untuk tidak memegang pagar tempat tidur.
III. IMPLEMENTASI
1) Mencuci tangan.
2) Menutup sampiran.
3) Membuka pakaian atas klien.
4) Membersihkan area ekstremitas dan dan dada yang akan dipasangi elektroda
dengan menggunakan kapas alkohol. Bila terdapat rambut yang cukup tebal
cukur bila perlu.
5) Memberikan jelly pada area pemasangan dan pada elektroda.
6) Pasang kabel dan elektroda (hindari memasang elektroda pada massa otot yang
terlalu tebal atau pada struktur tulang) :
a. Kabel Merah (R) : pada lengan kanan.
b. Kabel Kuning (L) : pada lengan kiri.
c. Kabel Hijau (F) : pada kaki kiri.
d. Kabel Hitam (N) : pada kaki kanan.
e. V1 : pada interkostal ke– 4 kanan.
f. V2 : pada interkostal ke– 4 kiri.
g. V3 : pada interkostal ke 4 – 5 antara V2 dan V4.
h. V4 : pada interkostal ke-5 linea midclavicularis kiri.
i. V5 : horizontal terhadap V4, di linea aksilaris anterior.
j. V6 : horizontal terhadap V5, pada línea midaksilaris.
7) Menghubungkan kabel ground ke washlap basah yang diletakkan di nierbeken.
8) Menghubungkan kabel listrik mesin EKG ke sumber listrik.
9) Menyalakan power On mesin EKG.
10)Mengatur kecepatan gelombang pada 25 mV.
11)Mengatur ketinggian rekaman pada skala 1.
12)Melakukan kalibrasi 1 mV.
13)Melakukan rekaman 12 lead.
14)Setelah selesai, mematikan power mesin EKG dan lepaskan kabel/elektroda dari
tubuh klien, kemudaian bersihkan sisa jelly yang menempel dengan tissue.
15)Merapihkan klien dan mengembalikan alat-alat pada tempatnya.
IV. EVALUASI
Mengevaluasi respon klien selama prosedur, baik verbal, maupun nonverbal.
V. DOKUMENTASI
1) Menempelkan hasil rekaman EKG pada kertas dokumentasi EKG.
2) Mencatat nama klien, umur, tanggal dan jam serta nama pemeriksa pada kertas
dokumentasi EKG.
3) Mencatat respon klien sebelum, selama dan sesudah melakukan prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL Tanjungpinang,..............
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69 ( ............................ )
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54
PROSEDUR TINDAKAN
I. PENGKAJIAN
1) Mengkaji kempali program/instruksi medik.
2) Mengkaji kebutuhan klien akan perlunya pemasangan CVP.
3) Mengkaji tanda-tanda vital sebelum pemasangan atau operawtan CVP.
4) Mengkaji area pemasangan CVP.
5) Mengkaji adanya komplikasi akibat pemasangan CVP.
II. INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1) Kateter CVP sesuai ukuran, dan sesuai dengan jenis lumen (single, double, atau
triple, tergantung dari kondisi klien).
2) Handsoen steril.
3) Set jahit luka.
4) Set rawat luka.
5) Needle intriducer.
6) Syringe.
7) Mandrin (guidewire).
8) Duk steril
B. Persiapan Klien :
1) Menjelaskan prosedur kepada klien untuk mengurangi kecemasan dan
mengharapkan kerjasama dari klien.
2) Mengatur posisi klien, yaitu posisi trendelenburg, yang mungkin akan sangat
membuat klien merasa tidak nyaman.
3) Menjaga prinvacy klien dengan menutup sampiran.
III. IMPLEMENTASI
Teknik pemasangan yang sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya adalah
dengan menggunakan mandrain yang dimasukkan melalui jarum, jarum kemudian
dilepaskan, dan kateter CVP dimasukkan melalui mandarin tersebut. Jika kateter sudah
mencapai atrium kanan, mandrain ditarik, dan terakhir kateter disambungkan pada IV
set yang telah disiapkan dan lakukan penjahitan daerah insersi.
Langkah Pemasangan :
1) Mendekatkan peralatan disamping tempat tidur klien (mudah dijangkau).
2) Mencuci tangan dengan teknik steril.
3) Memakai handscoen steril.
4) Menentukan daerah yang akan dipasang : Vena subklavia atau Vena jugularis
interna.
5) Tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat pemasangan CVP adalah vena
femoralis dan vena fossa antecubiti.
6) Mengatur posisi klien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis
interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah
pemasangan.
7) Melakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic.
8) Memasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.
9) Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah terjadinya emboli udara,
anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan nafas.
10)Dokter memasukkan jarum / kateter secara perlahan dan pasti, ujung dari kateter
harus tetap berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung.
11)Menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur tekanan CVP.
12)Dokter melakukan fiksasi / dressing pada daerah pemasangan, agar posisi
kateter terjaga dengan baik.
13)Merapikan peralatan.
14)Mencuci tangan.
IV. EVALUASI
1) Setelah dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dadauntuk memastikan
posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya
hemothorax atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.
2) Mengobservasi respon klien sebelum, selama, dan sesudah pemasangan CVP.
3) Mengobservasi kepatenan fiksasi secara periodik.
4) Mengukur tekanan CVP secara periodik.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat laporan pemasangan, termasuk respon klien (tanda-tanda vital,
kesadaran, dll), lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil
pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.
2) Mencatat jenis dan ukuran set CVP yang digunakan.
3) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
4) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL Tanjungpinang,..................
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69 ( ............................... )
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54
II. INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1) Penggaris 2 buah.
2) Spidol.
B. Persiapan Klien :
1) Menjelaskan prosedur dan tujuan pelaksanaan prosedur kepada klien.
2) Mengatur posisi klien berbaring dengan posisi supine dengan menggunakan
bantal.
III. IMPLEMENTASI
1) Mencuci tangan.
2) Menganjurkan klien untuk berbaring dengan tenang dan bernafas seperti
biasa selama prosedur.
3) Membendung dengan menggunakan jari pada daerah supra clavicula agar
vena jugularis tampak dengan jelas.
4) Menekan pada bagian ujung proksimal vena jugularis (dekat angulus
mandibulae) sambil melepaskan bendungan pada supra clavicula.
5) Mengamati tingginya bendungan darah yang ada dan beri tanda dengan
menggunakan spidol.
6) Mengukur jarak vertical permukaan atas bendungan darah terhadap bidang
horizontal yang melalui Angulus ludovici.
7) Menentukan/menghitung hasil pengukuran :
Tulis jarak bendungan darah diatas atau dibawah dari bidang horizontal.
JVP = 5 – ….. cm H2O (bila dibawah bidang horizontal).
= 5 + …...cm H2O (bila diatas bidang horizontal). Bila permukaan bendungan
darah tepat pada bidang horizontal, maka hasil pengukuran : JVP = 5 + 0 cm
H2O.
Catatan : Angka 5 berasal dari jarak atrium kanan ke titik Angulus ludovici
yaitu kira-kira 5 cm. Nilai normal JVP = 5 – 2 cm H2O.
8) Merapihkan klien kembali dan merapihkan alat.
9) Mencuci tangan.
IV. EVALUASI
1. Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL Tanjungpinang,...............
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64 ( ................................. )
D = 55 – 59
E = < 54
Komplikasi
a. Herniasi Tonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoid intraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis
Dokumentasi
II. INTERVENSI
Fisik
a. Obat-obatan depresan susunan saraf pusat (alkohol atau tranqualizer) atau
stimulan tidak diberikan selama 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan karena
akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas listrik otak. Dokter akan
memberikan instruksi untuk pemberian anti konvulsi bila perlu 24 – 48 jam
sebelum tindakan.
b. Cairan yang mengandung caffein seperti kopi, cokelat dan the tidak diberikan
selama 24 jam sebelum tindakan dilakukan
c. Rambut harus bersih, bebas dari spray, minyak lotion dan hair fastener.
d. Pasien harus makan pagi sebelum melakukan pemeruiksaan, karen
ahipoglikemia menyebabkan ketidak normalan potensial listrik.
III. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan / Prosedure Tindakan EEG
a. Posisi pasien berbaring, ciptakan suasana sedemikian rupa sehingga nyaman
bagi pasien
b. Petugas EEG menempelkan 14-16 elektroda pada lokasi yang spesifik pada kulit
kepala serta menghubungkannya. Melalui kawat penghubung ke mesin/alat
EEG.
c. Pencetakan garis dasar (gambar dasar) dihasilkan mengikuti 3 urutan
pemeriksaan yaitu hiperventilasi, stimulasi “photic” dan tidur.
Hiperventilasi :
Pasien dianjurkan untuk melakukan hiperventilasi dengan cara mengambil nafas 30-40
nafas melalui mulut setiap menitnya selama 3-5 menit. Perlu diingat kenaikan PH serum
kira-kira 7,8 akan menaikkan rangsangan neuron dan akan menyebabkan serangan
aktivitas pada pasien epilepsi
Photic stimulasi :
Cahaya yang silau difokuskan kepasien dimana pasien dianjurkan untuk menutup
matanya . stimulasi ini akan menyebabkan aktivitas serangan bagi pasien yang
mempunyai kecenderungan mendapat serangan
Tidur :
Pasien dianjurkan untuk tidur, jika pasien tidak bisa tidur dapat diberikan hipnotik yang
bekerjanya cepat. Hasil perekaman dari aktifitas listrik tersebut diinterpretasikan oleh
neurologi
EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL Tanjungpinang,............
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64 ( .......................... )
D = 55 – 59
E = < 54
II. INTERVENSI
Setting Ventilator
1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = – pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C :
– M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
– M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2. Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3. PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan
sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
– Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
– PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15
mmHg.
4. Pengaturan Alarm :
– Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset
batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
– “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
– “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset
III. Pemantauan
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas
darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg
Saturasi O2 = 96 – 97 %
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui :
letak tube
perkembangan paru-paru yang simetris
panjang tube
5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari
6. Periksa elektrolit setiap hari
7. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda
sebagai berikut :
o gelisah, kesadaran menurun
o sianosis
o distensi vena leher
o trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
o salah satu dinding torak jadi mengembang
o pada perkusi terdapat timpani.
Perawatan :
1) Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya
bagi pasien yang tidak sadar.
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah
infeksi.
3) “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air
yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
4) Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti
tiap 24 jam.
5) Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai
letak dan panjang tube berubah.
6) Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
7) Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
8) Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga
posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
9) Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi
tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
dekubitus.
10)Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
11)Teknik mengembangkan “cuff” :
o kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
o “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.
EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL
Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,..................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( .............................. )
E = < 54
UNIT TERKAIT
1. Instalasi Gawat Darurat.
2. Instalasi Rawat Jalan.
EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL
Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,.................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64 ( ........................ )
D = 55 – 59
E = < 54
Pelaksanaan
1. Bawa alat-alat ke dekat klien.
2. Siapkan cairan infus dan infuse set dan gantungkan di tiang pengangga infuse
pump.
3. Pasangkan bagian selang pada infus set pada infuse pump, pastikan tidak ada
udara pada selang.
4. Pasang drip sensor pada tempat tetesan infus set.
5. Nyalakan infuse pump.
6. Atur infus set pada infuse pump (15 dr/cc, 19 dr/cc, 20 dr/cc, 60 dr/cc) sesuai
infuse set yang digunakan.
7. Atur jumlah cairan yang akan diberikan pada klien tiap jam.
8. Tekan start untuk memulai pemberian cairan.
9. Jika ada hal yang kurang tepat, alat akan memberikan peringatan dengan
suara dan lampu yang menyala merah pada tulisan air, occlusion, flow err,
empty, door, completion.
10. Merapikan alat
11. Merapikan pasien
EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan terhadap
pemberian cairan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2. Mencatat hasil pengukuran.
3. Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.
VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL
Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,.................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 (...............................)
E = < 54
10) Jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
11) Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan
rata dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
12) Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
13) Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
14) Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat
elektrode menempel.
15) Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
caira Nacl.
16) Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang
dibungkus kain dimasukkan dan klien diminta menggigit
17) Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan dilapisi kain
18) Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang
19) Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai
timer berhenti dan dilepas
20) Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat).
21) Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma
22) Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
PENILAIAN KETERAMPILAN
PELEPASAN GIPS
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK
Persiapan Alat :
1) Gergaji listrik/pemotong gips
2) Gergaji kecil manual
3) Gunting besar
4) Baskom berisi air hangat
5) Gunting perban
6) Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7) Sabun dalam tempatnya
8) Handuk
9) Perlak dan alasnya
10) Washlap
11) Krim atau minyak
Langkah Kerja
1) Mencuci tangan pakai sarung tangan
2) Menjelaskan kepada klien prosedur yang akan digunakan
4) Potong balutan dengan gunting dan bantalan gips dengan gergaji listrik/manual
pada kedua sisi dengan satu arah. Pertahankan garis bilah pemotong sepanjang
ekstrimitas dengan arah lurus (satu arah)
5) Sokong bagian tubuh ketika gips dilepas
6) Pisahkan pada dua sisi berpasangan dengan membuka bagian sisi sepanjang
bidai gips. Tarik gips dengan tangan.
7) Tarik ekstrimitas dengan hati-hati ke belakang. Pegang agar dapat
dipertahankan sesuai posisi seperti terpasang gips
8) Membersihkan kulit dengan baik memakai sabun yang lunak dan air
menggunakan washlap. Keringkan dengan handuk dan berikan krim kulit
2 Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan dapat salah satu atau kombinasi
3 Sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfeksi atau dibalut dengan
pembalut yang mengandung desinfeksi atau dislokasi perlu direposisi.
b. Dengan dasi
1) Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita
dengan masing-masing ujung lancip
2) Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat
diikatkan
3) Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat
arahnya saling menarik
4) Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
c. Dengan pita
1) Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut maka dipilih pembalutan
pita ukuran lebar yang sesuai
2) Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang
diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh yang
akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah
bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan ynag satu
dengan bebatan berikutnya
3) Kemudian ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain
secukupnya.
d. Dengan plester
1) jika ada luka terbuka
2) luka diberi obat antiseptic
3) tutup luka dengan kassa
4) baru lekatkan pembalut plester
5) jika untuk fiksasi: balutan plester dibuat “strapping” dengan membebat
berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakan
tertentu perlu kita yang masing-masing ujungnya difiksasi dengan plester.
11 Merapikan alat
12 Melepas sarung tangan
13 Cuci tangan
14 Dokumentasikan tindakan
5) Lakukan tindakan pra pembidaian ( bersihkan luka, cukur rambut disekitar luka,
beri desinfektan, gunakan kasa steri )
6) Lakukan pembidaian melalui dua sendi
Hasil pembidaian :
a. Harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bagian bawah tempat
yang patah
b. Tidak kendor dan tidak keras
7) Rapikan alat
8) Cuci tangan
9) Dokumentasikan tindakan
Ket : A = 80 – 10 Tanjungpinang,..................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65– 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( .............................. )
E = < 54