Anda di halaman 1dari 50

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG

SOP PENATALAKSANAAN ABC

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PENATALAKSANAAN ABC
PETUNJUK :
Berilah nilai untuk setiap langkah klinik dengan Ketentuan sebagai berikut :
1 : Jika langkah klinik tidak dilakukan
2 : Jika langkah klinik dilakukan dengan tidak tepat
3 : Jika langkah klinik dilakukan dengan benar tapi kurang efektif
4 : Jika langkah klinik dilakukan dengan baik, benar, tepat dan efektif
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK

Persiapan Alat:
a. OPA
b. ETT
c. Suction
d. Non Breathing mask (NRM)
e. Abocate no 16, 18
f. Ringer laktat hangat
g. Oksimeter
h. Back valse mask (amubag)
i. Needle no 16
j. NaCl 0,9%
k. Bidai / spalek
l. Mitela atau kain segitiga
m. Kassa balut
n. Plester
o. Stetoskop
p. Plastik untuk penutup open pneumothorak
A (Airway)
II Langkah Kerja:
1. Penilaian
2. Peserta memeriksa respons& jalan nafas penderita
3. Peserta memberitahukan bahwa jalan nafas belum aman, ada sumbatan parsial
4. Peserta dapat melakukan suction
5. Peserta menjelaskan waktu yang di rekomendasikan untuk suction dan jenis
kanul suction
6. Peserta dapat menjaga tulang leher dan memasang neck collar & stabilisasi
kepala serta dapat menyebutkan langkah-langkah pemasangan neck collar serta
mampu menyebutkan tanda-tanda fraktur cervical
7. Peserta dapat menyebutkan perlunya tindakan pemasangan intubusi ETT
sekaligus menjaga imobilisasi tulang spinal
8. Peserta dapat menyebutkan indikasi airway definitive, peserta dapat
menyebutkan peralatan peralatannya & ukuran ETT
9. Peserta dapat menyebutkan perlunya tindakan membuka jalan nafas dengan
cara chin lift atau jaw thrust. Lanjutkan dengan pemasangan OPA
10. Peserta dapat menyebutkan tahap pemasangan OPA setelah di lakukan suction
ketika pasien tidak sadar
11. Peserta menjelaskan waktu yang di rekomendasikan untuk suction dan jenis
kanul suction
12. Peserta dapat menjaga tulang leher dan memasang neck collar & stabilisasi
kepala serta dapat menyebutkan langkah-langkah pemasangan neck collar serta
mampu menyebutkan tanda-tanda fraktur cervical
13. Peserta dapat menyebutkan perlunya tindakan pemasangan intubusi ETT
sekaligus menjaga imobilisasi tulang spinal

B (Breathing)
14. Peserta menilai frekuensi pernafasan
15. Peserta dapat menentukan terapi oksigen yang dibutuhkan menggunakan NRM
(12 LPM)
16. Peserta dapat menilai pernapasan dengan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi &
perkusi.
a. Inspeksi : hematoma di dada kiri, peranjakan tidak simetris
b. Auskultasi : Suara nafas kurang terdengar di bagian kiri, suara jantung
jelas
c. Pada saat palpasi ditemukan krepitasi
d. Perkusi : dada kiri hipersonor
17. Peserta dapat menyebutkan dan menjelaskan tindakan needle torakosintesis
termasuk lokasi penusukan, mekanisme ventil dan tindak lanjut setelah dilakukan
pemasangan needle. Contoh : Needle terpasang, dalam waktu 15’ harus di bawa
ke kamar operasi untuk pemasangan chest tube. Setelah terpasang needle,
suara nafas bilateral, Saturasi O2 94%, pernafasan stabil
18. Peserta mengevaluasi hasil tindakan

C (CIRCULATION)
19. Peserta menghentikan perdarahan eksternal
20. Peserta menilai apakah ada tanda-tanda syok, dengan menanyakan Nadi & akral
21. Peserta harus menyebutkan pemasangan infus 2 jalur dengan cairan RL atau
NaCL 2 liter
22. Peserta menyebutkan pengambilan sampel darah
23. Peserta dapat menyebutkan sumber-sumber perdarahan internal
24. Peserta mencari sumber-sumber perdarahan luas dengan membuka pakaian
pasien
25. Peserta melakukan stabilisasi untuk menghentikan perdarahan termasuk
pemasangan bidai (dapat menyebutkan prosedur pemasangan bidai)
26. Peserta boleh menyebutkan untuk memasang catheter
27. Peserta dapat menyebutkan nilai normal urin dewasa dan kontra indikasi
28. Peserta mengevaluasi hasil tindakan

N = Jumlah Skor X 100 Tanjungpinang, ...........


Penguji
Skor Maksimal
Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79
B = 70 – 74
C+ = 65 – 69 ( ..................................)
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP PENATALAKSANAAN RJP

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PENATALAKSANAAN RJP

(Resusitasi Jantung Paru)

PROSEDUR /LANGKAH KLINIK

I. Persiapan Alat:
a. Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b. Trolly emergency yang berisi :
c. Laryngoscope lurus dan bengkok (anak dan dewasa)
d. Pipa trakhea berbagai ukuran
e. Trakhea tube berbagai ukuran
f. CVP set
g. Infus set/blood set
h. Papan resusitasi
i. Gunting verband
j. Bag resuscitator lengkap
k. Spuit 10 cc – jarum no. 18
l. Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai
m. Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai
n. EKG record
o. EKG monitor bila memungkinkan
p. DC shock lengkap

II. Langkah Kerja:


Satu Penolong
1. Posisikan pasien terlentang di tempat datar dan alas keras
2. Lepaska baju bagian atas pasien dibuka
3. Gunakan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
4. Mengecek kesadaran pasien dengan cara :
a. Memanggil nama
b. Menepuk bahu
c. Beri rangsang nyeri (cubit ubtuk memastikan)
5. Periksa apakah klien bernapas atau tidak
6. Buka jalan nafas dengan head tilt chin lift (mendongakkan kepala dan
mengangkat dagu ke atas) atau jaw thurst (mengangkat anulus mandibula ke
atas dan kedua ibu jari membuka mulut) dan bersihkan jalan nafas dari
sumbatan
7. Periksa kembali pernafasan dengan cara :
1) Melihat pergerakan dinding dada/perut
2) Mendengar suara keluar/masuk udara dari hidung
3) Merasakan adanya udara dari mulut/hidung pipi atau
punggung tangan
8. Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buatan dengan alat (ambubag,
jaksoon rees) atau manual (mouth to mouth)
9. Periksa denyut nadi arteri karotis, jika arteri carotis teraba, cukup berikan
nafas buatan setiap 5 detik sekali
10. Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi kompresi jantung dan nafas
buatan dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa (1 siklus), 5:1 untuk anak
(1 siklus) dan 3:1 untuk bayi (1 siklus)
Lokasi kompresi jantung: 2 jari di atas PX (Processus Xyphoideus)
Cara Kompresi jantung:
 Pada Dewasa: Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan di
atas lokasi kompresi dengan kejutan bahu dan posisi kedua lengan tegak
lurus dengan kedalaman 5-6 cm;
 Pada Anak : Penekanan menggunakan salah satu pangkal telapak
tangan di atas lokasi kompresi dengan posisi lengan tegak lurus dengan
kedalaman 3-4 cm ;
 Pada bayi : Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong
sedangkan tangan kiri memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri
brakhialis sebelah kiri;
Kedua jari penolong (jari tengah dan jari manis) menekan dada bayi pada
posisi sejajar putting susu 1 cm ke bawah dengan kedalaman 1-2 cm ;
Kecepatan RJP:
 Pada Dewasa: 4-5 siklus/menit
 Pada Anak : 14-20 siklus/menit
 Pada bayi : 20 siklus/menit
11. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil
12. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
13. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
14. Cuci tangan
15. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

Dua Penolong
1. Langkah 1-13 di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga pnolong
kedua dating
2. Saat penolong pertama memeriksa nafas dan denyut nadi karotis, penolong
kedua mengambil posisi untuk menggantikan kompresi jantung
3. Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas buatan
2 kali sampai dada pasien mengembang/terangkat. Tiap nafas selama 1 detik
diulang dengan nafas berikutnya. Disusul penolong kedua memberikan
kompresi dada.
4. Lanjutkan RJP dengan siklus yang sama seperti di atas
5. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil
6. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
7. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
8. Cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

N = Jumlah Skor X 100 Tanjungpinang,..........


Skor Maksimal Penguji
Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79
B = 70 – 74
C+ = 65 – 69 ( ................................. )
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG

SOP TRANSPORTASI
PASIEN KRITIS
PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
TRANSPORTASI PASIEN KRITIS

PROSEDUR /LANGKAH KLINIK


Persiapan Alat:
a. Transport monitor
b. Blood presure reader
c. Kit intubasi endotrakeal, orofaringeal dan resusitator manual
d. Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan tambahan
cadangan30 menit
e. Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan volume/menit,
pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection alarm and high airway
pressure alarm
f. Mesin suction dengan kateter suction
g. Defibrilator
h. Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium bicarbonat
i. Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus dengan baterai
j. Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut

Langkah Kerja:
Satu Penolong
1. Koordinasi sebelum transport (dengan dokter, perawat ruangan yang akan
dituju, dan keluarga pasien) tentang kondisi medis pasien

2. Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama transport


dan evaluasi kondisi pasien
3. Gunakan alat pelindung diri (masker dan handscoen)

4. Periksa apakah klien bernapas atau tidak


5. Buka jalan nafas dengan head tilt chin lift (mendongakkan kepala dan
mengangkat dagu ke atas) atau jaw thurst (mengangkat anulus mandibula ke
atas dan kedua ibu jari membuka mulut) dan bersihkan jalan nafas dari
sumbatan
6. Periksa kembali pernafasan dengan cara :
a. Melihat pergerakan dinding dada/perut
b. Mendengar suara keluar/masuk udara dari hidung
c. Merasakan adanya udara dari mulut/hidung pipi atau punggung tangan
7. Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buatan dengan alat (ambubag,
jaksoon rees) atau manual (mouth to mouth)

8. Periksa denyut nadi arteri karotis, jika arteri carotis teraba, cukup berikan
nafas buatan setiap 5 detik sekali
9. Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi kompresi jantung dan nafas
buatan dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa (1 siklus), 5:1 untuk anak
(1 siklus) dan 3:1 untuk bayi (1 siklus)
Lokasi kompresi jantung: 2 jari di atas PX (Processus Xyphoideus)
Cara Kompresi jantung:
 Pada Dewasa: Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan di
atas lokasi kompresi dengan kejutan bahu dan posisi kedua lengan tegak
lurus dengan kedalaman 4-5 cm;
 Pada Anak : Penekanan menggunakan salah satu pangkal telapak
tangan di atas lokasi kompresi dengan posisi lengan tegak lurus dengan
kedalaman 3-4 cm ;
 Pada bayi : Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong
sedangkan tangan kiri memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri
brakhialis sebelah kiri;
Kedua jari penolong (jari tengah dan jari manis) menekan dada bayi pada
posisi sejajar putting susu 1 cm ke bawah dengan kedalaman 1-2 cm ;
Kecepatan RJP:
 Pada Dewasa: 4-5 siklus/menit
 Pada Anak : 14-20 siklus/menit
 Pada bayi : 20 siklus/menit
10. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil

11. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
12. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)

13. Cuci tangan


14. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

Dua Penolong
1. Langkah 1-13 di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga pnolong
kedua datang
2. Saat penolong pertama memeriksa nafas dan denyut nadi karotis, penolong
kedua mengambil posisi untuk menggantikan kompresi jantung
3. Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas buatan
2 kali sampai dada pasien mengembang/terangkat. Tiap nafas selama 1 detik
diulang dengan nafas berikutnya. Disusul penolong kedua memberikan
kompresi dada.
4. Lanjutkan RJP dengan siklus yang sama seperti di atas

5. Lakukan evaluasi tiap 2 menit: nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil

6. Jika nafas belum dan denyut karotis belum teraba, lanjutkan RJP hingga
nafas dan denyut karotis teraba.
7. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
8. Cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

N = Jumlah Skor X 100 Tanjungpinang,...............


Skor Maksimal Penguji

Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79
B = 70 – 74 ( .................................... )
C+ = 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54,00
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG

SOP SYRINGE PUMP MANUAL PROSEDUR

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK

SYRINGE PUMP MANUAL PROSEDUR

PROSEDUR /LANGKAH KLINIK


1. Persiapan Alat:
1. Syringe pump dan tiang penyangga
2. Spuit 10 cc/ 20 cc/ 30 cc/ 50 cc dan medikasi klien.
3.Selang penghubung spuit dengan medicut/venvlon (IV ekstensio)

Prosedur Kerja:
1. Bawa alat-alat ke dekat klien.
2. Siapkan spuit dan medikasi klien.
3. Pasangkan spuit pada syringe pump dan hubungkan spuit dengan akses
intravena.
4. Nyalakan syringe pump.
5. Atur jumlah medikasi yang akan diberikan dalam c/jam.
6. Tekan tombol On/Off
7. Tekan start untuk memulai pemberian medikasi. Atur dosis dengan tekan tombol
“rate/D.Limit/ml (SELECT)” sehingga muncul RATE pada layar, putar dial setting
di sebelah samping (rate dalam satuan ml/H = cc/jam)
8. Tekan start (jika sudah operasional maka lampu indikator akan menyala hijau
berputar)
9. Jika ada hal yang kurang tepat, alat akan memberikan peringatan dengan suara
dan lampu yang menyala merah.
10. Evaluasi respon klien terhadap pemberian cairan

2. PENYELESAIAN
1. Merapikan alat
2. Merapikan pasien
3. Pencatatan dan pelaporan

Sebelum pemakaian pertama, mesin disambungkan ke sumber listrik (charge)


selama 15 jam
1. Cuci tangan sesuai dengan prosedur
2. Letakkan mesin pada tempat yang aman bagi mesin, pasien, keluarga pasien,
pengunjung dan proses penggunaan alat
3. Pahami dan gunakan mesin sesuai dengan fungsinya
4. Angkat clamp unit, kemudian pasang plunger syringe/spuit dengan benar.
5. Tekan clutch kemudian posisikan syringe dengan benar
6. Kembalikan posisi clamp unit pada tempat semula
7. Tekan tombol “Power”
8. Tekan tombol Rate/D.Limit/ml (SELECT), hingga muncul “RATE” pada display,
putar dial setting yang berada di bagian samping pump.
9. Setelah angka delivery rate di-set, tekan tombol ‘START’
10. Lampu indikator menyala warna hijau (berputar), berarti mesin sudah beroperasi
3. SETTING OCCLUSION LIMIT
1) Mesin dalam kondisi hidup
2) Tekan tombol “Stop Silence” bersamaan dengan “Clear ml” hingga muncul
tulisan “BEL, 1/2/3” pada display.
3) Setelah itu tahan penekanan pada tombol “Stop Silence” jangan dilepas, untuk
melakukan pemilihan BEL yang diinginkan, lakukan penekanan pada “Clear
ml”. Sampai tingkat volume yang diinginkan tercapai.
4. SETTING BELL
1) Mesin dalam kondisi menyala atau hidup
2) Tekan tombol “STOP Silence” bersamaan dengan Clear ml” hingga muncul
tulisan “BEL, 1/2/3” pada display.
3) Setelah itu tahan penekanan pada tombol “Stop Silence” jangan dilepas, untuk
melakukan pemilihan BEL yang diinginkan, lakukan penekanan pada “Clear
ml”. Sampa tingkat volume yang diinginkan tercapai.
5. SETTING SYRINGE
1) Mesin dalam kondisi mati (off)
2) Tekan tombol “Stop Silence”, Rate/Limit/ml (Select) and Power bersamaan
hingga muncul tulisan “Syr” pada display lalu “Syr 11”
3) Masukkan nomor kode syringe yang diinginkan dengan men”dial”
4) Untuk menyimpan data tsb tekan tombol “START” hingga muncul tulisan
“GOOD” pada display
5) Setelah itu, matikan kembali mesin dan nyalakan kembali maka jenis syringe
yang di setting akan muncul pad adisplay sesaat setelah dinyalakan.
6. SETTING NEARLY EMPTY
1) Mesin dalam kondisi mati (off)
2) Tekan tombol “ON” dan “STOP” bersamaan hingga muncul tulisan “USER”,
display akan berkedip, masukkan angka 331, dengan men”dial”
3) Tekan tombol “Stop” hingga muncul tulisan “rALI” pad display 4. Tekan tombol
“Select” hingga muncul tulisan “Spc1”, tekan tombol “Select” Lagi, muncul
tulisan “NEAR”
4) Tekan tombol “Stop” hingga muncul tulisan “ ---- “, masukkan angka nearly
empty yang diinginkan. ( 3 -30 menit / kelipatan 3 ).
5) Untuk menyimpan data tsb tekan tombol “START”, hingga muncul tulisan
“GOOD
7. MENGAKTIFKAN TOMBOL PENGUNCI
1) Pada saat mesin sedang dioperasikan, tekan tombol “D LIMIT” selama 2 detik
sampai lampu indikator “RATE” berkedip-kedip.
2) Tombol pengunci diaktifkan maka tombol STOP & START dalam posisi
terkunci.
3) Untuk non-aktifkan kembali fungsi ini. Tekan tombol “D LIMIT” selama 2 detik
sampai lampu indikator “RATE” berhenti berkedip.
4) Tombol STOP dan START berfungsi kembali.
8. MELIHAT “HISTORY”
1) Tekan “ON” untuk menghidupkan mesin.
2) Tekan “STOP” dan “START” bersamaan, hingga terdengar bunyi dan display
akan menunjukkan “H***, *** menunjukkan history yang ada.
3) Putar “dial” untuk memilih history yang diinginkan
4) Tekan “Select”, display akan menunjukkan setiap detil data yang tersimpan.
9. MENGAKTIFKAN TOMBOL D LIMIT (DELIVERY LIMIT)
1) Mesin dalam keadaan mati, tekan tombol ON/OF & STOP secara bersamaan a
display “8888” a “ UsER”a”0”. Pada saat tampil “0” putar Dial dan enter pswd
“331”
2) Tekan tombol STOP a Display “rAL1”, tekan tombol D L:imit a Dsiplay “SPC1”
3) Tekan tombol STOP a Display a “ dL on” atau “dl off”
4) Tekan tombol STOP untuk memilih nilai setting
5) Tekan dan tahan tombol START selama 1,5 detik, untuk menyimpan nilai
setting, Display a “good”
6) Display kembali menampilkan “SPC 1”
7) Matikan unit.
7. Lepaskan alat pelindung diri (masker dan handscoen)
8. Cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien
N = Jumlah Skor X 100 Tanjungpinang,..............
Skor Maksimal Penguji

Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79 ( ............................ )
B = 70 – 74
C+ = 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
SOP PELEPASAN SELANG INFUS

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PROSEDUR PELEPASAN SELANG INFUS

PROSEDUR /LANGKAH KLINIK


1. Prosedur Kerja:
Tanggung Jawab :
1) Bagian akademik sebagai penanggung jawab pembelajaran.
2) Coordinator mata ajaran Keperawatan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
ketercapaian prosedur pelepasan infus.
3) Pembimbing praktek pendidikan dan lahan yang bertanggung jawab dalam
membimbing dan menilai ketercapaian pelaksanaan prosedur tindakan
setiap peserta didik secara objektif baik di laboratorium maupun di lahan praktek.

2.Pelaksanaan
1) Pastikan kebutuhan klien akan pelepasan infus.
2) Persiapan klien :
• Sampaikan salam ( Lihat SOP Komunikasi Terapeutik
• Informasikan kepada klien tentang tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.

Persiapan Alat :
Perlak dan pengalas,
 Bengkok,
 Plester dan gunting,
 Kapas alcohol dan kapas betadhin,
 Kassa steril,
 Bak steril untuk menyimpan alat-alat steril,
 Sarung tangan bersih
 Persiapan lingkungan
 Jaga privacy klien dengan menutup gordin atau pasang sampiran

Pelaksanaan
1. Cuci tangan ( lihat SOP Cuci Tangan )
2. Dekatkan alat-alat ke samping tempat tidur dan jaga kesterilan alat.
3. Pakai sarung tangan.
4. Matikan klem pengatur tetesan.
5. Pasang pengalas dan perlak dibawah tangan yang terpasang infus.
6. Lepaskan plester secara perlahan, gunakan kapas alcohol atau wash benzene
untuk memudahkan melepas plester.
7. Buka kassa yang menutupi tempat penusukan.
8. Tekan tempat penusukan jarum dengan kapas alcohol dengan tangan kiri, lalu
tarik abocath pelan-pelan dengan tangan kanan.
9. Bukan abocath beserta selang dan botol infuse ke dalam tempat sampah.
10. Ambil kapas alcohol yang menekan tempat penusukan.
11. Tutup bekas penusukan dengan kassa betadin.
12. Plester kassa dengan rapi.
13. Evaluasi respon klien dan rencana tindak lanjut.
14. Angkat perlak dan pengalas, posisikan klien nyaman serta bereskan alat.
15. Lepaskan sarung tangan.
16. Sampaikan salam terminasi ( Lihat SOP Komunikasi Terapeutik ).
17. Cuci tangan ( Lihat SOP Cuci Tangan ).
18. Dokumentasikan hasil tindakan

N = Jumlah Skor X 100 Tanjungpinang,.........


Skor Maksimal Penguji
Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79
B = 70 – 74
C+ = 65 – 69 ( ........................... )
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
SOP MELAKUKAN PEMERIKSAAN EKG

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PROSEDUR PEMERIKSAAN EKG

PROSEDUR TINDAKAN
I. PENGKAJIAN
1. Mengkaji kebutuhan klien / instruksi medik akan pemeriksaan EKG.
2. Mengkaji tingkat kesadaran klien; ada atau tidaknya kegelisahan.

II. INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1) Mesin EKG.
2) Nierbeken.
3) Jelly.
4) Kapas alkohol pada tempatnya.
5) Tissue.
6) Washlap basah.
7) Alat cukur (kalau perlu).
8) Kertas dokumentasi EKG, lem, dan gunting.
B. Persiapan Klien :
1) Menjelaskan kepada klien tentang tujuan tindakan pemeriksaan EKG.
2) Melepaskan alat logam yang digunakan klien, temasuk gigi palsu.
3) Menganjurkan klien untuk berbaring dengan tenang dan tidak bergerak selama
prosedur.
4) Menjelaskan kepada klien untuk tidak memegang pagar tempat tidur.

III. IMPLEMENTASI
1) Mencuci tangan.
2) Menutup sampiran.
3) Membuka pakaian atas klien.
4) Membersihkan area ekstremitas dan dan dada yang akan dipasangi elektroda
dengan menggunakan kapas alkohol. Bila terdapat rambut yang cukup tebal
cukur bila perlu.
5) Memberikan jelly pada area pemasangan dan pada elektroda.
6) Pasang kabel dan elektroda (hindari memasang elektroda pada massa otot yang
terlalu tebal atau pada struktur tulang) :
a. Kabel Merah (R) : pada lengan kanan.
b. Kabel Kuning (L) : pada lengan kiri.
c. Kabel Hijau (F) : pada kaki kiri.
d. Kabel Hitam (N) : pada kaki kanan.
e. V1 : pada interkostal ke– 4 kanan.
f. V2 : pada interkostal ke– 4 kiri.
g. V3 : pada interkostal ke 4 – 5 antara V2 dan V4.
h. V4 : pada interkostal ke-5 linea midclavicularis kiri.
i. V5 : horizontal terhadap V4, di linea aksilaris anterior.
j. V6 : horizontal terhadap V5, pada línea midaksilaris.
7) Menghubungkan kabel ground ke washlap basah yang diletakkan di nierbeken.
8) Menghubungkan kabel listrik mesin EKG ke sumber listrik.
9) Menyalakan power On mesin EKG.
10)Mengatur kecepatan gelombang pada 25 mV.
11)Mengatur ketinggian rekaman pada skala 1.
12)Melakukan kalibrasi 1 mV.
13)Melakukan rekaman 12 lead.
14)Setelah selesai, mematikan power mesin EKG dan lepaskan kabel/elektroda dari
tubuh klien, kemudaian bersihkan sisa jelly yang menempel dengan tissue.
15)Merapihkan klien dan mengembalikan alat-alat pada tempatnya.

IV. EVALUASI
Mengevaluasi respon klien selama prosedur, baik verbal, maupun nonverbal.

V. DOKUMENTASI
1) Menempelkan hasil rekaman EKG pada kertas dokumentasi EKG.
2) Mencatat nama klien, umur, tanggal dan jam serta nama pemeriksa pada kertas
dokumentasi EKG.
3) Mencatat respon klien sebelum, selama dan sesudah melakukan prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.

TOTAL Tanjungpinang,..............
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69 ( ............................ )
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP MELAKUKAN ASISTENSI PEMASANGAN CVP DAN MERAWAT KLIEN
DENGAN CVP
PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PROSEDUR MELAKUKAN ASISTENSI PEMASANGAN CVP DAN MERAWAT KLIEN
DENGAN CVP

PROSEDUR TINDAKAN
I. PENGKAJIAN
1) Mengkaji kempali program/instruksi medik.
2) Mengkaji kebutuhan klien akan perlunya pemasangan CVP.
3) Mengkaji tanda-tanda vital sebelum pemasangan atau operawtan CVP.
4) Mengkaji area pemasangan CVP.
5) Mengkaji adanya komplikasi akibat pemasangan CVP.

II. INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1) Kateter CVP sesuai ukuran, dan sesuai dengan jenis lumen (single, double, atau
triple, tergantung dari kondisi klien).
2) Handsoen steril.
3) Set jahit luka.
4) Set rawat luka.
5) Needle intriducer.
6) Syringe.
7) Mandrin (guidewire).
8) Duk steril
B. Persiapan Klien :
1) Menjelaskan prosedur kepada klien untuk mengurangi kecemasan dan
mengharapkan kerjasama dari klien.
2) Mengatur posisi klien, yaitu posisi trendelenburg, yang mungkin akan sangat
membuat klien merasa tidak nyaman.
3) Menjaga prinvacy klien dengan menutup sampiran.

III. IMPLEMENTASI
Teknik pemasangan yang sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya adalah
dengan menggunakan mandrain yang dimasukkan melalui jarum, jarum kemudian
dilepaskan, dan kateter CVP dimasukkan melalui mandarin tersebut. Jika kateter sudah
mencapai atrium kanan, mandrain ditarik, dan terakhir kateter disambungkan pada IV
set yang telah disiapkan dan lakukan penjahitan daerah insersi.
Langkah Pemasangan :
1) Mendekatkan peralatan disamping tempat tidur klien (mudah dijangkau).
2) Mencuci tangan dengan teknik steril.
3) Memakai handscoen steril.
4) Menentukan daerah yang akan dipasang : Vena subklavia atau Vena jugularis
interna.
5) Tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat pemasangan CVP adalah vena
femoralis dan vena fossa antecubiti.
6) Mengatur posisi klien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis
interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah
pemasangan.
7) Melakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic.
8) Memasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.
9) Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah terjadinya emboli udara,
anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan nafas.
10)Dokter memasukkan jarum / kateter secara perlahan dan pasti, ujung dari kateter
harus tetap berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung.
11)Menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur tekanan CVP.
12)Dokter melakukan fiksasi / dressing pada daerah pemasangan, agar posisi
kateter terjaga dengan baik.
13)Merapikan peralatan.
14)Mencuci tangan.

Perawatan Klien dengan CVP :


1) CVP digunakan untuk mengukur tekanan pengisian jantung bagian kanan.
Tekanan CVP normal berkisar antara 2 – 5 mmHg atau 3 – 8 cmH20.
2) Bila hasil pengukuran CVP dibawah normal, biasanya terjadi pada kasus
hipovolemi, menandakan tidak adekuatnya volume darah di ventrikel pada saat
akhir diastolic untuk menghasilkan stroke volume yang adekuat. Untuk
mengkompensasinya guna meningkatkan cardiac output, maka jantung
meningkatkan heart ratenya, meyebabkan tachycardi, dan akhirnya juga akan
meningkatkan konsumsi 02 miokard.
3) Bila hasil pengukuran CVP diatas normal, biasanya terjadi pada kasus overload,
untuk mengkompensasinya jantung harus lebih kuat berkontraksi yang juga akan
meningkatkan konsumsi O2 miokard.
4) Standar pengukuran CVP bisa menggunakan ukuran mmHg atau cmH2O,
dimana 1 mmHg = 1,36 cmH2O.
5) Pengkajian :
Mengkaji adanya tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan
alat :
a. Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
b. Frekuensi napas, suara napas.
c. Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi.
d. Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter.
e. Kesesuaian posisi jalur infus set.
f. Tanda-tanda vital, perfusi.
g. Tekanan CVP.
h. Intake dan out put.
6) Rencana Keperawatan :
a. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah
bagi klien yang beresiko tinggi sampai ia ambulasi, (terapi heparin dosis rendah
akan mengakibatkan viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan
memungkinkan resiko terjadinya embolisme).
b. Mengobservasi tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal, antara lain :
1) Nyeri dada akut dan jelas.
2) Dispnea, kelelahan, sianosis.
3) Penurunan saturasi oksigen.
4) Takikardia.
5) Distensi vena jugularis.
6) Hipotensi.
7) Dilatasi ventrikel kanan akut tanpa penyakit parenkim (pada rontgen dada).
8) Kekacauan mental.
9) Disritmia jantung (oklusi arteri pulmonal mengganggu aliran darah ke paru-
paru bagian distal mengakibatkan hipoksia).

Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada syok :


a. Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan obat-obatan).
b. Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protocol.
c. Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume sirkulasi melalui
haluaran urine).
d. Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif hemodinamik (untuk
mendeteksi disritmia dan pedoman pengobatan).
e. Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan perifer dan meningkatkan
tekanan darah.
f. Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk mengoreksi asidosis
metabolik).
g. Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen aritmia sesuai indikasi.
h. Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan ansietas dan menurunkan
kebutuhan metabolisme ).
i. Siapkan klien untuk prosedur angiografi dan/ atau skaning perfusi paru-paru
(untuk memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya atelektasis). (Karena
kematian akibat embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama setelah
awitan, intervensi segera adalah sangat penting).
j. Berikan terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen.
(dengan tindakan ini akan meningkatan sirkulasi oksigen secara cepat).
k. Pantau nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini membantu
menentukan status perfusi dan volume).
l. Lakukan pengobatan trombolisis, mis : urokinase, streptokinase sesuai dengan
program dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya emboli dan
meningkatkan perfusi kapiler pulmonal).
m. Setelah pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan dengan
heparin. (IV secara terus menerus atau intermitten). (Heparin dapat menghambat
atau memperlambat proses terbentuknya trombus dan membantu mencegah
pembentukan dan berulangnya pembekuan.

IV. EVALUASI
1) Setelah dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dadauntuk memastikan
posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya
hemothorax atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.
2) Mengobservasi respon klien sebelum, selama, dan sesudah pemasangan CVP.
3) Mengobservasi kepatenan fiksasi secara periodik.
4) Mengukur tekanan CVP secara periodik.

V. DOKUMENTASI
1) Mencatat laporan pemasangan, termasuk respon klien (tanda-tanda vital,
kesadaran, dll), lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil
pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.
2) Mencatat jenis dan ukuran set CVP yang digunakan.
3) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
4) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.

TOTAL Tanjungpinang,..................
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69 ( ............................... )
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP MELAKUKAN ASISTENSI PENGUKURAN TEKANAN VENA JUGULARIS /
JVP (Jugular Venous Pressure)

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PROSEDUR MELAKUKAN ASISTENSI PENGUKURAN TEKANAN VENA
JUGULARIS / JVP (Jugular Venous Pressure)
PROSEDUR TINDAKAN
I. PENGKAJIAN
1) Mengkaji tanda-tanda vital klien.
2) Mengkaji adanya tanda-tanda status hidrasi yang over load.
3) Mengkaji kebutuhan klien akan perlunya pemasangan CVP.

II. INTERVENSI
A. Persiapan Alat :
1) Penggaris 2 buah.
2) Spidol.
B. Persiapan Klien :
1) Menjelaskan prosedur dan tujuan pelaksanaan prosedur kepada klien.
2) Mengatur posisi klien berbaring dengan posisi supine dengan menggunakan
bantal.

III. IMPLEMENTASI
1) Mencuci tangan.
2) Menganjurkan klien untuk berbaring dengan tenang dan bernafas seperti
biasa selama prosedur.
3) Membendung dengan menggunakan jari pada daerah supra clavicula agar
vena jugularis tampak dengan jelas.
4) Menekan pada bagian ujung proksimal vena jugularis (dekat angulus
mandibulae) sambil melepaskan bendungan pada supra clavicula.
5) Mengamati tingginya bendungan darah yang ada dan beri tanda dengan
menggunakan spidol.
6) Mengukur jarak vertical permukaan atas bendungan darah terhadap bidang
horizontal yang melalui Angulus ludovici.
7) Menentukan/menghitung hasil pengukuran :
Tulis jarak bendungan darah diatas atau dibawah dari bidang horizontal.
JVP = 5 – ….. cm H2O (bila dibawah bidang horizontal).
= 5 + …...cm H2O (bila diatas bidang horizontal). Bila permukaan bendungan
darah tepat pada bidang horizontal, maka hasil pengukuran : JVP = 5 + 0 cm
H2O.
Catatan : Angka 5 berasal dari jarak atrium kanan ke titik Angulus ludovici
yaitu kira-kira 5 cm. Nilai normal JVP = 5 – 2 cm H2O.
8) Merapihkan klien kembali dan merapihkan alat.
9) Mencuci tangan.

IV. EVALUASI
1. Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.

TOTAL Tanjungpinang,...............
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64 ( ................................. )
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP TINDAKAN LUMBAL FUNGSI

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


CARA TINDAKAN LUMBAL FUNGSI

PROSEDUR /LANGKAH KLINIK


1. Prosedur Kerja:
Persiapan Alat
1) Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan
2) kassa dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis),
dan duk bolong.
3) Tabung reaksi tiga buah
4) Bengkok
5) Pengalas
6) Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya
7) Plester dan gunting
8) Manometer
9) Lidokain/Xilocain
10) Masker. Gaun, tutup kepala
2. Pelaksanaan
a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur.
Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan dagunya
menepel pada dada (posisi knee chest)
b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat
digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista
iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah
interspinosus yang telah ditentukan.
c. c.Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun
steril.
d. d.Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan
duk penutup.
e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam
hingga ligamen longitudinal dan periosteum
f. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan subkutis.
Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis
panjang vertebra.
g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai
terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah ditembus. Lepaskan stilet
untuk memeriksa aliran cairan serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF
putar jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak
keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut stiletnya
pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini
sampai keluar cairan.
h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan manometer
pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi pasien berrbaring
lateral recumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus
diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.
i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.
j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas
dapat melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena
jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medulla spinalis maka tekanan
tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis
maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan
turun dalam waktu 30 detik.
k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3
tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF.
Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis dan hitung sel, biakan dan
pewarnaan gram, protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya
adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara
pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan
menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 –
3 menit perhatikan apakah terbentuk endapan putih.
l. Cara penilainnya adalah sebagai berikut:
m. ( - ) Cincin putih tidak dijumpai
n. ( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila
dikocok tetap putih
o. ( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement
(berkabut)
p. ( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh
q. ( ++++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat keruh.
r. Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin
dan albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol
dalam air. cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen
pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi
apakah ada kekeruhan.
s. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien
dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.
t. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet
jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas
tusukan.
Setelah Prosedur
a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam
b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan CSF
c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik
relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.

Komplikasi
a. Herniasi Tonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoid intraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis
Dokumentasi

N = Jumlah Skor X 100 Tanjungpinang,.......


Skor Maksimal Penguji
Ket :
A = 80 – 100
B+ = 75 – 79
B = 70 – 74
C+ = 65 – 69 ( ...........................)
C = 60 – 64
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN EEG (ELECTRO ENCEPHALO GRAFI)

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PROSEDUR CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN EEG
PROSEDUR TINDAKAN
I. PENGKAJIAN
Persiapan pasien
1) Penyuluhan kesehatan
a) Penderita diberitahu hal-hal yang akan dilakukan. EEG akan dikerjakan
diruangan yang aman (laboratory diagnostik) oleh teknisian EEG. Didalam
ruanga penderita akan dipasang elektroda sebanyak 16-24 dengan pasta,
elektroda yang kecil tersebut akan dihubungkan dengan mesin EEG,
tunjukkan melalui gambar atau video cassate bila memungkinkan..
b) Menganjurkan pada pasien untuk membebaskan rasa gelisah selama 45-
60 menit, pemasangan alat bukan merupakan alat yang berbahaya.
c) Melakukan pendekatan kepada pasien untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya stres, kecemasan atau gemetaran akibat pemasangan
elektroda.
d) Menjelaskan kepada pasien bahwa pada waktu pemeriksaan harus
dalam keadaan relaksasi sempurna, duduk atau tiduran dengan tanpa
gerakan sedikitpun sehingga mendapatkan hasil yang baik.
e) Anjurkan pasien mengikuti perintah petugas selam proseur, antara lain:
 hiperventilasi selam 3-5 menit
 usahakan untuk tetap dapat menutup mata

II. INTERVENSI
Fisik
a. Obat-obatan depresan susunan saraf pusat (alkohol atau tranqualizer) atau
stimulan tidak diberikan selama 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan karena
akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas listrik otak. Dokter akan
memberikan instruksi untuk pemberian anti konvulsi bila perlu 24 – 48 jam
sebelum tindakan.
b. Cairan yang mengandung caffein seperti kopi, cokelat dan the tidak diberikan
selama 24 jam sebelum tindakan dilakukan
c. Rambut harus bersih, bebas dari spray, minyak lotion dan hair fastener.
d. Pasien harus makan pagi sebelum melakukan pemeruiksaan, karen
ahipoglikemia menyebabkan ketidak normalan potensial listrik.

III. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan / Prosedure Tindakan EEG
a. Posisi pasien berbaring, ciptakan suasana sedemikian rupa sehingga nyaman
bagi pasien
b. Petugas EEG menempelkan 14-16 elektroda pada lokasi yang spesifik pada kulit
kepala serta menghubungkannya. Melalui kawat penghubung ke mesin/alat
EEG.
c. Pencetakan garis dasar (gambar dasar) dihasilkan mengikuti 3 urutan
pemeriksaan yaitu hiperventilasi, stimulasi “photic” dan tidur.
Hiperventilasi :
Pasien dianjurkan untuk melakukan hiperventilasi dengan cara mengambil nafas 30-40
nafas melalui mulut setiap menitnya selama 3-5 menit. Perlu diingat kenaikan PH serum
kira-kira 7,8 akan menaikkan rangsangan neuron dan akan menyebabkan serangan
aktivitas pada pasien epilepsi
Photic stimulasi :
Cahaya yang silau difokuskan kepasien dimana pasien dianjurkan untuk menutup
matanya . stimulasi ini akan menyebabkan aktivitas serangan bagi pasien yang
mempunyai kecenderungan mendapat serangan
Tidur :
Pasien dianjurkan untuk tidur, jika pasien tidak bisa tidur dapat diberikan hipnotik yang
bekerjanya cepat. Hasil perekaman dari aktifitas listrik tersebut diinterpretasikan oleh
neurologi

IV. Setelah tindakan


 bersihkan dan cuci rambut pasien
 ciptakan lingkungan yang tenang sehingga pasien dapat beristirahat dengan
tenang
 berikan posisi tidur yang baik dan perhatikan pernafasan pasien terutama
yang menggunakan obat hipnotik
 observasi aktivitas kejang bagi pasien yang cenderung untuk mendapat
serangan kejang.

EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.

V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.

TOTAL Tanjungpinang,............
Ket : A = 80 – 100 Penguji
B+= 75 – 79
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64 ( .......................... )
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP PENGGUNAAN VENTILATOR

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PENGGUNAAN VENTILATOR
PROSEDUR TINDAKAN
I. PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR
Indikasi Pemasangan Ventilator
 “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
 “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
 PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
 PaCO2 lebih dari 60 mmHg

Alat-alat yang disediakan


o Ventilator
o Spirometer
o Air viva (ambu bag)
o Oksigen sentral
o Perlengkapan untuk mengisap sekresi
o Kompresor Air

II. INTERVENSI
Setting Ventilator
1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = – pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C :
– M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
– M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2. Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3. PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan
sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
– Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
– PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15
mmHg.
4. Pengaturan Alarm :
– Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset
batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
– “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
– “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

III. Pemantauan
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas
darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg
Saturasi O2 = 96 – 97 %
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui :
 letak tube
 perkembangan paru-paru yang simetris
 panjang tube
5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari
6. Periksa elektrolit setiap hari
7. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda
sebagai berikut :
o gelisah, kesadaran menurun
o sianosis
o distensi vena leher
o trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
o salah satu dinding torak jadi mengembang
o pada perkusi terdapat timpani.

Perawatan :
1) Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya
bagi pasien yang tidak sadar.
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah
infeksi.
3) “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air
yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
4) Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti
tiap 24 jam.
5) Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai
letak dan panjang tube berubah.
6) Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
7) Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
8) Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga
posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
9) Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi
tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
dekubitus.
10)Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
11)Teknik mengembangkan “cuff” :
o kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
o “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.

IV. Beberapa hal yang harus diperhatikan


A. Humidifasi dan Suhu
Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan
diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi
air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi
mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C – 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka
bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi
jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat
kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan
melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua
system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung
sirkuit Ventilasi Mekanik.
B. Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan
penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini
membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya
peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan
pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat
mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing
perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.
C. Perawatan selang Endotrakeal
Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi,
kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan diabaikan.
Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini merupakan
kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit atau
pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini
gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk
melakukan pengisapan sekresi.
Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah
tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di pertimbangkan
untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan dokter
dan keluarga pasien.
D. Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi dan
kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa
adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya
nekrosis pada trakea.
E. Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping
yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan
kematian. Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat
diberikan melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding
terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral bisa
dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi
F. Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat penting
dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf
mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata
harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. edema sclera dapat
terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat.  ….. Atur
posisi kepala lebih atas/ekstensi.

EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.
V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
TOTAL
Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,..................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( .............................. )
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP IGD – TRIASE

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


IGD -TRIASE
PROSEDUR TINDAKAN
I. PROSEDUR :
1. Pasien datang diseleksi / ditriase berdasarkan kegawatdaruratannya, dengan
kategori :
o Pasien gawat darurat.
o Pasien gawat tidak darurat.
o Pasien tidak gawat darurat.
o Pasien tidak gawat tidak darurat.
o Kecelakaan.
2. Setelah diseleksi pasien :
o Gawat darurat
 Mengalami gagal jantung paru disalurkan ke ruang resusitasi.
 Tidak mengalami gagal jantung paru disalurkan ke tempat periksa / tempat
tindakan bedah.
o Gawat tidak darurat dan darurat tidak gawat
 Kasus bedah ke tempat periksa / observasi.
 Bukan kasus bedah ke tempat periksa / observasi.
 Bukan kasus bedah ke tempat periksa / observasi.
o Tidak gawat tidak darurat
 Pada jam kerja disalurkan ke poliklinik.
 Diluar jam kerja dilayani seperlunya setelah kasus – kasus gawat darurat
terlayani.
o Kecelakaan disalurkan ke tempat tindakan bedah.
o Pasien datang dalam keadaan meninggal (DOA) disalurkan ke kamar jenazah

UNIT TERKAIT
1. Instalasi Gawat Darurat.
2. Instalasi Rawat Jalan.
EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan prosedur.

V. DOKUMENTASI
1) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2) Mencatat hasil pengukuran.
3) Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.

TOTAL
Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,.................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64 ( ........................ )
D = 55 – 59
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


SOP INFUS PUMP

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


INFUS PUMP
PROSEDUR TINDAKAN
I. PERSIAPAN ALAT
a. Infuse pump dan tiang penyangga
b. Cairan infus
c. Infus set sesuai dengan kebutuhan alat infuse pump

Pelaksanaan
1. Bawa alat-alat ke dekat klien.
2. Siapkan cairan infus dan infuse set dan gantungkan di tiang pengangga infuse
pump.
3. Pasangkan bagian selang pada infus set pada infuse pump, pastikan tidak ada
udara pada selang.
4. Pasang drip sensor pada tempat tetesan infus set.
5. Nyalakan infuse pump.
6. Atur infus set pada infuse pump (15 dr/cc, 19 dr/cc, 20 dr/cc, 60 dr/cc) sesuai
infuse set yang digunakan.
7. Atur jumlah cairan yang akan diberikan pada klien tiap jam.
8. Tekan start untuk memulai pemberian cairan.
9. Jika ada hal yang kurang tepat, alat akan memberikan peringatan dengan
suara dan lampu yang menyala merah pada tulisan air, occlusion, flow err,
empty, door, completion.
10. Merapikan alat
11. Merapikan pasien

EVALUASI
Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan terhadap
pemberian cairan prosedur.

V. DOKUMENTASI
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
2. Mencatat hasil pengukuran.
3. Mencat respon an toleransi klien selama prosedur.

VI. SIKAP
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.

TOTAL
Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,.................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 (...............................)
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


PROSEDUR ECT (ELEKTRO CO NVULSIF THERAPY)

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


ECT (ELEKTRO CONVULSIF THERAPY)
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK
I. Persiapan Alat
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
II. Langkah kerja
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Gunakan sarung tangan
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
5) Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT

6) Siapkan surat persetujuan


7) Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
8) Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
dipakai klien
9) Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi

10) Jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT

11) Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan
rata dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.

12) Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
13) Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
14) Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat
elektrode menempel.
15) Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
caira Nacl.
16) Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang
dibungkus kain dimasukkan dan klien diminta menggigit

17) Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan dilapisi kain
18) Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang
19) Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai
timer berhenti dan dilepas
20) Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat).
21) Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma
22) Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger

23) Kepala dimiringkan


24) Observasi sampai klien sadar
25) Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan

Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,....................


B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( ..............................)
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


PROSEDUR PELEPASAN GIPS

PENILAIAN KETERAMPILAN
PELEPASAN GIPS
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK
Persiapan Alat :
1) Gergaji listrik/pemotong gips
2) Gergaji kecil manual
3) Gunting besar
4) Baskom berisi air hangat
5) Gunting perban
6) Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7) Sabun dalam tempatnya
8) Handuk
9) Perlak dan alasnya
10) Washlap
11) Krim atau minyak

Langkah Kerja
1) Mencuci tangan pakai sarung tangan
2) Menjelaskan kepada klien prosedur yang akan digunakan

3) Gunakan pelindung mata pada pasien dan pemotong (bila perlu)

4) Potong balutan dengan gunting dan bantalan gips dengan gergaji listrik/manual
pada kedua sisi dengan satu arah. Pertahankan garis bilah pemotong sepanjang
ekstrimitas dengan arah lurus (satu arah)
5) Sokong bagian tubuh ketika gips dilepas
6) Pisahkan pada dua sisi berpasangan dengan membuka bagian sisi sepanjang
bidai gips. Tarik gips dengan tangan.
7) Tarik ekstrimitas dengan hati-hati ke belakang. Pegang agar dapat
dipertahankan sesuai posisi seperti terpasang gips

8) Membersihkan kulit dengan baik memakai sabun yang lunak dan air
menggunakan washlap. Keringkan dengan handuk dan berikan krim kulit

9) Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic perban


jika perlu untuk mengontrol pembengkakan.
10) Merapikan alat
11) Melepas sarung tangan dan cuci tangan
12) Mendokumentasikan prosedur dan respon klien

Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,..................


B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( ............................. )
E = < 54
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
PROSEDUR PEMASANGAN GIPS

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMASANGAN GIPS
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK
Persiapan Alat
1) Gips dengan jumlah dan ukuran sesuai kebutuhan

2) Kapas lemak / padding


3) Ember
4) Perlak
5) Verband
6) Sarung tangan bersih
Langkah Kerja
1) Memasang perlak di bawah daerah yang akan dipasang gips
2) Mengisi ember dengan air secukupnya
3) Membantu dokter pada saat pemasangan gips :
4) Mengatur posisi pasien
5) Mengangkat daerah yang akan dipasang gips dan posisi tersebut
dipertahankan selama dilakukan tindakan reposisi
6) Mengukur daerah yang akan dipasang gips
7) Memasang gips dengan cara:
8) Masukkan gulungan vertikal gips ke dalam air
9) Biarkan verband gips di dalam air beberapa saat sampai gips mengeluarkan
gelembung udara.
10) Angkat verband gips dan peras sedikit
11) Pemasangan verband gips pada daerah yang fraktur dengan posisi gulungan
gips terletak di sebelah luar
12) Haluskan gips setelah balutan gips dirasakan sudah cukup
13) Atur posisi setelah pemasangan.
14) Membersihkan daerah di sekitar pemasangan gips
15) Melakukan observasi terhadap : kondisi ekstrimitas bagian distal dari tempat
pemasanagn gips (perfusi, CRT, warna, kelembaban, sensasi neurovaskuler)
16) Merapikan alat
17) Melepas sarung tangan
18) Cuci tangan
19) Dokumentasikan tindakan

Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,................


B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65– 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( ................................. )
E = < 54
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
PROSEDUR PEMBALUTAN

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMBALUTAN
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK
Persiapan Alat
1) Mitella adalah pembalut berbentuk segi tiga
2) Dasi adalah mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk seperti dasi

3) Pita adalat pembalut gulung


4) Plester adalah pembalut berperekat
5) Pembalut yang spesifik
6) Pembalut yang spesifik
Langkah Kerja
1 Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan
ini:
a. bagian dari tubuh yang mana?
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak?
c. Bagaimnan luas luka tersebut?
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak?

2 Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan dapat salah satu atau kombinasi

3 Sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfeksi atau dibalut dengan
pembalut yang mengandung desinfeksi atau dislokasi perlu direposisi.

4 Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan:


a. Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu
difiksasi
b. Sesedikit mungkin gerak bagian tubuh yang lain
c. usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita
d. Tidak menggangu peredaran darah, misalanya pada balutan berlapis-lapis
yang paling bawah letaknya di sebelah distal
e. Tidak mudah kendor atau lepas
Cara Membalut:
a. Dengan mitella
1) Salah satu sisi mitella dilkipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali
2) Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan di luar bagian yang akan
dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatka
3) Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada
ikatan atau diikatkan pada tempat lain maupun dapat dibiarkan bebas, hla
ini tergantung pada tempat dan kepentingannya.

b. Dengan dasi
1) Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita
dengan masing-masing ujung lancip
2) Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat
diikatkan
3) Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat
arahnya saling menarik
4) Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
c. Dengan pita
1) Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut maka dipilih pembalutan
pita ukuran lebar yang sesuai
2) Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang
diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh yang
akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah
bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan ynag satu
dengan bebatan berikutnya
3) Kemudian ujung yang dalam tadi diikat dengan ujung yang lain
secukupnya.
d. Dengan plester
1) jika ada luka terbuka
2) luka diberi obat antiseptic
3) tutup luka dengan kassa
4) baru lekatkan pembalut plester
5) jika untuk fiksasi: balutan plester dibuat “strapping” dengan membebat
berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakan
tertentu perlu kita yang masing-masing ujungnya difiksasi dengan plester.

5 Angkat verband gips dan peras sedikit


6 Pemasangan verband gips pada daerah yang fraktur dengan posisi gulungan
gips terletak di sebelah luar
7 Haluskan gips setelah balutan gips dirasakan sudah cukup

8 Atur posisi setelah pemasangan.


9 Membersihkan daerah di sekitar pemasangan gips

10 Melakukan observasi terhadap : kondisi ekstrimitas bagian distal dari tempat


pemasanagn gips (perfusi, CRT, warna, kelembaban, sensasi neurovaskuler)

11 Merapikan alat
12 Melepas sarung tangan
13 Cuci tangan
14 Dokumentasikan tindakan

Ket : A = 80 – 100 Tanjungpinang,..................


B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65 – 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( ................................... )
E = < 54

STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG


PROSEDUR PEMBIDAIAN

PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMBIDAIAN
PROSEDUR /LANGKAH KLINIK
Persiapan Alat
a. Bidai
b. Pembalut
c. Kassa
d. Betadine
e. NaCl
f. Bengkok
g. Baki + Alas tertutup
h. Pinset
Langkah Kerja
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Berikan posisi yang nyaman
4) Periksa bagian tubuh yang akan dibalut / cidera, inspeksi, palpasi, dan gerakan

5) Lakukan tindakan pra pembidaian ( bersihkan luka, cukur rambut disekitar luka,
beri desinfektan, gunakan kasa steri )
6) Lakukan pembidaian melalui dua sendi
Hasil pembidaian :
a. Harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bagian bawah tempat
yang patah
b. Tidak kendor dan tidak keras
7) Rapikan alat
8) Cuci tangan
9) Dokumentasikan tindakan

Ket : A = 80 – 10 Tanjungpinang,..................
B+= 75 – 79 Penguji
B = 70 – 74
C+= 65– 69
C = 60 – 64
D = 55 – 59 ( .............................. )
E = < 54

Anda mungkin juga menyukai