Anda di halaman 1dari 189

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CEDERA KEPALA BERAT PADA

SISTEM PERSARAFAN DENGAN RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN


PERFUSI JARINGAN OTAK DI RUANG INTENSIVE CARE
UNIT (ICU) RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH
PANGKALPINANG
TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi syarat mata kuliah Karya Tulis Ilmiah


Pada Program Diploma III Keperawatan Pangkalpinang

Oleh :

Syifa Widiastuti
NIM : 161440128

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN PANGKALPINANG
PRODI KEPERAWATAN PANGKALPINANG
JUNI 2019
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CEDERA KEPALA BERAT PADA
SISTEM PERSARAFAN DENGAN RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN OTAK DI RUANG INTENSIVE CARE
UNIT (ICU) RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH
PANGKALPINANG
TAHUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi syarat mata kuliah Karya Tulis Ilmiah


Pada Program Diploma III Keperawatan Pangkalpinang

Oleh :

Syifa Widiastuti
NIM : 161440128

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN PANGKALPINANG
PRODI KEPERAWATAN PANGKALPINANG
JUNI 2019

ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syifa Widiastuti

NIM : 161440128

Tempat/Tanggal Lahir : Pangkalpinang, 23 Januari 1999

t Alamat : Komplek Timah Sampur Atas No. 764

RT 01/RW 01

Kecamatan Bukit Intan

Kelurahan Sinar Bulan Pangkalpinang.

Institusi : Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang

Angkatan : VII (Tujuh)

Biografi : SD Negeri 65 Pangkalpinang Tahun Lulus 2010

SMP Negeri 10 Pangkalpinang Tahun Lulus 2013

SMA Negeri 2 Pangkalpinang Tahun Lulus 2016

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Assalaamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrohmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah atas Rahmat dan Hidayahnya, penulis bisa
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pasien
Cedera Kepala Berat pada sistem Persarafan dengan Risiko
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak di Ruang Intensive Care Unit (ICU)
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang Tahun 2019. Sholawat serta salam
tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang telah
mengantarkan umat dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang
yang dipenuhi dengan ilmu pengetahuan

Ya Allah Ya Tuhanku, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang


Maha Melapangkan dalam kesempitan, Yang Maha menerangi dalam kegelapan,
Yang Maha membimbing dalam kesesatan, dan Yang Maha memberikan jalan
dalam kebuntuan. Ya Allah, seluruh rasa syukurku, kuhaturkan hanya kepadamu
atas limpahan reseki dan anugerah yang telah engkau berikan kepadaku dan
kepada keluarga kami. Ya Allah, terimakasih atas kemudahan dan kesempatan
hidup yang telah Engkau berikan kepadaku untuk membuat kedua orangtuaku,
saudara serta teman-temanku bangga dan bahagia atas selesainya Program DIII
Keperawatan dengan tepat waktu. Tiada daya dan upaya melainkan dengan
pertolongan-Mu. Semoga ilmu yang Engkau titipkan padaku, bisa menjadi amal
jariyah bagi diriku, keluargaku, dan orang-orang disekelilingku.

Penyusunan karya tulis ini kupersembahkan kepada mereka yang lembut


hatinya, besar pengorbanannya, keras perjuangannya, dan mulia doa-doanya yaitu
kedua orangtuaku ibu Buniati dan ayah Ma’rup yang telah memberikan dukungan,
ridho, dan senantiasa memberikan semangat serta do’a kepada putrinya sehingga
penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas dukungan moril
maupun materil untukku selama ini. Terimakasih telah mendidikku dengan

vii
sepenuh jiwa dan seluruh raga. Ayah, Ibu ini anakmu mencoba memberikan yang
terbaik untukmu. Betapa diri ini ingin melihat kalian bangga padaku. Betapa tak
ternilai kasih sayang dan pengorbanan kalian padaku. Semoga dengan selesainya
program DIII Keperawatan ini, menjadi langkah awal bagi diriku untuk dapat
membuat kalian tersenyum bangga.

Saudaraku yang menjadi orangtua keduaku yang selalu memberi


semangat, motivasi agar terus berusaha menjadi orang yang berguna dalam
masyarakat. Terimakasih atas hal-hal sederhana yang kalian lakukan dan ajarkan
tapi bernilai sangat berharga dimataku. Semoga kita bisa menjadi anak sholeh dan
sholehah yang selalu berbakti kepada kedua orangtua dan bisa membawa kedua
orangtua kita menuju surga.

Bapak dan ibu dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini
telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan
mengarahkanku, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai
harganya, agar saya menjadi lebih baik. yang telah membimbing, memberikan
ilmunya kepadaku selama 3 tahun. semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat
menjadi amal jariyah.

Para sahabatku yang penulis sayangi Anggi (Mak Pit), Nisa (Tohang),
Vega (Ebi), Nabillah, Yudis, Irfan (Jack), dan Ijan pertemenanan kita bermula atas
dasar hinaan, sekarang jarak yang memisahkan kita, aku rindu kalian, aku rindu
segala yang telah kita lakukan bersama. Terimakasih sudah banyak
mengajarkanku tentang kehidupan anak kosan, yang selalu memberikan semangat
kepada penulis, maafkan aku yang wisuda duluan.

Sahabat ku angakatan VII yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
betapa senangnya aku mengenal kalian, teman yang sangat ramah, baik, dan
peduli satu dengan yang lainnya, selalu medukung dan membantu penulis ketika
dalam kesulitan. Ingatkah kalian dengan impian kita sekelas, setiap dosen pernah
bertanya pada kita akan hal ini, dan kita selalu menjawab dengan kalimat ini : Be
Profesional Nurse, kata-kata yang kita ucapkan sejak Tingkat 1, kalimat ini selalu

viii
terngiang di kepalaku. Ayo kita buktikan !!! Mari kita lanjutkan perjuangan kita
diluar sana, mengabdi kepada masyarakat, jaga nama baik almamater dan buat
harum nama kampus kita. Aku merindukan saat aku berkumpul dengan kalian
semua di kelas, tertawa dan bercanda bersama. Dan saat menagih uang kas.

Sahabatku yang tidak bisa penulis tulis satu persatu, yang selalu memberikan
bantuan, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Dan orang-orang yang berjasa dalam membantu penulis dalam menyelesaikan


Karya Tulis Ilmiah ini, penulis merasa senang bertemu dengan orang baik seperti
kalian.

ix
Motto

Jadilah orang yang berguna, yang suatu saat tidak pernah

menyesal dengan berkata “seandainya”

 Setiap ketidakmungkinan yang terjadi maka akan ada Allah yang akan
memungkinkannya.

 Bersyukurlah dengan nikmat yang kau dapatkan hari ini, karena orang
lain belum tentu mendapatkan apa yang kau dapatkan, belum tentu
memiliki apa yang kau miliki.

 Tidak semua keinginan harus diwujudkan. Kebahagiaan justru sering


datang bukan dengan mendapatkan keinginan, tapi dengan
mengikhlaskan keinginan.

 Allah sudah mengatur semuanya. Jadi, jalanilah dan selalu berdoa ,


agar Allah meridhoi setiap langkahmu.

 “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah
tergantung pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi : 1899, HR.
al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-
Bazzar : 2394)

 Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, karena ada Allah yang akan

memungkinkannya.

 Just because you couldn’t do something yesterday doesn’t mean you

can’t achieve it today.

 You can’t to be a millionare if you don’t have impact.

 Ikhlas, and everything else will follow.

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhananaullah Ta’ala atas

berkah rahmat dan hidayah nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmih

yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Berat pada

Sistem Persarafan dengan Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak di

Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang

Tahun 2019”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

baginda besar Muhammad Sallalahu A’laihi Wassalaam, kepada keluarganya,

para sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman.

Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan karya

tulis ilmiah ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin

tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk

menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini.

Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak drg. Harindra, MKM selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Pangkalpinang.

2. Ibu Erni Chaerani, S.Pd, MKM selaku Kepala Jurusan Program Studi

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang.

3. Bapak Ns. Abdul Kadir Hasan, SST, M.Kes selaku pembimbing I yang telah

mengarahkan, memberi masukan dan dukungan serta meluangkan waktunya

selama proses bimbingan KTI.

xi
4. Bapak Ns. Heri Isyanto, S.Kep, selaku pembimbing II yang telah membimbing,

mengarahkan, dan memberikan semangat kepada penulis selama penyusunan

laporan ini.

5. Seluruh dosen di prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang.

6. Ibu (Buniati) dan Ayah (Ma’rup) selama ini telah mendidik, memberikan

nasehat, semangat, serta doa yang selalu menyertai penulis hingga sampai saat

ini.

7. Seluruh sahabatku di Prodi Keperawatan Angkatan VII yang telah banyak

membantu dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih banyak

terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan sumbangan pikiran, saran, dan kritikan yang konstruktif.

Semoga dengan Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat memenuhi

harapan penulis dan memberikan manfaat bagi pembaca, sehingga dapat

menambah ilmu pengetahuan.

Pangkalanbaru, Juni 2019

Penulis

xii
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CEDERA KEPALA BERAT PADA
SISTEM PERSARAFAN DENGAN RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN OTAK DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH PANGKALPINANG TAHUN 2019
Syifa Widiastuti, Ns.Abdul Kadir H. SST., M.Kes., Ns.Heri Isyanto, S.Kep (2019)
Program Studi DIII Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia Pangkalpinang
E-mail : syifa.widiastuti@gmail.com

ABSTRAK
Cedera kepala adalah kondisi defisit neurologis yang terjadi akibat gangguan
traumatik yang disertai atau tanpa disertai perdarahaan dan terputusnya
kontinuitas otak. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab eksternal pada
cedera kepala terbanyak di antara kedua penyebab lainnya yaitu benturan akibat
terjatuh, dan tindakan kekerasan. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab cedera
kepala berat yang mengakibatkan kematian ke-8 di dunia dengan jumlah kematian
1,35 juta (2,5%). Tujuan studi kasus yaitu menggambarkan dalam melakukan
asuhan keperawatan pasien cedera kepala berat pada sistem persarafan dengan
risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak di Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang Tahun 2019. Rancangan studi kasus menggunakan pendekatan
deskriptif dengan subjek penelitian yang diteliti minimal berjumlah dua pasien
dengan kasus dan masalah keperawatan sama. Metode pengumpulan data pada
kasus ini menggunakan instrumen pengkajian dan survei sekunder. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masalah yang didapatkan pada kedua pasien sama
yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Pemberian posisi head up 30o
dapat menstabilkan tanda-tanda vital yang menunjukkan perfusi serebral yang
adekuat. Kesimpulan yang didapatkan dari studi kasus adalah bahwa pasien
cedera kepala berat yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
dapat diberikan posisi head up 30o untuk memaksimalkan perfusi darah dan
memaksimalkan oksigenasi ke otak.

Kata Kunci : Cedera kepala, perfusi otak

xiii
A NURSING CARE PATIENT HEAVY HEAD INJURY ON NEUROLOGY
SYSTEM WITH RISK OF INFECTIVITY BRAIN PERFUSSION AT THE
INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH
PANGKALPINANG ON 2019
Syifa Widiastuti, Ns.Abdul Kadir H. SST., M.Kes., Ns.Heri Isyanto, S.Kep (2019)
DIII Nursing Study Program, Polytechnic of Health Pangkalpinang, Ministry of
Health Republic Indonesia
E-mail: syifa.widiastuti@gmail.com

ABSTRACT
Head injury is the condition of neurological deficits that occur due to traumatic
disorders accompanied or without accompanied bleeding and discontinuation of
brain continuity. Traffic accidents are the most common cause of head injuries,
among others, namely collisions due to falls, and acts of violence . Traffic
accidents are the cause of severe head injuries which have resulted in the 8th
death in the world with a death toll of 1.35 million (2.5%) . The purpose of case
study that to describe a nursing care patients with severe head injury in the
neurology system with the ineffectiveness of the risk of brain tissue perfusion in
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang on 2019. The design of the case study
uses a descriptive approach with the research subjects being researched at least
two patients with the same cases and nursing problems. The data collection
method in this case uses secondary assessment and survey instruments. The
results showed that the problems obtained in both patients were the same, namely
the risk of ineffective perfusion of brain tissue . Giving head up position 30 o can
stabilize vital signs that show adequate cerebral perfusion. The conclusion
obtained from the case study is that severe head injury patients who are at risk
of ineffective perfusion of brain tissue can be given a 30 o head up position to
maximize blood perfusion and maximize oxygenation to the brain.

Keywords : Head injury, brain perfusion

xiv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................................... i


HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO .......................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... xii
ABSTRAK ...................................................................................................... xiv
DAFTAR ISI ................................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan Studi Kasus .......................................................................... 4
D. Manfaat Studi Kasus ....................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Cedera Kepala .......................................................... 5
B. Konsep Teori Gangguan Perfusi Jaringan Otak .............................. 16
C. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Cedera Kepala ....................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Studi Kasus ................................................................... 38
B. Subjek Studi Kasus .......................................................................... 38
C. Fokus Studi ...................................................................................... 38
D. Definisi Operasional ........................................................................ 38

xv
E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ........................................................ 39
F. Pengumpulan Data ........................................................................... 39
G. Penyajian Data ................................................................................. 39
H. Etika Studi Kasus ............................................................................ 39
BAB IV HASIL ANALISA STUDI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus ............................................................................ 41
B. Pembahasan ..................................................................................... 112
C. Keterbatasan Studi Kasus ................................................................ 126
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Hasil Studi Kasus ............................................................................ 127
B. Pembahasan ..................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA

xvi
DAFTAR SINGKATAN

ABGs : Artery Blood Gases Analysis

BAER : Brain Eauditory Evoked

CKB : Cedera Kepala Berat

CPP : Cerebral Perffusion Pressure

CSS : Cairan Serebro Spinal

CT-Scan : Computerized Tomography scan

EDH : Epidural Hematoma

EEG : Elektro Ensepalo Grafi

ETT : Endo Tracheal Tube

GCS : Glasgow Coma Scale

ICH : Intra Cranial Hematoma

ICP : Intra Cranial Pressure

ICU : Intensive Care Unit

LOC : Level Of Conciousness

MRI : Magnetic Resonance Imaging

NGT : Naso Gastric Tube

NIC : Nursing Intervention Classification

NOC : Nursing Outcomes Classification

PET : Possitron Emission Tomography

xvii
RBC : Red Blood Cell

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

SAH : Subarachnoid Hematoma

SEAR : South East Asia Region

TIK : Tekanan intra kranial

WHO : World Health Organization

xviii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman


Tabel 2.1 Pemeriksaan Tingkat Kesadaran (GCS) ....................................... 7
Tabel 2.2 Fungsi Saraf Kranial..................................................................... 25
Tabel 2.3 Penilaian Kekuatan Otot............................................................... 27
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan ................................................................ 32
Tabel 4.1 Identitas Klien dan Penanggung Jawab ....................................... 45
Tabel 4.2 Hasil Anamnesis .......................................................................... 46
Tabel 4.3 Pengkajian Sistem Tubuh............................................................. 49
Tabel 4.4 Hasil Laboratorium ...................................................................... 55
Tabel 4.5 Pemeriksaan CT-Scan dan Radiografi ......................................... 58
Tabel 4.6 Tindakan Kolaborasi Medis ......................................................... 61
Tabel 4.7 Analisa Data ................................................................................. 64
Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 68
Tabel 4.9 Intervensi Keperawatan................................................................ 69
Tabel 4.10 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .................................... 77

xix
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman


Gambar 2.1 Mekanisme Cedera Kepala ...........................................................6
Gambar 2.2 Letak Perdarahan Otak ..................................................................9

xx
DAFTAR ISTILAH

Abdomen : Perut.
Abses serebri : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan
nanah di dalam otak.
Adiktif : Zat yang bersifat menimbulkan ketergantungan.
Afasia : Gangguan fungsi bicara.
Agnosia : Kehilangan kemampuan mengenali objek atau
orang.
Akumulasi : Penimbunan.
Amnesia : Ketidakmampuan mengingat peristiwa untuk
jangka waktu tertentu.
Anatomis : Ilmu yang mempelajari struktur tubuh manusia.
Anemia : Kondisi ketika darah tidak memiliki sel darah
merah sehat yang cukup.
Aneurisma serebri : Pembesaran pembuluh darah otak akibat dinding
pembuluh darah yang lemah.
Anisokor : Ukuran pupil yang berbeda.
Antibiotik : Jenis obat yang digunakan untuk mengatasi dan
mencegah infeksi bakteri.
Antibiotik profilaksis : Antibiotik digunakan bagi pasien yang belum
terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang
besar untuk mendapatkannya.
Anti koagulan : Golongan obat yang dipakai untuk menghambat
pembekuan darah.
Antikonvulsan : Obat yang digunakan untuk mengembalikan
kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat
mencegah atau mengatasi kejang.
Anomali : Ketidaknormalan.
Anosmia bilateral : Hilangnya indera penciuman di kedua sisi hidung.

xxi
Anosmia unilateral : Hilangnya indera penciuman disalah satu sisi
hidung.
Apraksia : Ketidakmampuan melakukan gerakan yang mem-
butuhkan ingatan.
Aritmia : Detak jantung yang abnormal.
Aspirin : Analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi.
Memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan
dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk
mencegah serangan jantung.
Aterosklerosis : Penyempitan dan penebalan arteri karena
penumpukan plak pada dinding arteri.
Basis cranii : Bagian terbawah dari kranium.
Bikonveks : Cembung pada kedua sisi.
Bradikardi : Denyut jantung kurang dari 60 kali per menit.
Calvaria : Bagian atas dari kranium.
Cardiac arrest : Henti jantung.
Defekasi : Buang air besar.
Dehidrasi : Keluarnya cairan tubuh dalam jumlah signifikan
yang mengganggu fungsi tubuh normal.
Dekubitus : Suatu keadaan kerusakan jaringan kulit yang
disebabkan oleh iskemia pada kulit akibat
tekanan dari luar yang berlebihan.
Deplesi volume : Keadaan berkurangnya cairan ekstrasel.
Diabetes insipidus : Gangguan garam dan metabolisme air ditandai
dengan haus dan sering buang air kecil.
Diabetes militus : Gangguan metabolik sekresi insulin yang
mengakibatkan tingginya kadar gula dalam darah.
Dilatasi : Pelebaran.
Diseksi arteri : Kondisi dimana lapisan luar dinding arteri
mengalami kerusakan hingga menyebabkan
robekan.

xxii
Disfagia : Kesulitan menelan makanan atau cairan.
Distorsi : Terkilir.
Eksoftalmus : Penonjolan abnormal bola mata.
Embolisme : Penyumbatan pembuluh darah oleh embolus (zat
asing) yang terbawa aliran darah.
Endokarditis infektif : Infeksi lapisan dalam pembuluh darah dan
jantung (endokardium).
Ensefalitis : Radang otak.
Ensefalopati : Kelainan struktur atau fungsi otak akibat suatu
kondisi atau penyakit.
Epilepsi : Gangguan ketika aktivitas sel saraf di otak
terganggu, yang menyebabkan kejang.
Fenitoin : Obat anti-kejang.
Fibrilasi atrium : Kondisi ketika serambi (atrium) jantung
berdenyut dengan tidak beraturan dan cepat.
Fisiologi : Cabang ilmu biologi yang mempelajari sistem
kehidupan.
Fleksi : Gerak menekuk.
Fremitus : Resonansi vokal.
Hematoma : Penumpukan darah tidak normal di luar
pembuluh darah.
Hemihipestesi : Baal atau kurangnya sensitifitas tubuh pada satu
sisi.
Hemiparesis : Otot lemah atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh
yang dapat memengaruhi lengan, kaki, dan otot
wajah.
Hemiplegi : Kelumpuhan yang di alami oleh salah satu sisi
dari bagian tubuh.
Hemisfer : Dua sisi simetris yang membagi otak besar.
Hemoglobin : Protein yang mengandung zat besi di dalam sel
darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut

xxiii
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Hemotoraks : Adanya darah dalam rongga pleura dan dapat
disebabkan karena trauma tumpul atau tajam.
Herniasi tentorium : Kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak
(cerebrospinal fluid) bergeser dari posisi
normalnya.
Hidrosefalus : Penumpukan cairan di dalam otak.
Hiperkolesterolemia : Kondisi kelebihan kadar kolesterol dalam darah.
Hipernatremia : Konsentrasi natrium yang tinggi dalam darah.
Hipertensi : Kondisi ketika tekanan darah terhadap
dinding arteri terlalu tinggi.
Hipertermia : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal.
Hipoksemia : Kondisi dimana sel dan jaringan tubuh
kekurangan oksigen.
Hipoksia : Kekurangan oksigen di dalam tubuh.
Hipotensi : Keadaan tekanan darah rendah.
Hipotermia : Suhu tubuh meningkat dibawah rentang normal.
Homeostatis : Keseimbangan tubuh.
Hyposmia : Penurunan kemampuan dalam mendeteksi bau.
Infark miokard akut : Serangan jantung.
Inkontinensia : Kehilangan kontrol kandung kemih.
Inkontinensia alvi : Kehilangan kontrol mengontrol buang air besar.
Ipsilateral : Dua bagian tubuh letaknya pada sisi yang sama.
Kardiomiopati : Sekumpulan kelainan pada otot jantung dan
seringkali berakhir dengan gagal jantung.
Kardiovaskular : Sistem yang berkaitan dengan jantung dan
pembuluh darah.
Katup prostetik mekanis : Katup jantung buatan.
Kemosis : Udem pada konjungtiva karena adanya transudat.
Koagulasi intravaskuler : Kondisi yang memengaruhi kemampuan darah
diseminata membeku dan menghentikan pendarahan.

xxiv
Koagulopati : Kondisi saat darah tidak menggumpal secepat
semestinya, atau tidak menggumpal sama sekali.
Kognitif : Potensi intelektual
Kolateral : Sejajar.
Koma : Tidak sadar dalam waktu panjang yang
disebabkan oleh penyakit atau cedera.
Konfusi : Mengganggu orientasi dalam hal waktu, tempat,
atau orang kadang-kadang disertai oleh gangguan
kesadaran.
Kontriksi : Penyempitan.
Konvulsi : Kejang.
Korteks visual : Bagian dari korteks serebri yang mengolah
impuls gambar yang diterima oleh alat
penglihatan.
Laserasi : Luka robekan.
Lesi : Suatu area dari jaringan yang rusak karena cedera
atau penyakit.
Letargi : Kondisi kelelahan yang melibatkan penurunan
energi, kapasitas mental, dan motivasi.
Ligamentum : Jaringan yang mengikat tulang satu dengan tulang
lain pada sendi.
Likuor : Cairan otak.
Mastoid : Tulang yang terletak di belakang telinga.
Meningitis : Peradangan yang terjadi pada meningen.
Midriasis : Dilatasi (pelebaran) pupil.
Miksoma atrium : Tumor yang berkembang di septum atrium,
biasanya di kiri atas atau kanan jantung.
Miosis : Kontriksi (pengecilan) pupil.
Motilitas : Kontraksi otot-otot polos pada saluran
pencernaan.
Motorik : Gerakan yang dilakukan oleh tubuh manusia.

xxv
Neoplasma otak : Tumor otak.
Neurologis : Sistem saraf.
Okular : Bola mata.
Orbita : Rongga yang berisikan bola mata.
Otorrhea : Keluarnya cairan otak melalui telinga.
Palpasi : Pemeriksaan yang dilakukan dengan merasakan
ukuran, kekuatan, atau letak sesuatu (dari bagian
tubuh).
Paradoksal : Berlawanan.
Paralisis : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi otot.
Paralitik ileus : Otot usus mengalami kelumpuhan.
Patologis : Ilmu pengetahuan bidang bioteknologi mengenai
penyakit.
Perifer : Sistem saraf tepi.
Periosteum : Lapisan membran fibrosa tebal yang meliputi
hampir seluruh permukaan tulang.
Peristaltik : Gerakan pada otot-otot di saluran pencernaan.
Peritonitis : Peradangan pada lapisan tipis dinding dalam
perut.
Propriosepsi : Sensasi pergerakan otot.
Protombin : Plasma darah yang berperan dalam pembekuan
darah.
Retensi urin : Pengosongan kandung kemih tidak tuntas.
Retraksi : Kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga
pada saat menarik nafas.
Rhinorrhea : Keluarnya cairan atau lendir kental yang
berlebihan dari hidung.
Ronkhi : Suara napas seperti dengkuran.
Sekret : Lendir atau mukus.
Sensorik : Rangsangan dari reseptor
Sianosis : Warna kebiruan pada bagian ujung tubuh.

xxvi
Sindrom sick sinus : Dapat menyebabkan detak jantung yang lambat
secara permanen (sinus bradikardi).
Sinus cavarneous : Saluran atau kantung vena yang dipisahkan
dan dibagi dua oleh duramater.
Stenosis karotis : Penyempitan pembuluh darah di bagian arteri
karotis.
Stenosis mitral : Penyempitan katup mitral.
Stridor : Bunyi mengi kasar bernada tinggi.
Stroke : Penyakit yang disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah.
Substansi alba : Serabut saraf yang membentuk bagian materi
putih.
Substernal : Dibawah sternum.
Syok hipovolemik : Jantung tidak mampu memasok darah yang cukup
ke seluruh tubuh akibat volume darah yang
kurang.
Takikardi : Denyut jantung yang lebih cepat daripada denyut
jantung normal.
Takipnea : Frekuensi napas yang cepat.
Temporer : Sementara waktu.
Tendon : Jaringan tebal yang berfungsi menempelkan otot
ke tulang.
Trombolitik : Obat untuk menghancurkan atau melarutkan
gumpalan darah.
Tromboplastin : Zat yang memulai proses pembekuan darah.
Tumor : Pertumbuhan jaringan abnormal baru yang sering
kali tidak terkontrol .
Valproate : Obat yang terutama digunakan untuk mengobati
epilepsi dan gangguan bipolar dan untuk
mencegah sakit kepala migrain.
Vasodilator : Golongan obat yang digunakan untuk melebarkan

xxvii
pembuluh darah.
Vertigo : Kondisi yang membuat penderitanya mengalami
pusing, sampai merasa dirinya atau sekelilingnya
berputar.

xxviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Surat Izin Pengambilan Data di RS Bakti Timah Pangkalpinang Tahun 2019
2. Surat Izin Pengambilan Data di Satuan Lalu Lintas Polres Pangkalpinang
Tahun 2019
3. Lembar Rekap Data Cedera Kepala di RS Bhakti Timah Tahun 2016-2019
4. Lembar Rekap Data Laka Lantas Sat Lantas Polres Pangkalpinang Tahun
2016-2018
5. Lembar Bimbingan Proposal Karya Tulis Ilmiah Pembimbing I
6. Lembar Bimbingan Proposal Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II
7. Lembar Revisi Proposal Karya Tulis Ilmiah
8. Bukti Sebagai Audien dan Oponen Sidang Proposal Karya Tulis Ilmiah
9. Surat Izin Penelitian di RS Bakti Timah Pangkalpinang Tahun 2019
10. Lembar Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian (PSP)
11. Informed Concent Klien 1
12. Informed Concent Klien 2
13. Pemeriksaan CT-Scan dan Radiografi Klien 1
14. Pemeriksaan CT-Scan dan Radiografi Klien 2
15. Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 1
16. Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II
17. Lembar Revisi Karya Tulis Ilmiah

xxix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan,


dan juga merupakan salah satu masalah kesehatan dan sosial di berbagai
negara di dunia. Cedera kepala didefinisikan sebagai penyakit non
degeneratif dan non kongenital yang disebabkan oleh massa mekanik dari
luar tubuh, cedera ini akan mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dan
psikososial, yang dapat terjadi sementara atau permanen, yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran. Kasus cedera otak traumatik ditemukan
dalam berbagai tingkat kedaruratan. Terdapat tiga penyebab utama dari
cedera kepala, yaitu kecelakaan lalu lintas, benturan akibat terjatuh, dan
tindakan kekerasan. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab eksternal
pada cedera kepala terbanyak di antara kedua penyebab lainnya, dan dua kali
lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita (Rawis M, 2016).
Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) tahun
2018, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian ke-8 di dunia dengan
jumlah kematian 1,35 juta (2,5%). Kecelakaan lalu lintas jalan sekarang
menjadi pembunuh utama orang berusia 5-29 tahun. Kasus ini banyak terjadi
oleh pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengendara sepeda motor,
khususnya mereka yang tinggal di negara berkembang.
Status Keselamatan Jalan WHO (2013), di kawasan Asia Tenggara
South East Asia Region (SEAR) pada tahun 2010, kecelakaan lalu lintas
mengakibatkan 33.815 korban tewas, dengan rata-rata 18,5 korban tewas per
100.000 populasi. Rata-rata kematian karena kecelakaan lalu lintas lebih
tinggi pada negara berpendapatan menengah ke bawah dengan 19,5 kematian
per 100.000 populasi dari pada di negara miskin dengan 12,7 kematian karena
kecelakaan lalu lintas per 100.000 populasi. Pengguna jalan yang rentan
(pengguna kendaraan bermotor roda dua dan tiga, pejalan kaki dan pesepeda)
menyumbangkan hampir setengah (50%) dari total kematian karena
kecelakaan lalu lintas di wilayah Regional Asia Tenggara.
1
2

Cedera kepala (head injury) di Indonesia salah satu penyebabnya ialah


diakibatkan para pengguna kendaraan bermotor roda dua terutama bagi yang
tidak memakai helm. Hal ini menjadi tantangan yang sulit karena di antara
mereka datang dari golongan ekonomi rendah sehingga secara sosial ekonomi
cukup sulit memperoleh pelayanan kesehatan. Cedera kepala diperkirakan
akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pengguna kendaraan
bermotor roda dua dan diperkirakan 39% kenaikan per tahun (Lumbantoruan,
2015).
Data dari Korlantas Polri menjelaskan kecelakaan lalu lintas tahun
2013 sebanyak 100.106 kejadian dibandingkan tahun 2012 dengan jumlah
kecelakaan 117.949 yang mengalami penurunan sebesar 17.843 kejadian atau
turun 15%. Di Bangka Belitung sendiri kejadian kecelakaan lalu lintas
sepanjang tahun 2012 sebanyak 497 kasus (Korlantas Polri, 2013).
Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 mencatat
Provinsi Gorontalo menempati urutan pertama tingginya angka kejadian
cedera kepala di Indonesia sebanyak 17.9 %, Kalimantan Selatan berada di
urutan terakhir dengan angka kejadian 8,6 %. Bangka Belitung menepati
urutan ke-10 dengan angka kejadian sebanyak 14,9 %. Kecelakaan lalu lintas
menjadi penyebab utama terjadinya cedera kepala. Insiden kecelakaan lalu
lintas lebih besar dialami laki-laki dibandingkan perempuan dan paling
banyak terjadi di perkotaan. Tahun 2013 tercatat 42,8% diakibatkan oleh
kecelakaan lalu lintas dan mengalami penurunan pada tahun 2018 dengan
31,4%. Pengguna sepeda motor di jalan raya menjadi penyebab utama
terjadinya kejadian kecelakaan lalu lintas (RISKESDAS, 2018).
Data dari Sat Lantas Polres Pangkalpinang tahun 2016-2018 tercatat
jumlah kecelakaan yang terjadi selama 3 tahun terakhir mengalami kenaikan.
Pada tahun 2016 jumlah kejadian lakalantas di Pangkalpinang mencapai 22
kejadian dengan korban meninggal dunia sebanyak 13 orang, 7 orang luka
berat, 7 orang luka ringan. Pada tahun 2017 mencapai 34 jumlah kejadian
lakalantas, 21 orang meninggal dunia, 23 orang luka berat, 7 orang luka
ringan, sedangkan pada tahun 2018 mencapai 52 kejadian lakalantas, 35
orang meninggal dunia, 30 orang luka berat, dan 12 orang luka ringan.
3

Rekam Medis RS Bakti Timah tahun 2016-2018 mencatat jumlah


jumlah klien dengan diagnosa medis cedera kepala pada tahun 2016 dengan
45 klien mengalami CKB, 195 klien mengalami CKR. Di tahun 2017
mencapai 15 klien mengalami CKB, 87 klien mengalami CKR, sedangkan
pada tahun 2018 jumlah klien dengan CKB sebanyak 13 klien, dan CKR 88
klien. Untuk diagnosa medis cedera kepala sedang, tidak ada angka kejadian
di RS Bakti Timah dari tahun 2016-2017.
Peningkatan tekanan intrakranial pada cedera kepala menyebabkan
penurunan aliran darah ke otak. Otak akan mengalami hipoksia. Sel otak
sangat sensitif terhadap kadar oksigen. Kematian jaringan neuron dimulai
dalam waktu 4-6 menit jika jaringan tersebut tidak mendapat suplai oksigen
(Rosadhi dan Kowalski, 2014).
Tekanan perfusi serebral dapat diatasi dengan menurunkan TIK
(Tekanan Intra Kranial) atau meningkatkan tekanan darah arteri rerata. Peran
perawat dalam hal ini adalah melaksanakan intervensi keperawatan untuk
memantau peningkatan TIK meliputi pemeliharaan kesejajaran tubuh dengan
menghindari balikan tajam kepala kearah satu sisi dan fleksi pinggul tajam.
(Morton et al, 2011).
Ekacahyaningtyas (2017) menjelaskan bahwa pemberian posisi head
up 30o dapat memperbaiki kondisi hemodinamik dengan memfasilitasi
peningkatan aliran darah ke serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan
serebral. Oleh karena itu diperlukan pemantauan dan penanganan yang tepat
karena kondisi hemodinamik mempengaruhi fungsi penghantaran oksigen
dalam tubuh.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis menarik kesimpulan
tertarik untuk mengetahui penanganan dan asuhan keperawatan pasien cedera
kepala pada sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak di Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

“Bagaimanakah asuhan keperawatan pasien cedera kepala berat pada


sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak di
4

Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang
Tahun 2019 ?”.

C. Tujuan

Menggambarkan dalam melakukan asuhan keperawatan pasien cedera


kepala berat pada sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang Tahun 2019.

D. Manfaat

1. Bagi Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang


Memberikan informasi bagi pelaksana atau perawat dalam
memberikan pengetahuan asuhan keperawatan pasien cedera kepala berat
pada sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Menjadi bahan referensi di bidang keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pasien cedera kepala berat pada sistem persarafan
dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
3. Bagi Penulis
Memperoleh wawasan, ilmu pengetahuan, keterampilan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dalam menangani pasien cedera kepala
berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Cedera Kepala

1. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak, Morton (2012) dalam Nurarif dan Hardhi K
(2015). Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik
temporer maupun permanen (Lumbantoruan, 2017).

Eka Putra et al (2016) menjelaskan cedera kepala merupakan


gangguan traumatik pada otak yang menimbulkan perubahan fungsi atau
struktur pada jaringan otak akibat mendapatkan kekuatan mekanik
eksternal berupa trauma tumpul ataupun penetrasi yang menyebabkan
gangguan fungsi kognitif, fisik maupun psikososial baik sementara
ataupun permanen (Dawodu 2015 dalam Brain Injury Association of
America 2012).

Tarwoto (2013) mengemukakan cedera kepala merupakan suatu


gangguan traumatik dan fungsi otak yang disertai atau tidak disertai
perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

2. Klasifikasi Cedera Kepala


Nurarif dan Hardhi K (2015) cedera kepala diklasifikasikan
menjadi 3 macam:
a. Berdasarkan patologi
1) Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal
menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia dan listrik dari sel
di area tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
5
6

2) Cedera kepala sekunder


Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan
kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga
meningkatkan TIK yang tak terkendali.
b. Berdasarkan Jenis Cedera
1) Cedera kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi durameter. Trauma yang menembus tengkorak dan
jaringan otak.
2) Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.

Gambar 2.1 Mekanisme cedera kepala (Sumber : Black dan Jane, 2014)

c. Berdasarkan berat ringannya berdasarkan GCS


1) Cedera kepala ringan / minor
a) GCS 14-15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang
dari 30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio serebral, hematom.
2) Cedera kepala sedang
a) GCS 9-13
b) Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam.
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
d) Diikuti kontusio serebral, laserasi dan hematom
intrakranial.
7

3) Cedera kepala berat


a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam.
c) Meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakarnial.
Tabel 2.1 Pemeriksaan Tingkat Kesadaran (GCS).
Komponen Nilai Hasil
Membuka 4 Membuka mata spontan
Mata
3 Buka mata dengan rangsangan suara

2 Buka mata dengan rangsangan nyeri

1 Tidak membuka mata

Respon 5 Orientasi penuh


Verbal
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang

3 Kata-kata tidak jelas

2 Suara tanpa arti (mengerang)

1 Tidak ada suara

Respon 6 Pergerakan mengikuti perintah


Motorik
5 Melokalisir nyeri menjauhi stimulus

4 Menjauh dari rangsang nyeri

3 Fleksi terhadap nyeri

2 Ekstensi terhadap nyeri

1 Tidak ada pergerakan


(Sumber : Lumbantoruan, et al 2017)

d. Berdasarkan Morfologi
Putri et al (2016), mengelompokkan cedera kepala menurut
morfologi diantaranya :
1) Fraktur Kranium
Fraktur kranium diklasifikasikan berdasarkan lokasi
anatomisnya, dibedakan menjadi fraktur calvaria dan fraktur
basis cranii. Berdasarkan keadaan lukanya, dibedakan menjadi
fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
8

2) Perdarahan Epidural
Hematom epidural terletak di luar dura tetapi di dalam
rongga tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung. Biasanya terletak di area temporal
atau temporo parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri
meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
3) Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada
perdarahan epidural. Robeknya vena-vena kecil di permukaan
korteks cerebri merupakan penyebab dari perdarahan subdural.
Perdarahan ini biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer
otak, dan kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih
buruk bila dibandingkan dengan perdarahan epidural.
4) Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio atau luka memar adalah apabila terjadi
kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler)
pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak
rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka
memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak.
Kontusio serebri sering terjadi di lobus frontal dan lobus
temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari
otak. Kontusio serebri dapat terjadi dalam waktu beberapa jam
atau hari, berubah menjadi perdarahan intraserebral yang
membutuhkan tindakan operasi.
5) Komusio cerebri
Komusio cerebri atau gegar otak merupakan keadaan
pingsan yang berlangsung kurang dari 10 menit setelah trauma
kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien
mungkin akan mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah
dan pucat.
9

6) Fraktur basis cranii


Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang
dapat menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita
biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran yang menurun,
bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat
berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrogade
dan amnesia pasca traumatik.

Gambar 2.2 Letak perdarahan otak (Sumber : neurosurgery.ufl.edu/patient-


care/diseases conditions /traumatic-brain-injury/)
3. Etiologi
Mengemukakan Nurarif (2015) mekanisme cedera kepala terbagi
menjadi lima yaitu :
a. Cedera akselerasi
Terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misal : alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala).
b. Cedera deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam,
seperti jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentuk kaca
depan mobil.
c. Cedera akselarasi–deselerasi
Terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
episode kekerasaan fisik.
d. Cedera coup –countre coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
10

tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali


terbentur.
e. Cedera rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh
darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

4. Manifestasi klinis
Brunner dan Suddarth (2013) memaparkan gejala yang timbul
pada cedera kepala bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi
terjadinya trauma
a. Nyeri menetap dan terlokalisasi, biasanya mengindikasikan adanya
fraktur.
b. Fraktur pada kubah tengkorak bisa menyebabkan pembengkakan di
daerah tersebut, tetapi bisa juga tidak.
c. Fraktur pada dasar tengkorak yang sering kali menyebabkan
pendarahan dari hidung, faring, dan telinga, dan darah mungkin
terlihat dibawah konjungtiva.
d. Ekimosis terlihat diatas tulang mastoid (tanda Battle).
e. Pengeluaran cairan serebrospinal (CSS). Dari telinga dan hidung
menunjukan terjadinya fraktur dasar tengkorak.
f. Pengeluaran cairan serebrospinal dapat menyebabkan infeksi serius
(misalnya, meningitis) yang masuk melalui robekan di duramater.
g. Cairan spinal yang mengandung darah menunjukan laserasi otak atau
memar otak (kontusio).
h. Cedera otak juga memiliki berbagai macam gejala, termasuk
perubahan tingkat kesadaran Level Of Consciousness (LOC),
perubahan ukuran pupil, perubahan atau hilangnya refleks muntah
atau refleks kornea, defisit neurologis, perubahan tanda vital seperti
perubahan pola napas, hipertensi, bradikardi, hipertemia atau
hipotermia, serta gangguan sensorik, penglihatan, dan pendengaran.
11

i. Gejala sindrom pasca-gegar otak dapat meliputi sakit kepala,


pusing, cemas, mudah marah, dan kelelahan.
j. Pada hematoma subdural akut atau subakut, perubahan LOC, tanda-
tanda pupil, hemiparesis, koma, hipertensi, bradikardia dan penurunan
frekuensi pernapasan adalah tanda-tanda perluasan massa.
k. Hematoma subdural kronik mengakibatkan sakit kepala hebat,
perubahan tanda-tanda neurologis fokal, perubahan kepribadian,
gangguan mental dan kejang fokal.

5. Komplikasi cedera kepala


Wijaya dan Yessie (2013) menjelaskan komplikasi yang terjadi
pada cedera kepala, yaitu :
a. Epilepsi pasca trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang
terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan
di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian
setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi 10% penderita yang
mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala
dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Obat-obat anti kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau
valproate) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-
obatan tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami
cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang.
Pengobatan ini sering kali berlanjut selama beberapa tahun atau
sampai waktu yang tak terhingga.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan
bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita
tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak
yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah
kiri dan lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian
12

manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau
infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis
atau lobus frontalis.
d. Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat
melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat
menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda
tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu
dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum, meskipun penderita
dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut.
Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan
temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya
disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera
kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita
mengalami perbaikan secara spontan.
e. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang
sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya
dimengerti.
1) Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan
peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan
(amnest retrogard) atau peristiwa yang terjadi sesaat sebelum
terjadinya kecelakaan (amnesia paska trauma). Amnesia hanya
berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung pada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat
menetap.
13

2) Amnesia menyeluruh sekejap


Merupakan serangan lupa akan waktu, tempat, dan orang yang
terjadi secara mendadak dan berat. Serangan hanya bisa terjadi
satu kali seumur hidup, atau bisa saja berulang. Alkoholik dan
penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang
disebut sindroma wernickle-korsakoff. Sindroma ini terdiri dari
kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang
berlangsung lama.
3) Amnesia Korsakoff
Terjadi bersamaan dengan ensefalopati wernickle. Amnesia
korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat,
cardiac arrest atau ensefalitis akut.
f. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala : eksoftalmus, kemosis, dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
g. Diabetes insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Penderita
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia dan deplesi volume.
h. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak
merupakan predisposisi untuk kejang lanjut, kejang dini menunjukkan
risiko yang meningkat untuk kejang lanjut dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulsan.
i. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala
tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah
beberapa hari pada 85%. Drainase lumbal akan mempercepat proses
ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang meningkat,
pemberian antibiotik profilaksis masih kontroversial. Otorrhea atau
14

rhinorrhea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis


berulang merupakan indikasi untuk reparatif.
j. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK puncak edema terjadi
72 jam setelah cedera. Perubahan tekanan darah, frekuensi nadi,
pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan
TIK. Penekanan di kranium di kompensasi oleh tertekannya venosus
dan cairan otak bergeser. Peningkataan tekanan terus menerus
menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat,
terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran
supratentorial dan menimbulkan herniasi.
k. Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis :
1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Nyeri kepala hebat
3) Mual atau muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Rendy dan Margareth (2012) pemeriksaan dignostik
yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
a. Computerized Tomography scan (CT scan) (dengan / tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,
ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
Catatan : untuk mengetahui adanya infark atau iskemia jangan
dilakukan pada 24 jam setelah injury.
b. Magnetic Resinance Imaging (MRI)
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras
radioaktif. Cerebral angiography : menunjukkkan anomali sirkulasi
serebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema,
perdarahan trauma.
c. Serial Elektro Ensepalo Grafi (EEG)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
15

d. Sinar-X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
e. Brain Eauditory Evoked (BAER)
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
f. Possitron Emission Tomography (PET)
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
g. Cairan Serebro Spinal (CSS)
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan sub arakhnoid.
h. Artery Blood Gases Analysis (ABGs)
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
i. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intrakranial.
j. Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.

7. Penatalaksaan
Penatalaksanaan cedera kepala, menurut Lumbantoruan (2017) yaitu :
a. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat.
b. Bila perlu berikan Manitol 20%. Dosis awal 1 gr / kg BB.
c. Pertahankan Cerebral Pefussion Pressure (CCP) 70-95 mmHg.
d. Pertahankan Intra Cranial Pressure (ICP) 5-15 mmHg.
e. Berikan analgetik, dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka
pendek.
f. Gastrointestinal : pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) untuk
pemberian obat dan nutrisi.
16

DiGiulio dan Jackson (2014) menjelaskan penatalaksanaan pada


pasien dengan cedera kepala diantaranya
a. Intervensi pembedahan mungkin diperlukan (craniotomy)
Pengangkatan hematoma, litigasi perdarahan pembuluh darah,
lubang burr (pembuatan lubang) untuk dekompresi, pemotongan
jaringan dari benda asing dan sel mati.
b. Pemberian antibiotik untuk luka kepala terbuka guna mencegah
infeksi.
c. Bantuan pernapasan jika diperlukan-intubasi dan ventilasi mekanis.
d. Pemberian opioid dosis rendah untuk kegelisahan, agitasi, dan sakit
pada pasien yang bergantung pada ventilator : morphine sulfate atau
fentanyl citrate.
e. Pemberian diuretik osmotik untuk mengurngi edema otak : mannitol.
f. Pemberian diuretik loop untuk menguranngi edema dan sirkulasi
volume darah : furosemide.
g. Pemberian analgesik : acetaminophen (Tylenol).
h. Diet tinggi protein, tinggi kalori, tinggi vitamin.
i. Transfuse Red Blood Cell (RBC) dan keping darah jika jumlah darah
menunjukkan perlunnya transfusi.

B. Konsep Teori Gangguan Perfusi Jaringan Otak

1. Pengertian
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
menganggu kesehatan (Nurarif dan Hardhi K, 2015).
2. Faktor risiko
Pokja SDKI DPP PPNI (2017), menjabarkan faktor-faktor risiko
pada gangguan perfusi jaringan serebral yaitu :
a. Keabnormalan masa protombin dan atau masa tromboplastin parsial.
b. Penurunan kinerja ventrikel kiri.
c. Aterosklerosis aorta.
d. Diseksi arteri.
e. Fibrilasi atrium.
17

f. Tumor otak.
g. Stenosis karotis.
h. Miksoma atrium.
i. Aneurisma serebri.
j. Koagulopati (misalkan: anemia sel sabit).
k. Dilatasi kardiomiopati.
l. Koagulasi intravaskuler diseminata.
m. Embolisme.
n. Cedera kepala.
o. Hiperkolesteronemia.
p. Hipertensi.
q. Endokarditif infektif.
r. Katup prostetik mekanis.
s. Stenosis mitral.
t. Neoplasma otak.
u. Infark miokard akut.
v. Sindrom sick sinus.
w. Penyalahgunaan zat.
x. Terapi trombolitik.
y. Efek samping tindakan (misalkan tindakan operasi bypass).
3. Kondisi Klinis Terkait
a. Stroke.
b. Cedera kepala.
c. Aterosklerotik aortik.
d. Infark miokard akut.
e. Diseksi arteri.
f. Embolisme.
g. Endocarditis infektif.
h. Fibrilasi atrium.
i. Hiperkolesterolemia.
j. Hipertensi.
k. Dilatasi kardiomiopati.
18

l. Koagulasi intravascular diseminata.


m. Miksoma atrium.
n. Neoplasma otak,
o. Sindrom sick sinus.
p. Stenosis carotid.
q. Stenosis mitral.
r. Hidrosefalus.
s. Infeksi otak (misalkan : meningitis, ensefalitis, abses serebri).

4. Kriteria Hasil yang Dicapai


Menurut Wilkinson (2016) menjelaskan bahwa perfusi jaringan
otak adalah keadekuatan aliran darah melewati susunan pembuluh darah
serebral untuk mempertahankan fungsi otak.
Hasil berikut berkaitan dengan faktor risiko untuk risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
a. Koagulasi darah
Tingkat darah membeku dalam periode waktu normal.
b. Keefektifan pompa jantung
Keadekuatan volume darah yang dipompa dari ventrikel kiri untuk
mendukung tekanan perfusi sitemik.
c. Status sirkulasi
Aliran darah yang tidak obstruksi dan satu arah, pada tekanan yang
sesuai melalui pembuluh darah besar sirkulasi pulmonal dan sistemik.
d. Pengetahuan manajemen hipertensi
Tingkat pemahaman yang diungkapkan mengenai tekanan darah
tinggi, pengobatan, dan pencegahan komplikasi.
e. Status neurologis
Kemampuan sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat untuk
menerima, memproses, dan berespon terhadap stimulus internal dan
eksternal.
f. Keparahan cedera fisik
Keparahan cedera dari kecelakaan dan trauma.
19

C. Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

1. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2012) proses pengkajian yang dilakukan pada
pasien dengan cedera kepala yaitu:
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada
usia muda), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa
medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak
trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke
kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun
(Glasgow Coma Scale (GCS<15)), konvulsi, muntah, takipnea, sakit
kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralisis,
akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung
dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar
klien (bila klien tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif
dan penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang
suka ngebut-ngebutan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.
20

d. Riwayat penyakit keluarga


Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan diabetes melitus.
e. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien, yaitu timbul seperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran (cedera kepala ringan, GCS:13-15; cedera
kepala sedang GCS: 9-12; cedera kepala berat, bila GCS kurang
atau sama dengan 8) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
2) Sistem Pernafasan
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada
gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat cedera kepala.
Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik sistem ini
akan didapatkan hasil seperti di bawah ini.
a. Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sekret,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak
penuh dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai: retraksi dari otot-otot interkostal, substernal,
21

pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen


saat inspirasi). Pola napas paradoksal dapat terjadi jika otot-
otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
b. Pada palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan jika melibatkan trauma pada rongga
torak.
c. Pada perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada
keadaan melibatkan trauma pada torak/hemotoraks.
d. Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,
stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret,
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
e. Pada klien cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi
pusat pernapasan, klien biasanya terpasang Endo Tracheal
Tube (ETT) dengan ventilator dan biasanya klien dirawat di
ruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil.
Pengkajian klien cedera kepala berat dengan pemasangan
ventilator secara komprehensif merupakan jalur keperawatan
kritis.
f. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis,
pengkajian pada inspeksi pernapasan tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3) Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien cedera
kepala sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien
cedera kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan
darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi, dan aritmia.
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
22

Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi


jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menunjukkan adanya
penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan
adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok.
Pada beberapa keadaan lain akibat dari cedera kepala akan
merangsang pelepasan antidiuretik hormon yang berdampak pada
kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran
garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan
konsentrasi elektrolit sehingga memberikan risiko terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem
kardiovaskuler.
4) Sistem Persyarafan
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis
terutama akibat pengaruh peningkatan TIK yang disebabkan
adanya perdarahan baik bersiat hematoma intraserebral, subdural,
dan epidural. Pengkajian persarafan merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a) Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
b) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, lobus frontal, dan hemisfer.
(1) Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku klien, nilai
gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
23

(2) Fungsi intelektual


Pada beberapa keadaan klien cedera kepala
didapatkan penurunan dalam memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
(3) Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan jika cedera kepala mengakibatkan adanya
kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
kerusakan fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
(4) Hemisfer
Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan
hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
memungkinkan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
Cedera kepala hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang
pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustasi.
c) Pengkajian Saraf Kranial
Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII
(1) Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang
merusak anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan
mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia
unilateral atau bilateral.
24

(2) Saraf II
Hematom palpebral pada klien cedera kepala akan
menurunkan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf
optikus. Perdarahan di ruang intrakranial, terutama
hemoragia subaraknoidal, dapat disertai dengan
perdarahan di retina.
(3) Saraf III, IV, dan VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada
klien dengan cedera kepala yang merusak rongga orbita.
Pada kasus-kasus cedera kepala dapat dijumpai anisokoria.
Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika
midrasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda dini
herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi
pada penyinaran. Paralisis otot okular akan menyusul pada
tahap berikutnya. Jika pada cedera kepala terdapat
anisokoria, bukan midriasis, melainkan miosis yang
bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang
lain, maka pupil yang miotik adalah abnormal. Miosis ini
disebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral yang
mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti
pusat siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak
berdilatasi melainkan berkonstriksi.
(4) Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
(5) Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
(6) Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera
kepala ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma
yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis.
25

(7) Saraf IX dan X


Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
(8) Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher,
mobilitas klien cukup baik serta tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
(9) Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan.
Tabel 2.2 Fungsi saraf kranial
No Saraf kranial Tipe Fungsi/penilaian

1 NI Sensorik Penerimaan dan persepsi


(Olfaktorius) bau
2 N II (Opikus) Sensorik Tajam penglihatan dan
lapang pandang
3 N III Motorik Pergerakan mata,
(Okulomotoris) mengangkat kelopak mata
Parasimpatik Perubahan kontriksi pupil
4 N IV Motorik Pergerakan bola mata
(Troklearis)
5 NV Sensorik Sensasi pada kornea,
(Trigeminal) membran mukosa hidung,
muka, sensasi area
maksilaris, 2/3 bagian
depan lidah dan gigi,
sensasi daerah mandibular
Motorik Mengunyah
6 N VI (Abdusen) Motorik Pergerakan mata ke lateral

7 N VII (Fasialis) Sensorik Rasa pada 2/3 bagian


depan lidah, sensasi faring
Motorik Pergerakan ekspresi wajah
Parasimpatis Pengeluaran saliva
8 N VIII Sensorik Keseimbangan dan
(Vestibulokokle pendengaran
ar)
9 N IX Sensorik Rasa pada 1/3 belakang
(Glossofaringeu lidah, sensasi faringeal
s) Motorik Menelan
10 N X (Vagus) Sensorik Sensasi faring dan laring
Motorik Menelan
Parasimpatis Pergerakan otot dalam
thoraks dan abdomen
11 N XI (Spinal Motorik Pergerakan leher dan bahu
assesorius)
12 N XII Motorik Pergerakan lidah
(Hypoglosus)
(Sumber : Tarwoto, 2013)
26

d) Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terjadi
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius
5) Sistem Pengindraan
Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang
merusak anatomis dan fisiologis klien akan mengalami kelainan
pada fungsi penciuman. Hematom palpebral pada klien cedera
kepala akan menurunkan lapang pandang. Perdarahan di ruang
intrakranial, terutama hemoragia subaraknoidal, dapat disertai
dengan perdarahan di retina. Gangguan mengangkat kelopak mata
terutama pada klien dengan cedera kepala yang merusak rongga
orbita. Persepsi pengecapan mengalami perubahan. Perubahan
fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan biasanya tidak
didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf
vestibulokoklearis. Adanya perubahan warna kulit,warna kebiruan
menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga,
hidung, bibir, dan membran mukosa). Terjadi ketidakmampuan
untuk menginterprestasikan sensasi (hemihipestesi).
6) Sistem Muskuloskeletal
a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda
yang lain.
27

b) Tonus otot, didapatkan menurun sampai hilang.


c) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot didapatkan tingkat 0.
d) Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
e) Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respon
normal. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegi, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Tabel 2.3 Penilaian kekuatan otot


Skala Nilai Keterangan

Normal 5/5 Mampu melawan gaya gravitasi dan tahanan yang


kuat.

Baik 5/4 Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan


sedikit tahan.

Sedang 5/3 Terdapat gerakan dan mampu melawan gaya


gravitasi

Buruk 5/2 Terdapat gerakan, tetapi tidak mampu melawan


gaya gravitasi (gerakan pasif)

Sedikit 5/1 Terdapat sedikit gerakan, kontraksi otot dapat di


palpasi

Tidak 0 Tidak ada kontraksi otot


ada

(Sumber : Tarwoto, 2013)

7) Sistem Perkemihan
Kaji keadaan urin meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik, termasuk berat jenis. Penurunan jumlah urin dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya
28

perfusi ginjal. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami


inkontinensia urin karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan katerisasi
intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
8) Sistem Pencernaan
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian
ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus harus
dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun
atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
Lakukan observasi bising usus selama 2 menit. Penurunan
motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal
dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
9) Sistem Integumen
Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit, warna kebiruan menunjukkan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir,
dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa
dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau
syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator
dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada
29

kulit dapat menunjukkan adanya demam, dan infeksi. Integritas


kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus.
10) Sistem Endokrin
Pada beberapa keadaan lain akibat dari cedera kepala akan
merangsang pelepasan antidiuretik hormon yang berdampak pada
kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran
garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan
konsentrasi elektrolit sehingga memberikan risiko terjadinya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
11) Sistem Imunitas
Kaji penggunaan obat-obatan adiktif, konsumsi alkohol
berlebihan dan tranfusi darah.
12) Sistem Reproduksi
Observasi untuk perdarahan, hematoma, edema. Berikan
tekanan lembut di setiap iliac crest dengan gerakan getaran kecil,
pasien fraktur pelvis akan kehilangan rasa (manuver ini akan
menyebabkan nyeri pada pasien) dan observasi adanya distensi
kandung kemih (Krisanti 2009 dalam Iftriyani 2014).
Bararah dan M. Jauhar (2013), memaparkan pengkajian pada
cedera kepala :
a. Kenyamanan/nyeri
Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, agak lama.
b. Pengkajian keamanan
Ada riwayat kecelakaan, terdapat trauma/fraktur/ distorsi, perubahan
penglihatan.
c. Konsep diri
Adanya perubahan tingkah laku, kecemasan, berdebar, bingung.
d. Interaksi sosial
Afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
30

Adapun pengkajian pada cedera kepala menurut Rendy dan


Margareth (2012) yaitu :
a. Data Spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan
falsafah hidup, serta ke-Tuhanan yang diyakininya.

2. Diagnosa Keperawatan
Nurarif dan Hardhi K (2015) disesuaikan menurut Herdman dan
Kamitsuru (2018) menyatakan adapun diagnosa keperawatan yang
mungkin timbul pada pada pasien cedera kepala yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, penurunan massa otot
c. Hambatan memori berhubungan dengan hipoksia.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan, mukus berlebihan.
e. Risiko defisien volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme pengaturan.
f. Risiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan cedera
otak.
g. Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma.
h. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
cedera otak.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, gangguan
integritas kulit.
j. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan, gangguan
sensasi.
k. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.
31

3. Perencanaan keperawatan
Prabowo (2017) menyatakan bahwa tahap perencanaan adalah
tahap yang menentukan tindakan penyembuhan kepada pasien. Pada
tahap ini berbagai langkah aplikatif akan disusun dan direncanakan
berdasarkan diagnosis yang sudah disimpulkan pada tahap sebelumnya.
Dalam tahap ini, berbagai rencana pemecahan masalah atau diagnosis
keperawatan terhadap pasien akan disusun. Berbagai rencana akan
dirumuskan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga pada
akhirnya dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
pasien. Tahap ini memuat berbagai tujuan, rencana tindakan, serta
rencana evaluasi atau penilaian terhadap seluruh tindakan yang sudah
dilaksanakan.
3. Intervensi Keperawatan
Moorhead dkk dan Bulechek (2016) menjelaskan intervensi keperawatan yang akan dilakukan berdasarkan diagnosa yang muncul
pada pasien cedera kepala sebagai berikut :
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan

Nursing Outcomes Classification (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)

1. Nyeri akut berhubungan 1. Kontrol nyeri Manajemen nyeri


dengan agen cedera 2. Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
biologis 3. Tanda-tanda vital lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kuat dan faktor
Kriteria hasil : pencetus.
a. Menggunakan analgetik yang direkomendasikan 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanann
(dipertahankan pada sering menunjukkan ditingkatkan ke 3. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
sepenuhnnya adekuat). ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
b. Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada professional 4. Kurangi faktor penyebab nyeri.
kesehatan (dipertahankan pada kadang-kadang 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
menunjukkan ditingkatkan ke secara konsisten farmakologi dan interpersonal).
menunjukkan). 6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
c. Mengerang dan menangis (dipertahankan pada sedang, 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk
ditingktkan ke tidak ada). mengurangi nyeri dan atau nyeri tidak teratasi.
d. Ekspresi nyeri wajah (dipertahankan pada sedang, 8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
ditingktkan ke tidak ada).
e. Tekanan darah sistolik dan diastolik (dipertahankan pada
deviasi sedang, dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak
ada deviasi dari kisaran normal).
f. Tekanan nadi (dipertahankan pada deviasi sedang, dari
kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari
kisaran normal).

32
2. Hambatan mobilitas fisik 1. Pergerakan Terapi latihan : Ambulasi
berhubungan dengan 2. Ambulasi 1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lohat
gangguan neuromuskular, 3. Kemampuan berpindah respon pasien saat latihan.
penurunan massa otot. Kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
a. Keseimbangan (dipertahankan pada cukup terganggu, sesuai kebutuhan.
ditingkankan ke sedikit terganggu). 3. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.
b. Cara berjalan (dipertahankan pada cukup terganggu, 4. Lakukan Range Of Motion (ROM) pasif.
ditingkankan ke sedikit terganggu). 5. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-
c. Koordinasi (dipertahankan pada cukup terganggu, hari secara mandiri sesuai kemampuan.
ditingkankan ke sedikit terganggu). 6. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan penuhi
d. Berjalan (dipertahankan pada cukup terganggu, kebutuhan aktivitas sehari-hari.
ditingkankan ke sedikit terganggu). 7. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
e. Berpindah (dipertahankan pada cukup terganggu, bantuan jika diperlukan.
ditingkankan ke sedikit terganggu).
3. Hambatan memori 1. Orientasi kognitif Stimulasi Kognisi
berhubungan dengan 2. Memori 1. Orientaikan klien terhadap waktu, tempat, dan orang.
hipoksia. 3. Memproses informasi 2. Gunakan sentuhan yang bertujuan jika diperlukan
Kriteria hasil : 3. Bicara pada klien.
a. Mengidentifikasi orang terdekat, diri sendiri, tempat, hari, 4. Rangsang memori dengan mengulang pemikiran terakhir
bulan dan tahun (sangat terganggu – tidak terganggu). klien.
b. Mengingat informasi yang sudah lama secara akurat Latihan Memori
(sangat terganggu – tidak terganggu). 1. Panggil nama klien ketika memulai interaksi.
c. Memahami kalimat (sangat terganggu – tidak terganggu). 2. Dekati klien dengan pelan dari depan.
d. Menunjukkan proses berpikir yang terorganisir (sangat 3. Bicara jelas dengan kecepatan suara, vokume dan intonasi
terganggu – tidak terganggu). suara yang tepat
4. Ketidakefektifan bersihan 1. Kepatenan jalan nafas Monitor pernafasan
jalan napas berhubungan 2. Pertukaran gas 1. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi.
dengan sekresi yang Kriteria hasil : 2. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan
tertahan, mukus a. Retraksi dinding dada (dipertahankan pada deviasi cukup, bernafas.
berlebihan. dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari 3. Monitor pola nafas.
kisaran normal). 4. Monitor sekresi pernafasan.
b. Suara nafas tambahan (dipertahankan pada deviasi sedang, 5. Memonitor dan mencatat warna dan konsistensi secret.

33
dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari 6.
Memonitor status oksigen.
kisaran normal). 7.
Lakukan fisoterapi dada
c. Akumulasi sputum (dipertahankan pada deviasi sedang, 8.
Memberikan O2 sesuai kebutuhan
dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari 9.
Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya :
kisaran normal). nebulizer).
Penghisapan lendir pada jalan nafas
1. Lakukan tindakan suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan
suksion.
3. Gunakan alat steril setiap tindakan suksion.
4. Lakukan perawatan trakea setiap 4-8 jam sekali jika
diperlukan : membersihkan permukaan luar kanula,
membersihkan dan mengeringkan area sekitar stoma, dan
mengganti tali-tali tracheostomy.
5. Risiko defisien volume 1. Keseimbangan cairan Monitor Cairan
cairan berhubungan 2. Hidrasi 1. Monitor asupan dan pengeluaran.
dengan gangguan Kriteria hasil : 2. Monitor membran mukosa,turgor kulit, dan respon haus.
mekanisme pengaturan. a. Kelembaban membran mukosa (sangat terganggu – tidak 3. Periksa isi ulang kapiler darah.
terganggu). 4. Catat dengan akurat asupan dan pengeluaran.
b. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam (sangat 5. Berikan cairan dengan tepat.
terganggu – tidak terganggu).
c. Turgor kulit (sangat terganggu – tidak terganggu).
d. Warna urine keruh (sedang-tidak ada)
6. Risiko ketidakefektifan Termoregulasi Pengaturan suhu
termoregulasi berhubungan Kriteria hasil : 1. Monitor suhu tubuh
dengan cedera otak. a. Peningkatan suhu kulit (berat-tidak ada). 2. Monitor dan laporkan adanya tanda an gejala hipotermia
b. Denyut nadi radial (sangat terganggu-tidak terganggu). dan hipertermia
3. Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien.
Perawatan demam
1. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan,
tergantung fase demam.
2. Beri obat atau cairan intravena.

34
7. Risiko perdarahan 1. Keparahan kehilangan darah Pencegahan syok
berhubungan dengan 2. Koagulasi darah 1. Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok.
trauma. Kriteria hasil : 2. Monitor status sirkulasi.
a. Hematuria (sedang – tidak ada). 3. Monitor tekanan oksimetri.
b. Hematemesis (sedang – tidak ada). 4. Periksa urin terhadap adanya darah dan protein.
c. Penurunan hemoglobin dan hematokrit (sedang – tidak Pencegahan perdarahan
ada). 1. Pertahankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi
d. Penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik (sedang – perdarahan aktif.
tidak ada). 2. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan.
8. Risiko ketidakefektifan 1. Perfusi jaringan serebral Monitor Neurologi :
perfusi jaringan otak 2. Status sirkulasi 1. Monitor tingkat kesadaran
berhubungan dengan 3. Status neurologis 2. Monitor tanda-tanda vital
cedera otak. Kriteria hasil : Manajemen Edema Serebral
a. Tekanan intrakranial (dipertahankan pada deviasi sedang 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan
dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari pusing.
kisaran normal). 2. Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan
b. Tekanan darah sistolik dan diastolik (dipertahankan pada dengan nilai normal.
deviasi sedang dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak 3. Monitor TIK
ada deviasi dari kisaran normal). 4. Monitor status pernafasan
c. Penurunan tingkat kesadaran (dipertahankan pada sedang, 5. Posisikan kepala 30o
ditingkankan tidak ada). 6. Berikan sedasi, sesuai kebutuhan
d. Tekanan dan denyut nadi radial (dipertahankan cukup 7. Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
terganggu, ditingkatkan ke tidak terganggu). 8. Dorong keluarga atau orang penting untuk berbicara dengan
e. Laju pernafasan dan pola bernafas (dipertahankan pada pasien.
sedang, ditingkankan tidak ada).
f. Saturasi oksigen (dipertahankan pada deviasi ringan dari
kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
g. Suara nafas tambahan (dipertahankan pada deviasi sedang
dari kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari
kisaran normal).

35
9. Risiko infeksi Status imunitas Perlindungan infeksi
berhubungan dengan Kriteria hasil : 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
prosedur invasif, gangguan a. Suhu tubuh (sangat terganggu – tidak terganggu). 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
integritas kulit. b. Integritas mukosa (sangat terganggu – tidak terganggu). 3. Batasi jumlah pengunjung
c. Jumlah sel darah putih absolut (sangat terganggu – tidak 4. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
terganggu). 5. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan
10. Risiko cedera berhubungan Perilaku pencegahan jatuh Pencegahan jatuh
dengan hipoksia jaringan, Kriteria hasil : 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari pasien
gangguan sensasi. a. Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh (tidak yang mungkin meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan
pernah menunjukkan – secara konsisten menunjukkan). tertentu.
b. Memberikan pencahayaan yang memadai (tidak pernah 2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko
menunjukkan – secara konsisten menunjukkan). jatuh.
c. Menggunakan alat bantu dnegan benar (tidak pernah 3. Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan pasien dan
menunjukkan – secara konsisten menunjukkan). keluarga.
4. Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka
meningkatkan pandangan.
Manajemen lingkungan : keselamatan
5. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan
berbahaya dan beresiko.
6. Gunakan peralatan perlindungan
11. Ansietas berhubungan Tingkat kecemasan Peningkatan koping
dengan ancaman pada a. Perasaan gelisah (berat – tidak ada). 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
status terkini. b. Wajah tegang (berat – tidak ada). 2. Berikan suasana penerimaan
c. Tidak dapat beristirahat (berat – tidak ada). 3. Dukung penggunaan sumber-sumber spiritual.
d. Distress (berat – tidak ada). 4. Dukung verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut.
5. Dukung keterlibatan keluarga
6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kemampuan diri.

36
37

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah realisasi rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam tindakan
keperawatan meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan (Budiono dan
Sumirah 2016). Tindakan yang akan penulis lakukan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah :
a. Memonitor tanda-tanda vital.
b. Memonitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing.
c. Memonitor tingkat kesadaran.
d. Memonitor peningkatan tekanan intra kranial.
e. Memonitor status pernafasan.
f. Memberi posisi head up 30o .
g. Membatasi gerakan kepala, leher, dan punggung.
h. Mengajak keluarga atau orang terdekat untuk berbicara dengan
pasien.
Tindakan yang akan dilakukan bukan hanya untuk menyelesaikan
masalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, tetapi semua
masalah yang ditemukan pada saat melakukan proses keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari seluruh proses keperawatan.
Tahap ini adalah tahap penilaian hasil dari seluruh pelaksanaan proses
keperawatan. Dari tahap evaluasi akan diketahui seberapa jauh
keberhasilan yang telah dicapai (Prabowo, 2017).
Hasil yang diharapkan dari proses keperawatan yaitu mengatasi
masalah keperawatan yang ditemukan terutama masalah risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, kriteria hasil yang diharapkan
yaitu :
a. Tekanan intrakranial dalam rentang normal.
b. Tekanan sistol dan diastole, saturasi oksigen dalam rentang normal.
c. Tingkat kesadaran membaik, tidak ada suara nafas tambahan.
d. Tekanan dan denyut nadi radial dalam rentang normal.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan


deskriptif dimana menggambarkan masalah asuhan keperawatan pasien
cedera kepala berat pada sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak di ruang ICU Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang
Tahun 2019. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian keperawatan


adalah individu dengan kasus yang diteliti secara rinci dan mendalam.
Adapun subjek penelitian yang diteliti minimal berjumlah dua pasien dengan
kasus dan masalah keperawatan sama, yaitu pasien cedera kepala berat
dengan masalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

C. Fokus Penelitian

Fokus studi dalam kasus ini adalah asuhan keperawatan pada pasien
cedera kepala berat dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

D. Defenisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam studi kasus ini adalah :


1. Cedera kepala berat adalah kondisi defisit neurologis yang terjadi akibat
gangguan traumatik yang disertai atau tanpa disertai perdarahaan dan
terputusnya kontinuitas otak.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah berisiko terjadinya
penurunan sirkulasi darah ke otak yang dapat menganggu keseimbangan
tubuh.

38
39

3. Asuhan keperawatan adalah proses keperawatan yang diberikan secara


menyeluruh kepada orang yang membutuhkan di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan tindakan, dan evaluasi.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini yaitu di ruang ICU RS Bakti Timah


Pangkalpinang, lama waktunya yaitu sejak pasien pertama kali masuk rumah
sakit (MRS) sampai pulang dan atau pasien yang dirawat minimal 3 hari. Jika
sebelum 3 hari pasien sudah pulang, maka perlu penggantian pasien lain yang
sejenis.

F. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada kasus ini menggunakan teknik :
a. Berdasarkan instrumen pengkajian. Sumber data didapatkan dari pasien,
keluarga dan perawat lain.
b. Survei Sekunder (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan
seperti CT-Scan dan hasil laboratorium).
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format pengkajian
asuhan keperawatan kritis sesuai ketentuan yang berlaku.

G. Penyajian Data

Imron (2014) menjelaskan bahwa penyajian data adalah pemaparan


data informasi yang telah diolah dan dianalisa yang merupakan hasil
penelitian.
Untuk penyajian kasus ini, data disajikan secara tekstual atau narasi
dan dapat disertai ungkapan verbal dari keluarga atau pasien cedera kepala.
40

H. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak
hasil penelitian tersebut. Etika penelitian ini mencakup juga perilaku peneliti
atau perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang
dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
1. Hak untuk dihargai privacy-nya
Privacy adalah hak setiap orang. Semua orang mempunyai hak untuk
memperoleh privacy atau kebebasan pribadinya. Demikian pula responden
sebagai objek penelitian.
2. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan
Informasi yang diberikan oleh responden adalah miliknya sendiri, tetapi
karena diperlukan dan diberikan kepada peneliti atau pewawancara, maka
kerahasiaan informasi tersebut perlu dijamin oleh peneliti. Apabila
informasi tersebut kemudian diberikan kepada peneliti dan diolahnya maka
bentuknya bukan informasi individual dari orang per orang dengan nama
tertentu, tetapi dalam bentuk agregat kelompok responden. Oleh sebab itu
realisasi hak responden untuk merahasiakan informasi dari masing-masing
responden maka nama respondenpun tidak perlu dicantumkan, cukup
dengan kode-kode tertentu saja.
3. Hak memperoleh jaminan keamanan atau keselamatan akibat dari
informasi yang diberikan. Apabila informasi yang diberikan itu membawa
dampak terhadap keamanan atau keselamatan bagi dirinya atau
keluarganya maka peneliti harus bertanggung jawab terhadap akibat
tersebut.
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

1. Gambaran Umum Rumah Sakit Bakti Timah


a. Sejarah singkat
Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang adalah Rumah Sakit
yang tertua di kota Pangkalpinang dan telah lama dikenal oleh
masyarakat baik di kota Pangkalpinang maupun pulau Bangka sejak
zaman Belanda dahulu. Rumah Sakit ini berawal dari sebuah Balai
Pengobatan yang didirikan oleh Perushaan Pertambangan Timah Hindia
Belanda Banka Tin Winnen Bedryf sekitar tahun 1900. Balai
Pengobatan ini khusus diperuntukan bagi karyawan perusahaan tersebut.
Pada tahun 1953 setelah Belanda meninggalkan Indonesia. Perusahaan
Belanda tersebut di Nasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia menjadi
Perusahaan Milik Negara pada tahun 1969. Balai Pengobatan tersebut
berada dibawah pengelolaan Unit Penambangan Timah Bangka yang
digunakan untuk pangobatan para karyawannya.
Balai Pengobatan tesebut berkembang menjadi sebuah Rumah
Sakit dan menjadi bagian dari unit usaha PT. Tambang Timah yang
merupakan Unit Pelayanan Kesehatan yang berada di bawah Divisi
Kesehatan PT. Tambang Timah. Pada masa itu Unit Pelayanan
Kesehatan Tersebut bernama Rumah Sakit Unit Penambangan Timah
Bangka.
Pada tahun 1990. PT. Timah melaksanakan Restrukturisasi yang
di maksud untuk mengefisiensikan perusahaan. Salah satu program yang
di lakukan yaitu Program pelepasan Aset yang tidak berhubungan dengan
bisnis inti PT. Timah sehingga Rumah sakit ini menjadi salah satu dari
sekian banyak Aset PT. timah yang dilepaskan. Pelepasan dilakukan
dengan kebijakan agar tidak menghentikan fungsinya sebeagai institusi
pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan agar tetap bermanfaat bagi
masyarakat umum. Isi kebijakan pelepasan asset tersebut meliputi hibah
41
42

kepemilikan dan pengelolaan dari segala sarana prasarana, dan fasilitas


serta obat-obatan milik PT. Timah Pangkalpinang kepada para Dokter
dan karyawan Rumah Sakit yang masih bersedia bekerja di Rumah Sakit
tersebut. Subsidi hanya diberikan kepada karyawan selama satu tahun
berupa gaji sesuai pendaapatan terakhirnya dan selanjutnya Rumah Sakit
harus dapat dikelolah secara mandiri. Pengelolaan secara mandiri ini
dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 1993 dan rumah sakit ini menjadi
Rumah Sakit Swakelola Pangkalpinang.
PT Rumah Sakit Bakti Timah berdiri tanggal 07 agustus 2015,
merupakan anak perusahaan dari PT Timah (Persero) Tbk. Memiliki 2
Devisi Usaha : PT Bakti Timah Solusi Medika dan Managed care
Service (MCS).Memiliki 4 Rumah Sakit (RSBT Pangkalpinang, RS
Medika Stannia Sungailiat, RSBT Muntok, RSBT Karimun). Memiliki 4
Klinik Rawat Inap (Klinik Utama Medika Stannia Belinyu, Klinik Bakti
Timah Parit Tiga, Klinik Bakti Timah Toboali, Klinik Bakti Timah
Tanjung Pandan). Serta Memiliki 6 Klinik Pratama (Klinik Pratama
Pangkalpinang, Klinik Pratama KS Tubun, Klinik Pratama Prayun
Kundur, Klinik Pratama Pangkal Balam, Klinik Pratama Manggar, dan
Klinik Pratama Tanjung Pandan).
b. Visi, Misi, dan Motto Rumah Sakit Bakti Timah
1) Visi
“Menjadi perusahaan bisnis kesehatan terkemuka yang professional
dan berdaya saing”.
2) Misi
a) Membangun dan mengembangkan bisnis layanan kesehatan
berstandar internasional.
b) Membangun layanan kesehatan dalam tim yang professional dan
terpercaya serta berfokus pada pasien safety.
c) Memenuhi harapan masyarakat dengan budaya kerja yang
dinamis dan tata nilai yang melandaskan pada etika profesi serta
tanggung jawab sosial.
43

d) Mengembangkan potensi, kompetesi dan etos budaya kerja ,


sumber daya manusia agar selalu siap menghadapi perubahan dan
bersaing di era pasar global.
e) Menanamkan sadar biaya dan fokus pada kinerja untuk mencapai
keuntungan yang maksimal.
3) Motto
“R3SBT” yaitu Ramah, Senyum, Salam, Santun, Budi Pekerti, dan
Terbuka.

2. Gambaran Umum Ruang ICU (Intensive Care Unit) Rumah Sakit Bakti
Timah
Instalasi rawat inap ruang ICU merupakan salah satu instalasi rawat
inap yang ada di RS Bakti Timah Pangkalpinang yang menjadi tempat
perawatan bagi pasien dalam kondisi kritis yang perlu perawatan intensif.
Klasifikasi ketenagaan perawat di ruang ICU meliputi 7 dokter jaga, dan 16
perawat, 11 yang telah tersertifikasi ICU, 5 belum tersertifikasi (dalam
pengajuan). Ruang ICU diketuai oleh satu orang kepala ruangan dengan staf
keperawatan yang dibagi menjadi 4 tim yaitu Tim 1, Tim 2, Tim 3, dan Tim
4. Jadwal dinas perawat dibagi dalam tiga shift yaitu shift pagi, sore dan
malam.
Ruang ICU memiliki 3 ruangan, yang terdiri satu ruangan isolasi
yang berjumlah satu tempat tidur pasien, ruang HCU terdiri dari dua tempat
tidur pasien, dan tiga tempat tidur pasien di ruang perawatan ICU.
Ruang ICU dilengkapi dengan 6 bed side monitor, 3 ventilator
mekanik, syiringe pump, dan infusion pump.
a. Visi
“Instalasi rawat intensif yang aman (safety), terdepan, dan manusiawi
berbasis bukti-bukti dan nilai-nilai, harkat dan martabat”.
b. Misi
1) Memberikan pelayanan intensif dengan mengutamakan patient
safety.
2) Menyediakan fasilitas peralatan yang canggih sesuai kebutuhan.
44

3) Mengembangkan SDM yang kompeten, santun, tanggap, dan


beretika

3. Karakteristik Subyek Penelitian/Identitas Pasien


a. Pasien Pertama
Pasien pertama yang menjadi responden peneliti adalah Tn.H dengan
medical record 02-19-420031, diagnosa medis Cedera Kepala Berat +
Intra Cranial Hematom + Epidural Hematom. Tn.H dilahirkan pada
tanggal 01 Januari 2000 dan usianya sekarang adalah 19 tahun. Status
Tn.H sekarang belum kawin, Tn.H pergi merantau untuk bekerja dan
tinggal bersama tetangganya yang bertempat tinggal di Desa Jebus,
kabupaten Bangka Barat. Status pekerjaannya adalah buruh harian,
agama yang dianut Tn.H adalah agama Islam. Penanggung jawab dari
Tn.H adalah Tn.H yang merupakan kakak ipar dari Tn.H yang
sekarang berusia 24 tahun.
b. Pasien Kedua
Pasien kedua yang menjadi responden peneliti adalah An.M dengan
medical record 02-19-421593, diagnosa medis Cedera Kepala Berat,
dilahirkan pada tanggal 5 Juni 2005 dan usianya sekarang 14 tahun.
Status An.M sekarang sebagai pelajar. Agama yang dianut An.M
adalah agama Islam. An.M mengalami kecelakaan lalu lintas pada
tanggal 7 Juni 2019 pukul 01.30 WIB. penanggung jawab dari An.M
adalah Ny.H yang merupakan ibu kandung dari An.M yang sekarang
berusia 32 tahun.
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata
Tabel 4.1 Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Identitas Klien dan Penanggung Jawab Klien 1 Klien 2
1. Identitas Klien
Nama Tn.H An.M
Umur 19 Tahun 14 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Agama Islam Islam
Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD
Pekerjaan Buruh Harian Pelajar
Status Perkawinan Belum Kawin Belum Kawin
Alamat Jebus Parit Tiga, Jebus
No. RM 02-19-420031 02-19-421593
Diagnosa Medis Cedera Kepala (CKB) + Intra Cranial Cedera Kepala Berat (CKB) + Intra Cranial
Hematom(ICH) + Epidural Hematom (EDH) Hematom (ICH) + Sub Arachnoid Hematom
(SAH)
Jam Masuk ICU 07.38 WIB 09.45 WIB
Tanggal Masuk ICU 12 Mei 2019 8 Juni 2019
Jam Pengkajian 11.05 WIB 13.00 WIB
Tanggal Pengkajian 13 Mei 2019 8 Juni 2019
2. Penanggung jawab
Nama Tn.H Ny.N
Umur 24 Tahun 32 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Hubungan dengan klien Kakak ipar Ibu kandung
Alamat Palembang, Indralaya Utara Parit Tiga, Jebus

45
2) Pengumpulan Data
a) Anamnesis
Tabel 4.2 Hasil Anamnesis
Pengkajian Klien 1 Klien 2
Alasan di Keluarga klien mengatakan klien mengalami kecelakaan Keluarga klien mengatakan klien mengalami kecelakaan di
rawat di tunggal di Desa Jebus pada tanggal 11 Mei 2019 pukul Simpang 4 lampu merah Ramayana pada tanggal 7 Juni 2019
Ruang ICU 15.00 WIB dan mengalami penurunan kesadaran. Keluarga pukul 01.30. Klien ditabrak oleh pengendara mobil yang
klien mengatakan bahwa sebelum klien dirujuk ke RS sedang mabuk. Klien mengalami penurunan kesadaran dan
Bakti Timah, klien dibawa ke RS Sejiran Setason Mentok, dibawa ke RSU Depati Hamzah Pangkalpinang. Tindakan yang
klien masuk IGD RS Bakti Timah tanggal 12 Mei 2019 dilakukan di IGD RSU Depati Hamzah adalah pemasangan
pukul 01.48 WIB dengan GCS E2V1M3, TTV (tanda-tanda infus, NGT, ETT, memasang spalk, dan membersihkan luka
vital) ; TD : 110/80 mmHg, HR : 110 kali/menit, RR : 25 vulnus eksorasi. Klien dilakukan pemeriksaan radiografi
kali/menit, Suhu 37,30c, SPO2 : 98 %, klien telah cranium, thoraks, pelvis, dan cruris dextra. Tingkat kesadaran
terpasang intubasi. klien E1V1M3, TTV; TD : 120/57 mmHg, HR : 126 kali/menit,
RR : 22 kali/menit, Suhu : 36,6 0c, SPO2 : 99% dikarenakan
tidak adanya dokter spesialis bedah syaraf di RSU Depati
Hamzah, klien dirujuk ke RS Bakti Timah. Klien masuk IGD
RS Bakti Timah tanggal 7 Juni 2019 pukul 09.30 WIB dengan
GCS E1V1M3, TTV; TD : 110/60 mmHg, HR : 128 kali/menit,
RR : 20 kali/menit, Suhu : 36,0 0c, SPO2 : 99% .
Riwayat Keluarga klien mengatakan pada tanggal 12 Mei 2019 jam Keluarga klien mengatakan pada tanggal 7 Juni 2019 jam 09.30
Kesehatan 01.38-07.30 WIB klien diobservasi di IGD sampai -12.40 WIB klien diobservasi di IGD. Pada pukul 13.00 klien
Sekarang menunggu adanya tempat yang kosong untuk pasien di dipindahkan dari IGD ke ruang ICU dengan TTV; TD :123/78
ruang ICU. Pada pukul 07.38 klien dipindahkan dari IGD mmHg, HR : 142 kali/menit, RR : 30 kali/menit, suhu 36,7oc,
ke ruang ICU dengan TTV; TD :110/80 mmHg, HR : 89 SPO2 : 100%, dengan E1V1M3 tingkat kesadaran stupor. Pada
kali/menit, RR : 24 kali/menit, suhu 37oc, dengan E1V1M4 pukul 18.30 klien masuk ruang operasi dan dilakukan tindakan
tingkat kesadaran stupor. Pada pukul 11.30 klien masuk craniotomy, tracheostomy, dan Central Venous Catheter
ruang operasi dan dilakukan tindakan craniotomy, (CVC) insertion dan selesai operasi pukul 20.40 WIB. Pada
tracheostomy, dan Central Venous Catheter (CVC) pukul 21.30 WIB, klien kembali masuk ke ruang ICU dengan
insertion dan selesai operasi pukul 11.20 WIB. Pada pukul GCS E1V1M3 TTV; TD :120/80 mmHg, HR : 80 kali/menit, RR
11.40 WIB, klien kembali masuk ke ruang ICU. : 28 kali/menit, suhu 37oc, SPO2 : 98%. Pengkajian dilakukan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 Mei 2019 pukul pada tanggal 8 Juni 2019 pukul 13.00 WIB didapatkan data

46
11.05 WIB didapatkan data sebagai berikut : klien dalam sebagai berikut : klien dalam keadaan tidak sadar dengan GCS
keadaan tidak sadar dengan GCS E1V1M3 tingkat E1V1M3 tingkat kesadaran stupor dan terpasang Oropharingeal
kesadaran stupor dan terpasang Oropharingeal Airway Airway (OPA) No.3. Pernafasan spontan dengan bantuan
(OPA) No.3. Pernafasan spontan dengan bantuan T-Piece ventilator mode VC-SIMV (Volume Control-Synchronous
8 liter/menit, klien terpasang heart monitor dengan RR : Intermittent Mandatory Ventilation) dengan FiO2(Fraksi
18kali/menit, TD: 108/69 mmHg, MAP: 82 mmHg, CPP: Oksigen Inspirasi) : 90%, TV (Tidal Volume) : 400, RR : 12,
72 mmHg, HR: 110 kali/menit, suhu: 37,6 kali/menit, PEEP (Positive End Expiratory Pressure) : 5, PS : 7, SPO2 :
SPO2 : 98 %, gambaran Electro Kardio Grafi (EKG) sinus 100 %, klien terpasang heart monitor dengan TD: 126/76
rythm. Klien mendapatkan obat drip Midazolam 0,04 mmHg, MAP: 93 mmHg, CPP: 83 mmHg, RR: 29 kali/menit,
mg/KgBB/jam, drip Fentanyl 25 mcg/jam, terpasang IVFD HR: 82 kali/menit, suhu: 37,6 kali/menit, SPO2 : 100 %,
NS 0,9% 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi darah gambaran EKG sinus rythm . Klien terpasang IVFD NS 0,9% +
Whole Blood 350cc melalui CVC, racoon eyes di kedua Cernevit 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi darah Whole
mata, battle sign pada osteo mastoid dextra, pipi dan leher Blood 350cc melalui CVC, kedua mata klien tampak bengkak,
sebelah kanan tampak bengkak. Terpasang drain pada pipi dan leher klien tampak bengkak. Terpasang drain pada
bagian temporal, aliran drain lancar, berwarna merah segar bagian occipital, aliran drain lancar, berwarna merah segar
sebanyak 10cc, terpasang CVC pada subclavia sinistra, sebanyak 400cc, terpasang CVC pada subclavia sinistra,
dilakukan pengukuran Central Venous Pressure (CVP) 6 dilakukan pengukuran CVP 10 cmH2O NGT No.16 dengan
cmH2O NGT No.16, dan kateter No.16. Terdapat luka residu sebanyak 100cc, dan kateter No.12. Terdapat luka
jahitan post op craniotomy sepanjang 20x2 cm pada bagian vulnus eksorasi di bagian zygomaticum, luka tampak berwarna
temporal sinistra sampai dengan temporal dextra, luka kemerahan, luka jahitan post op craniotomy sepanjang 6x2 cm
jahitan pada bagian parietal 7x2 cm. terdapat vulnus pada bagian parietal dextra, luka jahitan pada bagian temporal
eksorasi pada anterior axilla. memanjang sampai parietal 25x2 cm. Terdapat vulnus eksorasi
Masalah Keperawatan : Risiko ketidakefektifan di sekitar ektremitas atas dextra dan ekstremitas bawah dextra.
perfusi jaringan otak Tampak ada luka fraktur terbalut perban pada ekstremitas
bawah dextra.
Masalah Keperawatan : Risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
Riwayat Keluarga klien mengatakan, klien tidak mempunyai Keluarga klien mengatakan, klien tidak mempunyai riwayat
Kesehatan riwayat penyakit parah yang membuat klien bisa masuk penyakit parah yang membuat klien bisa masuk rumah sakit,
Dahulu rumah sakit, klien hanya mengalami demam, dan sakit flu klien hanya mengalami demam, dan sakit flu biasa.
biasa. Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering
merokok selama 6 bulan terakhir.

47
Riwayat Keluarga klien mengatakan, di keluarganya tidak Keluarga klien mengatakan, di keluarganya tidak mempunyai
Kesehatan mempunyai riwayat penyakit keturunan dan penyakit yang riwayat penyakit keturunan dan penyakit yang menular.
Keluarga menular.
Genogram

Keterangan : Keterangan :

: Laki-laki : Meninggal : Laki-laki : Meninggal

: Perempuan : Pasien : Perempuan : Pasien

Klien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Klien Klien merupakan anak tunggal. Klien berumur 14 tahun. Klien
berumur 19 tahun. Klien merantau dan tinggal bersama tinggal bersama kedua orangtuanya di desa Jebus, Kabupaten
tetangganya di desa Jebus, Kabupaten Bangka Barat untuk Bangka Barat.
bekerja.
Kebutuhan Pada saat pengkajian klien dalam penurunan kesadaran, Pada saat pengkajian klien dalam penurunan kesadaran, GCS
Istirahat dan GCS E1V1M3 tingkat kesadaran stupor. E1V1M3 tingkat kesadaran stupor.
Tidur Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Kebutuhan Selama di ruang ICU, personal hygiene klien dibantu oleh Selama di ruang ICU, seluruh aktivitas klien dibantu oleh
Personal perawat. Klien dimandikan dan diganti pakaiannya 2 kali perawat. Personal hygiene klien dibantu oleh perawat. Klien
Hygiene sehari pada pagi dan sore hari,. Klien juga dilakukan oral dimandikan dan diganti pakaiannya 2 kali sehari pada pagi dan
hygiene 3 kali sehari pada pagi, siang, dan malam hari. sore hari,. Klien juga dilakukan oral hygiene 3 kali sehari pada
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri : pagi, siang, dan malam hari.

48
mandi, berpakaian, makan, eliminasi. Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri : mandi,
berpakaian, makan, eliminasi.
Kebutuhan Keluarga klien mengatakan bahwa klien merupakan anak Keluarga klien mengatakan bahwa klien merupakan anak yang
Psiko-Sosio- yang pendiam, klien jarang menceritakan tentang masalah pendiam, klien jarang menceritakan tentang masalah yang
Spiritual yang dialaminya. Sebelum pergi ke desa Jebus klien dialaminya. Keluarga klien mengatakan klien selalu
sempat bekerja di Jakarta selama satu tahun. Selama ini melakakukan sholat 5 waktu tidak pernah ditinggalkan, dan
klien tinggal bersama kakak dan terkadang bersama merupakan anak yang berprestasi disekolahnya. Saat klien
bibinya. Ibu klien menjadi seorang tenaga kerja wanita di sakit, klien sering dikunjungi oleh kerabatnya yang datang dari
luar negeri dan ayah klien tidak diketahui keberadaannya. Jebus.
Keluarga klien mengatakan klien mempunyai banyak Masalah Keperawatan : Tidak Ada
teman di kampung halamannya dan mempunyai hubungan
yang baik dengan mereka. Keluarga klien mengatakan
klien jarang beribadah. Saat klien sakit, klien sering
dikunjungi oleh kerabatnya yang datang dari Indralaya.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada

b) Pengkajian Sistem Tubuh


Tabel 4.3 Pengkajian Sistem Tubuh
Pengkajian Klien 1 Klien 2
Sistem Pernafasan Inspeksi : Inspeksi :
Pada saat pengkajian didapatkan data bentuk dada Pada saat pengkajian didapatkan data bentuk dada
simetris, pernafasan spontan dengan tracheostomy via T- simetris, pernafasan spontan dengan bantuan ventilator
Piece 8 l/m, klien terpasang OPA irama napas regular, mode VC-SIMV dengan FO2 : 90%, TV : 400, RR : 12,
frekuensi napas 18x/m, SPO2 : 98%, terdapat banyak PEEP : 5, PS : 7, SPO2 : 100 %, klien terpasang OPA,
sputum pada area tracheostomy yang berwarna kuning RR: 29 kali/menit, SPO2 : 100 %, irama napas cepat dan
bercampur dengan darah, tidak terdapat retraksi dinding dangkal, terdapat sputum pada area tracheostomy yang
dada, pengembangan dada simetris antara kanan dan kiri, berwarna kuning bercampur dengan darah, tidak terdapat
tidak ada reflek batuk. retraksi dinding dada, pengembangan dada simetris antara
Palpasi : kanan dan kiri, tidak ada reflek batuk.
Tidak ada benjolan, tekstur kulit lembab. Palpasi :
Perkusi : Tidak ada benjolan, tekstur kulit lembab.
Bunyi paru sonor. Perkusi :

49
Auskultasi : Bunyi paru sonor.
Terdengar suara napas tambahan ronchi di lapang paru Auskultasi :
kanan dan kiri. Terdengar suara napas tambahan ronchi di lapang paru
Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan kanan.
jalan napas. Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan
jalan napas.
Sistem Inspeksi : Inspeksi :
Kardiovaskuler Bentuk dada klien tampak simetris, tidak terdapat jejas Bentuk dada klien tampak simetris, tidak terdapat jejas
pada area dada klien, klien terpasang heart monitor pada area dada klien, klien terpasang heart monitor
dengan RR : 18kali/menit, TD: 108/69 mmHg, MAP: 82 dengan TD: 126/76 mmHg, MAP: 93 mmHg, CPP: 83
mmHg, CPP: 72 mmHg, HR: 110 kali/menit, suhu: 37,6 mmHg, RR: 29 kali/menit, SPO2 : 100 %, irama napas
kali/menit, SPO2 : 98 %, gambaran EKG sinus rythm cepat dan dangkal, HR: 82 kali/menit, suhu: 37,6
Palpasi : kali/menit,gambaran EKG sinus rythm
CRT 5 detik, akral teraba hangat, ictus cordis tidak Palpasi :
teraba. CRT 2 detik, akral teraba hangat, ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Perkusi :
Batas atas jantung pada ICS II, batas kanan jantung mid Batas atas jantung pada ICS II, batas kanan jantung mid
sternum pada ICS IV. sternum pada ICS IV.
Auskultasi : Auskultasi :
Irama jantung regular, suara jantung s1 s2 terdengar lup Irama jantung regular, suara jantung s1 s2 terdengar lup
dup. dup.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Sistem Neurologis Nervus Olfaktorius: Nervus Olfaktorius:
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Optikus : Nervus Optikus :
Terdapat raccoon eyes pada kedua mata klien. Reflek pupil 2mm/2mm, terdapat perdarahan disekitar
sklera.
Nervus Okulomotoris : Nervus Okulomotoris :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Troklearis : Nervus Troklearis :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Trigeminus : Nervus Trigeminus :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Abdusen : Nervus Abdusen :

50
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Facilalis : Nervus Facilalis :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Auditorius : Nervus Auditorius :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Glosopharingeal : Nervus Glosopharingeal :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Vagus : Nervus Vagus :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Asesorius : Nervus Asesorius :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Nervus Hipoglosus : Nervus Hipoglosus :
Tidak dapat dilakukan pengkajian Tidak dapat dilakukan pengkajian
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Sistem Persepsi Terdapat raccoon eyes pada kedua mata klien, klien Mata klien tampak bengkak, klien dalam kondisi
Sensori dalam kondisi penurunan kesadaran. Keluarga klien penurunan kesadaran. Keluarga klien mengatakan
mengatakan sebelum masuk ke rumah sakit pengelihatan sebelum masuk ke rumah sakit penglihatan dan
dan pendengaran klien baik dan tidak mengggunakan pendengaran klien baik. Klien tidak menggunakan alat
alat bantu pengelihatan maupun pendengaran. Saat ini bantu penglihatan maupun pendengaran. Saat ini klien
tidak dapat dilakukan pemeriksaan pada penglihatan dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan pada penglihatan dan
pendengaran klien karena klien mengalami penurunan pendengaran karena klien mengalami penurunan
kesadaran. kesadaran.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Sistem Perkemihan Terpasang kateter dengan jumlah urin 1000 cc, urine Terpasang kateter dengan jumlah urin 100 cc, urine
berwarna kuning pekat seperti teh, tidak tampak berwarna kuning, tidak tampak gangguan pada sistem
gangguan pada sistem perkemihan, aliran kateter tampak perkemihan, aliran kateter tampak lancar. Terpasang drain
lancar. Terpasang drain pada bagian temporal sebanyak pada bagian temporal sebanyak 400cc. Klien terpasang,
10cc. Klien terpasang drip Midazolam 0,04 terpasang IVFD NS 0,9%, transfusi darah PRC 250cc.
mg/KgBB/jam, drip Fentanyl 25 mcg/jam, terpasang Input :
IVFD NS 0,9% 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi IVFD NS 0,9% = 1.322,5 cc
darah Whole Blood 350cc Transfusi PRC 2 x 250 cc = 500 cc
Input : Inj. Tramadol 3 x 2ml (amp) = 6 cc
IVFD NS 0,9% = 1.100 cc Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr (vial) = 10 cc
Transfusi Whole Blood 2 x 350cc = 700 cc Inj. Pantoprazole 1 x 40mg (vial) = 5 cc

51
Drip Nore Epineprin = 9 cc Inj. Asam Tranexamat 3 x 250mg (vial) = 7,5 cc
Drip Midazolam = 46,8
cc Inj. Vitamin K 3 x 1ml (amp) = 3 cc
Drip Fenthanyl = 48,3cc Inj. Cernevit 1 x 750mg (vial) = 5 cc
Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr (vial) = 10 cc Paracetamol Flash 1gr/100ml = 100 cc
Inj. Pantoprazole 1 x 40mg (vial) = 5 cc Diet Sonde 8 x 100 cc = 800 cc
Inj. Asam Tranexamat 3 x 250 mg (vial) = 7,5
cc Air Minum 8 x 50 cc = 400 cc
Inj. Vitamin K 3 x 1ml (amp) = 3 cc +
Inj. Cernevit 1 x 750mg (vial) = 5 cc 3.159 cc
Inj. Citicoline 3 x 250mg/2ml (amp) = 6 cc
Inj. CA Gluconas 1 x 1000mg/10ml (amp) = 10 cc Output
Inj. Furosemide 1 x 20mg/2ml (amp) = 2 cc Urine = 1.430 cc
Diet Sonde 8 x 100 cc = 800 cc Drain = 400 cc
Air Minum 8 x 50 cc = 400 cc Residu = 450 cc
+ +
3.152,6 cc 2.280 cc
Output
Urine = 1.480 cc IWL
Drain = 50 cc 15 X BB/24jam
BAB = 664 cc 15 x 40/24 jam = 600 cc/24 jam
+
2.194 cc Balance cairan = Input – (Output+IWL)
= 3.159 – (2.280 + 600)
IWL = 279 cc/24 jam
15 X BB/24jam Masalah Keperawatan : Tidak ada
15 x 60/24 jam = 900 cc/24 jam
Balance cairan = Input – (Output+IWL)
= 3.152,6 – (2.194 + 900)
= 58,6 cc/24 jam
Masalah Keperawatan : Tidak ada
Sistem Pencernaan Inspeksi : Inspeksi :
Bentuk perut datar, warna kulit sawo matang, turgor kulit Bentuk perut datar, warna kulit sawo matang, turgor kulit
klien baik, mukosa bibir lembab, klien mendapat jenis klien baik, mukosa bibir lembab, klien mendapat jenis
makanan cair 3x150 cc/8 jam. Klien terpasang NGT, makanan cair 3x150 cc/8 jam. Klien terpasang NGT
tidak adanya reflek mual dan muntah, BAB klien dengan residu sebanyak 100cc yang berwarna kecoklatan,

52
berwarna kuning dengan konsistensi lembek. tidak adanya reflek mual dan muntah, klien belum BAB
Auskultasi :. sejak pagi.
Peristaltik usus 10x/m. Auskultasi :
Palpasi : Peristaltik usus 13x/m.
Perut teraba hangat, tidak ada massa. Palpasi :
Perkusi : Perut teraba hangat, tidak ada massa.
Perut terdengar timpani. Perkusi :
Perut terdengar timpani.
BB : 60 Kg
TB : 170 cm BB : 40 Kg
IMT : 20,8 (Berat badan normal) TB : 155 cm
Masalah Keperawatan : Tidak Ada IMT : 17 (Berat badan kurang)
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Sistem Klien bed rest total di tempat tidur, tidak ada fraktur, Klien bed rest total di tempat tidur, tampak luka fraktur
Muskuloskeletal kekuatan otot tidak dapat dikaji karena klien mengalami terbalut perban pada tibia dextra, ekstremitas bawah klien
penurunan kesadaran. Klien hanya merespon fleksi tampak bengkak, warna kulit pucat saat dielevasi, CRT 4
ketika diberi rangsangan nyeri. detik, kekuatan otot tidak dapat dikaji karena klien
Masalah Keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik mengalami penurunan kesadaran. Klien hanya merespon
fleksi ketika diberi rangsangan nyeri.
Masalah Keperawatan :
Hambatan Mobilitas Fisik
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Sistem Integumen Turgor kulit baik, kulit elastis, terdapat luka vulnus Turgor kulit baik, kulit elastis, terdapat luka vulnus
eksorasi di bagian frontal dextra sampai zygomaticum, eksorasi di bagian zygomaticum, luka tampak berwarna
luka tampak berwarna kemerahan dan disertai darah kemerahan, luka jahitan post op craniotomy sepanjang
yang mengering disekitar luka, luka jahitan post op 6x2 cm pada bagian parietal dextra, luka jahitan pada
craniotomy sepanjang 20 x 2 cm pada bagian temporal bagian temporal sampai parietal 25x2 cm. Terdapat
sinistra sampai dengan temporal dextra, luka jahitan pada vulnus eksorasi di sekitar ektremitas atas dextra dan
bagian parietal 7x2 cm. Terdapat vulnus eksorasi pada ekstremitas bawah dextra. Luka tampak kotor disertai
anterior axilla. Terpasang drain kepala pada bagian darah yang mengering. Terpasang drain kepala pada
parietal, CVC pada subclavia sinistra, dan tracheostomy. bagian occipital, CVC pada subclavia sinistra, dan
Masalah Keperawatan : tracheostomy.
Kerusakan integritas kulit Masalah Keperawatan :
Kerusakan integritas jaringan Kerusakan integritas kulit

53
Risiko infeksi Kerusakan integritas jaringan
Risiko infeksi
Sistem Imunitas Keluarga klien mengatakan klien mendapat imunisasi Keluarga klien mengatakan klien mendapat imunisasi
secara lengkap. secara lengkap.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Sistem Endokrin Tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti diabetes Tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti diabetes
meliitus, hipertiroid, dan tidak ada diet khusus pada meliitus, hipertiroid, dan tidak ada diet khusus pada
pasien. pasien.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Sistem Reproduksi Tidak ada tanda-tanda trauma pada area reproduksi klien, Tidak ada tanda-tanda trauma pada area reproduksi klien.
terdapat rambut. Genetalia klien tampak bersih. Klien Genetalia klien tampak bersih. Klien belum menikah.
belum menikah. Masalah Keperawatan : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada

54
c) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 4.4 Hasil Laboratorium
Hari/tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
13 Mei 2019 Hematologi
Hematologi rutin
Jumlah Leukosit 15,6 10^3 /ul 4,8 - 10,0
Jumlah Eritrosit 2,3 10^6 /uL 4,7 - 6,1
Hemoglobin 7,2 g/dL 12 – 16
Hematokrit 19 % 42 – 52
MCV 86 fL 80 – 90
MCH 32,0 Pg 27,0 - 31,0
MCHC 37,1 g/dL 32,0 - 36,0
Jumlah Trombosit 73 10^3 /ul 150 – 450
RDW-SD 40.3 fL 37 – 47
RDW-CV 12,8 11,5 - 14,5
PDW 10,6 fL 9,0 - 13,0
MPV 10,2 fL 7,2 - 11,1
P-LCR 25,7 % 15,0 - 25,0
Golongan Darah O
Kreatinin
e.GFR 48,850 ml/min/1,73 m2 - Normal/minimal
kidney >90 damage
with normal GFR
- Mild decrease in
GFR 60-89
- MD rate decrease in
GFR 30-59
- Severe decrease in
GFR 15-29

55
- Kidney failure <15
SGOT 135 u/L < 35
SGPT 55 u/L < 31
Elektrolit (natrium, kalium, klorida)
Natrium Darah 136,0 mmol/L 135 – 148
Kalium Darah 4,6 mmol/L 3,5 – 5,3
Klorida Darah 100,0 mmol/L 98 – 108
Kalsium 8,8 mg/dL 8,1 – 10,4
Serologi
HbsAg Negatif Negatif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCU Rapid Negatif Negatif
Hari/tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Klien 2 Nama : An.M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH
7 Juni 2019 Hematologi
Hematologi rutin
Jumlah Leukosit 21,8 10^3 /ul 4,8 - 10,0
Jumlah Eritrosit 3,2 10^6 /uL 4,7 - 6,1
Hemoglobin 9,2 g/dL 12 – 16
Hematokrit 25 % 42 – 52
MCV 77 fL 80 – 90
MCH 28,9 Pg 27,0 - 31,0
MCHC 37,6 g/dL 32,0 - 36,0
Jumlah Trombosit 237 10^3 /ul 150 – 450
RDW-SD 35.4 fL 37 – 47
RDW-CV 12,5 11,5 - 14,5
PDW 7,6 fL 9,0 - 13,0
MPV 8,7 fL 7,2 - 11,1
P-LCR 14,0 % 15,0 - 25,0
Golongan Darah A
Hitung Jenis

56
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1–3
Neutrofil 89 % 50 – 70
Limfosit 4 % 20 – 40
Monosit 7 % 2–8
Laju Endap Darah 18 mm/jam < 15
PT/INR (Waktu Protombin)
PT 11,5 detik 9,2 – 12,4
INR 1,1 0,5 – 1,2
Kontrol (PT) 11,4 detik
APTT (Waktu Tromboplastin)
APTT 30 detik 23 – 34
Kontrol (APTT) 26,0 detik
Kimia Darah
Ureum darah 16 mg/dL 17 - 43
Kreatinin
Kreatinin darah 0,4 mg/dL 0,7 – 1,2
e.GFR 294,847 ml/min/1,73 m2 - Normal/minimal
kidney >90 damage
with normal GFR
- Mild decrease in GFR
60-89
- MD rate decrease in
GFR 30-59
- Severe decrease in
GFR 15-29
- Kidney failure <15
SGOT 84 u/L < 35
SGPT 46 u/L < 31
Elektrolit (natrium, kalium, klorida)
Natrium Darah 135,0 mmol/L 135 – 148
Kalium Darah 3,9 mmol/L 3,5 – 5,3
Klorida Darah 107,0 mmol/L 98 – 108

57
Kalsium 8,8 mg/dL 8,1 – 10,4
Serologi
HbsAg Negatif Negatif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCU Rapid Negatif Negatif

(2) Pemeriksaan Lain


Tabel 4.5 Pemeriksaan CT Scan dan Radiografi
Hari/tanggal Jenis Pemeriksaan
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
12 Mei 2019 CT Scan tanpa kontras
Kesimpulan :
- EDH (volume + 110,0 cc) di region frontal kiri dan parietal bilateral
dengan mass affect tampak menekan ventrikel lateralis kiri dan
menyebabkan deviasi midline strukur ke kanan sejauh + 0,93 cm dan
EDH (volume +12,6 cc) di regio temporal kanan.
- ICH (volume + 6,5 cc) disertai perifocal edema minimal disekitarnya
di parenchyma frontal kanan.
- Hematosinus frontalis kanan, hematosinus eithmoidalis bilateral,
hematosinus sphenoidalis bilateral dan hematosinus maksillaris
bilateral terutama kanan.
- Fraktur di os frontal kanan, os temporal kanan, os maksillaris kanan,
zygomaticus kaan dan os parietal kiri serta garis fraktur di dinding
lateral sinus sphenoidalis kiri.
- Fraktur diastasis di sutura coronal kanan-kiri
- Subcutaneous hemorrhage di regio frontotemporoparietal bilateral.
Radiografi Toraks AP
Hasil :
- Cor : besar dan bentuk tampak normal, aorta tampak normal.
- Pulmo : tampak patchy infiltrate di paracardial kanan serta perihilar kiri
bronkhovascular pattern tampak normal, kedua hilus tampak normal.

58
-Trachea tampak normal, posisi di midline
-Mediastinum superior dan inferior tampak normal
-Diaphragma tampak normal
-Sinus costophrenicus kanan dan kiri tampak tajam
-SIC tampak simetris
-Struktur tulang dan soft tissue dinding toraks tampak normal
-Terpasang trakeostomi dengan tip setinggi VTh4
Kesimpulan :
Pneumonia
Hari/tanggal Jenis Pemeriksaan
Klien 2 Nama : An.M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH
7 Juni 2019 CT-Scan tanpa kontras
Kesimpulan :
- ICH (volume 26,9 cc) disertai perifocal edema disekitarnya
parenchyma frontotemporoparietal kiri dan ICH (volume 2,10 cc) di
medullary temporoparietal kanan.
- IVH, di cornu posterior ventrikel lateralis kanan
- Hemorrhage di sisterna dan pontine hemorrhage
- SAH di regio parietal bilateral terutama kanan dan hemorrhage di
interhemisphere
- Hematosinus maksillaris kiri
- Fraktur di os parietal kanan dan os frontal
- Fraktur diastasis di sutura coronalis
- Garis fraktur di dinding lateral sinus maksillaris kiri
- Subcutaneous hemorrhage di soft tissue region parietalis bilateral.
Radiografi Toraks AP
Hasil :
- Cor : besar dan bentuk tampak normal, aorta tampak normal.
- Pulmo : tak tampak infiltrate di kedua lapang paru, bronkhovascular pattern
tampak normal, kedua hilus tampak normal.
- Trachea tampak normal, posisi di midline
- Mediastinum superior dan inferior tampak normal
- Diaphragma tampak normal

59
- Sinus costophrenicus kanan dan kiri tampak tajam
- SIC tampak simetris
- Struktur tulang dan soft tissue dinding toraks tampak normal
- Terpasang trakeostomi dengan tip setinggi VTh4-5
- Terpasang NGT dengan tip di proyeksi gaster
Kesimpulan :
Cor dan pulmo tak tampak kelainan
Terpasang ET tube dengan tip setinggi VTh4-5
Terpasang NGT dengan tip di proyeksi gaster
Radiografi Cruris Kanan AP/Lateral
Hasil :
- Tampak fraktur comminutive, displaced di 1/3 medial os tibia kanan dan
fraktur simple, displaced di 1/3 proksimal os fibula kanan
- Celah dan permukaan sendi tampak normal
- Subchondral bone layer tampak normal
- Tak tampak soft tissue swelling, tak tampak adanya kalsifikasi abnormal.
Kesimpulan :
- Fraktur comminutive, displaced di 1/3 medial os tibia kanan
- Fraktur simple, displaced di 1/3 proksimal os fibula kanan

60
(3) Tindakan Kolaborasi Medis
Tabel 4.6 Tindakan Kolaborasi Medis
Hari/tanggal Terapi
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
Senin, 13 Mei 1. IVFD NS 0,9 % 2500cc/24jam – intake cairan
2019 2. Drip Nore Epineprine (2 amp)
3. Drip Midazolam 0,04g
4. Drip Fenthanyl 25g
5. Transfusi Whole Blood (2 kantong)
6. Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr
7. Inj. Pantoprazole 1 x 40mg
8. Inj. Asam Tranexamat 3 x 250 mg
9. Inj. Vitamin K 3 x 1ml
10. Inj. Cernevit 1x 750mg
11. Inj. Citicoline 3 x 250mg
12. Inj. CA Gluconas (extra) 1 x 1000mg
13. Inj. Furosemide (extra) 1 x 20mg
14. Diet sonde 8x100 cc
15. Terapi oksigen 8-10 liter/menit
Selasa, 14 Mei 1. IVFD NS 0,9 % 2500cc/24jam – intake cairan
2019 2. Drip Midazolam 0,02 KgBB/jam
3. Drip Fentanyl 12,5mg/jam
4. Transfusi Whole Blood (1 kantong)
5. Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
6. Inj. Pantoprazole 1 x 40mg
7. Inj. Asam Tranexamat 3 x 250 mg
8. Inj. Vitamin K 3 x 1ml
9. Inj. Cernevit 1x 750mg
10. Inj. Citicoline 3 x 250mg
11. Inj. Lasix 1 x 20mg
12. Inj. CA Gluconas 1 x 1000mg
13. Inj. Tramadol 3 x 2ml

61
14. Inj. Hydrocortisone 4 x 100mg
15. Inj. Extra Midazolam 2mg
16. Paracetamole flash 1 gr/100cc
17. Diet sonde 8x100 cc
18. Terapi oksigen 8-10 liter/menit
Rabu, 15 Mei 1. IVFD NS 0,9 % 2500cc/24jam – intake cairan
2019 2. IVFD Nacl 3 % 10 tpm
3. Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
4. Inj. Cernevit 1 x 750mg
5. Inj. Lasix 1 x 20 mg
6. Inj. Hydrocortisone 4 x 100mg
7. Diet sonde 8x100 cc
8. Terapi oksigen 8-10 liter/menit
Kamis, 16 Mei 1. IVFD NS 0,9 % 2500cc/24jam
2019 2. IVFD Nacl 3 % 5 tpm
3. Inj. Cernevit 1x 750mg
4. Inj. Hydrocortisone 4 x 100mg
5. Diet sonde 8x100 cc
6. Terapi oksigen 8-10 liter/menit
Hari/tanggal Terapi
Klien 2 Nama : An.M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH
Sabtu, 8 Juni 1. IVFD NaCl 0,9 % 2100 cc/24 jam – intake cairan lain
2019 2. Transfusi Whole Blood
3. Inj. Tramadol 3 x 2ml
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr
5. Inj. Pantoprazole 1 x 40mg
6. Inj. Asam Tranexamat 3 x 250mg
7. Inj. Vitamin K 3 x 1ml
8. Inj. Cernevit 1 x 750 mg
9. Paracetamol Flash 1gr/100 ml
10. Diet sonde 8 x 100 cc
11. Terapi oksigen 8-10 liter/menit

62
Minggu, 9 Juni 1. IVFD NaCl 0,9 % 2100 cc/24 jam
2019 2. Inj. Tramadol 3 x 2ml
3. Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr
4. Inj. Pantoprazole 1 x 40mg
5. Inj. Asam Tranexamat 3 x 250mg
6. Inj. Vitamin K 3 x 1ml
7. Inj. Cernevit 1 x 750 mg
8. Diet sonde 8 x 100 cc
9. Terapi oksigen 8-10 liter/menit
Senin, 10 Juni 1. IVFD NaCl 0,9 % 2100 cc/24 jam
2019 2. Inj. Tramadol 3 x 2ml
3. Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr
4. Inj. Pantoprazole 1 x 40mg
5. Inj. Asam Tranexamat 3 x 250mg
6. Inj. Vitamin K 3 x 1ml
7. Inj. Cernevit 1 x 750 mg
8. Inj. Amiodaron tab 200mg
9. Diet sonde 8 x 100 cc
10. Terapi oksigen 8-10 liter/menit
Selasa, 11 Juni 1. IVFD NaCl 0,9 % 2100 cc/24 jam
2019 2. Inj. Tramadol 3 x 2ml
3. Inj. Ceftriaxone 2 x 2gr
4. Inj. Pantoprazole 1 x 40mg
5. Inj. Asam Tranexamat 3 x 250mg
6. Inj. Vitamin K 3 x 1ml
7. Inj. Cernevit 1 x 750 mg
8. Inj. Amiodaron tab 200mg
9. Diet sonde 8 x 100 cc
10. Terapi oksigen 8-10 liter/menit

63
3) Analisa Data
Tabel 4.7 Analisa Data
Keterangan No. Data Senjang Etiologi Masalah Keperawatan
Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Klien 1 Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
1. Data subjektif : - Cedera otak Risiko ketidakefektifan
Data objektif : perfusi jaringan otak
Klien dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E1V1M3, tingkat
kesadaran stupor. Pernafasan spontan dengan bantuan T-Piece
8-10 l/m, RR : 18x/m, TD: 108/69 mmHg, MAP: 82 mmHg,
CPP: 72 mmHg , HR: 110 x/m, suhu: 37,6 x/m, SPO 2 : 98 %.
Klien mendapatkan obat drip Midazolam 0,04 mg/KgBB/jam,
drip Fentanyl 25 mcg/jam, terpasang IVFD NS 0,9% 2500
cc/24 jam – Intake cairan, transfusi darah Whole Blood 350cc,
raccoon eyes di kedua mata, battle sign pada osteo mastoid
sinistra, pipi dan leher sebelah kanan tampak bengkak. CRT 5
detik
2. Data subjektif : - Mukus berlebihan, Ketidakefektifan
Data objektif : sekresi yang tertahan bersihan jalan napas
Pernafasan spontan dengan tracheostomy via T-Piece 8 l/m,
irama napas regular, frekuensi napas 18x/m, SPO 2 : 98%,
terdengar suara napas tambahan ronchi, terdapat banyak
sputum pada area tracheostomy yang berwarna kuning
bercampur dengan darah, tidak ada refleks batuk.
3. Data subjektif : - Faktor eksternal : Kerusakan integritas jari
Data objektif : prosedur bedah gan
Luka jahitan post op craniotomy sepanjang 20 x 2 cm pada
bagian temporal sinistra sampai dengan temporal dextra, luka
jahitan pada bagian parietal 7x2 cm. terdapat vulmus eksorasi
pada anterior axilla. Terpasang drain kepala pada bagian
parietal, CVC pada subclavia sinistra, dan tracheostomy.

64
4. Data subjektif : - Gangguan Defisit perawatan diri:
Data objektif : neuromuscular mandi, berpakaian,
Semua kegiatan klien dibantu oleh perawat, klien hanya makan, eliminasi
berbaring di tempat tidur, tampak lemah, dan penurunan
kesadaran.
5. Data subjektif : - Faktor eksternal : cedera Kerusakan integritas
Data objektif : fisik kulit
Terdapat luka vulnus eksorasi di bagian frontal dextra sampai
zygomaticum, luka tampak berwarna kemerahan dan disertai
darah yang mengering disekitar luka.

6. Data subjektif : - Gangguan Hambatan mobilitas


Data objektif : neuromuskular fisik
Klien bed rest total di tempat tidur, tidak ada fraktur, kekuatan
otot tidak dapat dikaji karena klien mengalami penurunan
kesadaran. Klien hanya merespon fleksi ketika diberi
rangsangan nyeri.

7. Data subjektif : - Prosedur invasif Risiko infeksi


Data objektif :
Terdapat luka vulnus eksorasi di bagian frontal dextra sampai
zygomaticum, luka tampak berwarna kemerahan dan disertai
darah yang mengering disekitar luka, luka jahitan post op
craniotomy sepanjang 20 x 2 cm pada bagian temporal sinistra
sampai dengan temporal dextra, luka jahitan pada bagian
parietal 7x2 cm. terdapat vulnus eksorasi pada anterior axilla.
Terpasang drain kepala pada bagian parietal, CVC pada
subclavia sinistra, dan tracheostomy.
Leukosit : 15,6 10^3 /ul

65
Keterangan No. Data Senjang Etiologi Masalah Keperawatan
Klien 2 Nama : An.M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH
1. Data subjektif : - Cedera otak Risiko ketidakefektifan
Data objektif : perfusi jaringan otak
Klien dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E1V1M3 tingkat
kesadaran stupor. Pernafasan spontan dengan bantuan
ventilator mode VC-SIMV dengan FiO2: 90%, TV: 400, RR:
12, PEEP: 5, PS: 7, SPO2: 100 %. Klien terpasang IVFD NS
0,9% + Cernevit 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi
darah Whole Blood 350cc melalui CVC, kedua mata klien
tampak bengkak, pipi dan leher klien tampak bengkak.
Terpasang drain pada bagian occipital. Tanda-tanda vital : TD:
126/76 mmHg, MAP: 93 mmHg, CPP: 83 mmHg, HR: 82
kali/menit, suhu: 37,6 kali/menit.
2. Data subjektif : - Sekresi yang tertahan Ketidakefektifan
Data objektif : bersihan jalan napas
Pada saat pengkajian didapatkan data bentuk dada simetris,
pernafasan spontan dengan bantuan ventilator mode VC-
SIMV dengan FO2 : 90%, TV: 400, RR: 12, PEEP: 5, PS: 7,
SPO2: 100 %, klien terpasang OPA, RR: 29 kali/menit, SPO2 :
100 %, irama napas cepat dan dangkal, terdapat sputum pada
area tracheostomy yang berwarna kuning bercampur dengan
darah, tidak ada reflek batuk. Terdengar suara napas
tambahan ronchi di lapang paru kanan.
3. Data subjektif : - Faktor eksternal : Kerusakan integritas jari
Data objektif : prosedur bedah ngan
Luka jahitan post op craniotomy sepanjang 6x2 cm pada
bagian parietal dextra, luka jahitan pada bagian temporal
sampai parietal 25x2 cm. Terpasang drain kepala pada bagian
occipital, CVC pada subclavia sinistra, dan tracheostomy.
Tampak luka fraktur terbalut perban pada tibia dextra.

66
4. Data subjektif : - Gangguan Defisit perawatan diri:
Data objektif : neuromuskular mandi, berpakaian,
Selama di ruang ICU, personal hygiene klien dibantu oleh makan, eliminasi
perawat. Klien dimandikan dan diganti pakaiannya 2 kali
sehari pada pagi dan sore hari,. Klien juga dilakukan oral
hygiene 3 kali sehari pada pagi, siang, dan malam hari.
Seluruh aktivitas klien dibantu oleh perawat.
5. Data subjektif : - Trauma Ketidakefektifan perfusi
Data objektif : jaringan perifer
Tampak luka fraktur terbalut perban pada tibia dextra,
ekstremitas bawah klien tampak bengkak dan pucat, CRT 4
detik. Warna kulit pucat saat elevasi.
6. Data subjektif : - Faktor eksternal : cedera Kerusakan integritas
Data objektif : fisik kulit
Terdapat luka vulnus eksorasi di bagian frontal dextra sampai
zygomaticum, luka tampak berwarna kemerahan dan disertai
darah yang mengering disekitar luka.
7. Data subjektif : - Gangguan Hambatan mobilitas
Data objektif : neuromuskular fisik
Klien bed rest total di tempat tidur, kekuatan otot tidak dapat
dikaji karena klien mengalami penurunan kesadaran. Klien
hanya merespon fleksi ketika diberi rangsangan nyeri.
8. Data subjektif : - Prosedur invasive Risiko infeksi
Data objektif : Terdapat luka vulnus eksorasi di bagian
zygomaticum, luka tampak berwarna kemerahan, luka jahitan
post op craniotomy sepanjang 6x2 cm pada bagian parietal
dextra, luka jahitan pada bagian temporal sampai parietal 25x2
cm. Terdapat vulnus eksorasi di sekitar ektremitas atas dextra
dan ekstremitas bawah dextra. Luka tampak kotor disertai
darah yang mengering. Terpasang drain kepala pada bagian
occipital, CVC pada subclavia sinistra, dan tracheostomy.
Leukosit : 21,8 10^3/ul

67
b. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.8 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cederaotak ditandai dengan klien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS E1V1M3, tingkat kesadaran stupor. Pernafasan spontan dengan bantuan T-Piece 8-10 l/m, RR : 18x/m, TD:
108/69 mmHg, MAP: 82 mmHg, CPP: 72 mmHg, HR: 110 x/m, suhu: 37,6 x/m, SPO 2 : 98 %. Klien mendapatkan obat drip
Midazolam 0,04 mg/KgBB/jam, drip Fentanyl 25 mcg/jam, terpasang IVFD NS 0,9% 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi
darah Whole Blood 350cc, raccoon eyes di kedua mata, battle sign pada osteo mastoid sinistra, pipi dan leher sebelah kanan tampak
bengkak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan ditandai dengan terdengar suara napas tambahan
ronchi, terdapat banyak sputum pada area tracheostomy yang berwarna kuning bercampur dengan darah, tidak ada refleks batuk.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor eksternal : cedera fisik, prosedur bedah ditandai dengan luka jahitan post
op craniotomy sepanjang 20 x 2 cm pada bagian temporal sinistra sampai dengan temporal dextra, luka jahitan pada bagian parietal
7x2 cm. terdapat vulmus eksorasi pada anterior axilla. Terpasang drain kepala pada bagian parietal, CVC pada subclavia sinistra, dan
tracheostomy. Terdapat luka vulnus eksorasi di bagian frontal dextra sampai zygomaticum, luka tampak berwarna kemerahan dan
disertai darah yang mengering disekitar luka.
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai dengan klien
hanya berbaring di tempat tidur, tampak lemah, dan penurunan kesadaran, semua kegiatan klien dibantu oleh perawat.
Klien 2 Nama : An.M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cedera otak ditandai dengan klien dalam keadaan tidak sadar
dengan GCS E1V1M3 tingkat kesadaran stupor. Pernafasan spontan dengan bantuan ventilator mode VC-SIMV dengan: 90%, TV :
400, RR : 12, PEEP: 5, PS : 7, SPO 2 : 100 %. Klien terpasang IVFD NS 0,9% + Cernevit 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi
darah Whole Blood 350cc melalui CVC, kedua mata klien tampak bengkak, pipi dan leher klien tampak bengkak. Terpasang drain
pada bagian occipital. Tanda-tanda vital : TD: 126/76 mmHg, MAP: 93 mmHg, CPP: 83 mmHg, HR: 82 kali/menit, suhu: 37,6
kali/menit.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang tertahan ditandai dengan pernafasan spontan dengan
bantuan ventilator mode VC-SIMV dengan FO2 : 90%, TV : 400, RR : 12, PEEP : 5, PS : 7, SPO 2 : 100 %, klien terpasang OPA, RR:
29 kali/menit, SPO2 : 100 %, irama napas cepat dan dangkal, terdapat sputum pada area tracheostomy yang berwarna kuning
bercampur dengan darah, tidak ada reflek batuk. Terdengar suara napas tambahan ronchi di lapang paru kanan.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor eksternal: cedera fisik, prosedur bedah ditandai dengan terdapat luka

68
jahitan post op craniotomy sepanjang 6x2 cm pada bagian parietal dextra, luka jahitan pada bagian temporal sampai parietal 25x2
cm. Terpasang drain kepala pada bagian occipital, CVC pada subclavia sinistra, dan tracheostomy. Tampak luka fraktur terbalut
perban pada tibia dextra. Terdapat luka vulnus eksorasi di bagian zygomaticum, sekitar ektremitas atas dextra dan ekstremitas bawah
dextra luka tampak berwarna kemerahan. Luka tampak kotor disertai darah yang mengering.
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai dengan Klien
bed rest total di tempat tidur, kekuatan otot tidak dapat dikaji karena klien mengalami penurunan kesadaran. Klien hanya merespon
fleksi ketika diberi rangsangan nyeri.

c. Intervensi Keperawatan
Tabel 4.9 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Paraf
No. NOC NIC
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
1. Resiko ketidakefektifan 1. Perfusi jaringan serebral Monitor Neurologi Syifa
perfusi jaringan otak 2. Status sirkulasi 1. Monitor tingkat kesadaran
berhubungan dengan 3. Status neurologis 2. Monitor tanda-tanda vital
cedera otak Kriteria hasil : Manajemen Edema Serebral
a. Tekanan intrakranial (dipertahankan pada 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan
deviasi sedang dari kisaran normal, pikiran, keluhan pusing.
ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari 2. Monitor status neurologi dengan ketat
kisaran normal). dan bandingkan dengan nilai normal.
b. Tekanan darah sistolik dan diastolik 3. Monitor TIK
(dipertahankan pada deviasi sedang dari 4. Monitor status pernafasan
kisaran normal, ditingkatkan ke tidak ada 5. Posisikan kepala 30o
deviasi dari kisaran normal). 6. Berikan sedasi, sesuai kebutuhan
c. Penurunan tingkat kesadaran (dipertahankan 7. Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
pada sedang, ditingkankan tidak ada). 8. Dorong keluarga atau orang penting
d. Tekanan dan denyut nadi radial untuk berbicara dengan pasien.
(dipertahankan cukup terganggu,
ditingkatkan ke tidak terganggu).
e. Laju pernafasan dan pola bernafas

69
(dipertahankan pada sedang, ditingkankan
tidak ada).
f. Saturasi oksigen (dipertahankan pada
deviasi ringan dari kisaran normal,
ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari
kisaran normal).
2. Ketidakefektifan 1. Kepatenan jalan nafas Monitor pernafasan Syifa
bersihan jalan napas 2. Pertukaran gas 1. Monitor suara nafas tambahan seperti
berhubungan dengan Kriteria hasil : ngorok atau mengi.
mukus berlebihan, a. Tidak ada deviasi dari kisaran normal). 2. Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
sekresi yang tertahan Retraksi dinding dada (dipertahankan pada dan kesulitan bernafas.
deviasi cukup, dari kisaran normal, 3. Monitor pola nafas.
ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari 4. Monitor sekresi pernafasan.
kisaran normal). 5. Memonitor dan mencatat warna dan
b. Suara nafas tambahan (dipertahankan pada konsistensi secret.
deviasi sedang, dari kisaran normal, 6. Memonitor status oksigen.
ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari 7. Lakukan fisoterapi dada
kisaran normal). 8. Memberikan O2 sesuai kebutuhan
c. Akumulasi sputum (dipertahankan pada 9. Berikan bantuan terapi nafas jika
deviasi sedang, dari kisaran normal, diperlukan (misalnya : nebulizer).
ditingkatkan ke Penghisapan lendir pada jalan nafas
1. Lakukan tindakan suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah tindakan suksion.
3. Gunakan alat steril setiap tindakan
suksion.
4. Lakukan perawatan trakea setiap 4-8 jam
sekali jika diperlukan : membersihkan
permukaan luar kanula, membersihkan
dan mengeringkan area sekitar stoma,
dan mengganti tali-tali tracheostomy.

70
3. Kerusakan integritas 1. Integritas jaringan : kulit dan membran Perawatan luka S
jaringan berhubungan mukosa 1. Monitor kulit akan adanya kemerahan . Syifa
dengan faktor eksternal : Kriteria Hasil : 2. Memandikan pasien dengan sabun dan
cedera fisik, prosedur a. Hidrasi (tidak terganggu) air hangat.
bedah b. Integritas kulit (tidak terganggu) 3. Gunakan pakaian yang longgar pada
c. Lesi pada kulit (tidak ada) pasein.
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan kering.
5. Lakukan perawatan luka
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
Perawatan daerah (area) sayatan
1. Monitor proses penyembuhan di daerah
sayatan
2. Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan
pembersihan yang tepat
3. Bersihkan mulai dari area yang bersih ke
area yang kurang bersih
4. Gunakan kapas steril untuk pembersihan
jahitan benang luka.
5. Bersihkan area sekitar drainase atau
pada area selang drainase
6. Jaga posisi selang drainase
7. Berikan plester untuk menutup
8. Berikan salep antiseptic
4. Defisit perawatan diri: 1. Perawatan diri : Mandi Bantuan perawatan diri : Syifa
mandi, berpakaian, 2. Perawatan diri : Berpakaian mandi/kebersihan
makan, eliminasi 3. Perawatan diri : Makan 1. Tentukan tipe dan jumlah terkait dengan
berhubungan dengan 4. Perawatan diri : Eliminasi bantuan yang diperlukan.
gangguan neuromuskular Kriteria Hasil : 2. Lakukan oral hygiene
a. Mencuci wajah (tidak terganggu) 3. Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan
b. Mencuci badan bagian atas dan bawah kemampuan merawat diri pasien.
(tidak terganggu) 4. Berikan bantuan sampai pasien benar-
c. Mengeringkan badan (tidak terganggu) benar mampu merawat diri secara
d. Melakukan keramas rambut (tidak mandiri.

71
terganggu) Bantuan perawatan diri : eliminasi
e. Mempertahankan kebersihan mulut (tidak 1. Lepaskan pakaian/popok yang
terganggu) digunakan setelah eliminasi.
f. Mempertahankan kebersihan tubuh (tidak 2. Beri privasi selama eliminasi.
terganggu) 3. Fasilitasi kebersihan setelah
g. Mengosongkan kandung kemih (tidak meyelesaikan eliminasi.
terganggu) 4. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
h. Mengelap sendiri setelah BAB dan BAK 5. Sediakan alat bantu (misalnya : kateter
(tidak terganggu) eksternal/urin dengan tepat)
i. Menghabiskan makanan (tidak terganggu)
Bantuan perawatan diri : pemberian
makan
1. Monitor kemampuan pasien untuk
makan.
2. Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan selama waktu makan.
3. Pastikan posisi pasien yang tepat untuk
memfasilitasi mengunyah dan menelan
serta nyaman.
4. Berikan bantuan fisik sesuai kebutuhan.
5. Makanan disajikan dengan tepat dalam
nampan, sesuai kebutuhan
6. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat

Bantuan perawatan diri : Berpakaian


atau berdandan
1. Sediakan pakaian pasien, sediakan
pakaian pribadi dengan tepat.
2. Bersedia memberikan bantuan dalam
berpakaian sesuai kebutuhan.
3. Fasilitasi pasien untuk menyisir rambut
dan mencukur sendiri dengan tepat.
4. Jaga privasi saat pasien berpakaian.

72
Klien 2 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH
1. Resiko ketidakefektifan 1. Perfusi jaringan serebral Monitor Neurologi Syifa
perfusi jaringan otak 2. Status sirkulasi 1. Monitor tingkat kesadaran
berhubungan dengan 3. Status neurologis 2. Monitor tanda-tanda vital
cedera otak Kriteria hasil : Manajemen Edema Serebral
a. Tekanan intrakranial 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran,
(dipertahankan pada deviasi sedang keluhan pusing.
dari kisaran normal, ditingkatkan 2. Monitor status neurologi dengan ketat dan
ke tidak ada deviasi dari kisaran bandingkan dengan nilai normal.
normal). 3. Monitor TIK.
b. Tekanan darah sistolik dan 4. Monitor status pernafasan
diastolik (dipertahankan pada 5. Posisikan kepala 30o
deviasi sedang dari kisaran normal, 6. Berikan sedasi, sesuai kebutuhan
ditingkatkan ke tidak ada deviasi 7. Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
dari kisaran normal). 8. Dorong keluarga atau orang penting untuk
c. Penurunan tingkat kesadaran berbicara dengan pasien.
(dipertahankan pada sedang,
ditingkankan tidak ada).
d. Tekanan dan denyut nadi radial
(dipertahankan cukup terganggu,
ditingkatkan ke tidak terganggu).
e. Laju pernafasan dan pola bernafas
(dipertahankan pada sedang,
ditingkankan tidak ada).
f. Saturasi oksigen (dipertahankan
pada deviasi ringan dari kisaran
normal, ditingkatkan ke tidak ada
deviasi dari kisaran normal).
2. Ketidakefektifan bersihan 1. Kepatenan jalan nafas Monitor pernafasan Syifa
jalan napas berhubungan 2. Pertukaran gas 1. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau
dengan mukus Kriteria hasil : mengi.
berlebihan, sekresi yang a. Retraksi dinding dada 2. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
tertahan (dipertahankan pada deviasi cukup, kesulitan bernafas.

73
dari kisaran normal, ditingkatkan 3. Monitor pola nafas.
ke tidak ada deviasi dari kisaran 4. Monitor sekresi pernafasan.
normal). 5. Memonitor dan mencatat warna dan konsistensi
b. Suara nafas tambahan secret.
(dipertahankan pada deviasi 6. Memonitor status oksigen.
sedang, dari kisaran normal, 7. Lakukan fisoterapi dada
ditingkatkan ke tidak ada deviasi 8. Memberikan O2 sesuai kebutuhan
dari kisaran normal). 9. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
c. Akumulasi sputum (dipertahankan (misalnya : nebulizer).
pada deviasi sedang, dari kisaran Penghisapan lendir pada jalan nafas
normal, ditingkatkan ke tidak ada 1. Lakukan tindakan suctioning
deviasi dari kisaran normal). 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
tindakan suksion.
3. Gunakan alat steril setiap tindakan suksion.
4. Lakukan perawatan trakea setiap 4-8 jam sekali
jika diperlukan : membersihkan permukaan luar
kanula, membersihkan dan mengeringkan area
sekitar stoma, dan mengganti tali-tali
tracheostomy.
3. Kerusakan integritas 1. Integritas jaringan : kulit dan Perawatan luka S
jaringan berhubungan membran mukosa 1. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat. yifa
dengan faktor eksternal : Kriteria Hasil : 2. Gunakan pakaian yang longgar pada pasein.
cedera fisik, prosedur a. Hidrasi (tidak terganggu) 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
bedah b. Integritas kulit (tidak terganggu) kering.
c. Lesi pada kulit (tidak ada) 4. Lakukan perawatan luka
5. Kolaborasi dalam pemberian obat
Perawatan daerah (area) sayatan
1. Monitor proses penyembuhan di daerah sayatan
2. Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan
pembersihan yang tepat
3. Bersihkan mulai dari area yang bersih ke area
yang kurang bersih
4. Gunakan kapas steril untuk pembersihan jahitan
benang luka.

74
5. Bersihkan area sekitar drainase atau pada area
selang drainase
6. Jaga posisi selang drainase
7. Berikan plester untuk menutup
8. Berikan salep antiseptic
4. Defisit perawatan diri: 1. Perawatan diri : Mandi Bantuan perawatan diri : mandi/kebersihan Syifa
mandi, berpakaian, 2. Perawatan diri : Berpakaian 1. Tentukan tipe dan jumlah terkait dengan bantuan
makan, eliminasi 3. Perawatan diri : Makan yang diperlukan.
berhubungan dengan 4. Perawatan diri : Eliminasi 2. Lakukan oral hygiene
gangguan neuromuskular Kriteria Hasil : 3. Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan
a. Mencuci wajah (tidak terganggu) kemampuan merawat diri pasien.
b. Mencuci badan bagian atas dan 4. Berikan bantuan sampai pasien benar-benar
bawah (tidak terganggu) mampu merawat diri secara mandiri.
c. Mengeringkan badan (tidak
terganggu) Bantuan perawatan diri : eliminasi
d. Melakukan keramas rambut (tidak 1. Lepaskan pakaian/popok yang digunakan setelah
terganggu) eliminasi.
e. Mempertahankan kebersihan mulut 2. Beri privasi selama eliminasi.
(tidak terganggu) 3. Fasilitasi kebersihan setelah meyelesaikan
f. Mempertahankan kebersihan tubuh eliminasi.
(tidak terganggu) 4. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi
g. Mengosongkan kandung kemih 5. Sediakan alat bantu (misalnya : kateter
(tidak terganggu) eksternal/urin dengan tepat)
h. Mengelap sendiri setelah BAB dan
BAK (tidak terganggu) Bantuan perawatan diri : pemberian makan
i. Menghabiskan makanan (tidak 1. Monitor kemampuan pasien untuk makan.
terganggu) 2. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
waktu makan.
3. Pastikan posisi pasien yang tepat untuk
memfasilitasi mengunyah dan menelan serta
nyaman.
4. Berikan bantuan fisik sesuai kebutuhan.
5. Makanan disajikan dengan tepat dalam nampan,
sesuai kebutuhan.

75
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.

Bantuan perawatan diri : Berpakaian atau


berdandan
1. Sediakan pakaian pasien, sediakan pakaian
pribadi dengan tepat.
2. Bersedia memberikan bantuan dalam berpakaian
sesuai kebutuhan.
3. Fasilitasi pasien untuk menyisir rambut dan
mencukur sendiri dengan tepat.
4. Jaga privasi saat pasien berpakaian.

76
d. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.10 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Waktu Implementasi Waktu Evaluasi Paraf
Keperawatan
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH Hari/Tanggal : Selasa, 14 Mei 2019
1. Risiko 20.00 1. Memonitor tingkat kesadaran 06.15 S:- Syifa
ketidakefektifan Respon : E1V1M3 O:
perfusi jaringan 20.10 2. Memonitor tanda-tanda vital GCS klien E1V1M3, tingkat
otak Respon : TD : 120/67 mmHg kesadaran klien stupor, TTV :
berhubungan HR : 120 kali/menit TD: 133/78 mmHg, HR: 102
dengan cedera RR : 36 kali/menit kali/menit, RR: 26 kali/menit, T:
otak T : 38,6 0 c 36,8 0 c , SPO2: 98 %, MAP: 96,
SPO2 : 96 % CPP: 86 (normal).
20.00 3. Memonitor status neurologi dengan ketat
dan bandingkan dengan nilai normal. A:
Respon : Tingkat kesadaran klien stupor Masalah risiko ketidakefektifan
20.00 4. Memonitor TIK perfusi jaringan otak belum
Respon : terjadinya penurunan teratasi.
kesadaran pada klien, MAP: 85, CPP P : Intervensi dilanjutkan
:75 mmHg (normal) I:
20.10 5. Memonitor status pernafasan 1. Monitor tingkat kesadaran
Respon : pernafasan klien cepat dan 2. Monitor tanda-tanda vital
dangkal 3. Monitor status neurologi
20.45 6. Memberikan posisikan kepala 30o dengan ketat dan
Respon : klien diberikan posisi head up bandingkan dengan nilai
300 normal.
20.00 7. Memberikan obat drip Midazolam 0,02 4. Monitor TIK
KgBB/jam, Fentanyl 12,5 mg/jam, 5. Monitor status pernafasan
Injeksi Citicoline 3x250mg, Vitamin K 6. Posisikan kepala 30o
3x1ml, Lasix 1 amp, Asam Tranexamat 7. Berikan sedasi, sesuai
3x25mg, Midazolam 2mg, dan kebutuhan
Paracetamol Flash 1gr 8. Dorong keluarga atau orang

77
Respon : obat drip Midazolam dan penting untuk berbicara
Fentanyl diberikan melalui drip, Injeksi dengan pasien.
Citicoline, Vitamin K, Asam 9. Kolaborasi dengan dokter
Tranexamat diberikan melalui three dalam pemberian obat
ways jam 12.00, 20.00, 04.00 WIB. Lasix, ditambahkan 3x1
Midazolam dan Paracetamol Flash amp
diberikan pukul 02.50 WIB. E : Monitor peningkatan TIK
18.30 8. Menganjurkan keluarga atau orang R:
penting untuk berbicara dengan pasien Intervensi No.7 dihentikan.
ketika jam besuk. Pemberian obat Fentanyl,
Respon : keluarga klien selalu mengajak Midazolam, Citicoline, Vitamin
klien berbicara dan mendengarkan K, Asam Tranexamat,
murrotal pada klien. Paracetamol Flash dihentikan.
2. Ketidakefektifa 13.00 1. Memonitor suara nafas tambahan 06.15 S:- Syifa
n bersihan jalan Respon : terdengar suara napas ronchi O:
napas 13.05 2. Memonitor kecepatan, irama, Terdengar suara napas tambahan
berhubungan kedalaman, dan kesulitan bernafas. ronchi, pernafasan klien cepat dan
dengan mukus Respon : RR: 30 kali/menit dangkal, produksi secret
berlebihan, 13.05 3. Memonitor pola nafas. meningkat dan kental berwarna
sekresi yang Respon : pernafasan klien cepat dan putih bercampur dengan darah,
tertahan dangkal terpasang NRM 8 liter/menit
13.10 4. Memonitor sekresi pernafasan. viaT-Piece, RR: 26 kali/menit
Respon : terdapat secret dalam jumlah SPO2 98 %.
yang banyak di tracheostomy A:
13.15 5. Memonitor dan mencatat warna dan Masalah ketidakefektifan bersihan
konsistensi secret. jalan napas belum teratasi.
Respon : secret berwarna putih kental P : Intervensi dilanjutkan
bercampur darah. I:
13.05 6. Memberikan O2 sesuai kebutuhan 1. Monitor suara nafas
Respon : klien diberikan NRM 8 tambahan.
liter/menit via T-Piece 2. Monitor kecepatan, irama,
13.30 7. Memonitor status oksigen. kedalaman, dan kesulitan
Respon : SPO2 98 % bernafas.
13.25 8. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan 3. Monitor pola nafas.

78
sesudah tindakan suksion. 4. Monitor sekresi pernafasan.
Respon : suara ronchi berkurang 5. Memonitor dan mencatat
13.40 9. Melakukan fisioterapi dada warna dan konsistensi
Respon : dilakukan sebelum tindakan secret.
suction (menepuk-nepuk dada dan 6. Memonitor status oksigen.
punggung klien) 7. Lakukan fisoterapi dada
13.40 10. Melakukan tindakan suction 8. Memberikan O2 sesuai
Respon : terdengar suara ronchi kebutuhan
berkurang, setelah dilakukan suction 9. Lakukan tindakan
RR: 20 kali/menit suctioning
13.40 11. Menggunakan alat steril setiap tindakan 10. Auskultasi suara nafas
suksion sebelum dan sesudah
Respon : perawat menggunakan alat tindakan suksion.
steril di setiap tindakan yang diberikan 11. Gunakan alat steril setiap
pada pasien. tindakan suksion.
11.15 12. Melakukan perawatan tracheostomy 12. Lakukan perawatan trakea
Respon : membersihkan permukaan luar setiap 4-8 jam sekali jika
kanula, membersihkan dan diperlukan : membersihkan
mengeringkan area sekitar stoma, dan permukaan luar kanula,
mengganti tali tracheostomy. membersihkan dan
mengeringkan area sekitar
stoma, dan mengganti tali-
tali tracheostomy.
E:
Terpasang NRM 8 liter/menit
viaT-Piece
R : Tidak ada perubahan intevensi
3. Kerusakan 08.45 1. Memandikan pasien dengan sabun dan 06.15 S :- Syifa
integritas air hangat. O:
jaringan Respon : klien dimandikan 2 kali sehari Luka vulnus eksorasi di bagian
berhubungan pada pagi dan sore hari frontal dextra sampai
dengan faktor 09.00 2. Menggunakan pakaian yang longgar zygomaticum dan vulmus
eksternal : pada pasein. eksorasi pada anterior axilla
cedera fisik, Respon : klien dipakaikan pakaian tampak kotor, berwarna merah,

79
prosedur bedah khusus ruangan ICU yang longgar mulai mengering, dan
09.30 3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap mengeluarkan cairan plasma
bersih dan kering. darah, luka jahitan post op
Respon : setelah dimandikan, klien craniotomy sepanjang 20 x 2 cm
dikeringkan dengan handuk. pada bagian temporal sinistra
09.45 4. Melakukan perawatan luka sampai dengan temporal dextra,
Respon : luka vulnus eksorasi dan post luka jahitan pada bagian parietal
op craniotomy, CVC,dibersihkan dengan 7x2 cm dan CVC tidak tampak
cairan NS 0,9% 2 kali sehari. pus, dan bengkak.
08.00 5. Memberikan obat injeksi Hydrocortisone A:
4x100mg, Tramadol 3x1 amp dan Masalah kerusakan integritas kulit
Ceftriaxone 1x2 gr. belum teratasi
Respon : obat injeksi Hydrocortisone P : Intervensi dilanjutkan
(jam 08.00, 14.00, 22.00 WIB, -stop), I:
Tramadol (jam 08.00, 16.00, dan 24.00) 1. Memandikan pasien dengan
dan Ceftriaxone (jam 08.00)klien sabun dan air hangat.
diberikan obat melalui three ways. 2. Gunakan pakaian yang
09.35 6. Monitor proses penyembuhan di daerah longgar pada pasein.
sayatan 3. Jaga kebersihan kulit agar
Respon : luka vulnus eksorasi tampak tetap bersih dan kering.
merah, mulai mengering, dan 4. Lakukan perawatan luka
mengeluarkan cairan plasma darah. 5. Kolaborasi dalam
Tidak tampak pus, dan bengkak pada pemberian obat.
luka jahitan post op craniotomy dan 6. Monitor proses
CVC. penyembuhan di daerah
09.35 7. Bersihkan daerah sekitar sayatan sayatan
dengan pembersihan yang tepat 7. Bersihkan daerah sekitar
Respon : luka klien dibersihkan dengan sayatan dengan pembersihan
menggunakan cairan NS 0,9% dan yang tepat
perlengkapan GV set. 8. Bersihkan mulai dari area
09.35 8. Bersihkan mulai dari area yang bersih yang bersih ke area yang
ke area yang kurang bersih kurang bersih
Respon : dilakukan pembersihan pada 9. Gunakan kapas steril untuk
area luka post op craniotomy, CVC, dan pembersihan jahitan benang

80
dilanjutkan luka vulnus eksorasi. luka.
09.35 9. Gunakan kapas steril untuk 10. Bersihkan area sekitar
pembersihan jahitan benang luka. drainase atau pada area
Respon : saat pembersihan luka dan selang drainase
dressing digunakan kassa steril. 11. Jaga posisi selang drainase
09.40 10. Bersihkan area sekitar drainase atau 12. Berikan plester untuk
pada area selang drainase menutup
Respon : Area sekitar drainase 13. Berikan salep antiseptik
dibersihkan dengan cairan NS 0,9%
09.55 11. Jaga posisi selang drainase E : Lakukan perawatan luka
Respon : Dilakukan up drain. R:
09.40 12. Berikan plester untuk menutup Intervensi No. 10 dan 11
Respon : Luka post op craniotomy dan dihentikan karena klien telah
CVC yang telah dibersihkan ditutup dilakukan up drain.
dengan plester.
09.40 13. Berikan salep antiseptik
Respon : Setiap melakukan perawatan
luka klien diberikan salep myconazole.
4. Defisit 14.30 1. Menentukan tipe dan jumlah terkait 06.15 S:- Syifa
perawatan diri: dengan bantuan yang diperlukan. O:
mandi, Respon : klien mengalami penurunan Klien mengalami penurunan
berpakaian, kesadaran dan memerlukan bantuan kesadaran dan memerlukan
makan, total. bantuan total, semua aktivitas
eliminasi 15.00 2. Melakukan oral hygiene mandi, berpakaian, makan dan
berhubungan Respon : dilakukan oral hygiene 3x eliminasi klien dibantu oleh
dengan sehari, yaitu pada pagi, sore, dan malam, perawat.
gangguan mulut klien tampak bersih A:
neuromuscular 08.30 3. Memonitor kebersihan kuku, sesuai Masalah defisit perawatan diri:
dengan kemampuan merawat diri pasien. mandi, berpakaian, makan,
Respon : kuku klien tampak bersih dan eliminasi belum teratasi
pendek. P : Intervensi dilanjutkan
14.25 4. Memberikan bantuan sampai pasien I:
benar-benar mampu merawat diri secara 1. Tentukan tipe dan jumlah
mandiri. terkait dengan bantuan yang

81
Respon : klien tampak lemah, semua diperlukan.
aktivitas klien dibantu oleh perawat. 2. Lakukan oral hygiene
14.45 5. Melepaskan pakaian/popok yang 3. Monitor kebersihan kuku,
digunakan setelah eliminasi. sesuai dengan kemampuan
Respon : tidak terdapat feses. merawat diri pasien.
14.45 6. Memberi privasi selama tindakan. 4. Berikan bantuan sampai
Respon : tirai selalu ditutup ketika klien pasien benar-benar mampu
dimandikan. merawat diri secara mandiri.
14.50 7. Memfasilitasi kebersihan setelah 5. Lepaskan pakaian/popok
meyelesaikan eliminasi. yang digunakan setelah
Respon : daerah genetelia klien tampak eliminasi.
bersih. 6. Beri privasi selama
08.00 8. Mengganti pakaian pasien setelah tindakan.
eliminasi 7. Fasilitasi kebersihan setelah
Respon : pakaian klien selalu diganti meyelesaikan eliminasi.
setiap selesai mandi. 8. Ganti pakaian pasien setelah
09.10 9. Menyediakan alat bantu (misalnya : eliminasi
kateter eksternal/urin dengan tepat) 9. Sediakan alat bantu
Respon : klien terpasang urin kateter. (misalnya : kateter
10.00 10. Memonitor kemampuan pasien untuk eksternal/urin dengan tepat)
makan. 10. Monitor kemampuan pasien
Respon : klien mengalami penurunan untuk makan.
kesadaran dan diberikan diet cair melalui 11. Makanan disajikan dengan
NGT. tepat dalam nampan, sesuai
10.00 11. Menyajikan makanan dalam nampan, kebutuhan
sesuai kebutuhan 12. Sediakan pakaian pasien,
Respon : diet cair dalam gelas 100 cc. sediakan pakaian pribadi
08.30 12. Menyediakan pakaian pasien, sediakan dengan tepat.
pakaian pribadi dengan tepat. 13. Kolaborasi dengan dokter
Respon : perlengkapan klien sudah dalam pemberian obat
tersedia E : Klien perlu bantual total
13.00 13. Memberikan obat injeksi Pantoprazole R:
1x1 amp, Cernevit 1x1vial, CA Tidak ada perubahan intervensi
Gluconas 1 amp.

82
Respon : obat injeksi Pantoprazole dan
Cernevit (jam 20.00 WIB), CA glukonas
(jam 13.00 WIB). Klien diberikan obat
melalui three ways.
Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH Hari/Tanggal : Rabu, 15 Mei 2019
1. Resiko 21.00 1. Memonitor tingkat kesadaran 22.00 S:- Syifa
ketidakefektifan Respon : E1V1M3 O:
perfusi jaringan 21.10 2. Memonitor tanda-tanda vital GCS klien E1V1M3, tingkat
otak Respon : TD : 126/78 mmHg kesadaran klien stupor, TTV :
berhubungan HR : 98 kali/menit TD: 111/65 mmHg, HR: 67
dengan cedera RR : 20 kali/menit kali/menit, RR: 22 kali/menit, T:
otak T : 36,5 0 c 36,5 0 c , SPO2: 98 %, MAP: 76
SPO2 : 98 % mmHg, CPP: 66 mmHg (rendah).
20.00 3. Memonitor status neurologi dengan ketat
dan bandingkan dengan nilai normal. A:
Respon : Tingkat kesadaran klien Masalah risiko ketidakefektifan
stupor. perfusi jaringan belum teratasi.
20.00 4. Memonitor TIK P : Intervensi dilanjutkan
Respon : terjadinya penurunan I:
kesadaran pada klien, MAP: 94 mmHg, 1. Monitor tingkat kesadaran
CPP: 84 mmHg (normal). 2. Monitor tanda-tanda vital
21.10 5. Memonitor status pernafasan 3. Monitor status neurologi
Respon : pernafasan klien cepat dan dengan ketat dan
dangkal bandingkan dengan nilai
18.45 6. Memberikan posisikan kepala 30o normal.
Respon : klien diberikan posisi head up 4. Monitor TIK
300 5. Monitor status pernafasan
21.00 7. Memberikan obat Injeksi Lasix 3x1amp. 6. Posisikan kepala 30o
Respon : klien diberikan obat Lasix jam 7. Dorong keluarga atau orang
21.00 three ways. penting untuk berbicara
29.00 8. Mengevaluasi kembali keluarga atau dengan pasien.
orang penting untuk berbicara dengan 8. Kolaborasi dengan dokter
pasien ketika jam besuk. dalam pemberian obat Lasix

83
Respon : keluarga klien selalu mengajak E : Monitor peningkatan TIK
klien berbicara dan mendengarkan R:
murrotal pada klien. Intervensi No.8, pemberian Lasix
3x1 amp dihentikan
2. Ketidakefektifa 13.00 1. Memonitor suara nafas tambahan 22.00 S:- Syifa
n bersihan jalan Respon : terdengar suara napas ronchi O:
napas 13.05 2. Memonitor kecepatan, irama, Terdengar suara napas tambahan
berhubungan kedalaman, dan kesulitan bernafas. ronchi, pernafasan klien cepat dan
dengan mukus Respon : RR: 32 kali/menit dangkal, produksi secret
berlebihan, 13.05 3. Memonitor pola nafas. meningkat dan kental berwarna
sekresi yang Respon : pernafasan klien cepat dan putih bercampur dengan darah,
tertahan dangkal terpasang NRM 8 liter/menit
13.10 4. Memonitor sekresi pernafasan. viaT-Piece, RR: 22 kali/menit,
Respon : terdapat secret dalam jumlah SPO2 98 %.
yang banyak di area tracheostomy. A:
14.15 5. Memonitor dan mencatat warna dan Masalah ketidakefektifan bersihan
konsistensi secret. jalan napas belum teratasi.
Respon : secret berwarna putih kental P : Intervensi dilanjutkan
bercampur darah. I:
14.05 6. Memonitor status oksigen. 1. Monitor suara nafas
Respon : Saturasi O2 98 % tambahan.
14.30 7. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan 2. Monitor kecepatan, irama,
sesudah tindakan suksion. kedalaman, dan kesulitan
Respon : suara ronchi berkurang bernafas.
14.25 8. Melakukan fisioterapi dada 3. Monitor pola nafas.
Respon : dilakukan sebelum tindakan 4. Monitor sekresi pernafasan.
suction (menepuk-nepuk dada dan 5. Memonitor dan mencatat
punggung klien) warna dan konsistensi
14.40 9. Melakukan tindakan suction secret.
Respon : terdengar suara ronchi 6. Memonitor status oksigen.
berkurang, setelah dilakukan suction 7. Lakukan fisoterapi dada
RR: 19 kali/menit. 8. Memberikan O2 sesuai
14.40 10. Menggunakan alat steril setiap tindakan kebutuhan
suksion 9. Lakukan tindakan

84
Respon : perawat menggunakan alat suctioning
steril di setiap tindakan yang diberikan 10. Auskultasi suara nafas
pada pasien. sebelum dan sesudah
08.00 11. Memberikan O2 sesuai kebutuhan tindakan suksion.
Respon : klien diberikan NRM 8 11. Gunakan alat steril setiap
liter/menit tindakan suksion.
15.00 12. Melakukan perawatan tracheostomy 12. Lakukan perawatan trakea
Respon : membersihkan permukaan luar setiap 4-8 jam sekali jika
kanula, membersihkan dan diperlukan : membersihkan
mengeringkan area sekitar stoma, dan permukaan luar kanula,
mengganti tali tracheostomy. membersihkan dan
mengeringkan area sekitar
stoma, dan mengganti tali-
tali tracheostomy.
E:
Terpasang NRM 8 liter/menit
viaT-Piece
R : Tidak ada perubahan intevensi
3. Kerusakan 08.45 1. Memandikan pasien dengan sabun dan 22.00 S :- Syifa
integritas kulit air hangat. O:
berhubungan Respon : klien dimandikan 2 kali sehari Luka vulnus eksorasi di bagian
dengan faktor pada pagi dan sore hari frontal dextra sampai
eksternal : 09.00 2. Menggunakan pakaian yang longgar zygomaticum dan vulmus
cedera fisik, pada pasein. eksorasi pada anterior axilla
luka insisi Respon : klien dipakaikan pakaian tampak merah, mulai mengering,
khusus ruangan ICU yang longgar. dan bersih. Luka jahitan post op
09.30 3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap craniotomy sepanjang 20 x 2 cm
bersih dan kering. pada bagian temporal sinistra
Respon : setelah dimandikan, klien sampai dengan temporal dextra,
dikeringkan dengan handuk. luka jahitan pada bagian parietal
09.45 4. Melakukan perawatan luka 7x2 cm, dan CVC, tidak tampak
Respon : luka vulnus eksorasi dan post pus, dan bengkak.
op craniotomy, CVC,dibersihkan dengan A:
cairan NS 0,9% 2 kali sehari. Masalah kerusakan integritas kulit

85
08.00 5. Memberikan obat injeksi Hydrocortisone teratasi sebagian.
4x100mg dan Ceftriaxone 1x2 gr. P : Intervensi dilanjutkan
Respon : obat injeksi Hydrocortisone I:
(jam 08.00, 14.00, 22.00 WIB, -stop) 1. Memandikan pasien dengan
dan Ceftriaxone (jam 08.00), klien sabun dan air hangat.
diberikan obat melalui three ways. 2. Gunakan pakaian yang
10.00 6. Monitor proses penyembuhan di daerah longgar pada pasein.
sayatan 3. Jaga kebersihan kulit agar
Respon : luka vulnus eksorasi tampak tetap bersih dan kering.
merah, mulai mengering, dan bersih. 4. Lakukan perawatan luka
Tidak tampak pus, dan bengkak pada 5. Kolaborasi dalam
luka jahitan post op craniotomy dan pemberian obat.
CVC. 6. Monitor proses
10.00 7. Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan penyembuhan di daerah
pembersihan yang tepat sayatan.
Respon : luka klien dibersihkan dengan 7. Bersihkan daerah sekitar
menggunakan cairan NS 0,9% dan sayatan dengan pembersihan
perlengkapan GV set. yang tepat.
10.00 8. Bersihkan mulai dari area yang bersih ke 8. Bersihkan mulai dari area
area yang kurang bersih yang bersih ke area yang
Respon : dilakukan pembersihan pada kurang bersih.
area luka post op craniotomy, CVC, dan 9. Gunakan kapas steril untuk
dilanjutkan luka vulnus eksorasi. pembersihan jahitan benang
10.00 9. Gunakan kapas steril untuk pembersihan luka.
jahitan benang luka. 10. Berikan plester untuk
Respon : saat pembersihan luka dan menutup.
dressing digunakan kassa steril. 11. Berikan salep antiseptik.
10.15 10. Berikan plester untuk menutup E : Lakukan perawatan luka
Respon : Luka post op craniotomy dan R:
CVC yang telah dibersihkan ditutup Tidak ada perubahan intervensi
dengan plester.
10.05 11. Berikan salep antiseptik
Respon : Setiap melakukan perawatan
luka klien diberikan salep myconazole

86
4. Defisit 07.30 1. Menentukan tipe dan jumlah terkait 22.00 S:- Syifa
perawatan diri: dengan bantuan yang diperlukan. O:
mandi, Respon : klien mengalami penurunan Klien mengalami penurunan
berpakaian, kesadaran dan memerlukan bantuan kesadaran dan memerlukan
makan, total. bantuan total, semua aktivitas
eliminasi 08.00 2. Melakukan oral hygiene mandi, berpakaian, makan dan
berhubungan Respon : klien dilakukan oral hygiene 3 eliminasi klien dibantu oleh
dengan kali sehari, yaitu pada pagi, sore, dan perawat.
gangguan malam, mulut klien tampak bersih A:
neuromuskular 08.30 3. Memonitor kebersihan kuku, sesuai Masalah defisit perawatan diri:
dengan kemampuan merawat diri pasien. mandi, berpakaian, makan,
Respon : kuku klien tampak bersih dan eliminasi belum teratasi
pendek. P : Intervensi dilanjutkan
08.25 4. Memberikan bantuan sampai pasien I:
benar-benar mampu merawat diri secara 1. Tentukan tipe dan jumlah
mandiri. terkait dengan bantuan yang
Respon : klien tampak lemah, semua diperlukan.
aktivitas klien dibantu oleh perawat. 2. Lakukan oral hygiene
08.45 5. Melepaskan pakaian/popok yang 3. Monitor kebersihan kuku,
digunakan setelah eliminasi. sesuai dengan kemampuan
Respon : tidak terdapat feses. merawat diri pasien.
08.45 6. Memberi privasi selama tindakan. 4. Berikan bantuan sampai
Respon : tirai selalu ditutup ketika klien pasien benar-benar mampu
dimandikan. merawat diri secara mandiri.
08.50 7. Memfasilitasi kebersihan setelah 5. Lepaskan pakaian/popok
meyelesaikan eliminasi. yang digunakan setelah
Respon : daerah genetelia klien tampak eliminasi.
bersih. 6. Beri privasi selama
09.00 8. Mengganti pakaian pasien setelah tindakan.
eliminasi 7. Fasilitasi kebersihan setelah
Respon : pakaian klien selalu diganti meyelesaikan eliminasi.
setiap selesai mandi. 8. Ganti pakaian pasien setelah
09.10 9. Menyediakan alat bantu (misalnya : eliminasi
kateter eksternal/urin dengan tepat) 9. Sediakan alat bantu

87
Respon : klien terpasang urin kateter. (misalnya : kateter
10.00 10. Memonitor kemampuan pasien untuk eksternal/urin dengan tepat)
makan. 10. Monitor kemampuan pasien
Respon : klien mengalami penurunan untuk makan.
kesadaran dan diberikan diet cair melalui 11. Makanan disajikan dengan
NGT. tepat dalam nampan, sesuai
10.00 11. Menyajikan makanan dalam nampan, kebutuhan
sesuai kebutuhan 12. Sediakan pakaian pasien,
Respon : diet cair dalam gelas 100 cc. sediakan pakaian pribadi
08.30 12. Menyediakan pakaian pasien, sediakan dengan tepat.
pakaian pribadi dengan tepat. 13. Kolaborasi dengan dokter
Respon : perlengkapan klien sudah dalam pemberian obat.
tersedia. E : Klien perlu bantual total
13. Memberikan obat injeksi Cernevit R:
20.00 1x1vial. Tidak ada perubahan intervensi
Respon : obat injeksi Cernevit diberikan
jam 20.00 WIB. Klien diberikan obat
melalui three ways.
Klien 1 Nama : Tn.H No. RM : 02-19-420031
Umur : 19 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + EDH Hari/Tanggal : Kamis, 16 Mei 2019
1. Resiko 06.00 1. Memonitor tingkat kesadaran 05.00 S:- Syifa
ketidakefektifan Respon : E1V1M3 O:
perfusi jaringan 06.10 2. Memonitor tanda-tanda vital GCS klien E1V1M3, tingkat
otak Respon : TD : 122/71 mmHg kesadaran klien stupor, TTV :
berhubungan HR : 76 kali/menit TD: 116/79 mmHg, HR: 74
dengan cedera RR : 23 kali/menit kali/menit, RR: 20 kali/menit, T:
otak T : 36,6 0 c 36,6 0 c , SPO2: 99 %, MAP: 91
SPO2 : 99 % mmHg, CPP: 81 mmHg (normal)
06.00 3. Memonitor status neurologi dengan ketat A:
dan bandingkan dengan nilai normal. Masalah risiko ketidakefektifan
Respon : Tingkat kesadaran stupor perfusi jaringan otak belum
06.15 4. Memonitor TIK teratasi.
Respon : terjadinya penurunan P : Intervensi dilanjutkan oleh
kesadaran pada klien, MAP: 88 mmHg, perawat ruangan

88
CPP: 78 mmHg (normal)
07.10 5. Memonitor status pernafasan
Respon : pernafasan klien cepat dan
dangkal
07.10 6. Memberikan posisikan kepala 30o
Respon : klien diberikan posisi head up
300
07.15 7. Menganjurkan keluarga atau orang
penting untuk berbicara dengan pasien
ketika jam besuk.
Respon : keluarga klien selalu mengajak
klien berbicara dan mendengarkan
murrotal pada klien.
2. Ketidakefektifa 22.00 1. Memonitor suara nafas tambahan 05.00 S:- Syifa
n bersihan jalan Respon : terdengar suara napas ronchi O:
napas 22.05 2. Memonitor kecepatan, irama, Terdengar suara napas tambahan
berhubungan kedalaman, dan kesulitan bernafas. ronchi, pernafasan klien cepat dan
dengan mukus Respon : RR: 36 kali/menit dangkal, produksi secret
berlebihan, 22.05 3. Memonitor pola nafas. meningkat dan kental berwarna
sekresi yang Respon : pernafasan klien cepat dan putih bercampur dengan darah,
tertahan dangkal terpasang NRM 5 liter/menit
22.10 4. Memonitor sekresi pernafasan. viaT-Piece, RR: 20 kali/menit,
Respon : terdapat banyak secret di area SPO2 99 %.
tracheostomy A:
22.15 5. Memonitor dan mencatat warna dan Masalah ketidakefektifan bersihan
konsistensi secret. jalan napas belum teratasi.
Respon : secret berwarna putih kental P : Intervensi dilanjutkan perawat
bercampur darah. ruangan
22.05 6. Memonitor status oksigen.
Respon : Saturasi O2 98 %
21.30 7. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah tindakan suksion.
Respon : suara ronchi berkurang
21.30 8. Melakukan fisioterapi dada

89
Respon : dilakukan sebelum tindakan
suction (menepuk-nepuk dada dan
punggung klien)
21.25 9. Melakukan tindakan suction
Respon : terdengar suara ronchi
berkurang, RR: 24 kali/menit.
21.25 10. Menggunakan alat steril setiap tindakan
suksion
Respon : perawat menggunakan alat
steril di setiap tindakan yang diberikan
pada pasien.
07.00 11. Memberikan O2 sesuai kebutuhan
Respon : klien diberikan NRM 5
liter/menit
16.00 12. Melakukan perawatan tracheostomy
Respon : membersihkan permukaan luar
kanula, membersihkan dan
mengeringkan area sekitar stoma, dan
mengganti tali tracheostomy.
3. Kerusakan 08.45 1. Memandikan pasien dengan sabun dan 05.00 S :- Syifa
integritas kulit air hangat. O:
berhubungan Respon : klien dimandikan 2 kali sehari Luka vulnus eksorasi di bagian
dengan faktor pada pagi dan sore hari frontal dextra sampai
eksternal : 09.00 2. Menggunakan pakaian yang longgar zygomaticum dan vulmus
cedera fisik, pada pasein. eksorasi pada anterior axilla
luka insisi Respon : klien dipakaikan pakaian tampak merah, mulai mengering,
khusus ruangan ICU yang longgar dan bersih. Luka jahitan post op
09.30 3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap craniotomy sepanjang 20 x 2 cm
bersih dan kering. pada bagian temporal sinistra
Respon : setelah dimandikan, klien sampai dengan temporal dextra
dikeringkan dengan handuk. dan luka jahitan pada bagian
09.45 4. Melakukan perawatan luka parietal 7x2 cm dan CVC tidak
Respon : luka vulnus eksorasi dan post tampak pus, dan bengkak.
op craniotomy, CVC,dibersihkan dengan

90
cairan NS 0,9% 2 kali sehari. A:
10.00 5. Memberikan obat injeksi Hydrocortisone Masalah kerusakan integritas kulit
4x100mg. teratasi sebagian.
Respon : obat injeksi Hydrocortisone P : Intervensi dilanjutkan perawat
(jam 08.00, 14.00, 22.00,04.00 WIB) ruangan
klien diberikan obat melalui three ways.
10.00 6. Monitor proses penyembuhan di daerah
sayatan
Respon : luka vulnus eksorasi tampak
merah, mulai mengering, dan bersih.
Tidak tampak pus, dan bengkak pada
luka jahitan post op craniotomy dan
CVC.
10.00 7. Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan
pembersihan yang tepat
Respon : luka klien dibersihkan dengan
menggunakan cairan NS 0,9% dan
perlengkapan GV set.
10.05 8. Bersihkan mulai dari area yang bersih ke
area yang kurang bersih
Respon : dilakukan pembersihan pada
area luka post op craniotomy, CVC, dan
dilanjutkan luka vulnus eksorasi.
10.10 9. Gunakan kapas steril untuk pembersihan
jahitan benang luka.
Respon : saat pembersihan luka dan
dressing digunakan kassa steril.
10.25 10. Berikan plester untuk menutup
Respon : Luka post op craniotomy dan
CVC yang telah dibersihkan ditutup
dengan plester.
10.25 11. Berikan salep antiseptik
Respon : Setiap melakukan perawatan
luka klien diberikan salep myconazole

91
4. Defisit 07.30 1. Menentukan tipe dan jumlah terkait 05.00 S:- Syifa
perawatan diri: dengan bantuan yang diperlukan. O:
mandi, Respon : klien mengalami penurunan Klien mengalami penurunan
berpakaian, kesadaran dan memerlukan bantuan kesadaran dan memerlukan
makan, total. bantuan total, semua aktivitas
eliminasi 08.00 2. Melakukan oral hygiene mandi, berpakaian, makan dan
berhubungan Respon : klien dilakukan oral hygiene 3 eliminasi klien dibantu oleh
dengan kali sehari, yaitu pada pagi, sore, dan perawat.
gangguan malam, mulut klien tampak bersih A:
neuromuskular 08.30 3. Memonitor kebersihan kuku, sesuai Masalah defisit perawatan diri:
dengan kemampuan merawat diri pasien. mandi, berpakaian, makan,
Respon : kuku klien tampak bersih dan eliminasi belum teratasi
pendek. P : Intervensi dilanjutkan perawat
08.25 4. Memberikan bantuan sampai pasien ruangan
benar-benar mampu merawat diri secara
mandiri.
Respon : klien tampak lemah, semua
aktivitas klien dibantu oleh perawat.
08.45 5. Melepaskan pakaian/popok yang
digunakan setelah eliminasi.
Respon : tidak terdapat feses.
08.45 6. Memberi privasi selama tindakan.
Respon : tirai selalu ditutup ketika klien
dimandikan.
08.50 7. Memfasilitasi kebersihan setelah
meyelesaikan eliminasi.
Respon : daerah genetelia klien tampak
bersih.
09.00 8. Mengganti pakaian pasien setelah
eliminasi
Respon : pakaian klien selalu diganti
setiap selesai mandi.
09.10 9. Menyediakan alat bantu (misalnya :
kateter eksternal/urin dengan tepat)

92
Respon : klien terpasang urin kateter.
10.00 10. Memonitor kemampuan pasien untuk
makan.
Respon : klien mengalami penurunan
kesadaran dan diberikan diet cair melalui
NGT.
10.00 11. Menyajikan makanan dalam nampan,
sesuai kebutuhan
Respon : diet cair dalam gelas 100 cc.
08.30 12. Menyediakan pakaian pasien, sediakan
pakaian pribadi dengan tepat.
Respon : perlengkapan klien sudah
tersedia.
20.00 13. Memberikan obat injeksi Cernevit
1x1vial.
Respon : Klien diberikan obat injeksi
Cernevit jam 20.00 WIB melalui three
ways.
Klien 2 Nama : An.M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH Hari/Tanggal : Minggu, 9 Juni 2019
1. Risiko 20.00 1. Memonitor tingkat kesadaran 06.00 S:- Syifa
ketidakefektifan Respon : E1V1M3 O:
perfusi jaringan 20.10 2. Memonitor tanda-tanda vital GCS klien E1V1M3, tingkat
otak Respon : TD : 140/75 mmHg kesadaran klien stupor, TTV :
berhubungan HR : 112 kali/menit TD: 129/84 mmHg, HR: 100
dengan cedera RR : 30 kali/menit kali/menit, RR: 24 kali/menit, T:
otak T : 36,7 0 c 36,8 0 c, SPO2: 100 %, MAP: 99
SPO2 : 100 % mmHg, CPP: 89 mmHg (normal)
20.00 3. Memonitor status neurologi dengan ketat A:
dan bandingkan dengan nilai normal. Masalah risiko ketidakefektifan
Respon : Tingkat kesadaran klien stupor perfusi jaringan otak belum
20.00 4. Memonitor TIK teratasi.
Respon : terjadinya penurunan P : Intervensi dilanjutkan
kesadaran pada klien, MAP : 96 mmHg, I:

93
CPP : 86 mmHg 1. Monitor tingkat kesadaran
20.10 5. Memonitor status pernafasan 2. Monitor tanda-tanda vital
Respon : pernafasan klien cepat dan 3. Monitor status neurologi
dangkal. dengan ketat dan
20.45 6. Memberikan posisikan kepala 30o bandingkan dengan nilai
Respon : klien diberikan posisi head up normal.
300 4. Monitor TIK
16.00 7. Memberikan obat injeksi Vitamin K 5. Monitor status pernafasan
3x1ml, Asam Tranexamat 3x250mg. 6. Posisikan kepala 30o
Respon : obat injeksi Vitamin K dan 7. Dorong keluarga atau orang
Asam Tranexamat diberikan jam 08.00, penting untuk berbicara
16.00, 24.00 WIB, yang diberikan dengan pasien.
melalui three ways. 8. Kolaborasi dengan dokter
18.30 8. Menganjurkan keluarga atau orang dalam pemberian obat
penting untuk berbicara dengan pasien Vitamin K 3x1ml, Asam
ketika jam besuk. Tranexamat 3x250mg, dan
Respon : keluarga klien selalu mengajak Amiodaron tab 1x200mg
klien berbicara dan memberikan kata- E : Monitor peningkatan TIK
kata penyemangat agar klien bisa segera R:
pulih dari keadaaannya. Tidak ada rencana keperawatan
yang diubah
2. Ketidakefektifa 13.00 1. Memonitor suara nafas tambahan 06.15 S:- Syifa
n bersihan jalan Respon : terdengar suara napas ronchi O:
napas 13.05 2. Memonitor kecepatan, irama, Suara napas vesikuler, pernafasan
berhubungan kedalaman, dan kesulitan bernafas. klien reguler, produksi secret
dengan mukus Respon : RR: 34 kali/menit meningkat dan kental berwarna
berlebihan, 13.05 3. Memonitor pola nafas. putih bercampur dengan darah,
sekresi yang Respon : pernafasan cepat dan dangkal. RR: 24 kali/menit, SPO2 100 %.
tertahan 13.10 4. Memonitor sekresi pernafasan. Terpasang ventilator dengan
Respon : terdapat banyak secret di area mode VC-SIMV, FiO2 : 80%,
tracheostomy. PEEP : 5, PS : 7, RR : 12, SPO2
13.15 5. Memonitor dan mencatat warna dan 100 %.
konsistensi secret.
Respon : secret berwarna putih kental

94
bercampur darah. A:
13.05 6. Mengobservasi pemasangan ventilator Masalah ketidakefektifan bersihan
mekanik jalan napas belum teratasi.
Respon : klien terpasang ventilator P : Intervensi dilanjutkan
dengan mode VC-SIMV, FiO2 : 80%, I:
PEEP : 5, PS : 7, RR : 12, SPO2 : 99 % 1. Monitor suara nafas
13.30 7. Memonitor status oksigen. tambahan.
Respon : SPO2 99% 2. Monitor kecepatan, irama,
13.25 8. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan kedalaman, dan kesulitan
sesudah tindakan suksion. bernafas.
Respon : suara napas vesikuler. 3. Monitor pola nafas.
13.40 9. Melakukan fisioterapi dada 4. Monitor sekresi pernafasan.
Respon : dilakukan sebelum tindakan 5. Memonitor dan mencatat
suction (menepuk-nepuk dada dan warna dan konsistensi
punggung klien) secret.
13.40 10. Melakukan tindakan suction 6. Memonitor status oksigen.
Respon : terdengar suara ronchi 7. Lakukan fisoterapi dada
berkurang, RR: 23 kali/menit 8. Memberikan O2 sesuai
13.40 11. Menggunakan alat steril setiap tindakan kebutuhan
suksion 9. Lakukan tindakan
Respon : perawat menggunakan alat suctioning
steril di setiap tindakan yang diberikan 10. Auskultasi suara nafas
pada pasien. sebelum dan sesudah
14.40 12. Melakukan perawatan tracheostomy tindakan suksion.
Respon : dilakukan setelah mandi pada 11. Gunakan alat steril setiap
pagi dan sore hari dengan membersihkan tindakan suksion.
permukaan luar kanula, membersihkan 12. Lakukan perawatan trakea
dan mengeringkan area sekitar stoma, setiap 4-8 jam sekali jika
dan mengganti tali tracheostomy. diperlukan : membersihkan
permukaan luar kanula,
membersihkan dan
mengeringkan area sekitar
stoma, dan mengganti tali-
tali tracheostomy.

95
E:
Terpasang ventilator dengan
mode VC-SIMV, FiO2 : 80%,
PEEP : 5, PS : 7, RR : 12,
SPO2 : 97 %
R : Tidak ada perubahan intevensi
3. Kerusakan 08.45 1. Memandikan pasien dengan sabun dan 06.15 S :- Syifa
integritas kulit air hangat. O:
berhubungan Respon : klien dimandikan 2 kali sehari Luka vulnus eksorasi di bagian
dengan faktor pada pagi dan sore hari zygomaticum, sekitar ektremitas
eksternal : 09.00 2. Menggunakan pakaian yang longgar atas dextra dan ekstremitas bawah
cedera fisik, pada pasein. dextra, luka tampak mengering
luka insisi Respon : klien dipakaikan pakaian dan berwarna kemerahan. Luka
09.30 khusus ruangan ICU yang longgar jahitan post op craniotomy, drain
3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap kepala, CVC, tidak tampak
bersih dan kering. kemerahan, pus dan bengkak.
Respon : setelah dimandikan, klien Luka fraktur pada tibia dextra
dikeringkan dengan handuk. tampak bersih, tidak tampak pus,
09.45 4. Melakukan perawatan luka dan bengkak.
Respon : klien dilakukan perawatan A:
drain, luka post op craniotomy, CVC, Masalah kerusakan integritas kulit
dan luka vulnus eksorasi. belum teratasi
12.00 5. Melakukan perawatan luka P : Intervensi dilanjutkan
Respon : luka vulnus eksorasi dan post I:
op craniotomy, CVC,dibersihkan dengan 1. Memandikan pasien dengan
cairan NS 0,9% 2 kali sehari. sabun dan air hangat.
08.00 6. Memberikan obat injeksi Tramadol 3x1 2. Gunakan pakaian yang
amp dan Ceftriaxone 2x2 gr. longgar pada pasein.
Respon : obat injeksi Tramadol (jam 3. Jaga kebersihan kulit agar
08.00, 16.00, 24.00WIB) dan tetap bersih dan kering.
Ceftriaxone (jam 12.00 dam 24.00WIB) 4. Lakukan perawatan luka
klien diberikan obat melalui three ways. 5. Kolaborasi dalam pemberian
09.45 7. Monitor proses penyembuhan di daerah obat Tramadol 3x2ml dan
sayatan Ceftriaxone 2x2 gr.

96
Respon : Tidak tampak pus, dan 6. Monitor proses penyembuhan
bengkak pada luka jahitan post op di daerah sayatan
craniotomy dan CVC. 7. Bersihkan daerah sekitar
09.45 8. Bersihkan daerah sekitar sayatan sayatan dengan pembersihan
dengan pembersihan yang tepat yang tepat
Respon : luka klien dibersihkan dengan 8. Bersihkan mulai dari area
menggunakan cairan NS 0,9% dan yang bersih ke area yang
perlengkapan GV set. kurang bersih
09.45 9. Bersihkan mulai dari area yang bersih 9. Gunakan kapas steril untuk
ke area yang kurang bersih pembersihan jahitan benang
Respon : dilakukan pembersihan pada luka.
area luka post op craniotomy, CVC, dan 10. Bersihkan area sekitar
dilanjutkan luka vulnus eksorasi. drainase atau pada area selang
09.45 10. Gunakan kapas steril untuk drainase
pembersihan jahitan benang luka. 11. Jaga posisi selang drainase
Respon : saat pembersihan luka dan 12. Berikan plester untuk
dressing digunakan kassa steril. menutup
09.45 11. Bersihkan area sekitar drainase atau 13. Berikan salep antiseptik
pada area selang drainase
Respon : Area sekitar drainase
dibersihkan dengan cairan NS 0,9% E : Lakukan perawatan luka
09.45 12. Jaga posisi selang drainase R:
Respon : Selang drainase dalam Tidak ada perubahan intervensi
keadaan baik.
09.45 13. Berikan plester untuk menutup
Respon : Luka post op craniotomy dan
CVC yang telah dibersihkan ditutup
dengan plester.
09.45 14. Berikan salep antiseptik
Respon : Luka post op craniotomy
diberi dressing cuticell, dan untuk luka
vulnus eksorasi diberikan salep
Myconazole.

97
4. Defisit 14.30 1. Menentukan tipe dan jumlah terkait 06.15 S:-
perawatan diri: dengan bantuan yang diperlukan. O:
mandi, Respon : klien mengalami penurunan Klien mengalami penurunan
berpakaian, kesadaran dan memerlukan bantuan kesadaran dan memerlukan
makan, total. bantuan total, semua aktivitas
eliminasi 15.00 2. Melakukan oral hygiene mandi, berpakaian, makan dan
berhubungan Respon : dilakukan oral hygiene 3 kali eliminasi klien dibantu oleh
dengan sehari, pada pagi, sore, dan malam. perawat.
gangguan Mulut klien tampak bersih A:
neuromuskular 08.30 3. Memonitor kebersihan kuku, sesuai Masalah defisit perawatan diri:
dengan kemampuan merawat diri pasien. mandi, berpakaian, makan,
Respon : kuku klien tampak bersih dan eliminasi belum teratasi
pendek. P : Intervensi dilanjutkan
14.25 4. Memberikan bantuan sampai pasien I:
benar-benar mampu merawat diri secara 1. Tentukan tipe dan jumlah
mandiri. terkait dengan bantuan yang
Respon : klien tampak lemah, semua diperlukan.
aktivitas klien dibantu oleh perawat. 2. Lakukan oral hygiene
14.45 5. Melepaskan pakaian/popok yang 3. Monitor kebersihan kuku,
digunakan setelah eliminasi. sesuai dengan kemampuan
Respon : tidak terdapat feses. merawat diri pasien.
14.45 6. Memberi privasi selama tindakan. 4. Berikan bantuan sampai
Respon : tirai selalu ditutup ketika klien pasien benar-benar mampu
dimandikan. merawat diri secara mandiri.
14.50 7. Memfasilitasi kebersihan setelah 5. Lepaskan pakaian/popok
meyelesaikan eliminasi. yang digunakan setelah
Respon : daerah genetelia klien tampak eliminasi.
bersih. 6. Beri privasi selama
08.00 8. Mengganti pakaian pasien setelah tindakan.
eliminasi 7. Fasilitasi kebersihan setelah
Respon : pakaian klien selalu diganti meyelesaikan eliminasi.
setiap selesai mandi. 8. Ganti pakaian pasien setelah
09.10 9. Menyediakan alat bantu (misalnya : eliminasi
kateter eksternal/urin dengan tepat) 9. Sediakan alat bantu

98
Respon : klien terpasang urin kateter. (misalnya : kateter
10.00 10. Memonitor kemampuan pasien untuk eksternal/urin dengan tepat)
makan. 10. Monitor kemampuan pasien
Respon : klien mengalami penurunan untuk makan.
kesadaran dan diberikan diet cair melalui 11. Makanan disajikan dengan
NGT. tepat dalam nampan, sesuai
10.00 11. Menyajikan makanan dalam nampan, kebutuhan
sesuai kebutuhan. 12. Sediakan pakaian pasien,
Respon : diet cair dalam gelas 100 cc. sediakan pakaian pribadi
08.30 12. Menyediakan pakaian pasien, sediakan dengan tepat.
pakaian pribadi dengan tepat. 13. Kolaborasi dengan dokter
Respon : perlengkapan klien sudah dalam pemberian obat
tersedia injeksi Pantoprazole 1x40
16.00 13. Memberikan obat injeksi Pantoprazole mg, Cernevit 1x1vial
1x40 mg, Cernevit 1x1vial. E : Klien perlu bantual total
Respon : obat injeksi Pantoprazole dan R:
Cernevit diberikan pukul 16.00. Klien Tidak ada perubahan intervensi
diberikan obat melalui three ways.
Nama : An. M No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH Hari/Tanggal : Senin, 10 Juni 2019
1. Resiko 21.00 1. Memonitor tingkat kesadaran 22.00 S:- Syifa
ketidakefektifan Respon : E1V1M3 O:
perfusi jaringan 21.10 2. Memonitor tanda-tanda vital GCS klien E1V1M3, tingkat
otak Respon : TD : 140/80 mmHg kesadaran klien stupor, TTV :
berhubungan HR : 141 kali/menit TD: 146/89 mmHg, HR: 138
dengan cedera RR : 28 kali/menit kali/menit, RR : 23 kali/menit, T :
otak T : 36,8 0 c 36,5 0 c , SPO2: 100 %, MAP: 102
SPO2 : 99 % mmHg, CPP: 92 mmHg (normal)
20.00 3. Memonitor status neurologi dengan ketat
dan bandingkan dengan nilai normal. A:
Respon : Tingkat kesadaran klien stupor Masalah risiko ketidakefektifan
20.00 4. Memonitor TIK perfusi jaringan otak belum
Respon : terjadinya penurunan teratasi.
kesadaran pada klien, MAP: 100 mmHg, P : Intervensi dilanjutkan

99
CPP: 90 mmHg (normal) I:
21.10 5. Memonitor status pernafasan 1. Monitor tingkat kesadaran
Respon : pernafasan regular. 2. Monitor tanda-tanda vital
18.45 6. Memberikan posisikan kepala 30o 3. Monitor status neurologi
Respon : klien diberikan posisi head up dengan ketat dan
300 bandingkan dengan nilai
20.00 7. Memberikan obat Injeksi Asam normal.
Tranexamat 3 x 250mg, Amiodaron tab 4. Monitor TIK
200mg, dan Vitamin K 3x1ml. 5. Monitor status pernafasan
Respon : obat injeksi Vitamin K dan 6. Posisikan kepala 30o
Asam Tranexamat diberikan jam 08.00, 7. Dorong keluarga atau orang
16.00, 24.00 WIB, yang diberikan penting untuk berbicara
melalui three ways. Amiodaron jam dengan pasien.
20.00 WIB melalui NGT. 8. Kolaborasi dengan dokter
klien diberikan melalui drip dan three dalam pemberian obat
ways. Vitamin K 3x1ml, Asam
19.00 8. Mengevaluasi kembali keluarga atau Tranexamat 3x250mg, dan
orang penting untuk berbicara dengan Amiodaron tab 1x200mg
pasien ketika jam besuk.
Respon : keluarga klien selalu mengajak E : Monitor peningkatan TIK
klien berbicara dan memberikan kata- R:
kata penyemangat untuk klien. Tidak ada rencana keperawatan
yang diubah
2. Ketidakefektifa 13.00 1. Memonitor suara nafas tambahan 22.00 S:-
n bersihan jalan Respon : suara napas ronchi berkuranng O:
napas 13.05 2. Memonitor kecepatan, irama, Suara napas tambahan ronchi
berhubungan kedalaman, dan kesulitan bernafas. berkurang, pernafasan klien
dengan mukus Respon : RR : 26 kali/menit regular, produksi secret menurun,
berlebihan, 13.05 3. Memonitor pola nafas. RR: 22 kali/menit, SPO2 : 100 %,
sekresi yang Respon : pernafasan klien cepat terpasang ventilator dengan mode
tertahan 13.10 4. Memonitor sekresi pernafasan. VC-SIMV, FiO2 : 80%, PEEP : 5,
Respon : terdapat secret di tracheostomy PS : 7, RR : 23, SPO2 : 98 %
14.15 5. Memonitor dan mencatat warna dan A:
konsistensi secret. Masalah ketidakefektifan bersihan

100
Respon : secret berwarna putih kental jalan napas teratasi sebagian.
bercampur darah. P : Intervensi dilanjutkan
14.05 6. Mengobservasi pemasangan ventilator I:
mekanik 1. Monitor suara nafas
Respon : klien terpasang ventilator tambahan.
dengan mode VC-SIMV, FiO2 : 80%, 2. Monitor kecepatan, irama,
PEEP : 5, PS : 7, RR : 23, SPO2 : 98 % kedalaman, dan kesulitan
14.30 7. Memonitor status oksigen. bernafas.
Respon : Saturasi O2 98 % 3. Monitor pola nafas.
14.25 8. Menguskultasi suara nafas sebelum dan 4. Monitor sekresi pernafasan.
sesudah tindakan suksion. 5. Memonitor dan mencatat
Respon : suara ronchi berkurang warna dan konsistensi
14.40 9. Melakukan fisioterapi dada secret.
Respon : dilakukan sebelum tindakan 6. Memonitor status oksigen.
suction (menepuk-nepuk dada dan 7. Lakukan fisoterapi dada
punggung klien) 8. Memberikan O2 sesuai
14.40 10. Melakukan tindakan suction kebutuhan
Respon : terdengar suara ronchi 9. Lakukan tindakan
berkurang, RR : 18 kali/menit suctioning
07.00 11. Menggunakan alat steril setiap tindakan 10. Auskultasi suara nafas
suksion sebelum dan sesudah
Respon : perawat menggunakan alat tindakan suksion.
steril di setiap tindakan yang diberikan 11. Gunakan alat steril setiap
pada pasien. tindakan suksion.
16.40 12. Melakukan perawatan tracheostomy 12. Lakukan perawatan trakea
Respon : membersihkan permukaan luar setiap 4-8 jam sekali jika
kanula, membersihkan dan diperlukan : membersihkan
mengeringkan area sekitar stoma, dan permukaan luar kanula,
mengganti tali tracheostomy. membersihkan dan
mengeringkan area sekitar
stoma, dan mengganti tali-
tali tracheostomy.
E:
Terpasang ventilator ventilator

101
dengan mode VC-SIMV, FiO2 :
80%, PEEP : 5, PS : 7, RR : 23,
SPO2 : 98 %

R : Tidak ada perubahan intevensi


3. Kerusakan 08.45 1. Memandikan pasien dengan sabun dan 22.00 S :- Syifa
integritas kulit air hangat. O:
berhubungan Respon : klien dimandikan 2 kali sehari Luka vulnus eksorasi di bagian
dengan faktor pada pagi dan sore hari zygomaticum, sekitar ektremitas
eksternal : 09.00 2. Menggunakan pakaian yang longgar atas dextra dan ekstremitas bawah
cedera fisik, pada pasein. dextra, luka tampak mengering
prosedur bedah Respon : klien dipakaikan pakaian dan berwarna kemerahan. Luka
khusus ruangan ICU yang longgar jahitan post op craniotomy, drain
09.30 3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap kepala, CVC, tidak tampak
bersih dan kering. kemerahan, pus dan bengkak.
Respon : setelah dimandikan,klien Luka fraktur pada tibia dextra
dikeringkan dengan handuk tampak bersih, tidak tampak pus,
09.45 4. Melakukan perawatan luka dan bengkak.
Respon : klien dilakukan perawatan A:
drain, luka post op craniotomy, CVC, Masalah kerusakan integritas kulit
dan luka vulnus eksorasi. teratasi sebagian
10.00 5. Melakukan perawatan luka P : Intervensi dilanjutkan
Respon : luka vulnus eksorasi dan post I:
op craniotomy, CVC,dibersihkan dengan 1. Memandikan pasien dengan
cairan NS 0,9% 2 kali sehari. sabun dan air hangat.
10.00 6. Memberikan obat injeksi Tramadol 3x1 2. Gunakan pakaian yang
amp dan Ceftriaxone 2x2 gr. longgar pada pasein.
Respon : obat injeksi Tramadol (jam 3. Jaga kebersihan kulit agar
08.00, 16.00, 24.00WIB) dan tetap bersih dan kering.
Ceftriaxone (jam 12.00 dam 24.00WIB) 4. Lakukan perawatan luka
klien diberikan obat melalui three ways. 5. Kolaborasi dalam
10.00 7. Monitor proses penyembuhan di daerah pemberian obat Tramadol
sayatan 3x2ml dan Ceftriaxone 2x2
Respon : Tidak tampak pus, dan gr.

102
bengkak pada luka jahitan post op 6. Monitor proses
craniotomy dan CVC. penyembuhan di daerah
10.05 8. Bersihkan daerah sekitar sayatan sayatan
dengan pembersihan yang tepat 7. Bersihkan daerah sekitar
Respon : luka klien dibersihkan dengan sayatan dengan pembersihan
menggunakan cairan NS 0,9% dan yang tepat
perlengkapan GV set. 8. Bersihkan mulai dari area
10.05 9. Bersihkan mulai dari area yang bersih yang bersih ke area yang
ke area yang kurang bersih kurang bersih
Respon : dilakukan pembersihan pada 9. Gunakan kapas steril untuk
area luka post op craniotomy, CVC, dan pembersihan jahitan benang
dilanjutkan luka vulnus eksorasi. luka.
10.05 10. Gunakan kapas steril untuk 10. Bersihkan area sekitar
pembersihan jahitan benang luka. drainase atau pada area
Respon : saat pembersihan luka dan selang drainase
dressing digunakan kassa steril. 11. Jaga posisi selang drainase
10.10 11. Bersihkan area sekitar drainase atau 12. Berikan plester untuk
pada area selang drainase menutup
Respon : Area sekitar drainase 13. Berikan salep antiseptik
dibersihkan dengan cairan NS 0,9%
10.15 12. Jaga posisi selang drainase E : Lakukan perawatan luka
Respon : Selang drainase dalam R:
keadaan baik. Tidak ada perubahan intervensi
10.15 13. Berikan plester untuk menutup
Respon : Luka post op craniotomy dan
CVC yang telah dibersihkan ditutup
dengan plester.
10.10 14. Berikan salep antiseptik
Respon : Luka post op craniotomy
diberi dressing cuticell, dan untuk luka
vulnus eksorasi diberikan salep
Myconidazole.

103
4. Defisit 07.30 1. Menentukan tipe dan jumlah terkait 22.00 S:- Syifa
perawatan diri: dengan bantuan yang diperlukan. O:
mandi, Respon : klien mengalami penurunan Klien mengalami penurunan
berpakaian, kesadaran dan memerlukan bantuan kesadaran dan memerlukan
makan, total. bantuan total, semua aktivitas
eliminasi 08.00 2. Melakukan oral hygiene mandi, berpakaian, makan dan
berhubungan Respon : dilakukan oral hygiene 3 kali eliminasi klien dibantu oleh
dengan sehari, pada pagi, sore, dan malam. perawat.
gangguan Mulut klien tampak bersih A:
neuromuskular 08.30 3. Memonitor kebersihan kuku, sesuai Masalah defisit perawatan diri:
dengan kemampuan merawat diri pasien. mandi, berpakaian, makan,
Respon : kuku klien tampak bersih dan eliminasi belum teratasi
pendek. P : Intervensi dilanjutkan
08.25 4. Memberikan bantuan sampai pasien I:
benar-benar mampu merawat diri secara 1. Tentukan tipe dan jumlah
mandiri. terkait dengan bantuan yang
Respon : klien tampak lemah, semua diperlukan.
aktivitas klien dibantu oleh perawat. 2. Lakukan oral hygiene
08.45 5. Melepaskan pakaian/popok yang 3. Monitor kebersihan kuku,
digunakan setelah eliminasi. sesuai dengan kemampuan
Respon : tidak terdapat feses. merawat diri pasien.
08.45 6. Memberi privasi selama tindakan. 4. Berikan bantuan sampai
Respon : tirai selalu ditutup ketika klien pasien benar-benar mampu
dimandikan. merawat diri secara mandiri.
08.50 7. Memfasilitasi kebersihan setelah 5. Lepaskan pakaian/popok
meyelesaikan eliminasi. yang digunakan setelah
Respon : daerah genetelia klien tampak eliminasi.
bersih. 6. Beri privasi selama
09.00 8. Mengganti pakaian pasien setelah tindakan.
eliminasi 7. Fasilitasi kebersihan setelah
Respon : pakaian klien selalu diganti meyelesaikan eliminasi.
setiap selesai mandi. 8. Ganti pakaian pasien setelah
09.10 9. Menyediakan alat bantu (misalnya : eliminasi
kateter eksternal/urin dengan tepat) 9. Sediakan alat bantu

104
Respon : klien terpasang urin kateter. (misalnya : kateter
10.00 10. Memonitor kemampuan pasien untuk eksternal/urin dengan tepat)
makan. 10. Monitor kemampuan pasien
Respon : klien mengalami penurunan untuk makan.
kesadaran dan diberikan diet cair melalui 11. Makanan disajikan dengan
NGT. tepat dalam nampan, sesuai
10.00 11. Menyajikan makanan dalam nampan, kebutuhan
sesuai kebutuhan 12. Sediakan pakaian pasien,
Respon : diet cair dalam gelas 100 cc. sediakan pakaian pribadi
08.30 12. Menyediakan pakaian pasien, sediakan dengan tepat.
pakaian pribadi dengan tepat. 13. Kolaborasi dengan dokter
Respon : perlengkapan klien sudah dalam pemberian obat
tersedia. injeksi Cernevit 1x1vial dan
16.00 13. Memberikan obat injeksi Cernevit Pantoprazole 1 x40 mg
1x1vial dan Pantoprazole 1 x40 mg E : Klien perlu bantual total
Respon : obat injeksi Pantoprazole dan R:
Cernevit diberikan pukul 16.00. Klien Tidak ada perubahan intervensi
diberikan obat melalui three ways.
Nama : Tn.m No. RM : 02-19-421593
Umur : 14 Tahun Diagnosa Medis : CKB + ICH + SAH Hari/Tanggal : Selasa, 11 Juni 2019
1. Resiko 06.00 1. Memonitor tingkat kesadaran 05.00 S:-
ketidakefektifan Respon : E1V1M3 O:
perfusi jaringan 06.10 2. Memonitor tanda-tanda vital GCS klien E1V1M3, tingkat
otak Respon : TD : 147/86 mmHg kesadaran klien stupor, TTV :
berhubungan HR : 151 kali/menit TD: 142/71 mmHg, HR: 136
dengan cedera RR : 27 kali/menit kali/menit, RR : 25 kali/menit, T:
otak T : 36,5 0 c 36,50 c , SPO2: 99 %, MAP: 95
SPO2 : 99 % mmHg, CPP: 85mmHg(normal)
06.00 3. Memonitor status neurologi dengan ketat A:
dan bandingkan dengan nilai normal. Masalah risiko ketidakefektifan
Respon : Tingkat kesadaran klien stupor perfusi jaringan otak belum
06.15 4. Memonitor TIK teratasi.
Respon : terjadinya penurunan P : Intervensi dilanjutkan oleh
kesadaran pada klien, MAP: 108mmHg, perawat ruangan

105
CPP: 98mmHg
07.10 5. Memonitor status pernafasan
Respon : pernafasan klien cepat
07.10 6. Memberikan posisikan kepala 30o
Respon : klien diberikan posisi head up
300
07.15 7. Menganjurkan keluarga atau orang
penting untuk berbicara dengan pasien
ketika jam besuk.
Respon : keluarga klien selalu mengajak
klien berbicara dan memberikan kata-
kata penyemangat untuk klien.
08.00 8. Memberikan obat Injeksi Asam
Tranexamat 3 x 250mg, Amiodaron tab
200mg, dan Vitamin K 3x1ml.
Respon : obat injeksi Vitamin K dan
Asam Tranexamat diberikan jam 08.00,
16.00, 24.00 WIB, yang diberikan
melalui three ways. Amiodaron jam
20.00 WIB melalui NGT.
2. Ketidakefektifa 22.00 1. Memonitor suara nafas tambahan 05.00 S:- Syifa
n bersihan jalan Respon : suara ronchi berkurang O:
napas 22.05 2. Memonitor kecepatan, irama, Suara napas tambahan ronchi
berhubungan kedalaman, dan kesulitan bernafas. berkurang, pernafasan klien
dengan mukus Respon : RR : 30 x/m reguler, produksi secret menurun,
berlebihan, 22.05 3. Memonitor pola nafas. RR: 25 kali/menit, SPO2 : 100 %
sekresi yang Respon : pernafasan klien cepat dan terpasang ventilator dengan mode
tertahan dangkal VC-SIMV, FiO2 : 50%, PEEP : 5,
22.10 4. Memonitor sekresi pernafasan. PS : 7, RR : 23, SPO2 : 100 %
Respon : terdapat secret di tracheostomy A:
22.15 5. Memonitor dan mencatat warna dan Masalah ketidakefektifan bersihan
konsistensi secret. jalan napas teratasi sebagian.
Respon : secret berwarna putih kental P : Intervensi dilanjutkan perawat
bercampur darah. ruangan

106
22.05 6. Memonitor status oksigen.
Respon : Saturasi O2 100 %
21.30 7. Menguskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah tindakan suksion.
Respon : terdengar suara ronchi
berkurang, RR : 18 kali/menit
21.30 8. Melakukan fisioterapi dada
Respon : dilakukan sebelum tindakan
suction (menepuk-nepuk dada dan
punggung klien)
21.25 9. Melakukan tindakan suction
Respon : terdengar suara ronchi
21.25 10. Menggunakan alat steril setiap tindakan
suksion
Respon : perawat menggunakan alat
steril di setiap tindakan yang diberikan
pada pasien.
07.00 11. Mengobservasi pemasangan ventilator
mekanik
Respon : klien terpasang ventilator
dengan mode VC-SIMV, FiO2 : 80%,
PEEP : 5, PS : 7, RR : 17, SPO2 : 98 %
16.00 12. Melakukan perawatan tracheostomy
Respon : membersihkan permukaan luar
kanula, membersihkan dan
mengeringkan area sekitar stoma, dan
mengganti tali tracheostomy.
3. Kerusakan 08.45 1. Memandikan pasien dengan sabun dan 05.00 S :- Syifa
integritas kulit air hangat. O:
berhubungan Respon : klien dimandikan 2 kali sehari Luka vulnus eksorasi di bagian
dengan faktor pada pagi dan sore hari zygomaticum, sekitar ektremitas
eksternal : 09.00 2. Menggunakan pakaian yang longgar atas dextra dan ekstremitas bawah
cedera fisik, pada pasein. dextra, luka tampak mengering
luka insisi Respon : klien dipakaikan pakaian dan berwarna kemerahan. Luka

107
khusus ruangan ICU yang longgar jahitan post op craniotomy, drain
09.30 3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap kepala, CVC, tidak tampak
bersih dan kering. kemerahan, pus dan bengkak.
Respon : setelah dimandikan, klien Luka fraktur pada tibia dextra
dikeringkan dengan handuk. tampak bersih, tidak tampak pus,
09.45 4. Melakukan perawatan luka dan bengkak.
Respon : klien dilakukan perawatan
drain, luka post op craniotomy, CVC, A:
dan luka vulnus eksorasi. Masalah kerusakan integritas kulit
10.00 5. Melakukan perawatan luka teratasi sebagian.
Respon : luka vulnus eksorasi dan post P : Intervensi dilanjutkan perawat
op craniotomy, CVC,dibersihkan dengan ruangan
cairan NS 0,9% 2 kali sehari.
08.00 6. Memberikan obat injeksi Tramadol 3x1
amp dan Ceftriaxone 2x2 gr.
Respon : obat injeksi Tramadol (jam
08.00, 16.00, 24.00WIB) dan
Ceftriaxone (jam 12.00 dam 24.00WIB)
klien diberikan obat melalui three ways.
10.00 7. Monitor proses penyembuhan di daerah
sayatan
Respon : Tidak tampak pus, dan
bengkak pada luka jahitan post op
craniotomy dan CVC.
10.00 8. Bersihkan daerah sekitar sayatan
dengan pembersihan yang tepat
Respon : luka klien dibersihkan dengan
menggunakan cairan NS 0,9% dan
perlengkapan GV set.
10.00 9. Bersihkan mulai dari area yang bersih
ke area yang kurang bersih
Respon : dilakukan pembersihan pada
area luka post op craniotomy, CVC, dan
dilanjutkan luka vulnus eksorasi.

108
10.05 10. Gunakan kapas steril untuk
pembersihan jahitan benang luka.
Respon : saat pembersihan luka dan
dressing digunakan kassa steril.
10.05 11. Bersihkan area sekitar drainase atau
pada area selang drainase
Respon : Area sekitar drainase
dibersihkan dengan cairan NS 0,9%
10.10 12. Jaga posisi selang drainase
Respon : Selang drainase dalam
keadaan baik.
10.15 13. Berikan plester untuk menutup
Respon : Luka post op craniotomy dan
CVC yang telah dibersihkan ditutup
dengan plester.
10.10 14. Berikan salep antiseptik
Respon : Luka post op craniotomy
diberi dressing cuticell, dan untuk luka
vulnus eksorasi diberikan salep
Myconazole.
4. Defisit 07.30 1. Menentukan tipe dan jumlah terkait 05.00 S:- Syifa
perawatan diri: dengan bantuan yang diperlukan. O:
mandi, Respon : klien mengalami penurunan Klien mengalami penurunan
berpakaian, kesadaran dan memerlukan bantuan kesadaran dan memerlukan
makan, total. bantuan total, semua aktivitas
eliminasi 08.00 2. Melakukan oral hygiene mandi, berpakaian, makan dan
berhubungan Respon : dilakukan oral hygiene 3 kali eliminasi klien dibantu oleh
dengan sehari, pada pagi, sore, dan malam. perawat.
gangguan Mulut klien tampak bersih A:
neuromuskular 08.30 3. Memonitor kebersihan kuku, sesuai Masalah defisit perawatan diri:
dengan kemampuan merawat diri pasien. mandi, berpakaian, makan,
Respon : kuku klien tampak bersih dan eliminasi belum teratasi
pendek. P : Intervensi dilanjutkan perawat
08.25 4. Memberikan bantuan sampai pasien ruangan

109
benar-benar mampu merawat diri secara
mandiri.
Respon : klien tampak lemah, semua
aktivitas klien dibantu oleh perawat.
08.45 5. Melepaskan pakaian/popok yang
digunakan setelah eliminasi.
Respon : tidak terdapat feses.
08.45 6. Memberi privasi selama tindakan.
Respon : tirai selalu ditutup ketika klien
dimandikan.
08.50 7. Memfasilitasi kebersihan setelah
meyelesaikan eliminasi.
Respon : daerah genetelia klien tampak
bersih.
09.00 8. Mengganti pakaian pasien setelah
eliminasi
Respon : pakaian klien selalu diganti
setiap selesai mandi.
09.10 9. Menyediakan alat bantu (misalnya :
kateter eksternal/urin dengan tepat)
Respon : klien terpasang urin kateter.
10.00 10. Memonitor kemampuan pasien untuk
makan.
Respon : klien mengalami penurunan
kesadaran dan diberikan diet cair melalui
NGT.
10.00 11. Menyajikan makanan dalam nampan,
sesuai kebutuhan
Respon : diet cair dalam gelas 100 cc.
08.30 12. Menyediakan pakaian pasien, sediakan
pakaian pribadi dengan tepat.
Respon : perlengkapan klien sudah
tersedia.
16.00 13. Memberikan obat injeksi Cernevit

110
1x1vial dan Pantoprazole 1x40mg
Respon : obat injeksi Pantoprazole dan
Cernevit diberikan pukul 16.00. Klien
diberikan obat melalui three ways.

111
112

B. Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara


asuhan keperawatan secara teori dan asuhan keperawatan yang diberikan
langsung kepada pasien pada tanggal 13 – 17 Mei 2018 dan 08 – 11 Juni
2018, di ruang instalasi rawat ICU Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang. Selain membahas kesenjangan di atas penulis juga akan
mengemukakan beberapa masalah selama melaksanakan asuhan
keperawatan serta pemecahannya berdasarkan tahapan proses keperawatan,
maka penulis akan mengemukakan pembahasan mulai dari tahap
pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian

Menurut Brunner dan Suddarth (2013) manifestasi klinis dari


cedera kepala yaitu perubahan tingkat kesadaran, fraktur pada kubah
tengkorak bisa menyebabkan pembengkakan di daerah tersebut, fraktur
pada dasar tengkorak yang sering kali menyebabkan pendarahan dari
hidung, faring, dan telinga, dan darah mungkin terlihat dibawah
konjungtiva, ekimosis terlihat diatas tulang mastoid (tanda Battle),
perubahan tanda-tanda vital seperti perubahan pola napas, hipertensi,
bradikardi, hipertemia atau hipotermia. Dari hasil pengkajian klien
pertama dan klien kedua didapatkan kesenjangan dengan pengkajian
secara teoritis karena tidak ditemukannya data seperti nyeri menetap dan
terlokalisasi, pengeluaran cairan serebrospinal (CSS) dari telinga dan
hidung, gejala sindrom pasca-gegar otak seperti sakit kepala, pusing,
cemas, mudah marah, dan kelelahan.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada pasien
pertama bernama Tn.H, dengan diagnosa medis CKB + ICH + EDH pada
tanggal 13 Mei 2019 pukul 11.05 WIB didapatkan data sebagai berikut :
klien dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E 1V1M3 tingkat kesadaran
stupor dan terpasang OPA No.3. Pernafasan spontan dengan bantuan T-
113

Piece 8 liter/menit, klien terpasang heart monitor dengan RR :


18kali/menit, TD: 108/69 mmHg, MAP: 82 mmHg, CPP: 72 mmHg, HR:
110 kali/menit, suhu: 37,6 kali/menit, SPO2 : 98 %. Klien mendapatkan
obat drip Midazolam 0,04 mg/KgBB/jam, drip Fentanyl 25 mcg/jam,
terpasang IVFD NS 0,9% 2500 cc/24 jam – Intake cairan, transfusi darah
Whole Blood 350cc melalui CVC, racoon eyes di kedua mata, battle sign
pada osteo mastoid dextra, pipi dan leher sebelah kanan tampak bengkak.
Terpasang drain pada bagian temporal, aliran drain lancar, berwarna merah
segar sebanyak 10cc, terpasang CVC pada subclavia sinistra, dilakukan
pengukuran CVP 6 cmH2O NGT No.16, dan kateter No.16. Terdapat luka
jahitan post op craniotomy sepanjang 20x2 cm pada bagian temporal
sinistra sampai dengan temporal dextra, luka jahitan pada bagian parietal
7x2 cm. terdapat vulnus eksorasi pada anterior axilla.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan penulis pada pasien kedua
yaitu An.M dengan diagnosa medis CKB + ICH+ SAH pada tanggal 8 Juni
2019 pukul 13.00 WIB didapatkan data sebagai berikut : klien dalam
keadaan tidak sadar dengan GCS E1V1M3 tingkat kesadaran stupor dan
terpasang OPA No.3. Pernafasan spontan dengan bantuan ventilator mode
VC-SIMV dengan FiO2: 90%, TV: 400, RR : 12, PEEP: 5, PS : 7, SPO2 :
100 %. Klien terpasang heart monitor dengan TD: 126/76 mmHg, MAP:
93 mmHg, CPP: 83 mmHg, HR: 82 kali/menit, suhu: 37,6 kali/menit,
SPO2 : 100 %.. Klien terpasang IVFD NS 0,9% + Cernevit 2500 cc/24
jam – Intake cairan, transfusi darah Whole Blood 350cc melalui CVC,
kedua mata klien tampak bengkak, pipi dan leher klien tampak bengkak.
Terpasang drain pada bagian occipital, aliran drain lancar, berwarna merah
segar sebanyak 400cc, terpasang CVC pada subclavia sinistra, dilakukan
pengukuran CVP 10 cmH2O NGT No.16, dan kateter No.12. Terdapat luka
vulnus eksorasi di bagian zygomaticum, luka tampak berwarna kemerahan,
luka jahitan post op craniotomy sepanjang 6x2 cm pada bagian parietal
dextra, luka jahitan pada bagian temporal memanjang sampai parietal 25x2
cm. Terdapat vulnus eksorasi di sekitar ektremitas atas dextra dan
114

ekstremitas bawah dextra. Tampak ada luka fraktur terbalut perban pada
ekstremitas bawah dextra.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan penulis antara teori dan
secara langsung di lapangan, penulis menyimpulkan adanya kesesuaian
teori dan praktik bahwa kebanyakan dari teori sama dengan pengkajian
yang dilakukan secara langsung.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut teori pada BAB II, Nurarif dan Hardhi K (2015)
disesuaikan menurut Herdman dan Kamitsuru (2018) menyatakan adapun
diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pada pasien cedera
kepala yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, penurunan massa otot.
c. Hambatan memori berhubungan dengan hipoksia.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, mukus berlebihan.
e. Risiko defisien volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme pengaturan.
f. Risiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan cedera otak.
g. Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma.
h. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
cedera otak.
i. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, gangguan
integritas kulit.
j. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan, gangguan
sensasi.
k. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.
115

Berdasarkan dari hasil diagnosa keperawatan yang sudah dilakukan


penulis secara langsung pada pasien Tn.H dan An.M didapatkan diagnosa
yaitu :
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
cedera otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
yang berlebihan, sekresi yang tertahan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan penulis antara teori dan
secara langsung di lapangan, penulis menyimpulkan adanya kesenjangan
diagnosa antara teori dan praktik dikarenakan kondisi pasien serta tidak
didapatkan data subjektif dan objektif untuk mendukung diagnosa teori
yang lainnya.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan ini disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ditemukan, berdasarkan buku NOC dan NIC yang dikemukakan oleh
Moorhead dkk dan Bulechek dkk. (2016). Adapun rencana keperawatan
yang dibuat dari tinjauan teori pada BAB II yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu menggunakan analgetik yang direkomendasikan,
melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada professional kesehatan,
mengerang dan menangis, ekspresi nyeri wajah, tekanan darah sistolik
dan diastolic, tekanan nadi. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi kuat dan faktor pencetus.
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
116

3) Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
4) Kurangi faktor penyebab nyeri.
5) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan interpersonal).
6) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri dan atau nyeri tidak teratasi.
8) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromukular
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu keseimbangan, cara berjalan, koordinasi, berjalan,
berpindah dipertahankan pada cukup terganggu, ditingkankan ke sedikit
terganggu. Intervensi yang direncanakan yaitu :
1) Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lohat respon
pasien saat latihan.
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
kebutuhan.
3) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.
4) Lakukan Range Of Motion (ROM) pasif.
5) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari
secara mandiri sesuai kemampuan.
6) Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan penuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.
7) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
c. Hambatan memori berhubungan dengan hipoksia
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu mengidentifikasi orang terdekat, diri sendiri, tempat,
hari, bulan dan tahun, mengingat informasi yang sudah lama secara
117

akurat, memahami kalimat, menunjukkan proses berpikir yang


terorganisir. Intervensi yang direncanakan yaitu :
1) Orientaikan klien terhadap waktu, tempat, dan orang.
2) Gunakan sentuhan yang bertujuan jika diperlukan
3) Bicara pada klien.
4) Rangsang memori dengan mengulang pemikiran terakhir klien.
5) Panggil nama klien ketika memulai interaksi.
6) Dekati klien dengan pelan dari depan.
7) Bicara jelas dengan kecepatan suara, volume dan intonasi suara
yang tepat
d. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan, sekresi yang tertahan.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu tidak ada retraksi dinding dada dan suara nafas
tambahan, menunjukkan jalan napas yang paten. Intervensi yang
direncanakan yaitu :
1) Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi.
2) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas.
3) Monitor pola nafas.
4) Monitor sekresi pernafasan.
5) Memonitor dan mencatat warna dan konsistensi secret.
6) Memonitor status oksigen.
7) Lakukan fisoterapi dada
8) Memberikan O2 sesuai kebutuhan
9) Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya : nebulizer).
10) Lakukan tindakan suctioning
11) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan suksion.
12) Gunakan alat steril setiap tindakan suksion.
13) Lakukan perawatan trakea setiap 4-8 jam sekali jika diperlukan :
membersihkan permukaan luar kanula, membersihkan dan
118

mengeringkan area sekitar stoma, dan mengganti tali-tali


tracheostomy.
e. Risiko defisien volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme pengaturan.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu kelembaban membran mukosa, keseimbangan intake
dan output dalam 24 jam, turgor kulit sangat terganggu menjadi tidak
terganggu, warna urine keruh dari sedang ke tidak ada. Intervensi yang
dapat dilakukan yaitu :
1) Monitor asupan dan pengeluaran.
2) Monitor membran mukosa,turgor kulit, dan respon haus.
3) Periksa isi ulang kapiler darah.
4) Catat dengan akurat asupan dan pengeluaran.
5) Berikan cairan dengan tepat.
f. Risiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan cedera otak.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu peningkatan suhu kulit dari berat ke tidak ada,
denyut nadi radial dari sangat terganggu ke tidak terganggu). Intervensi
yang dapat dilakukan yaitu :
1) Monitor suhu tubuh
2) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala hipotermia dan
hipertermia
3) Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien.
4) Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung fase
demam.
5) Beri obat atau cairan intravena.
g. Risiko perdarahan berhubungan dengan risiko trauma
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
yaitu hematuria, hematemesis, penurunan hemoglobin dan hematocrit,
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik dari sedang ke tidak
ada. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu :
119

1) Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok.


2) Monitor status sirkulasi.
3) Monitor tekanan oksimetri.
4) Periksa urin terhadap adanya darah dan protein.
5) Pertahankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi perdarahan
aktif.
6) Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan

h. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


cedera otak.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu tidak ada peningkatan tekanan intrakranial, tekanan
darah sistolik dan diastolik dalam kisaran normal, tingkat kesadaran
meningkat, tekanan dan denyut nadi radial, laju pernafasan dan pola
bernafas dalam kisaran normal, saturasi oksigen dalam kisaran normal.
Intervensi yang dapat dilakukan yaitu :
1) Monitor tingkat kesadaran
2) Monitor tanda-tanda vital
3) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing.
4) Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan dengan nilai
normal.
5) Monitor TIK
6) Monitor status pernafasan
7) Posisikan kepala 30o
8) Berikan sedasi, sesuai kebutuhan
9) Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
10) Dorong keluarga atau orang penting untuk berbicara dengan
pasien.
120

i. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, gangguan


integritas kulit.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu suhu tubuh, integritas mukosa, jumlah sel darah
putih absolut dari sangat terganggu ke tidak terganggu. Intervensi yang
dapat dilakukan yaitu :
1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3) Batasi jumlah pengunjung
4) Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
5) Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan
j. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan, gangguan
sensasi.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh,
memberikan pencahayaan yang memadai, menggunakan alat bantu
dengan benar dari tidak pernah menunjukkan ke secara konsisten
menunjukkan. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu :
1) Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari pasien yang
mungkin meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan tertentu.
2) Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh.
3) Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan pasien dan keluarga.
4) Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka meningkatkan
pandangan.
5) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan
beresiko.
6) Gunakan peralatan perlindungan
k. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan yaitu perasaan gelisah, wajah tegang, tidak dapat
121

beristirahat, distress dari berat ke tidak ada. Intervensi yang dapat


dilakukan yaitu :
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
2) Berikan suasana penerimaan
3) Dukung penggunaan sumber-sumber spiritual.
4) Dukung verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut.
5) Dukung keterlibatan keluarga
6) Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan
diri.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan penulis untuk
perencanaan (intervensi) secara teori maupun intervensi secara langsung
(praktik) tidak ditemukan kesenjangan.

4. Implementasi Keperawatan
Proses implementasi keperawatan pada Tn.H dan An.M dengan
diagnosa medis CKB menyesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat
sebelumnya. Pelaksanaan asuhan keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan
kondisi dan situasi serta menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia di
ruangan ICU. Penulis melakukan kolaborasi dengan dokter dan perawat
ruangan, serta melibatkan keluarga klien agar pasien mendapat perawatan yang
optimal dan maksimal.
Berdasarkan implementasi yang dilakukan pada tanggal 14 Mei 2019
dan 9 Juni 2019 yaitu:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak faktor risiko cedera otak.
1) Monitor tingkat kesadaran
2) Monitor tanda-tanda vital
3) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing.
4) Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan dengan nilai
normal.
5) Monitor TIK
6) Monitor status pernafasan
122

7) Posisikan kepala 30o


8) Berikan sedasi, sesuai kebutuhan
9) Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan
10) Dorong keluarga atau orang penting untuk berbicara dengan pasien.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan, sekresi yang tertahan.
1) Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi.
2) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas.
3) Monitor pola nafas.
4) Monitor sekresi pernafasan.
5) Memonitor dan mencatat warna dan konsistensi secret.
6) Memonitor status oksigen.
7) Lakukan fisoterapi dada
8) Memberikan O2 sesuai kebutuhan
9) Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya : nebulizer).
10) Lakukan tindakan suctioning
11) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan suksion.
12) Gunakan alat steril setiap tindakan suksion.
13) Lakukan perawatan trakea setiap 4-8 jam sekali jika diperlukan :
membersihkan permukaan luar kanula, membersihkan dan
mengeringkan area sekitar stoma, dan mengganti tali-tali tracheostomy.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromukular
1) Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lohat respon pasien
saat latihan.
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
kebutuhan.
3) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.
4) Lakukan Range Of Motion (ROM) pasif.
5) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari secara
mandiri sesuai kemampuan.
123

6) Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan penuhi kebutuhan


aktivitas sehari-hari.
7) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
Berdasarkan pembahasan implementasi secara teori dengan
implementasi secara langsung (praktik) pada Tn.H dan An.M penulis
menyimpulkan adanya kesenjangan antara teori dan praktik langsung.
Penulis menyimpulkan berdasarkan teori dan praktik secara langsung
bahwa sebanyak sembilan intervensi tidak dilakukan terhadap pasien
dikarenakan tidak ditemukannya data yang mendukung untuk mengangkat
diagnosa tersebut. Sehingga implementasi tidak dapat dilakukan pada
sembilan di intervensi tersebut, serta penulis berfokus pada diagnosa
keperawatan aktual.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang ada pada Tn.H dan An.M dilakukan
secara formatif yaitu SOAPIER (Subjective, Objective, Analysis, Planning,
Impementation, Evaluation, Revised) dan sumatif yaitu SOAP (Subjective,
Objective, Analysis, Planning). Adapun evaluasi akhir pada Tn.H dan An.M
yang didapatkan sebagai berikut :
a. Evaluasi keperawatan pada Tn.Hq
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cedera
otak
Tanggal : 16 Mei 2019
Hasil :
Masalah keperawatan belum teratasi karena klien masih terjadi
penurunan kesadaran GCS klien E1V1M3, tingkat kesadaran klien stupor,
TTV klien dalam rentang normal, TD: 116/79 mmHg, HR: 74 kali/menit,
RR: 20 kali/menit, T: 36,6 0 c , SPO2: 99 %, MAP: 91 mmHg, CPP : 81
mmHg. Sehingga intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
124

2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus


berlebihan, sekresi yang tertahan
Tanggal : 16 Mei 2019
Hasil :
Masalah keperawatan belum teratasi karena masih terdengar suara napas
tambahan ronchi pada klien, pernafasan klien cepat dan dangkal,
produksi secret meningkat dan kental berwarna putih disertai darah, klien
masih menggunakan NRM 5 liter/m via T-Piece, SPO2: 99%. Sehingga
intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor eksternal :
cedera fisik, prosedur bedah
Tanggal : 16 Mei 2019
Hasil :
Masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian, dibuktikan dengan
luka vulnus eksorasi yang mulai mengering, luka jahitan post op
craniotomy, CVC tidak tampak merah, mulai mengering, tidak terdapat
pus dan bengkak. Sehingga intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
4) Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi
berhubungan dengan gangguan neuromuskular
Tanggal : 16 Mei 2019
Hasil :
Masalah keperawatan belum teratasi karena klien masih terjadi
penurunan kesadaran dan memerlukan bantuan total dari perawat, dalam
hal mandi, berpakaian, eliminasi, dan makan. Sehingga intervensi
dilanjutkan oleh perawat ruangan.
b. Evaluasi keperawatan pada An.M
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cedera
otak
Tanggal : 11 Juni 2019
Hasil :
125

Masalah keperawatan belum teratasi karena klien masih terjadi


penurunan kesadaran GCS klien E1V1M3, tingkat kesadaran klien stupor,
TTV klien dalam rentang normal, TD: 122/71 mmHg, HR: 96 kali/menit,
RR: 20 kali/menit, T: 36,50 c , SPO2: 99 %, MAP: 88 mmHg, CPP: 78
mmHg. Sehingga intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan, sekresi yang tertahan
Tanggal : 11 Juni 2019
Hasil :
Masalah keperawatan teratasi sebagian, suara napas tambahan ronchi
berkurang, pernafasan klien reguler, produksi secret menurun, RR: 25
kali/menit, SPO2 : 100 %, klien masih menggunakan ventilator dengan
mode VC-SIMV, FiO2 : 50%, PEEP : 5, PS : 7, RR : 23, SPO2 : 100 %.
Sehingga intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor eksternal :
cedera fisik, prosedur bedah
Tanggal : 11 Juni 2019
Hasil :
Masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian, dibuktikan dengan
luka vulnus eksorasi yang mulai mengering, luka jahitan post op
craniotomy, CVC, dan luka fraktur tidak terdapat pus dan bengkak.
Sehingga intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
4) Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi
berhubungan dengan gangguan neuromuskular
Tanggal : 11 Juni 2019
Hasil :
Masalah keperawatan belum teratasi karena klien masih terjadi
penurunan kesadaran dan memerlukan bantuan total dari perawat, dalam
hal mandi, berpakaian, eliminasi, dan makan. Sehingga intervensi
dilanjutkan oleh perawat ruangan.
126

C. Keterbatasan Studi Kasus


Keterbatasan penulis dalam studi kasus ini adalah sulitnya mencari
klien dengan diagnosa medis yang sama yaitu Cedera Kepala Berat. Dalam hal
ini penulis harus mencari rumah sakit yang memiliki fasilitas atau sarana ruang
ICU yang memadai untuk merawat pasien dengan cedera kepala berat serta
rumah sakit yang memiliki kerjasama dengan dokter spesialis bedah syaraf
untuk menangani kasus cedera kepala berat. Sementara di Pangkalpinang,
hanya memiliki 2 rumah sakit yang mempunyai dokter spesialis bedah syaraf
yaitu Rumah Sakit Bakti Timah dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. (H.C) Ir.
Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Rumah Sakit Bakti Timah
merupakan rumah sakit yang memiliki letak yang strategis sehingga lebih
mudah untuk menjadi rujukan pasien yang mengalami cedera kepala berat
dibandingan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. (H.C) Ir. Soekarno Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang berada jauh dari pusat kota.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn.H
dan An.M selama 4 hari di ruang ICU RS Bakti Timah Pangkalpinang dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan data secara sistematis, memilah
dan mengatur data yang telah dikumpulkan, serta mendokumentasikan
dengan format yang telah ditentukan. Berdasarkan pembahasan yang
dilakukan penulis antara teori dan secara langsung di lapangan, penulis
menyimpulkan adanya kesesuaian teori dan praktik bahwa kebanyakan dari
teori sama dengan pengkajian yang dilakukan secara langsung.
2. Diagnosa keperawatan yang didapatkan sesuai dengan hasil analisa data,
serta data-data penunjang yang ditemukan pada klien. Berdasarkan
pembahasan yang dilakukan penulis antara teori dan secara langsung di
lapangan, penulis menyimpulkan adanya kesenjangan diagnosa antara teori
dan praktik dikarenakan kondisi pasien serta tidak didapatkan data subjektif
dan objektif untuk mendukung diagnosa teori yang lainnya.
3. Intervensi pada klien disusun berdasarkan prioritas masalah yang sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan. Intervensi keperawatan
disusun menggunakan NIC dan NOC. Berdasarkan pembahasan yang
dilakukan penulis untuk perencanaan (intervensi) secara teori maupun
intervensi secara langsung (praktik) tidak ditemukan kesenjangan.
4. Implementasi keperawatan yang dibahas secara teori dengan implementasi
secara langsung (praktik) pada Tn.H dan An.M penulis menyimpulkan
adanya kesenjangan antara teori dan praktik langsung. Penulis
menyimpulkan berdasarkan teori dan praktik secara langsung bahwa
sebanyak sembilan intervensi tidak dilakukan terhadap pasien dikarenakan
tidak ditemukannya data yang mendukung untuk mengangkat diagnosa
tersebut.

127
128

5. Evaluasi keperawatan dilakukan selama dua hari dengan menggunakan


pendekatan formatif yaitu SOPIER dan selama satu hari menggunakan
pendekatan sumatif yaitu SOAP. Hasil evaluasi yang didapatkan pada Tn.H
didapatkan 3 diagnosa keperawatan yang belum teratasi, dan 1 diagnosa
keperawatan teratasi sebagian. Sedangkan pada An.M didapatkan 2
diagnosa keperawatan yang belum teratasi, dan 2 diagnosa keperawatan
teratasi sebagian.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Bakti Timah Pangkalpinang
Diharapan dapat meningkatkan pengetahuan terutama perawat pelaksana
dalam memberi asuhan keperawatan terhadap pasien cedera kepala berat.
2. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Penulis berharap, agar diperbanyak referensi di perpustakaan tentang
Keperawatan Kritis terutama pada kasus cedera kepala berat.
3. Bagi Mahasiswa
Dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian untuk melaksanakan
asuhan keperawatan pasien kritis terutama dengan cedera kepala berat.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah dan M Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta : Pustakaraya.
Black, M Joyce dan Jane HW. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Buku
3. Singapura : Elsevier.
Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta :
EGC.
Budiono dan Sumirah Budi P. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi
Medika.

Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).


Singapore : Elsevier Inc.

DiGiulio, Mary dan Donna Jackson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah


Demystified. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Ekacahyaningtyas, dkk. 2017. Posisi Head Up 30o Sebagai Upaya untuk


Meningkatkan Saturasi Oksigen pada Pasien Stroke Hemoragik dan Non
Hemoragik. Surakarta : STIKes Kusuma Husada Surakarta. diakses pada
tanggal 6 April 2019 19.29

Eka, Putra DS dkk. 2016. Nilai Skor Glasgow Coma Scale, Age, Systolic Blood
Pressure (Gap Score) dan Saturasi Oksigen Sebagai Prediktor Mortalitas
Pasien Cidera Kepala Di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Malang :
Universitas Brawijaya Malang. https://jurnal.poltekkes-
soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/download/138/60 diakses pada
tanggal 14 Februari 2019 19.55

Herdman dan Shigemi Kamitsuru. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC.

Imron, M. 2014. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta: CV Sagung


Seto.

Korlantas Polri. 2013. Polantas Dalam Angka. http://korlantas.polri.go.id/wp-


content/uploads/2015/10/PolantasDalamAngka2013.pdf diakses pada 13
Februari 2019 19.39

Lumbantoruan, Pirton dkk. 2017. BTCLS and Disaster Management. Jakarta :


Medhatama Restyan.
Muttaqin, Arif. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Moorhead, Sue dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore :


Elsevier Inc.

Morton, Patricia dkk. 2011. Keperawatn Kritis Volume 2 Pendekatan Asuhan


Holistik. Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2015 . Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC jilid 1. Jogjakarta :
Mediaction.

Prabowo, Tri. 2017 . Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru


Press.

Putri, dkk. 2016. Hubungan Antara Cedera Kepala dan Terjadinya Vertigo di
Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Malang : ejournal.umm .ac.id/
index.php/ sainmed/article/download/5261/5130 diakses pada tanggal 14
Februari 2019 17.08

Rawis, Maria dkk. 2016. Profil Pasien Cedera Kepala Sedang dan Berat yang
Dirawat di ICU dan HCU. Manado : Universitas Sam Ratulangi.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/14481/1405
4 diakses pada 14 Februari 2019 17.44.
Rekam Medis RS Bhakti Timah. 2018. Rekap Penderita Cedera Kepala di RS
Bhakti Timah Pangkalpinang Tahun 2016-2019 : RS Bhakti Timah.

Rendy, M.Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Riset Kesehatan Dasar. 2018. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. http://pdgmi.org/wp-content/
uploads/2018/11/hasil-riskesdas-2018.pdf diakses pada 11 Februari 2019
21.25

Rosadhi, Carolline B dan Kowalski Mary T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Dasar
Edisi 10. Jakarta : EGC.

Satuan Lalu Lintas Polres Pangkalpinang. 2018. Data Laka Lantas Sat Lantas
Polres Pangkalpinang 2016-2018. Pangkalpinang : Sat Lantas Pores
Pangkalpinang.
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : CV. Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.

Traumatic Brain Injury . University of Florida: UF Health. https://neurosurgery


.ufl.edu/patient-care/diseases-conditions/traumatic-brain-injury/ diakses
pada 27 Februari 20.10.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medika.

WHO. 2018. Global Status Report On Road Safety. https://www.who.int/violence


injury_prevention/road_safety_status/2018/en/ diakses pada 14 Februari
17.57

WHO. Regional Office for South East-Asia. 2013. Status Keselamatan Jalan di
WHO Regional Asia Tenggara Tahun 2013. http://www.searo.who.int/
entity/disabilities_injury_rehabilitation/documents/roadsafety factsheetino.
pdf?ua=1 diakses pada 13 Februari 2019 19.29

Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.


LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
PENEJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN
(PSP)

1. Kami adalah peneliti berasal dari institusi/jurusan/program studi DIII


Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang dengan ini meminta
anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul
Asuhan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Pada Sistem Persarafan
dengan Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak.
2. Tujuan dari penelitian kasus ini adalah menggambarkan dalam melakukan
asuhan keperawatan pasien cedera kepala pada sistem persarafan dengan
risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Yang dapat memberi manfaat
berupa memberikan informasi bagi pelaksana atau perawat dalam
memberikan pengetahuan asuhan keperawatan pasien cedera kepala pada
sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, menjadi bahan referensi
di bidang keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan
memperoleh wawasan, ilmu pengetahuan, keterampilan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dalam menangani pasien cedera kepala
pada sistem persarafan dengan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak. Penelitian ini akan berlangsung selama 3 hari dalam proses
perawatan di rumah sakit.
3. Prosedur pengambilan data dengan cara wawancara terpimpin dengan
menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung lebih kurang
15-20 menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda
tidak perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan
pengembangan asuhan/pelayanan keperawatan.
4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian
ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan
asuhan/tindakan yang diberikan.
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan
akan tetap dirahasiakan.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,
silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp 087896294223

Peneliti

Syifa Widiastuti
Lampiran 11
Lampian 12
Lampiran 13
Hasil Pemeriksaan Ct-Scan dan Radiografi Klien 1

CT-Scan Tanpa Kontras

Radiografi Thoraks AP
Lampiran 14
Hasil Pemeriksaan Ct-Scan dan Radiografi Klien 2

CT-Scan Tanpa Kontras Radiografi Cranium

Radiografi Thoraks AP Radiografi Thoraks Cruris


Kanan AP/Lateral
Lampiran 15
Lampiran 16
Lembar 17

Anda mungkin juga menyukai