Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

OLEH
NAMA-NAMA KELOMPOK 7

1. MELINDA JORU MALINGARA


2. ROMARIO ATOLO
3. BENYDICTUS KOILHAM
4. MARIA M TUN

KELAS/SEMESTER : A/VII
TUGAS : GERONTIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2O21
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke Hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan Rahmat sehingga kami
dapat menyelesaiakan makalah ini dengan lancar .
Makalah ini adalah salah satu kegiatan dalam mata kuliah Keperawatan keluarga
sebagai tugas yang harus di selesaikan. Makalah juga sebagai salah satu aspek penilaian
yang di gunakan sebagai nilai tambah . kami membuat makalah ini berdasarkan
sistematika yang di berikan oleh Dosen dengan menggunakan buku panduan dari dan
sebagai sumber referensi utama.
Kritik dan saran yang membangun selalu di terima demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhirnya ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya di sampaikan kepada semua pihak
dan instansi yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah
ini dapat tersusun dengan baik .

Kupang, 13,September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR...........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................
B. Tujuan..........................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian....................................................................................
B. Klasifikasi ...................................................................................
C. Karakteristik ...............................................................................
D. Perubahan pada lanjur usia .........................................................
E. Permasalahan lanjut usia ............................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang dengan usia 65 tahun atau lebih
yang terkadang menimbulkan masalah sosial, tetapi bukanlah suatu penyakit
melainkan suatu proses natural tubuh meliputi terjadinya perubahan
deoxyribonucleic acid (DNA), ketidaknormalan kromosom dan penurunan
fungsi organ dalam tubuh. Sekitar 65% dari lansia yang mengalami gangguan
kesehatan, hidup hanya ditemani oleh seseorang yang mengingatkan masalah
kesehatannya, dan 35% hidup sendiri. Secara individu, pengaruh proses
menua dapat menimbulkan berbagai macam masalah, baik masalah secara
fisik, biologis, mental maupun masalah sosial ekonomi (Nies & McEwen,
2007; Tamher & Noorkasiani, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2015,


populasi penduduk dunia yang berusia 60 tahun atau lebih, mencapai 900 juta
jiwa. Dewasa ini, terdapat 125 juta jiwa yang berusia 80 tahun atau lebih,
pada tahun 2050, diperkirakan mencapai 2 milliar jiwa di seluruh dunia. Akan
ada hampir sebanyak 120 juta jiwa yang tinggal sendiri di Cina, dan 434 juta
orang di kelompok usia ini di seluruh dunia. Di kawasan Asia Tenggara
populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2000
jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total polulasi, sedangkan pada
tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun

1
2

2020 diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total


populasi (Departemen Kesehatan RI, 2013; WHO, 2015).
Dari sensus penduduk dunia, Indonesia mengalami peningkatan
jumlah lansia (60 tahun ke atas) dari 3,7% pada tahun 1960 hingga 9,7% pada
tahun 2011. Diperkirakan akan meningkat menjadi 11,34% pada tahun 2020
dan 25% pada tahun 2050. Jumlah orang tua di Indonesia berada di peringkat
keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika. Propinsi Jawa
tengah adalah salah satu propinsi yang mempunyai penduduk usia lanjut
diatas jumlah lansia nasional yang hanya 7,6% pada tahun 2000 dan dengan
usia harapan hidup mencapai 64,9 tahun. Secara kuantitatif kedua parameter
tersebut lebih tinggi dari ukuran nasional (Kadar, Francis, dan Sellick, 2012;
Departemen Kesehatan, 2013)
Menurut Ambarwati (2014) semakin tua umur seseorang, maka akan
semakin menurun kemampuan fisiknya, hal ini dapat mengakibatkan
kemunduran pada peran sosialnya dan juga akan mengakibatkan gangguan
dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya. Meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain dengan kata lain akan menurunkan
tingkat kemandirian lansia tersebut. Maslow (1962, dikutip oleh Ambarwati
2014) menyebutkan teori tentang hierarki kebutuhan, tingkatan yang tertinggi
(ke-5) adalah kebutuhan aktualisasi diri (need for self Actualization) yang
terkait dengan tingkat kemandirian, kreatifitas, kepercayaan diri dan
mengenal serta memahami potensi diri sendiri.
Kemandirian sangat penting dalam memenuhi kebutuhan dasar
manusia. Dengan pemikiran para lansia, diakui sebagai individu yang
mempunyai karakteristik yang unik. Kemandirian pada lanjut usia dapat
dinilai dari kemampuannya dalam melakukan aktivitas kesehariannya atau
yang sering disebut dengan Activity of daily living (ADL), sehingga
meminimalkan morbiditas para lanjut usia. Salah satu ukuran penting pada
morbiditas adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-
hari, seperti mandi, berpakaian, toileting, dan makan. Ketika tidak dapat
melakukan self-care, maka akan menjadi tergantung dengan bantuan
(Dunlop, Hughes, dan Manheim, 1997; Sari, 2013).
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu yang ditujukan untuk
merawat masyarakat usia lanjut pada wilayah-wilayah tertentu, digerakkan
oleh masyarakat sendiri sehingga pelayanan kesehatan dapat mereka
dapatkan. Program yang beragam dari posyandu lansia tersebut seharusnya
dapat memberikan manfaat yang banyak bagi para lansia, tetapi dilihat dari
data yang diperoleh bahwa posyandu lansia ini tidak dimanfaatkan
semaksimal mungkin, bahkan sekitar 22,6% saja. Dengan mengikuti kegiatan
di posyandu, maka akan sangat bermanfaat bagi lansia untuk mencegah
kepikunan karena sering berinteraksi dengan lansia (Dinas Kesehatan RI,
2006; Istanti, 2014).

Di Desa Gumpang Kartasura terdapat Posyandu Lansia Pinilih dengan


total populasi sebanyak 129 lansia, tetapi pada saat survey pendahuluan pada
tanggal 19 November 2015 didapatkan data akumulasi fluktuatif dengan rata-
rata kunjungan dalam 2 tahun terakhir adalah sebanyak 30,7% pada tahun

2014 dan 37,3% pada tahun 2015. Sedangkan capain kunjungan yang harus
dipenuhi adalah sebesar 85% dalam waktu satu tahun. Didapatkan bahwa 10
orang lansia, diantaranya 8 orang termasuk tergantung total dan 2 orang
lansia lainnya termasuk mandiri total adalah aktif mengikuti kegiatan di
Posyandu Lansia Pinilih.
Menurut kader lansia dan petugas kesehatan Puskesmas Kartasura,
keluhan-keluhan para lansia di Posyandu Lansia Pinilih adalah pusing,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan dan pegal-pegal. Pada
umumnya lansia yang mengalami keluhan dengan kesehatannya akan
langsung berobat ke Posyandu Lansia tersebut. Dari data status kesehatan
lansia penyakit yang sering diderita lansia adalah hipertensi, pusing,
gangguan pencernaan, dan diabetes mellitus.
Hasil wawancara kepada kader posyandu tentang fenomena yang
terjadi adalah ketidakhadiran sebagian lansia ke posyandu yang disebabkan
oleh berbagai kondisi fisik yang terjadi pada lansia, seperti tidak adanya
anggota keluarga yang mengantarkan ke posyandu atau sedang sakit.
Walaupun demikian, keterangan yang didapat dari kader posyandu adalah
sikap para lansia terhadap posyandu adalah baik, yaitu masih ada keinginan
para lansia untuk berkunjung ke posyandu lansia sesuai dengan jadwal
pelayanan posyandu lansia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munbahij (2012) mengatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan lansia mengikuti
posyandu lansia Adji Yuswo Ngebel Tamantirta Kasihan Bantul terhadap
kemandirian lansia. Para lansia yang selalu aktif dalam mengikuti kegiatan di
posyandu lansia maka tingkat kemandiriannya akan semakin baik, sehingga
mereka dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan leluasa.
Dari paparan diatas maka penulis ingin meneliti tentang adanya
hubungan antara keaktifan dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia dengan
tingkat kemandirian lansia di Posyandu Lansia Pinilih Kelurahan Gumpang
Kartasura.

B. Tujuan Penulis

1. Tujuan Umum

a. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara


keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia dengan tingkat
kemandirian lansia

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu


lansia di Posyandu Lansia Pinilih
b. Untuk mengetahui tingkat kemandirian lansia di Posyandu Lansia
c. Untuk mengetahui hubungan antara keaktifan lansia dalam mengikuti posyandu
dengan tingkat kemandirian (ADL) pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Uraian Teori

A. Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang

ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan

tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).

Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia

adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami

penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

b. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :

1) Young old (usia 60-69 tahun)

2) Middle age old (usia 70-79 tahun)

3) Old-old (usia 80-89 tahun)

4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)

10
11

c. Karakteristik Lansia

Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo &

Martono (2006) yaitu :

1) Usia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia

diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).

2) Jenis kelamin

Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis

kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan

hidup yang paling tinggi adalah perempuan (Ratnawati, 2017).

3) Status pernikahan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015,

penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian

besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun

perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati

sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia

laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan

usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan

dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia

perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia

laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).


4) Pekerjaan

Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia

sehat berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara

fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera

sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka

meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat.

Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016

sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7%),

pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau

jaminan sosial (Ratnawati, 2017).

5) Pendidikan terakhir

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo

menunjukkan bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga

terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga

professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan

menjadi lebih baik (Darmojo & Martono, 2006).

6) Kondisi kesehatan

Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi

Kemenkes RI (2016) merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.

Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat

kesehatan penduduk yang semakin baik.


Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar

25,05%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25

orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah

penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis,

strok, diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).

d. Perubahan pada Lanjut Usia

Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan

terjadinya banyak perubahan pada lansia yang meliputi :

1) Perubahan Fisiologis

Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung

pada persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia

yang memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap

dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,

emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan

menganggap dirinya sakit.

Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit

kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan

refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan

sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi

dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.

Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya

usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor,

dan lingkungan.
2) Perubahan Fungsional

Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial,

kognitif, dan sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia

biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat

keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional

dan kesejahteraan seorang lansia.

Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan

perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat

penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang

mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau

perburukan masalah kesehatan.

3) Perubahan Kognitif

Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan

dengan gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan

perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang

mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami

gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif seperti

disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,

serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan

yang normal.

4) Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial selama proses penuaan akan

melibatkan proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin


panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak pula

transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup,

yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi

masa pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan

peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan

fungsional dan perubahan jaringan sosial.

Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat

kaitannya dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh

karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan

mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:

a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).

b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).

c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi

d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat

kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut:

(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan

bahan cara hidup (memasuki rumah perawatan,

pergerakan lebih sempit).

(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari

jabatan. Biaya hidup meningkat padahal penghasilan

yang sulit, biaya pengobatan bertambah.

(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.


(4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan

sosial.

(5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan

dan kesulitan.

(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan

dengan teman dan keluarga.

(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri)

e. Permasalahan Lanjut Usia

Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah

(2008) usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan.

Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya:

1) Masalah ekonomi

Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja,

memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama.

Disisi lain, usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan

yang semakin meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang

bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,

kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun

kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki penghasilan

tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak memiliki pensiun,


akan membawa kelompok lansia pada kondisi tergantung atau

menjadi tanggungan anggota keluarga (Suardiman, 2011).

2) Masalah sosial

Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya

kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan

masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat menimbulkan

perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti

mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika

bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali

seperti anak kecil (Kuntjoro, 2007).

3) Masalah kesehatan

Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya

masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan

fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit (Suardiman, 2011).

4) Masalah psikososial

Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat

menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa

lansia kearah kerusakan atau kemrosotan yang progresif

terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya, bingung,

panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber dari

munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti,

kematian pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau

trauma psikis. (Kartinah, 2008).


2. Psikososial

a. Pengertian Psikososial

Psikososial berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko

mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan

dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal

individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas

Psikologi UI dalam Yuanita, 2016).

Psikososial merupakan hubungan antara kondisi sosial

seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya yang

melibatkan aspek psikologis dan aspek sosial. Psikososial

menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan

sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain.

b. Teori Perubahan Psikososial Lansia

Teori yang berkaitan dengan perubahan psikososial lansia menurut

Aspiani (2014) yaitu:

1) Teori Psikologi

a) Teori Tugas Perkembangan

Menurut Havigurst (1972) Teori ini menyatakan bahwa

tugas perkembangan pada masa tua adalah :

(1) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik

dan kesehatan

(2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan

berkurangnya penghasilan
(3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

(4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya

(5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang

memuaskan

(6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Penyesuaian diri yang dilakukan lansia yakni untuk

beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang harus dilalui

oleh seorang lansia sehingga dapat mencapai tugas

perkembangan yang sesuai.

b) Teori Individual Jung

Kepribadian individu terdiri dari Ego,

ketidaksadaran seseorang dan ketidaksadaran bersama.

Kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau kearah

subjektif dan pengalaman-pengalaman dari dalam diri

(introvert). Keseimbangan antara kekuatan tersebut

merupakan hal penting bagi kesehatan mental.

c) Teori Delapan Tingkat Kehidupan

Tugas perkembangan pada usia tua yang harus

dijalani adalah untuk mencapai keseimbangan hidup atau

timbulnya perasaan putus asa. Teori perkembangan

menurut Erickson tentang penyelarasan integritas diri dapat

dipilih dalam tiga tingkat yaitu pada perbedaan ego

terhadap peran perkerjaan preokupasi, perubahan tubuh


terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego

preokupasi. Pada tahap perbedaan ego terhadap peran

pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan yang harus

dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai

orang tua dan mendapatkan dukungan yang adekuat dari

lingkungan untuk menghadapi adanya peran baru sebagai

orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan

pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai

sesuatu yang menyakitkan dan menimbulkan penurunan

harga diri.

b. Faktor yang mempengaruhi kesehatan psikososial lansia menurut

Kuntjoro (2002), antara lain:

1) Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai

dihinggapi adanya penurunan kondisi fisik yang berganda

(multiple pathology). Menurut Ratnawati (2017) perubahan

fisik terdiri dari:

a) Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan, dan tangan

menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah

mata berkantung dan lingkaran hitam dibawah mata

menjadi lebih jelas dan permanen. Selain itu warna merah

kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah


tengkuk. Rambut rontok, warna berubah menjadi putih,

kering dan tidak mengkilap.

b) Perubahan otot: otot orang yang berusia madya menjadi

lembek dan mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas

dan perut.

c) Perubahan pada persendian: masalah pada persendian

terutama pada bagian tungkai dan lengan yang membuat

mereka menjadi agak sulit berjalan.

d) Perubahan pada gigi: gigi menjadi kering, patah, dan

tanggal sehingga lansia kadang-kadang menggunakan gigi

palsu.

e) Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar dan

cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut

mata, kebanyakan menderita presbiopi, atau kesulitan

melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena

penurunan elastisitas mata.

f) Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran sudah mulai

menurun, sehingga tidak sedikit yang menggunakan alat

bantu pendengaran.

g) Perubahan pada sistem pernapasan: napas menjadi lebih

pendek dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat

penurunan kapasitas total paru-paru, residu volume paru


dan konsumsi oksigen nasal, ini akan menurunkan

fleksibilitas dan elastisitas paru.

2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia

sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik

seperti:

a) Gangguan jantung.

b) Gangguan metabolisme.

c) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

d) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau

nafsu makan sangat kurang.

e) Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antihipertensi atau

golongan steroid.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:

a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan

seksual pada lansia.

b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang

serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.

c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam

kehidupannya.

d) Pasangan hidup telah meninggal.


e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah

kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan

sebagainya.

3) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat

menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam

kenyatannya sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,

kedudukan, jabatan, peran, kegitan, harga diri dan status.

Lansia yang memiliki agenda kerja yang tidak terselesaikan

dan menganggap pensiun sebagai sesuatu yang tidak mungkin.

Pensiun merupakan suatu proses bukan merupakan suatu

peristiwa. Orang-orang lanjut usia yang menunjukkan

penyesuaian yang paling baik terhadap pensiun, adalah mereka

yang sehat, memiliki keuangan yang memadai, aktif, lebih

terdidik, memiliki jaringan sosial yang luas yang meliputi

kawan-kawan dan keluarga, serta biasanya puas dengan

kehidupannya sebelum mereka pensiun (Santrock, 2012)

4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang secara

relatif homogen dibatasi secara normative dan diharapkan dari

seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran

berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang


membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu di

dalam situasi tertentu agar memenuhi pengharapan diri atau

orang lain terhadap mereka (Friedman, 2014). Peran dapat

diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan

oleh orang lain.

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,

penglihatan kabur, gerak fisik dan sebagainya maka muncul

gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia, dan

sebagainya sehingga menimbulkan keterasingan. Hal itu

sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak lansia melakukan

aktivitas, selama lansia masih sanggup, agar tidak merasa

diasingkan. Keterasingan yang terjadi pada lansia dapat

membuat lansia semakin menolak untuk berkomunikasi dengan

orang lain dan dapat muncul perilaku regresi, seperti mudah

menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tidak

berguna, dan merengek-rengek seperti anak kecil sehingga

lansia tidak bisa menjalankan peran sosialnya dengan baik

(Kuntjoro, 2007).
25

e. Kerangka Teori
Perubahan Psikososial Faktor yang Mempengaruhi
Psikososial Lansia
Perubahan Fungsional 1. Penurunan kondisi fisik
Perubahan pada
2. Perubahan fungsi dan
lansia
Perubahan Kognitif potensial seksual
3. Perubahan yang berkaitan
dengan pekerjaan
Perubahan Fisiologis
4. Perubahan dalam peran
sosial di masyarakat

Lansia

Masalah Ekonomi

Masalah Sosial
Permasalahan pada
lansia
Masalah Kesehatan

Masalah Psikososial

Gambar 1. Kerangka Teori Status Psikososial Lansia

Sumber : (Ratnawati, 2017); (Friedman, 2014); (Santrock, 2012); (Suardiman, 2011); (Potter & Perry, 2009); (Kartinah, 2008);
(Kuntjoro, 2007). dan (Kuntjoro, 2002).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang

ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi

dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh

kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan

tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).

B. SARAN

a. Bagi institusi

Lebih mengoptimalkan kurikulum belajar khususnya mata

kuliah keperawatan gerontik dan promosi kesehatan, sehingga

dapat menciptakan tenaga kesehatan khususnya perawat yang

handal dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada

masyarakat khususnya pada klien yang menderita gout arthritis

b. Bagi Puskesmas

1) Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan

keperawatan khususnya pada klien dengan masalah gout

arthritis.

2) Memberikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan tindakan

yang dibutuhkan klien. 49

c. Bagi mahasiswa
Dianjurkan untuk meningkatkan kemampaun dan pengetahuan

dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik yang optimal

dan komprehensif serta bertanggung jawab kepada klien dengan

masalah gout arthritis


26

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Muh. Arief. 2009. The Power Of Corporate Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.
Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Burnside dalam Nugroho (2012)
Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Suardiman, S. P. 2011. Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
(Ratnawati, 2017); (Friedman, 2014); (Santrock, 2012); (Suardiman, 2011);

(PotterPerry, 2009); (Kartinah, 2008); (Kuntjoro, 2007). dan (Kuntjoro, 2002).

Anda mungkin juga menyukai