Disusun Oleh :
RYANDA FIKRI HUSEIN
P1337420519031
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi, 2013).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk, 2010).
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preeklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), dan
penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat disebabkan oleh hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh, antara lain tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Patofisiologi dan Pathway
Faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR terdiri dari faktor ibu
yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial ekonomi dan sebab
lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan. BBLR
dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah
mengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun.
Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke
janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan dengan
kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin &
Hasmi (2014), mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR
dan berat plasenta dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau
seperti nikotin, CO dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus
plasenta. Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan
hemoglobin membentuk karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas
darah mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan
vasokontriksi arteri umbilikal dan menekan aliran darah plasenta.
Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di plasenta. Kombinasi hypoxia
intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna mengalirkan darah diyakini
menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit
pada ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan
suplai oksigen ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur
vaskularisasi plasenta, hal ini akan mengganggu pertumbuhan janin
sehingga akan memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan
kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah terutama untuk kadar
hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awal kehamilan. Selain
anemia, implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat
terbatasnya ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi
luas permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta disertai
perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga
meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan antepartum. Apabila
perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka
terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini
menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan
lahir rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Prawirohardjo,
2014).
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi
kejadian BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah akan mempunyai intake makan yang lebih rendah
baik secara kualitas maupun secra kuantitas, yang berakibat kepada
rendahnya status gizi pada ibu hamil. Selain itu, gangguan psikologis
selama kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks
resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan
konsentrasi noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus
menurun dan uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga
menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan
terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan janin di intra uterin
sehingga terjadi BBLR.
Menurut Maryanti et al. (2012) penyebab BBLR dapat dipengaruhi
dari faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan
ganda, dan kelainan koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan
dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih
dapat merangsang persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga
dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian
BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada kehamilan
tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian
darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan kembar
distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi
dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin & Hasmi, 2014).
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat
badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering
pecah-pecah dan terkelupas serta tidak adanya jaringan
subkutan (Mitayani, 2013). Karena suplai lemak subkutan terbatas dan
area permukaan kulit yang besar dengan berat badan menyebabkan bayi
mudah menghantarkan panas pada lingkungan. Sehingga bayi dengan
BBLR dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia.
Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum
matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan
dalam waktu yang lama. Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena
infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit
masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti,
2012).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan
belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang
merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli
paru. Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi
yang kuat. Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan pola
nafas (Pantiawati, 2010).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012). Selain itu
jaringan lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi
berkurang yang menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi
organ-organ belum baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas
pada sentrum-sentrum vital yang menyebabkan reflek menelan belum
sempurna dan reflek menghisap lemah. Hal ini menyebabkan
diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Manifestasi Klinik
Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
1) Berat kurang dari 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
7) Kepala lebih besar
8) Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
9) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
10) Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif
pada lengan dan sikunya
11) Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
12) Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit
mengkilap, telapak kaki halus.
13) Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak
efektif dan tangisnya lemah.
14) Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
5. Klasifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, R. Hasmi. 2014. Determinan Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta: Trans
Info Media
Mahayana, S. A., Chundrayetti, E., & Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang
Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr.
M Djamil Padang. Padang : Jurnal Kesehatan Andalas
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : SalembaMedika
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing.
Pantiawati. 2010. Bayi dengan BBLR.Yogyakarta : Nuha Medika.
Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. 2010. BBLR : Berat Badan Lahir
Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudjiadi Antonius, H. Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.
Qobadiyah T.P., Mustain, dan Maryanti, 2012. The Influence of Size Upper Arm
Circumference (LLA) Third Trimester Pregnant Women on the Birth
Weight Babies in BPS Sujamil Jatinom Klaten. Jurnal Ilmu Kesehatan.
Ribek, Nyoman dkk. 2011. Aplikasi Perawatan Bayi Resiko Tinggi Berdasarkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Keperawatan: Digunakan
Sebagai Bahan Pembelajaran Praktek Klinik dan Alat Uji Kompetensi.
Denpasar: Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan
Sarwono Prawirohardjo. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka