Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG PERIANATOLOGI


RSUD TEMANGGUNG

Disusun Oleh :
RYANDA FIKRI HUSEIN
P1337420519031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MAGELANG
2021 / 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi, 2013).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk, 2010).
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preeklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), dan
penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat disebabkan oleh hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh, antara lain tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Patofisiologi dan Pathway
Faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR terdiri dari faktor ibu
yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial ekonomi dan sebab
lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan. BBLR
dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah
mengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun.
Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke
janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan dengan
kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin &
Hasmi (2014), mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR
dan berat plasenta dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau
seperti nikotin, CO dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus
plasenta. Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan
hemoglobin membentuk karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas
darah mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan
vasokontriksi arteri umbilikal dan menekan aliran darah plasenta.
Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di plasenta. Kombinasi hypoxia
intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna mengalirkan darah diyakini
menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit
pada ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan
suplai oksigen ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur
vaskularisasi plasenta, hal ini akan mengganggu pertumbuhan janin
sehingga akan memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan
kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah terutama untuk kadar
hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awal kehamilan. Selain
anemia, implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat
terbatasnya ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi
luas permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta disertai
perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga
meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan antepartum. Apabila
perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka
terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini
menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan
lahir rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Prawirohardjo,
2014).
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi
kejadian BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah akan mempunyai intake makan yang lebih rendah
baik secara kualitas maupun secra kuantitas, yang berakibat kepada
rendahnya status gizi pada ibu hamil. Selain itu,  gangguan  psikologis 
selama  kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks
resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan
konsentrasi noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus
menurun dan uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga
menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan
terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan janin di intra uterin
sehingga terjadi BBLR.
Menurut Maryanti et al. (2012) penyebab BBLR dapat dipengaruhi
dari faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan
ganda, dan kelainan koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan
dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih
dapat merangsang persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga
dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian
BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin pada kehamilan
tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian
darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan kembar
distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi
dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin & Hasmi, 2014).
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat
badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering
pecah-pecah dan terkelupas serta tidak adanya jaringan
subkutan (Mitayani, 2013). Karena suplai lemak subkutan terbatas dan
area permukaan kulit yang besar dengan berat badan menyebabkan bayi
mudah menghantarkan panas pada lingkungan. Sehingga bayi dengan
BBLR dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia.
Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum
matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan
dalam waktu yang lama. Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena
infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit
masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti,
2012).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan
belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang
merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli
paru. Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi
yang kuat.  Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan pola
nafas (Pantiawati, 2010).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012). Selain itu
jaringan lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi
berkurang yang menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi
organ-organ belum baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas
pada sentrum-sentrum vital yang menyebabkan reflek menelan belum
sempurna dan reflek menghisap lemah. Hal ini menyebabkan
diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Manifestasi Klinik
Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
1) Berat kurang dari 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
7) Kepala lebih besar
8) Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
9) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
10) Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif
pada lengan dan sikunya
11) Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
12) Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit
mengkilap, telapak kaki halus.
13) Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak
efektif dan tangisnya lemah.
14) Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
5. Klasifikasi

Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa


gestasinya. Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, antara lain :
a. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW)
dengan berat lahir 1500 – 2499 gram.
b. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth
weight (VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
c. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth
weight (ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram

Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua


golongan, yaitu :
a. Prematuritas murni/Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan. Kepala
relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lemak
subkutan kurang, tangisnya lemah dan jarang,
b. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)
Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya
untuk usia kehamilan, hal tersebut menunjukkan bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauterin (Surasmi et al., 2003; Syafrudin
& Hamidah, 2009; Rukmono, 2013).
6. Penatalaksanaan
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir
rendah menurut Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi
dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif
luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan
kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau
menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti
bayi kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3
sampai 5 gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3
jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung.
Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya
sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.  ASI
merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling
dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang diberikan
sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan
tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan
pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya
preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak
terjadi persalinan prematuritas atau BBLR. Dengan demikian
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya
belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh
polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia
dapat menyebabkan kern ikterus maka warna bayi harus sering dicatat
dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih cepat
bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda- tanda gawat pernapasan selalu ada dalam 4 jam
bayi harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada
abdomen harus dipaparkan untuk mengobservasi usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat
badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan
pemeriksaan gula darah secara teratur.
7. Komplikasi
a. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
b. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna .
c. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak
lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat
menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
8. Prognosis BBLR
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah
berat bayi, makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak, sindroma
gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, displasia
bronkopulmonal, retrolental fibro plasia, infeksi, gangguan metabolik
(asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia).
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi,
pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan
postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah
infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dan lain-lain).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah

c. Riwayat penyakit sekarang


Lahir spontan atau operasi Caesar, umur kehamilan antara 24 sampai
37 minnggu, berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,
APGAR Score pada 1 sampai 5 menit, apabila mendapat nilai 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda, hidramnion
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM, TB
Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi
f. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek menghisap (sucking) lemah, volume lambung
kurang, daya absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan
nutrisi terganggu.
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia.
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan.
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas.
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
g. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
120-140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit,
bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau
pucat, pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan
Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris,
cuping hidung, interkostal, frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan
adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat),
peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau),
BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),
refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria
Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat
jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam,
plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar
kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago
telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu)
Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik
Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala
sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama
dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar
perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan
wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-
laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis
belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit
keriput.
2. Diagnos Keperawatan
Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada BBLR adalah:
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan maturitas pusat
pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan
energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan pola napas NOC : NIC :
berhubungan dengan maturitas 1. Respiratory status : Ventilation Airway Management
pusat pernafasan, keterbatasan 2. Respiratory status : Airway 1. Buka jalan nafas, guanakan
perkembangan otot, penurunan patency teknik chin lift atau jaw thrust
energi/kelelahan, 3. Vital sign Status bila perlu
ketidakseimbangan metabolik. Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
Definisi : inspirasi dan/atau 1. Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
ekspirasi yang tidak memberi efektif dan suara nafas yang 3.  Identifikasi pasien perlunya
ventilasi bersih, tidak ada sianosis dan pemasangan alat jalan nafas
Batasan Karakteristik : dyspneu (mampu mengeluarkan buatan
1. Perubahan kedalaman sputum, mampu bernafas 4. Pasang mayo bila perlu
pernapasan dengan mudah, tidak ada pursed 5. Lakukan fisioterapi dada jika
2. Perubahan ekskursi dada lips) perlu
3. Mengambil posisi 3 titik 2. Menunjukkan jalan nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan batuk
4. Bradipneu paten (klien tidak merasa atau suction
5. Penurunan tekanan ekspirasi tercekik, irama nafas, frekuensi 7.  Auskultasi suara nafas, catat
6. Penurunan ventilasi semenit pernafasan dalam rentang adanya suara tambahan
7. Penurunan kapasitas vital normal, tidak ada suara nafas 8. Lakukan suction pada mayo
8. Dyspnea abnormal) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
9. Peningkatan diameter 3. Tanda Tanda vital dalam 10. Berikan pelembab udara Kassa
anterior posterior rentang normal (tekanan darah, basah NaCl Lembab
10. Pernapasan cuping hidung nadi, pernafasan) 11.  Atur intake untuk cairan
11. Ortopneu mengoptimalkan keseimbangan.
12. Fase ekspirasi memanjang 12.  Monitor respirasi dan status O2
13. Pernapasan bibir Oxygen Therapy
14. Takipneu 1. Bersihkan mulut, hidung dan
15. Penggunaan otot aksesorius secret trakea
untuk bernapas 2. Pertahankan jalan nafas yang
Factor yang berhubungan: paten
1. Hiperventilasi 3. Atur peralatan oksigenasi
2. Deformitas tulang 4. Monitor aliran oksigen
3. Kelainan bentuk dinding 5. Pertahankan posisi pasien
dada 6. Observasi adanya tanda tanda
4. Penurunan energi/kelelahan hipoventilasi
5. Perusakan/pelemahan 7. Monitor adanya kecemasan
muskulo-skeletal pasien terhadap oksigenasi
6. Obesitas Vital sign Monitoring
7. Posisi tubuh 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
8. Kelelahan otot pernafasan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
9. Hipoventilasi sindrom darah
10. Nyeri 3. Monitor VS saat pasien
11. Kecemasan berbaring, duduk, atau berdiri
12. Disfungsi Neuromuskuler 4. Auskultasi TD pada kedua
13. Kerusakan persepsi/kognitif lengan dan bandingkan
14. Perlukaan pada jaringan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
syaraf tulang belakang selama, dan setelah aktivitas
15. Imaturitas Neurologis 6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
-
Hipotermi berhubungan dengan NOC : NIC :
kontrol suhu yang imatur dan 1. Thermoregulation Temperature regulation
penurunan lemak tubuh 2. Thermoregulation : neonate 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
subkutan. Kriteria Hasil : 2. Rencanakan monitoring suhu
Definisi : suhu tubuh berada 1.  Suhu tubuh dalam rentang secara kontinyu
dibawah kisaran normal normal 3. Monitor TD, nadi, dan RR
Batasan karakteristik : 2. Nadi dan RR dalam rentang 4. Monitor warna dan suhu kulit
1. Suhu tubuh berada di bawah normal 5. Monitor tanda-tanda hipertermi
kisaran normal dan hipotermi
2. Kulit dingin 6. Tingkatkan intake cairan dan
3. Dasar kuku sianotik nutrisi
4. Hipertensi 7. Selimuti pasien untuk mencegah
5. Pucat hilangnya kehangatan tubuh
6. Piloreksi 8. Ajarkan pada pasien cara
7. Menggigil mencegah keletihan akibat panas
8. Pengisin ulang kapiler 9. Diskusikan tentang pentingnya
lambat pengaturan suhu dan
9. Takikardia kemungkinan efek negatif dari
Factor yang berhubungan : kedinginan
1. Penuaan 10. Beritahukan tentang indikasi
2. Konsumsi alcohol terjadinya keletihan dan
3. Kerusakan hipotalamus penanganan emergency yang
4. Penurunan kemampuan diperlukan
menggigil 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi
5. Penurunan laju metabolisme dan penanganan yang diperlukan
6. Penguapan/evaporasi kulit 12. Berikan anti piretik jika perlu
7. Pemajanan kulit yang dingin
8. Penyakit Vital sign Monitoring
9. Tidak beraktivitas 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
10. Pemakaian pakaian yang 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
tidak adekuat darah
11. Malnutrisi 3. Monitor VS saat pasien
12. Medikasi berbaring, duduk, atau berdiri
13. Trauma 4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan tubuh 1. Nutritional Status : food and Nutrition Management
berhubungan dengan ketidak Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
mampuan mencerna nutrisi 2. Nutritional Status : nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
karena imaturitas. intake menentukan jumlah kalori dan
Definisi : asupan nutrisi tidak 3. Weight control nutrisi yang dibutuhkan pasien.
cukup untuk memenuhi Kriteria Hasil : 3. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan metabolic 1. Adanya peningkatan berat meningkatkan intake Fe
badan sesuai dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
Batasan karakteristik : dengan tinggi badan vitamin C
1. Berat badan 20 % atau lebih 3. Mampu mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
di bawah ideal kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
2. Dilaporkan adanya intake 4. Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk
makanan yang kurang dari malnutrisi mencegah konstipasi
RDA (Recomended Daily 5. Tidak terjadi penurunan berat 7. Berikan makanan yang terpilih
Allowance) badan yang berarti ( sudah dikonsultasikan dengan
3. Membran mukosa dan ahli gizi)
konjungtiva pucat 8. Ajarkan pasien bagaimana
4. Kelemahan otot yang membuat catatan makanan
digunakan untuk harian.
menelan/mengunyah 9. Monitor jumlah nutrisi dan
5. Luka, inflamasi pada rongga kandungan kalori
mulut 10. Berikan informasi tentang
6. Mudah merasa kenyang, kebutuhan nutrisi
sesaat setelah mengunyah 11. Kaji kemampuan pasien untuk
makanan mendapatkan nutrisi yang
7. Dilaporkan atau fakta adanya dibutuhkan
kekurangan makanan
8. Dilaporkan adanya Nutrition Monitoring
perubahan sensasi rasa 1. BB pasien dalam batas normal
9. Perasaan ketidakmampuan 2. Monitor adanya penurunan berat
untuk mengunyah makanan badan
10. Miskonsepsi 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
11. Kehilangan BB dengan yang biasa dilakukan
makanan cukup 4. Monitor interaksi anak atau
12. Keengganan untuk makan orangtua selama makan
13. Kram pada abdomen 5. Monitor lingkungan selama
14. Tonus otot jelek makan
15. Nyeri abdominal dengan atau 6. Jadwalkan pengobatan  dan
tanpa patologi tindakan tidak selama jam makan
16. Kurang berminat terhadap 7. Monitor kulit kering dan
makanan perubahan pigmentasi
17. Pembuluh darah kapiler 8. Monitor turgor kulit
mulai rapuh 9. Monitor kekeringan, rambut
18. Diare dan atau steatorrhea kusam, dan mudah patah
19. Kehilangan rambut yang 10. Monitor mual dan muntah
cukup banyak (rontok) 11. Monitor kadar albumin, total
20. Suara usus hiperaktif protein, Hb, dan kadar Ht
21. Kurangnya informasi, 12. Monitor makanan kesukaan
misinformasi 13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Faktor yang berhubungan : 14. Monitor pucat, kemerahan, dan
1. Ketidakmampuan pemasukan kekeringan jaringan konjungtiva
atau mencerna makanan 15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
2. Ketidakmampuan untuk 16. Catat adanya edema, hiperemik,
mengabsorpsi zat-zat gizi hipertonik papila lidah dan
3. Ketidakmampuan menelan cavitas oral.
makanan 17. Catat jika lidah berwarna
4. Faktor biologis magenta, scarlet
5. Psikologis
6. Ekonomi.
Resiko infeksi berhubungan NOC : NIC :
dengan pertahanan imunologis 1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
yang kurang 2. Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah
Definisi : mengalami 3. Risk control dipakai pasien lain
peningkatan resiko terserang Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
organisme patogenik 1. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu
Factor – factor resiko : gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
1. Prosedur Infasif 2. Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
a. Diabetes mellitus penularan penyakit, factor yang berkunjung dan setelah
b. Obesitas mempengaruhi penularan serta berkunjung meninggalkan pasien
2.  Ketidakcukupan penatalaksanaannya, 5. Gunakan sabun antimikrobia
pengetahuan untuk 3. Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan
menghindari paparan untuk mencegah timbulnya 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
patogen infeksi sesudah tindakan kperawtan
3. Trauma 4. Jumlah leukosit dalam batas 7. Gunakan baju, sarung tangan
4. Kerusakan jaringan dan normal sebagai alat pelindung
peningkatan paparan 5. Menunjukkan perilaku hidup 8. Pertahankan lingkungan aseptik
lingkungan sehat selama pemasangan alat
5. Ruptur membran amnion 9. Ganti letak IV perifer dan line
6.  Agen farmasi central dan dressing sesuai
(imunosupresan) dengan petunjuk umum
7. Malnutrisi 10. Gunakan kateter intermiten untuk
8. Peningkatan paparan menurunkan infeksi kandung
lingkungan patogen kencing
9. Imonusupresi 11. Tingktkan intake nutrisi
10. Ketidakadekuatan imum 12. Berikan terapi antibiotik bila
buatan perlu
11. Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Infection Protection (proteksi
Leukopenia, penekanan terhadap infeksi)
respon inflamasi) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
12. Tidak adekuat pertahanan sistemik dan lokal
tubuh primer (kulit tidak 2. Monitor hitung granulosit, WBC
utuh, trauma jaringan, 3. Monitor kerentanan terhadap
penurunan kerja silia, cairan infeksi
tubuh statis, perubahan 4. Batasi pengunjung
sekresi pH, perubahan 5. Saring pengunjung terhadap
peristaltik) penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16.  Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, R. Hasmi. 2014. Determinan Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta: Trans
Info Media
Mahayana, S. A., Chundrayetti, E., & Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang
Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr.
M Djamil Padang. Padang : Jurnal Kesehatan Andalas
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : SalembaMedika
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing.
Pantiawati. 2010. Bayi dengan BBLR.Yogyakarta : Nuha Medika.
Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. 2010. BBLR : Berat Badan Lahir
Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudjiadi Antonius, H. Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.
Qobadiyah T.P., Mustain, dan Maryanti, 2012. The Influence of Size Upper Arm
Circumference (LLA) Third Trimester Pregnant Women on the Birth
Weight Babies in BPS Sujamil Jatinom Klaten. Jurnal Ilmu Kesehatan.
Ribek, Nyoman dkk. 2011. Aplikasi Perawatan Bayi Resiko Tinggi Berdasarkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Keperawatan: Digunakan
Sebagai Bahan Pembelajaran Praktek Klinik dan Alat Uji Kompetensi.
Denpasar: Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan
Sarwono Prawirohardjo. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai