Disusun Oleh :
P1337420519031
2021 / 2022
A. KONSEP HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Maryllin, 2013).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization)
memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak
membedakan antara usia dan jenis kelamin (Gallo, 2010).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Nugroho, 2009).
2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nugroho, 2009) :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Decker, 2009)
Tekanan
Tekanan sistolik
Tigkat diastolik Jadwal kontrol
(mmHg)
(mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS
3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
1) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
2) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
3) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
4) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah:
a) Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b) Kegemukan atau makan berlebihan
c) Stress
d) Merokok
e) Minum alcohol
f) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti Ginjal,
Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular,
Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis,
Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis.
Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral
Kortikosteroid (Nugroho, 2009)
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Guyton, 2014). Pada usia lanjut perlu
diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri
brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
5. Patofisiologi
Mukosa lambung mengalami penipisan yang diakibatkan oleh konsumsi
alkohol secara berlebihan, obat anti nyeri, serta infeksi bakteri Helicobacter pylori. Hal
tersebut dapat menimbulkan reaksi peradangan pada mukosa lambung. Inflamasi
pada lambung ditimbulkan oleh meningkatnya sekresi asam lambung yang
mengakibatkan lambung menjadi teraktivasi oleh rasa mual, muntah serta
anoreksia. Anoreksia bisa juga disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dipicu oleh
reaksi HCl dan mukosa lambung. Asam lambung merupakan senyawa yang bersifat
asam sebagai pembunuh kuman dan mengubah pepsinogen menjadi pepsin,
merangsang usus, hati, dan pankreas untuk mencerna makanan. Asam lambung
akan membunuh bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh bersama dengan
bahan makanan. Pada dinding lambung terdapat lendir yang disebut mukus
yang berfungsi melindungi lambung.Peningkatan sekresi lambung dapat
ditimbulkan oleh meningkatnya rangsangan persarafan, seperti pada kondisi stres
psikologis, cemas, dan marah sehingga serabut parasimpatik vagus akan mengalami
peningkatan transmitter asetikolin, histamine, gastrin releasing peptide yang bisa
meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ion H+ (hidrogen) yang tidak diikuti
prostaglandin. HCO3+, mukus akan menipiskan mukosa lambung dan terjadi
inflamasi. Prostaglandinini dibutuhkan oleh tubuh untuk meningkatkan kekebalan
lapisan mukosa, serta bikarbonat untuk menghambat produksi asam lambung dan
meningkatkan aliran dalam lambung. (Rukmana, 2018).
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari gastritis (Lippicott William &
Wilkins, 2014) adalah antara lain :
a. Peradahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena
b. Syok Hemoragik
c. Perforasi
d. Kanker lambung
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Amin dan Hardi (2015) yaitu :
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody Helicobacter pylori dalam
darah.
b. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feces atau tidak.
c. Endoskopi
Dengan endoskopi saluran cerna bagian atas dapat terlihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat
dari sinar-X
d. Rontgen
Tes ini akan melihat adanya tenda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu
sebelum dilakukan rontgen. Cairanini akan melapisi saluran cerna dan akan
terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan pada pasien gastritis
akut yaitu terapi relaksasi otot progresif untuk meredakan ketegangan otot, ansietas,
nyeri serta meningkatkan kenyamanan, konsentrasi, dan kebugaran, dan kompres
hangat agar tidak merangsang saraf nervus vagus yang dapat meningkatkan
produksi asam lambung, maupun tirah baring yang dapat memperlancar proses
pencernaan di dalam lambung dengan baik (Dermawan, 2010).
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu dengan pemberian obat
analgetik, yang dilakukan untuk memblok atau menghambat transmisi stimulus
agar terjadi perubahan persepsi dan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Obat
Antagonis H2 atau Histamine 2 blocker, obat Ranitidin, obat Lanzoprazole untuk
menangani kelebihan produksi asam lambung dengan menghambat sekresi asam
lambung yang berlebih (Judha, 2012).
Penatalaksanaan untuk gastritis akut dapat dilakukan dengan cara
menganjurkan pasien untuk menghindari konsumsi alkohol, obat-obatan (NSAIDS,
Aspirin, Sulfanomida, Steroid, dan Digitalis) serta memilih makanan yang tidak
bersifat iritatif, misalnya makanan yang pedas, berbumbu, asam, dan soda.
Dianjurkan untuk melakukan diet lambung dengan cara mengkonsumsi makanan
yang lembut dan menghindari minuman yang mengandung alkohol, kafein dan teh
serta mengubah pola hidup menjadi sehat (Amin dan Hardhi, 2016).
Penatalaksanaan pada pasien gastritis akut yang mengalami mual dan muntah
dengan cara menganjurkan untuk bedrest, pemberian antiemetik, memasang infus
untuk mempertahankan cairan tubuh pasien (Hirlan, 2009).
B. KONSEP LANSIA
1. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
2. Klasifikasi
WHO (1999) dalam Azizah (2011) menggolongkan lansia menjadi 4 golongan
berdasarkan usia kronologi, yaitu Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok
lansia dengan usia antara 45-59 tahun. Lanjut usia (elderly) yaitu usia 60-74
tahun, Lanjut usia tua (old) yaitu antara 75-90 tahun, Usia sangat tua (very old) yaitu
usia lebih dari 90 tahun, Sedangkan Nugroho (2000) menurut beberapa ahli,
bahwasanya lanjut usia yaitu orang yang telah berumur 65 tahun keatas.