Anda di halaman 1dari 30

CEDERA KEPALA

Brain Injury Association of America memperkirakan bahwa terdapat


orang yang mengalami cedera kepala setiap 21 detik. Dari 250 juta jiwa
jumlah penduduk Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang mengalami
cedera kepala setiap tahun yang cukup berat dan
membutuhkan pertolongan  medis.

Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya


diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas,
10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari
pasien yang sampai di rumah sakit, 80% di kelompokan
sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk cedera kepala
sedang, dan 10% termasuk cedera kepala berat (Nasution,
2014).
Pengertian

Cedera kepala merupakan suatu kondisi terjadinya


cedera pada kepala yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan otak akibat adanya trauma (Price
& Wilson, 2006).
Cedera kepala merupakan penyakit neurologis yang
paling sering terjadi di antara penyakit neurologis
lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan
(Smeltzer & Brenda, 2002).
Etiologi

Kecelakaan lalu lintas


Jatuh
Trauma benda tumpul
Kecelakaan kerja
Kecelakaan rumah tangga
Kecelakaan olahraga
Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
Manifestasi

Cedera berat
- Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum
dan sesudah terjadi penurunan kesehatan
- Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik
- Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan area
fraktur
- Fraktur pada kavital menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut
Mekanisme Cedera Kepala
Derajat Cedera Kepala
Derajat Deskripsi
Ringan Nilai GCS 13-15
Dapat mengalami hilang kesadaran atau menunjukkan amnesia selama
5-60 menit
Tidak ditemukan abnormalitas pada CT scan dan lama rawat di rumah
sakit kurang dari 48 jam
Sedang Nilai GCS 9-12
Kehilangan kesadaran atau amnesia selama 1-24 jam
Dapat ditemukan abnormalitas pada CT scan

Berat Nilai GCS 3-8


Kehilangan kesadaran atau amnesia selama lebih dari 24 jam
Dapat mengalami kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
antrakranial
Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala primer: akibat cedera awal, cedera awal
menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia, dan
listrik dari sel di area tersebut, yang menyebabkan
kematian sel.

Cedera kepala sekunder: meliputi respons fisiologis


cedera otak, termasuk edema serebral, iskemia
serebral, perubahan biokimia, dan perubahan
hemodinamik serebral.
Morfologi
Cedera kepala dapat menimbulkan kelainan struktur kepala dan otak
berupa (Iskandar, 2017):
1. Fraktur tulang :
a. Kalvaria : Linear, Diastasis,Depressed

b. Basis Kranii :
Morfologi
2. Lesi intrakranial
a. Fokal :

b. Difus :
Konkusi
Kontusio Multipel
Hipoksia/iskhemik
Aksonal injury
Patofosiologi
Pemeriksaan Fisik

Glasglow coma scale


Pemeriksaan pupil
Pemeriksaan saraf kranial
Pengkajian refleks
Pemeriksaan Fisik
Postur abnormal dapat dipancing
dengan verbal, taktil atau stimulasi
yang ekstrim.
- Fleksi abnormal: lengan fleksi,
pergelangan tangan fleksi, dan kaki
serta tungkai ekstensi.
Mengindikasikan lesi di atas
midbrain.
- Ekstensi abnormal: lengan
ekstensi, pergelangan kaki fleksi,
dan kaki serta tingkai ekstensi.
Mengindikasikan herniasi brainteam.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiografi
Radiografi tengkorak sangat berguna untuk mengkaji cedera kepala
penetrasi (luka tikaman atau tembakan). Pasien cedera kepala dapat juga
mempunyai injuri sumsum tulang belakang secara bersamaan.
2. Computed Axial Tomography
CT scan dapat menunjukkan visualisasi injuri tulang dan jaringan dan
perdarahan intrakranial.
3. Magnetic Resonance Imaging
MRI merupakan metode non invasive untuk mendapatkan gambaran visual
dari jaringan lunak. MRI dapat digunakan pada diagnosis injuri stabil, tidak
kooperatif, atau sebaliknya pada pasien yang tidak dapat tenang.
4. Angiografi
Angiografi serebral merupakan standar emas untuk mendiagnosis
keabnormalan serebrovaskular, tetapi penggunaanya terbatas pada setting
perawatan akut.
Manajemen Cedera Otak Traumatik Berat
Pada tahun 2007 the Brain Trauma Foundation, the
Joint Section on Neurotrauma and Critical Care of the
American Association of Neurological Surgeons, and the
Congress of Neurological Surgeons memperbaharui
standar, pedoman praktik untuk manajemen semua
pasien dengan cedera kepala berat (Stiver & Manley,
2008).

Airway
- Intubasi oral pasien dengan skor GCS <8
- Pasang selang gastrik oral untuk mendekompresi
abdomen. Hindari NGT
Breathing
- Pertahankan PaO2 lebih dari 100 mmHg dan saturasi oksigen lebih dari 95%
- Pertahankan eukapnia (PaCO2 35-38 mmHg), karbondioksida merupakan
vasodilator potensial dan akan menurunkan tekanan perfusi serebral
- Hindari hiperventilasi walaupun terdapat tanda herniasi
- Pertimbangkan blokade neuromuskuler untuk pasien yang mengalami
kesulitan ventilasi
 
Circulation
- Pertahankan normovoleni. Jaga MAP antara 70-90 mmHg. Hipotensi harus
dihindari karena berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien dengan
cedera otak berat (Noble, 2010)
- Pertahankan tekanan perfusi serebral lebih dari 70 mmHg (kateter tekanan
intrakranial diperlukan untuk pemantauan tekanan perfusi serebral)
- Kembalikan volume sesuai kebutuhan dengan cairan isotonik dan produk
darah
- Pasang kateter urine. Pertahankan haluaran urine 0,5 mL/kg/jam
Jaga osmolaritas serum kurang dari 320 mOsm
Disability
- Lakukan dan dokumentasikan pemeriksaan neurologi secara
serial. Proses cedera sekunder dapat berkembang setiap jam.
melalui pemeriksaan serial, perubahan kecil status mental dapat
diobservasi. Intervensi dapat dilakukan untuk mencegah
perburukan lebih lanjut
- Dilatasi pupil unilateral merupakan salah satu dari tanda
pertama herniasi yang akan segera terjadi
LUKA PADA KULIT KEPALA
Tanda dan gejala: terlihat langsung adanya luka dan perdarahan

Intervensi:
•Lakukan penekanan pada sekeliling luka untuk menghentikan perdarahan.
•Palpasi tulang tengkorak dibawahnya untuk mengetahui kemungkinan fraktur. Jangan
melakukan penekanan langsung diatas fraktur depressed
•Imobilisasi dan evaluasi tulang servikal
•Atasi hipovolemia
•Bersihkan luka dan debridemen jaringan yang hilang
•Jahitan, lem, atau ikatan dapat digunakan untuk menutup kulit kepala
•Jaga tepi luka lembab dnegan salep antibiotik untuk mempercepat penyembuhan
•Gunakan kassa steril atau biarkan luka terbuka
•Antibiotik sistemik diindikasikan untuk luka terkontaminasi seperti gigitan
•Pastikan profilaksis tetanus yang sesuai
•Sediakan instruksi setelah perawatan untuk manajemen luka dan cedera kepala
FRAKTUR TULANG TENGKORAK

Fraktur tulang tengkorak sederhana (linear, tanpa pergeseran)


Tanda dan gejala: Tulang tidak tergeser dan fraktur tidak memerlukan perawatan khusus.
Intervensi:
•Observasi pasien terhadap cedera intrakranial potensial
•Jika tidak terdapat temuan yang membahayakan dan terdapat support sistem baik, pasien
dapat pulang ke rumah dengan instruksi perawatan setelah cedera kepala secara hati-hati
Fraktur depresi tulang tengkorak
Tanda dan gejala: observasi dan palpasi adanya deformitas, perdarahan, penurunan
kesadaran
Intervensi:
•Sediakan manajemen jalan napas dengan proteksi tulang servikal apabila diperlukan
•Kontrol perdarahan eksternal
•Tempatkan kassa steril di atas luka terbuka
•Perbaiki laserasi
•Pertimbangkan pemberian antibiotik sistemik
•Pastikan profilaksis tetanus apabila terdapat luka terbuka
•Persiapan intervensi bedah untuk elevasi segmen yang terdepresi, mengangkat fragmen
yang tertancap, dan debridement jaringan otak yang mengalami nekrose
FRAKTUR TULANG TENGKORAK
Fraktur basal tengkorak
Tanda dan gejala umum: sakit kepala, mual dan muntah, penurunan kesadaran

1. Fraktur fossa anterior


Ekimosis periorbital atau “raccon eyes”
Rhinorhea: kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung

2. Fraktur fossa media


Battle’s sign
Hematotimpani
Otorhea

3. Fraktur fossa posterior


Fossa posterior dibentuk dari tulang yang tebal dan halus yang jarang mengalami
fraktur, tapi karena kedekatan dengan brainstem, bahkan perdarahan kecil di dalam
fossa dapat memberikan tekanan fatal pada brainstem
Intervensi:

-Imobilisasikan dan evaluasi tulang servikal


-Jangan lakukan penyumbatan cairan serebrospinal yang bocor,
biarkan mengalir
-Jangan lakukan pemasangan selang lambung atau selang
endotrakeal melalui hidung, gunakan jalur oral
-Lakukan pemeriksaan neurologi dasar dan serial
-Secepatnya lakukan CT scan untuk mengidentifikasi cedera
intrakranial
-Sediakan profilaksis tetanus
-Tempatkan pasien untuk diobservasi
MANAJEMEN CEDERA OTAK BERKEPANJANGAN

1. Konkusio
Tanda dan gejala:
•Penurunan kesadaran - Paralisis falcid (selama tidak sadar)
•Keterlambatan respon verbal - Kebingungan
•Kata-kata tidak jelas - Lemas
•Telinga berdenging - Pusing berputar, vertigo
•Sakit kepala - Amnesia retrogade
•Mual muntah - Gangguan penglihatan
•Gangguan perilaku - hipertensi atau hipotensi
•Apnea - Kejang
Intervensi:
•Imobilisasi dan evaluasi tulang servikal
•Lakukan observasi serial tingkat kesadaran
•Berikan analgetik non narkotik untuk sakit kepala
•Rawat inapkan pasien untuk observasi jika terjadi tingkat kesadaran tidak pulih dengan cepat, muntah
frekuen, fraktur tulang tengkorak
•Pulangkan pasien jika terdapat care giver yang dapat dipercaya dan berikan instruksi setelah perawatan
secara tertulis
•Anak dan remaja tidak boleh melakukan olahraga sampai diperbolehkan oleh dokter
2. Cedera akson difus
Tanda dan gejala:
•Koma seketika dan memanjang lebih dari 6 jam
•Postur abnormal
•Kebingungan, amnesia, dan masalah perilaku setelah koma
•Kemungkinan terjadi kondisi vegetatif menetap
Intervensi: sama dengan penanganan pasien cedera otak traumatik berat

3. Kontusio
Tanda dan gejala:
•Penurunan kesadaran >6 jam - Mual, muntah
•Gangguan penglihatan - Disfungsi neurologis
•Kelemahan - Ataksia
•Hemiparese - Kebingungan
•Gangguan bicara - Kejang post cedera
Intervensi:
•Imobilisasi dan evaluasi tulang servikal
•Rawat inap pasien untuk observasi
•Berikan antiemetik bila diperlukan
•Lakukan penanganan pasien cedera kepala berat
•Indikasi bedah sesuai indikasi
4. Perdarahan intrakranial
A) Hematoma epidural
Tanda dan gejala:
•Agitasi dan sakit kepala hebat / kehilangan kesadaran tiba-tiba / kehilangan kesadaran
progresive / diikuti periode singkat tidak sadar (konkusio) dan kemudian perburukan yang
disebabkan oleh penekanan akumulasi darah
•Kelemahan (hemiparese kontralateral)
•Dilatasi pupil ipsilateral (sisi yang sama)
•Bradikardi
•Peningkatan tekanan darah
•Pola napas abnormal
Intervensi:
•Sama dengan penanganan pasien cedera otak traumatik berat
•Pembedahan untuk evakuasi darurat mungkin diperlukan

B) Hematoma subdural
•Intervensi:
•Sama dengan penanganan pasien cedera otak traumatik berat
•Objek yang menancap/menusuk:
•Jangan lakukan pengangkatan terhadap objek yang tertancap
•Stabilisasi objek untuk mencegah bergerak atau tercabut
•Kontrol perdarahan
•Gunakan kassa steril untuk menutup daerah di sekitar objek menancap
•Pastikan pemberian tetanus profilaksis
PERTIMBANGAN KHUSUS

1. Peningkatan tekanan intrakranial


Jika peningkatan berlangsung luas dan cepat, tekanan intrakranial akan meningkat melebihi MAP, aliran
darah ke otak akan berhenti.

2. Herniasi
a. Herniasi uncal (lateral, transtentorial)
Tanda lanjut: hilang kesadaran, pupil dilatasi dan tidak berespon bilateral, pernapasan neurogenik sentral,
postur fleksi atau ekstensi, peningkatan TIK tidak berespon terhadap terapi, bradikardi
b. Herniasi sentral
Tanda lanjut: koma dari kerusakan aktifasi sistem retikuler, pupil midpoint atau dilatasi tidak berespon,
penurunan respon motorik, respirasi Cheyne-stokes atau respirasi ataxic (tidak teratur), peningkatan TIK tidak
berespon dengan terapi, bradikardi

3. Kejang post cedera kepala


Intervensi:
•Manajemen jalan napas dengan imobilisasi spinal (jika terdapat riwayat jatuh)
•Berikan oksigenasi
•Berikan benzodiazepin untuk mengontrol kejang, titrasi untuk memperoleh efeknya
•Unutk kejang masih berlangsung, berikan phenytoin atau fosphenytoin secara intravena
•Pertimbangkan phenobarbital atau sedasi dalam (seperti propofol) jika kejang tidak terkontrol

Anda mungkin juga menyukai