Anda di halaman 1dari 7

F.

Tatalaksana

EDH adalah keadaan darurat bedah saraf. Oleh karena itu, diperlukan evakuasi
bedah yang mendesak untuk mencegah cedera neurologis yang ireversibel dan
kematian sekunder akibat ekspansi hematoma dan herniasi. Konsultasi bedah saraf
harus segera dilakukan karena penting untuk melakukan intervensi dalam 1 hingga 2
jam setelah presentasi.13-15
Prioritasnya adalah menstabilkan pasien, termasuk ABC (jalan napas, pernapasan,
sirkulasi), dan ini harus segera ditangani.
Intervensi bedah direkomendasikan pada pasien dengan:

 Volume >30cc, atau


 Ketebalan >15 mm, atau
 Pergeseran midline >5mm, atau
 Pasien EDH akut (GCS <9) dan anisokor di evakuasi secepat mungkin

Manajemen Operatif
Pada pasien dengan EDH akut dan simtomatik, pengobatannya adalah
kraniotomi dan evakuasi hematoma. Berdasarkan literatur yang tersedia,
"trephination" (atau evakuasi burr hole) seringkali merupakan bentuk intervensi yang
krusial jika ahli bedah yang lebih maju tidak tersedia; bahkan dapat menurunkan
angka kematian. Namun, kinerja kraniotomi, jika memungkinkan, dapat memberikan
evakuasi hematoma yang lebih menyeluruh.
Manajemen Non-Operatif
Ada kelangkaan literatur yang membandingkan manajemen konservatif
dengan intervensi bedah pada pasien dengan EDH. Namun, pendekatan non-bedah
dapat dipertimbangkan pada pasien dengan EDH akut yang memiliki gejala ringan dan
memenuhi semua kriteria yang tercantum di bawah ini:

 Volume EDH kurang dari 30 ml


 Diameter gumpalan kurang dari 15 mm
 Pergeseran garis tengah kurang dari 5 mm
 GCS lebih besar dari 8 dan pada pemeriksaan fisik, tidak menunjukkan gejala
neurologis fokal.

2
Perawatan non operatif di ruangan meliputi:
 Observasi GCS, pupil, lateralisasi, dan faal vital.
 Sirkulasi : cairan infus berimbang NaCl-glukosa, dicegah terjadinya overhidrasi,
bila sudah stabil secara bertahap di ganti cairan / nutrisi enteral / pipa lambung.
(1C)
 Airway : menghisap sekret / darah / muntahan bila diperlukan, tracheostomi.
Penderita COB dengan lesi yang tidak memerlukan evakuasi dan penderita dengan
gangguan analisa gas darah dirawat dalam respirator.
 Mempertahankan perfusi otak, memposisikan kepala head up sekitar 30, dengan
menghindari fleksi leher.
 Kateter buli-buli diperlukan untuk mencatat produksi urine, mencegah retensi
urine, mencegah tempat tidur basah (dengan demikian mengurangi risiko
dekubitus).
 Berikan obat-obatan analgetik (misal: acetaminophen, ibuprofen untuk nyeri
ringan dan sedang) bila didapatkan keluhan nyeri pada penderita.
 Berikan obat-obatan anti muntah (misal: metoclopramide atau ondansentron) dan
anti ulkus gastritis H2 bloker (misal: ranitidin atau omeprazole) jika penderita
muntah.
 Berikan Cairan hipertonik (mannitol 20%), bila tampak edema atau cedera yang
tidak operable pada CT Scan. Manitol dapat diberikan sebagai bolus 0,5 – 1 g/kg.
BB pada keadaan tertentu, atau dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100 cc
manitol 20% dalam 24 jam. Penghentian secara gradual.
 Berikan Phenytoin (PHT) profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi kejang
dengan dosis 300 mg/hari atau 5-10 mg kg BB/hari selama 10 hari. Bila telah
terjadi kejang, PHT diberikan sebagai terapi.

Jika keputusan dibuat untuk mengelola EDH akut non-bedah, observasi ketat
dengan pemeriksaan neurologis berulang dan pengawasan berkelanjutan dengan
pencitraan otak diperlukan, karena risiko hematomaekspansi dan kerusakan klinis
hadir. Rekomendasinya adalah untuk mendapatkan tindak lanjut CT scan kepala dalam
waktu 6 sampai 8 jam setelah cedera otak.

3
BAB III

KESIMPULAN

Epidural hematoma (EDH) adalah kumpulan darah ekstra-aksial di dalam ruang


potensial antara lapisan luar dura mater dan bagian dalam tengkorak, yang dibatasi oleh
jahitan lateral (terutama jahitan koronal) di mana terletak dura. Pasien dengan Epidural
Hematoma dijumpai hilang kesadaran singkat setelah trauma kepala, di ikuti interval lusid
dan kemunduran neurologik. Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara
progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Untuk menentukan diagnosis dilakukan anamnesis kemudian pemeriksaan fisik untuk menilai
kondisi pasien dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang salah satunya CT-Scan
ditemukan Gambaran hiperdens berbentuk bikonveks karena darah terkumpul terbatas pada
perlekatan duramater di sutura kranial. Penanganan Epidural Hematoma dapat operatif dan
non operatif. Tindakan operasi dapat dilakukan kraniotomi dengan evakuasi EDH dan
osteoplasti.

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenthal AA, Solomon RJ, Eyerly-Webb SA, Sanchez R, Lee SK, Kiffin C, Davare
DL, Hranjec T, Carrillo EH. Traumatic Epidural Hematoma: Patient Characteristics
and Management. Am Surg. 2017 Nov 01;83(11):e438-e440.
2. Barbosa T, Rodrigoes L, Xander P et al. Traumatic injury of dural venous sinus as
cause of epidural hematoma: importance of recognition and adequate surgical
planning. 2021;47. 40-43.
3. Universitas Hassanudin. Bahan ajar hematoma epidural. 2016.
4. Suarjaya I, Wargahdribata A. Manajemen perioperatif epidural haemmorhage akibat
cedera otak traumatik. 2012;1(1): 10-15.
5. Tamburrelli FC, Meluzio MC, Masci G, Perna A, Burrofato A, Proietti L.
Etiopathogenesis of Traumatic Spinal Epidural Hematoma. Neurospine. 2018
Mar;15(1):101-107.
6. Chicote Álvarez E, González Castro A, Ortiz Lasa M, Jiménez Alfonso A, Escudero
Acha P, Rodríguez Borregán JC, Peñasco Martín Y, Dierssen Sotos T. Epidemiology
of traumatic brain injury in the elderly over a 25 year period. Rev Esp Anestesiol
Reanim (Engl Ed). 2018 Dec;65(10):546-551.
7. Cherie Mininger. Epidural Hematoma. Dalam: Michael I. Greennberg, MD, MPH.
Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jilid 1. Edisi: 1. Jakarta: Erlangga; 2018. h. 51
8. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, emedicine.com
9. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, et al. Surgical management of acute epidural
hematomas. Neurosurgery 2006; 58:S7.
10. Brain Trauma Foundation, American Association of Neurological Surgeons, Congress
of
Neurological Surgeons, et al. Guidelines for the management of severe traumatic
brain
injury. Introduction. J Neurotrauma 2007; 24 Suppl 1:S14.
11. Gean AD, Fischbein NJ, Purcell DD, et al. Benign anterior temporal epidural
hematoma: inolent lesion with a characteristic CT imaging appearance after blunt
head trauma. Radiology. 2020
12. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf.

5
13. Bhorkar NM, Dhansura TS, Tarawade UB, Mehta SS. Epidural Hematoma: Vigilance
beyond Guidelines. Indian J Crit Care Med. 2018 Jul;22(7):555-557.
14. Gutowski P, Meier U, Rohde V, Lemcke J, von der Brelie C. Clinical Outcome of
Epidural Hematoma Treated Surgically in the Era of Modern Resuscitation and
Trauma Care. World Neurosurg. 2018 Oct;118:e166-e174. 
15. Basamh M, Robert A, Lamoureux J, Saluja RS, Marcoux J. Epidural Hematoma
Treated Conservatively: When to Expect the Worst. Can J Neurol Sci. 2016
Jan;43(1):74-81.

Anda mungkin juga menyukai