Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus Ilmu Kesehatan anak

Sindrom Nefrotik
Sebagai Diskusi Kasus Diskusi Modul 8.2 Kepaniteraan Junior

Disusun oleh:

Ananda Muhammad Ilham


1811201006

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran
Universitas Abdurrab
Pekanbaru
2022
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : An. Z.N.
Umur : 4 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bukit Kerikil
II. Identitas orang tua
Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. R
Umur 34 27
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1

III. Anamnesa (Alloanamnesis(ibu))


Keluhan utama :
Bengkak pada kedua kelopak mata dan perut

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kelopak matanya dan
perut sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak terjadi
tiba-tiba di pagi hari ketika pasien bangun tidur. Selama bengkak, ibu pasien
mengeluhkan BAK berwarna kuning dan berbusa. Keluhan riwayat sering
terbangun dimalam hari untuk BAK disangkal. BAK berwarna kemerahan
disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak nafas dan anak masih bisa
tidur dengan satu bantal. Selama bengkak, nafsu makan pasien menurun. Pasien
tidak mengeluhkan demam, mual, muntah, mencret.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sindrom nefrotik 2 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pada keluarga tidak ada keluhan seperti ini
Riwayat Kehamilan Ibu :
 Penyakit selama hamil : Tidak ada
 Pemeriksaan kehamilan : Di lakukan dibidan
 Tindakan selama kehamilan : Tidak ada
 Lama hamil : 38 minggu
 Riwayat persalinan :Persalinan normal
Riwayat Makanan dan Minuman :
 Bayi : ASI, susu formula dan nasi tim
 Anak : Makanan seperti orang dewasa, nasi dan sayur
 Kesan : Baik
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi Umur
BCG 1 bulan
DPT 2, 3, 4 bulan
Polio 1,2,3,4 bulan
Hepatitis B Baru lahir, 2, 3, 4 bulan

Campak 9 bulan

Pertumbuhan dan Perkembangan :


 Motorik Halus:
Perkembangan motorik halus anak sesuai dengan tahap
perkembangannya seperti menggambar lingkaran dikertas dan menyusun 8
kubus tanpa terjatuh
 Motorik Kasar:
Perkembangan motorik kasar anak sesuai dengan tahap perkembangannya
seperti mengayuh sepeda roda tiga, berdiri satu kaki, melompati
Riwayat pribadi dan sosial :
Riwayat pribadi dan sosial anak baik. Anak dapat bermain bersama teman-
temannya dan mematuhi aturan permainan yang ia ikuti
Kemampuan Bahasa :
Kemampuan berbahasa anak sesuai dengan tahap perkembangannya
seperti menyebutkan nama panjangnya tanpa bantuan
IV. Pemeriksaan fisik
1. Umum
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 96 × / menit
 Pernapasan : 20 × / menit
 Suhu : 36,2 °C
 Berat badan : 15 kg
 Tinggi badan : 105 cm
 BB/TB : 83,75 %
 Status gizi : Gizi baik
 Anemia : Tidak ada
 Sianosis : Tidak ada
2. Status generalis
 Kepala : Normocephali
 Rambut : Warna hitam, tidak rontok
 Mata : Sklera Ikterik (-/-), konjunctiva anemis
(-/-), sekret (-/-), edema palpebra (+/+)
 Telinga : Bentuk normal, sekret(-), massa (-)
 Hidung : NCH (-), Deviasi septum (-), Sekret (+)
 Gigi dan Mulut : Karies (-), Gusi berdarah (-), bentuk mulut
normal, lidah kotor (-)
 Tenggorok : Faring hiperemis (-)
 Tonsil : T1-T1
 Faring : Hiperemis (-)
 Laring : Tidak ada kelainan
3. Kelenjar Getah Bening
 Leher : Tidak ada pembengkakan
 Aksila : Tidak ada pembengkakan
 Inguinal : Tidak ada pembengkakan
4. Thorax
 Paru
- Inspeksi : Retraksi dinding dada (-)
- Palpasi : tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : Rongki (-), Wheezing (-)
 Jantung
- Inspeksi : tidak dilakukan
- Palpasi : tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : BJ I dan II reguler/normal
5. Abdomen
- Inspeksi : abdomen terlihat cembung kesan asites
- Auskultasi : BU (+)
- Perkusi : Dalam batas normal
- Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar, shifting
dullness (+)
V. Laboratorium
Pemeriksaan
- Darah lengkap
 Hemoglobin (hb) : 11,2 gr/dL
 Jumlah leukosit : 6.300 mm3
 Jumlah trombosit : 507.000 mm3
 Eosinofil :1%
 Basofil :0%
 Neutrofil segmen : 59 %
 Limfosit : 36 %
 Monosit :4%
 Jumlah eritrosit : 4.080.000 mm3
 MCV : 82 FL
 MCH : 27 PG
 MCHC : 33 %
 Hematokrit : 33 %
- Urinalisa
 Warna : kuning jernih
 Reduksi adrand/puasa : negatif
 Protein : +3
 Bilirubin : negatif
 Sel eritrosit : 0-1
 Sel lekosit : 1-3
 Sel epithel : 2-4
 Berat jenis : 1.015
 Urobilin : negatif
 Nitrit : negatif
 Keton : negatif
- Faal hati
 Albumin : 1,1 mg/dl
VI. Resume
Seorang anak perempuan berusia 4 tahun 4 bulan dibawa oleh orang
tuanya kerumah sakit dengan keluhan bengkak di kedua kelopak matanya dan
perut sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Bengkak terjadi tiba-tiba dipagi hari
ketika pasien bangun tidur, selama bengkak ibu pasien mengeluhkan BAK
berwarna kuning dan berbusa, tidak ada keluhan riwayat terbangun dimalam hari
untuk BAK, BAK berwarna merah juga disangkal, keluhan bengkak tidak disertai
dengan sesak nafas dan anak masih bisa tidur menggunakan 1 bantal, selama
bengkak nafsu makan pasien menurun, pasien tidak mengeluhkan demam, mual,
muntah dan mencret. Pasien memiliki riwayat sindrom nefrotik 2 tahun yang lalu,
pada keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini. Selama kehamilan
dalam batas normal, riwayat makanan dan minum baik, imunisasi lengkap dan
teratur, pertumbuhan dan perkembangan anak normal. Pada pemeriksaan tanda
vital tekanan darah 120/80 mmHg, pemeriksaan bagian mata terdapat edema
palpebra (+/+), dan pemeriksaan inspeksi abdomen didapatkan: abdomen terlihat
cembung kesan asites; palpasi: soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar, shifting dullnes (+). Selanjutnya pada pemeriksaan
laboratorium, pada pemeriksaan urinalisa didapatkan protein +3 dan pemeriksaan
faal hepar didapatkan albumin: 1,1 mg/dl.
VII. Diagnosis Banding
 Sindrom nefrotik
 Sindrom nefritik akut
 Malnutrisi

VIII. Diagnosis Kerja


Sindrom nefrotik
IX. Terapi
 Pemberian obat diuretik : furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron,
diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
 Terapi inisial : Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik
idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran
ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari)
 Terapi relaps : Pada pasien sindrom nefrotik yang mengalami
relaps dapat diberikan prednison dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama
4 minggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kumpulan gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria (>3,5 g/hari) hipoalbuminemia (≤2,5g/dl), edema, hiperlipidemia, dan
dapat disertai hiperkolestrolemia > 200 mg/dl.1,3
B. Epidemiologi
Tingkat kejadian Sindrom Nefrotik (SN) pada anak di Amerika Serikat
dan Inggris sekitar 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih
tinggi, di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000/tahun pada anak berusia kurang dari
14 tahun.2,3
C. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh oleh glomerulonefritis (GN)
primer dan skunder akibat infeksi, keganasan, obat, toksin dan akibat penyakit
sistemik. Glomerulonefritis lesi minimal merupakan penyebab Sindrom Nefrotik
(SN) yang paling sering pada anak-anak, tapi juga sering ditemukan pada semua
usia, sekitar 30% penyebab Sindrom Nefrotik (SN) pada dewasa dihubungkan
dengan penyakit sistemik seperti Diabetes Militus (DM) amioloidosis atau Lupus
Eritematosis Sistemik (SLE). Penyebab lain disebabkan oleh kelainan primer pada
ginjal seperti kelainan lesi minimal, glomerulonefritis fokal segmental dan
nefropati membranosa.1,2,5
Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik
Glomerulonefritis primer:
 GN lesi minimal
 Glomerulosklerosis fokal segmental
 GN membranosa
 GN membranoproliferatif
 GN proliferatif lain
Glomerulonefritis skunder akibat:
1. Infeksi
• HIV, hepatitis virus B dan C
• Sifilis, malaria, skistosoma
• Tuberkulosis, lepra
2. Keganasan
• Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma, hodgkin,
mieloma multipen dan karsinoma ginjal
3. Sistemik
• Lupus eritematosus sistemik (SLE), artritits reumatoid, mixed
connective tissue disease (MCTD)
4. Obat dan toksin
• Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilin,
probesenid, dll
5. Lain-lain
• Diabetes militus, amiloidosis, pre-eklampsia, dll

Patofisiologi
A. Proteinuria
Proteinuria terjadi dikarenakan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang terjadinya kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertaman berdasarkan ukuran molekul size
barrier dan yang kedua berdasarkan muatan listrik charge barrier. Pada Sindrom
nefrotik kedua mekanisme tersebut terganggu, selain itu konfigurasi molekul
protein juga menentukan apakah molekul tersebut dapat lolos melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif, berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif adalah
protein yang keluar terdiri dari molekul-molekul kecil misalnya albumin,
sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar
seperti imunoglobulin, seletivitas proteinuria tergantung keutuhan struktur MBG.
Pada sindrom nefrotik yang disebabkan oleh GNLM ditemukan
proteinuria selektif, pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot
processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya dari struktur MBG.
Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan
muatan negatif MBG menurun dan menyebabkan albumin dapat lolos kedalam
urin. Pada GNMN kerusakan strukur MBG terjadi akibat terdapatnya endapan
kompleks imun di sub-epitel, endapatan itu membentuk komplek C5b-9 yang
akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas MBG, walaupun mekanisme
yang pasti belum diketahui.1,2
B. Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintetis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masih dengan akibat penurunan
tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma
maka hati berusaha meningkatkan sintetis albumin, tetapi peningkatan sintetis
albumin tidak dapat mencegah terjadinya hipoalbumin. Hipoalbumin juga
dapat terjadi karena penigkatan reabsorsi dan katabolisme albumin oleh
tubulus proksimal.1,2
C. Edema
Edema pada sindrom nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill
dan overwill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbumin merupakan
penyebab utama terjadinya edema pada sindrom nefrotik, hipoalbumin
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser
dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat
penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi
hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi
natrium dan air, mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume
intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbumin
sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal
utama, retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstravaskuler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua
mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien sindrom
nefrotik.1,2
D. Hiperlipidemia
Terjadi oleh karena beberapa mekanisme yang belum jelas, tetapi
diduga akibat peningkatan produksi lipoprotein oleh hati tampa gangguan
katabolisme, peningkatan sintetis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL
menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada pasien sindrom
nefrotik. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga
merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada sindrom
nefrotik. Penuruan kadar HDL pada sindrom nefrotik diduga akibat
berkuragnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang
berfungsi untuk katalisasi pembentukan HDL, enzim ini juga berperan
mengangkut kolestrol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme.1,2
Manifestasi Klinis
Gejala pada pasien sindrom nefrotik adalah urin berbuih akibat
(proteinuria >3,5 g/hari), kaki berat, bengkak, dengin dan tidak berasa, pasien
biasanya merasa lemah dan mudah lelah (akibat keseimbangan nitrogen
negatif), anoreksia, diare.Tanda pada pasien sindrom nefrotik adalah edema
yang muncul pada daerah periorbita, kongjungtiva, dinding perut, sendi lutut,
efusi pleura, ascites, selain itu hilangnya massa otot rangkaa, kuku
memperlihatkan pita-pita putih melintang Muerchke`s Band (akibat
hipoalbumin).1,2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Pemeriksaan darah
• Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin, leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit, hematokrit, LED
• Albumin (n; 3,5-4,5 gr/l) dan kolestrol serum
• Kadar komplemen C3, bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
ditambah pemeriksaan dengan komplemen C4, ANA (anti-nuclear
antibody) dan anti ds-DNA
2. Pemeriksaan urinalisi
• Parameter fisik urin
− Warna (urin jernih, hematuria) dan densitas relatif (dipstik:
memakai indikator perubahan warna)
• Parameter kimia
− Protein: diuji mengunakna uji dipstik dengan hasil tidak
boleh besar dari + 3
3. Mikroskopik urin
− Mengunakan urin pertama atau urin dipagi hari dan untuk
mencegah terjadinya kerusakan sel urin harus segera
diperiksa
− Pemeriksaan sel eritrosit (n: 0-1/LPB), leukosit (n:
2-3/LPB), sel tubulus ginjal, silinder epitel (sel nukleus
mencolok pada sindrom nefrotik)
4. Pemeriksaan Ginjal
− Ureum  bila dicurigai terjadinya gagal ginjal akut
− Pengukuran fungsi ginjal  pemeriksaan laju filtrasi ginjal
(LFG) kreatinin plasma dan klirens keratinin.3

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik (SN) perlu dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai dengan pemeriksaan penunjang yang
tepat. Pasien dengan sindrom nefrotik biasanya datang dengan keluhan bengkak
(edema) pada daerah periorbital, konjungtiva, asites. Selain bengkak pasien juga
mengeluhkan urin berbuih atau berbusa, pada pasien sindrom nefrotik sekunder
biasanya diikuti dengan gejala-gelaja yang muncul seperti diabetes militus,
sistema lupus eritematosus, riwayat obat-obatan, dan riwayat keganasan. Pada
pasien sindrom nefrotik dewasa dianjurkan untuk dilakukan biopsi ginjal (jika
sarana memadai) dengan tujuan diagnosis histologikal, pengobatan lebih lanjut
dan terapi serta prognosis.1.3
Klasifikasi Sindrom Nefrotik
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi 3, yaitu kongenital,
primer atau idiopatik, dan sekunder:
a. Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah:
• Finnish-type congenital neprotic syndrome (HPHSI,
neprhin)
• Denys-drash syndrome
• Frasien syndrom
• Diffuse mesangial sclerosis
• Autosomal recessive, familial
• Autosomal dominant familial
• Nail patella syndrome
• Pierson syndrome
• Schimke immuno-osseous dysplasia
• Galloway-mowat syndrome
• Oculocerebrorenal syndrome
b. Primer /idiopatik
c. Sekunder
Komplikasi Sindrom Nefrotik
• Gagal Ginjal Akut : bisa terjadi karena volume plasma efektif menurun
(hipovolemi), sepsis, nekrosis tubuler akut, trombosis vena renalis
bilateral.
• Trombosis vaskuler : kondisi hiperkoagulabic meningkat kecendrungan
terjadinya trombosis (trombosis vena renalis terutama pada membranous
nephropathy, trombosis vena, dan arteri perifer)
• Malnutrisi : kondisi ini disebabkan oleh proteinuria yang berat, serta
anoreksia akibat perfusi usus menurun, edema hepatik dan viseral, serta
rasa penuh pada perut karena acites
• Penyakit Ginjal Tahap Akhir: sindrom nefrotik dapat progresif dan
berkembang mengjadi penyakit ginjal tahap akhir, proteinuria merupakan
faktor penentu terhadap progresifitas kerusakan glomerulus,
perkembangan glomerulosklerosis, dan kerusakan tubulointerstisium.

Batasan Sindrom Nefrotik


• Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu .
• Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu .
• Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan .
• Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun .
• Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan .
• Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
• Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu

Diagnosis Banding
 Sindrom nefritik akut merupakan kumpulan gejala dengan onset yang akut
(hari sampai minggu) yang terdiri dari: Hematuria, Oliguria, Hipertensi,
Proteinuria (biasanya ringan), Edama (biasanya hanya diwajah). Sindrom
nefritk akut yang paling sering dijumpai pada anak-anak adalah
glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAP), biasanya diawali
dengan riwayat faringitis streptococcus.
 Malnutrisi (kwashiorkor) merukapan sindrom klinis akibat dari defisiensi
protein berat dan masukkan kalori tidak cukup, biasanya juga ditandai
dengan edema generalisasi atau terlokasi biasanya pada bagian perut,
muka dan tungkai.4

Penatalaksanaan
Tatalaksana umum
Anak dengan manifestasi klinis Sindrom nefrotik pertama kali, sebaiknya
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid,
dan edukasi orangtua.
a. Pemberian diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema
refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/
dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam
untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian
furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat
diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi
albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran
cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga
mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
b. Terapi inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison
60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis
terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat
badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose)
inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
c. Terapi Relaps
Pada pasien sindrom nefrotik yang mengalami relaps dapat diberikan
prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan
dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami
proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari
lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi
diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak
perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai
diberikan.3
Prognosis
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespon terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya sembuh sendiri secara
spontan menjelang usia akhir dekade kedua.4
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pada kasus ini, seorang anak berusia 4 tahun dibawa orang tuanya ke rumah
sakit dengan keluhan bengkak dikedua kelopak matanya dan di bagian perut.
Berdasarkan keluhan utama kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah
sindrom nefrotik, sindrom nefritik akut, malnutrisi (kwashiorkor).
Pada RPS, pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kelopak matanya
dan perut kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak terjadi
tiba-tiba di pagi hari ketika pasien bangun tidur. Selama bengkak, ibu pasien
mengeluhkan BAK berwarna kuning dan berbusa. Keluhan riwayat sering
terbangun dimalam hari untuk BAK disangkal. BAK berwarna kemerahan
disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak nafas dan anak masih bisa
tidur dengan satu bantal. Selama bengkak, nafsu makan pasien menurun. Pasien
tidak mengeluhkan demam, mual, muntah, mencret. Dan pada RPD ditemukan
adanya riwayat sindrom nefrotik 2 tahun yang lalu.
Berdasarkan hasil RPS kemungkinan terdapat kelainan pada ginjal pasien,
kemudian dari hasil RPD sudah bisa dipastikan pasien mengalami sindrom
nefrotik relaps/kambuh, karena 2 tahun yang lalu pasien pernah mengalami
sindrom nefrotik. Kemudian seharunya pemeriksa menanyakan bengkaknya ini
apakah hanya dibagian mata dan perut, kaki dan dikemaluan tidak ditanyakan,
kemudian ditanyakan juga apakah ada riwayat infeksi saluran nafas atas, BAK
berwarna merah disangkal ini dapat membantu menyingkirkan diagnosis sindrom
nefritik akut, pemeriksan juga harus menanyakan apakah otot mengecil karna hal
ini dapat membantu menyingkirkan diagnosis malnutrisi. keluhan bengkak ini
tidak disertai sesak nafas dan anak masih bisa tidur dengan satu bantal, tujuan
pemeriksa menanyakan hal tersebut menyingkirkan diagnosis banding karena
dugaan bengkak disebabkan masalah dijantung.
Pada hasil RPD perlu digali lebih dalam untuk memastikan apakah diagnosis
pasien sindrom nefrotik relaps/ kambuh apa tidak, selama 2 tahun yang lalu
apakah pasien meminum obat secara teratur, apakah pasien selalu kontrol untuk
melihat apakah terdapat resistensi terhadap kortikosteroid, dan juga untuk
memastikan apakah masih terdapat proteinuria apa tidak.
Seharusnya pemeriksan juga menanyakan :
• Bengkaknya hanya dimata dan di perut, bagian lain seperti kaki dan
kelamin harusnya ditanyakan
• Apakah terdapat riwayat infeksi saluran nafas atas
• Apakah otot pasien mengecil
• Apakah selama 2 tahun yang lalu pasien minum obat secara rutin
• Apakah pasien ada kontrol

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien mengalami hipertensi yaitu 120/80
mmHg, mungkin perlu ditanyakan apakah sebelumnya tekanan darah anak
memang tinggi atau tidak. Berdasarkan Konsensus Tatalaksana Hipertensi pada
Anak menurut IDAI, untuk menentukan hipertensi didasarkan pada The Fourth
Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in
Children and Adolescent, hipertensi pada anak usia (3-5 tahun) adalah nilai rata-
rata tekanan darah sistolik adalah 95-110 mmhg dan untuk tekanan diastoliknya
57-70 mmhg berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan pada pengukuran
sebanyak 3 kali atau lebih. Pada kasus pemeriksaan tekanan darah baru dilakukan
1 kali sehingga belum bisa untuk menegakkan diagnosis hipertensi, sehingga
pemberian obat antihipertensi tidak diberikan terlebih dahulu, karena pemberian
diuretik juga berpengaruh pada penurunan tekanan darah. Status gizi pasien baik,
rambut dalam keadaan baik, sehingga diagnosis banding kwashiorkor dapat
disingkirkan. Pemeriksaan fisik yang menonjol yaitu edema palpebra dextra &
sinistra (+) dan palpasi abdomen ditemukan adanya asites ditandai dengan
(Shifting dullness (+). Sindrom nefrotik memiliki manifestasi seperti di atas dan
disertai dengan manifestasi lain.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat penting dalam menegakkan diagnosis
sindrom nefrotik, seharusnya juga perlu dilakukan pemeriksaan kolestrol dan lipid
karna sindrom nefrotik kadang memiliki tanda hiperlipidemia dan lipiduria. Untuk
pemeriksaan laboratorium yang di dapat yaitu pada pemerisaan urin didapatkan
kadar protein +3 dan pada pemeriksaan faal hati di dapatkan kadar albumin 1,1
mg/dl.
Diagnosis
Bedasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang maka dapat ditegakkan diagnosis dan diagnosis banding pada pasien
adalah:
• Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala klinis yang terdiri
dari: proteinuria > 3,5 g/hari, hipoalbumenia, edema sampai
anasarka, hiperlipidemia, dan lipiduria.
• Sindrom nefritik akut merupakan kumpulan gejala dengan onset
yang akut (hari sampai minggu) terdiri dari: hematuria, oliguria,
hipertensi, proteinuria (biasanya ringan) edema(biasanya hanya
wajah).
• Malnutrisi (kwashiorkor) merukapan sindrom klinis akibat dari
defisiensi protein berat dan masukkan kalori tidak cukup, biasanya
juga ditandai dengan edema generalisasi atau terlokasi biasanya
pada bagian perut, muka dan tungkai.
Terapi
Pada pasien ini diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3
mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis
aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian
diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik
lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium
darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb.
Karena pasien pernah mengalami sindrom nefrotik 2 tahun yang lalu dan tampa
ada kontraindikasi kortikosteroid maka akan diberikan prednison dosis penuh
sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4
minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi
tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya,
biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7
hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan
relaps.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Sindrom nefrotik (SN) merupakan tanda patognomonik penyakit glomerular
yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5 g/hari,
hiperkolesterolemia dan lipiduria.
2. Sindrom nefrotik (SN) adalah kelainan klinis yang ditandai dengan gejala:
Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/dl atau dipstik ≥2+); hipoalbuminemia
< 2,5 gram/dL; edema; dapat disertai hiperkolesterolemia > 200mg/dl
3. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh Glomerulonefritis (GN) primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat (connective tissue
disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik
4. Pasien dengan Sindrom Nefrotik biasanya akan datang dengan keluhan
bengkak dan biasanya bengkak berawal pada area dengan tekanan hidrostatik
intravaskular yang tinggi seperti kedua kaki dan ankle, tetapi dapat juga terjadi
pada area dengan tekanan hidrostatik intravaskular yang rendah seperti periorbita
dan skrotum. Bila bengkak hebat dan generalisata dapat bermanifestasi sebagai
anasarka dan keluhan buang air kecil berbusa.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokroprawiro, dkk, 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga Rumah sakit 2. Surabaya. Universitas
Airlangga
2. Alwi, I dkk. 2019. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan
Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing.
3. Trihono, PP dkk. 2012. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik
pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Rauf, S dkk. 2012. Konsensus Glomerulonefritis Akut pasca-streptococcus.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Marcdante, dkk., 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi keenam.
Elsevier: Lokal Jakarta

Anda mungkin juga menyukai