Abstrak
Maag merupakan salah satu dari banyak penyakit ringan yang bisa ditangani dengan swamedikasi. Swamedikasi atau
pengobatan sendiri adalah praktik umum yang sering dilakukan diseluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ketepatan swamedikasi maag pada pelajar sekolah menengah atas negeri non kesehatan di Kecamatan
Pontianak Selatan yang meliputi aspek 4T, yaitu tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat diagnosis. Penelitian
ini merupakan penelitian obsevasional dengan menggunakan metode potong lintang (cross sectional) yang bersifat
deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan melakukan wawancara kepada 320 responden siswa sekolah menengah atas negeri non kesehatan di
Kecamatan Pontianak Selatan. Obat yang paling banyak digunakan sebagai swamedikasi maag adalah golongan
antasida. Persentase hasil penelitian ketepatan swamedikasi maag pada siswa sekolah menengah atas non kesehatan
negeri di Kecamatan Pontianak Selatan adalah tepat obat 84,062%, tepat indikasi 84,062%, tepat dosis 94,062%, dan
tepat diagnosis 84,062%. Kesimpulannya adalah sebesar 78,44% responden yang melakukan swamedikasi maag tepat
berdasarkan 4T.
Tepat Obat Tepat Indikasi Tepat Diagnosis Tepat Dosis Ketepatan Swamedikasi Maag
Obat golongan antasida yang paling sering umumnya untuk menetralisir asam lambung,
digunakan memiliki 2 efek samping bertolak tetapi ketika dikonsumsi secara berlebihan,
belekang, yakni dapat menyebabkan konstipasi magnesium hidroksida dapat meningkatkan
(sembelit/susah BAB) dan dapat menyebabkan gerakan usus serta melunakkan fases
diare. Penyebab antasida bisa menyebabkan sehinggan buang air besar jadi lancer hingaa
diare karena golongan antasida dengan isi menyebabkan diare. Sedangkan alumunium
didalamnya yang mengandung magnesium hidroksida dapat menurunkan pergerakkan
hidroksida dan alumunium hidroksida
usus sehinggan menyebabkan lamanya transit Pontianak Selatan, seharusnya dapat membuat
atau berpindahnya fases ke usus besar.(17,18,19) ketepatan dalam melakukan swamedikasi juga
Ketepatan dalam swamedikasi meningkat. Tetapi, masih banyak faktor yang
disebabkan oleh beberapa factor intenal membuat ketepatan swamedikasi maag sangat
maupun eksternal. Faktor internal disebabkan rendah, salah satunya tingkat pengetahuan
oleh kurangnya pengetahuan dan kurangnya siswa. Pada siswa sekolah menengah atas
kemauan untuk mencari informasi mengenai negeri non kesehatan di Pontianak sendiri,
swamedikasi yang dilakukan, seperti membaca yang banyak terkena maag dan pernah
brosur/etiket/kemasan obat. Faktor eksternal melakukan swamedikasi maag adalah siswa
disebabkan dari luar responden yang perempuan dengan persentase 61,562% dan
melakukan swamedikasi seperti kurangnya laki-laki 38,437%. Hal ini dapat disebebkan
penyampaian informasi melalui media dan karena tingganya hormone gastrin pada
tenaga kesehatan yang kurang memberikan perempuan, dimana hormone gastrin ini
informasi tentang swamedikasi.(20) Oleh berkerja dalam meningkatkan asam lambung.
karena itu, informasi obat yang jelas dan dapat Selain itu, faktor lain yang menyebabkan
dipercaya sangat diperlukan agar penentuan tingginya persentase penderita maag adalah
jenis dan jumlah obat diperlukan agar siswa perempuan adalah stress, pada keadaan
rasional.(21) stress asam lambung dapat meningkat.
Kesalahan penggunaan obat dalam Penderita maag terbanyak pada siswa
swamedikasi jika terjadi secara terus-menerus sekolah menengah atas negeri di Pontianak
dalam waktu yang lama, dikhawatirkan dapat Selatan adalah kelas XII yaitu usia 16 tahun.
menimbulkan resiko pada kesehatan.(22) Hal ini disebabkan karena pada usia 16 tahun,
Dampak negative dari penggunaan obat yang kegiatan ekstrakurikuler siswa mulai
tidak rasional sangat banyak dan bervariasi meningkat, sehingga penyebabkan pola makan
tergantung dari jenis ketidakrasionalan yang tidak teratur. Penderita maag sekolah
penggunanya. Dampak nyata yang akan menengah atas negeri di Pontianak Selatan
dirasakan oleh pasien adalah biaya pengobtan juga banyak yang menggunakan antasida.
bertambah karena kemungkinan timbulnya Antasida adalah golongan obat maag yang
efek samping dan efek lain dari tubuh.(21) dijual bebas dipasaran dengan berbagai
Informasi yang jelas dan terpercaya sediaan. Sehingga sangat mudah diperoleh
mengenai obat-obat yang digunakan perlu dipasaran dan sangat mudah untuk dibawa
diketahui agar swamedikasi yang dilakukan kemana-mana.
benar. Apabila swamedikasi tidak dilakukan
dengan benar, maka dapat beresiko munculnya Simpulan
keluhan lain yang tidak diharapkan karena
penggunaan obat yang tidak tepat. Siswa perempuan pada sekolah
Swamedikasi yang tidak tepat diantaranya menengah atas negeri di Pontianak Selatan
ditimbulkan oleh salah mengenali gejala nlebih banyak melakukan swamedikasi maag
penyakit yang muncul, sehingga menyebabkan dari pada siswa laki-laki dan usia yang paling
salah dalam memilih obat, kesalahan dalam banyak menggunakan obat maag adalah usia 16
cara peggunaan obat dan salah dalam tahun. Golongan obat yang banyak digunakan
menentukan dosis juga dapat beresiko bagi sebagai swamedikasi mag adalah golongan
tubuh. Selain itu, juga ada potensi resiko antasida.
melakukan swamedikasi misalnya efek Ketepatan swamediaksi maag pada
samping yang jarang muncul namun parah, siswa menengah atas negeri di Pontianak
interaksi obat yang berbahaya, dosis yang Selatan adalah 74,88% dengan tepat obat
tidak tepat dan pilihan terapi yang salah.(21) 84,062%; tepat indikasi 84,062%; tepat dosis
Ketepatan swamedikasi maag 94,062%; tepat diagnosis 84,062. Oleh karena
disekolah menengah negeri Pontianak selatan itu, Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut
sebesar 75,88%. Tingginya swamedikasi maag mengenai ketepatan swamedikasi maag pada
pada pelajar sekolah menengah atas negeri di
Sekolah Menengah Atas Negeri pada Medication: A population-based study
kecematan lain di Pontianak. in Finland. 2014 .
8. Susuila, Suyanto. Metodologi
Ucapan Terimakasih Penelitian Cross Sectional. Klaten:
Terimakasih kepada adik-adik dari Boss Script; 2018
SMA Negeri 1,3,7 dan 10 yang telah bersedai 9. Prio AZ. Pengaruh teknik relaksasi
menjadi Responden dalam penelitian ini. Serta progresif terhadap respon nyeri pada
terimakasih kepada Dosen yang telah lanjut usia dengan gastritis di wilayah
membimbing jalannya penelitian ini. kerja puskesmas pancoran mas Kota
Depok (Tesis). Jakarta: Universitas
Indonesia; 2009.
Daftar Pustaka
10. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung:
PT.Alumni; 2002.
1. Dharmika D. Pendekatan klinis 11. Maulidiyah U. Hubungan antara stres
penyakit gastrointestinal. Dalam: Aru
dan kebiasaan makan dengan
WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
terjadinya kekambuhan gastritis
SK, Siti S, editor. Buku ajar ilmu
(skripsi). Semarang: Universitas
penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Balai
Airlangga. 2006.
Penerbit FKUI; 2014.
2. Sengkey S. Hubungan pola makan
12. Mansjoer A. Kapita selekta
dengan keadaan gastritis di wilayah
kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta:
kerja puskesmas posumaen kecamatan
Fakultas Kedokteran Universitas
posumaen kabupaten minahasa
Indonesia; 2001.
tenggara. E-Juenal Sariputra. 2015;
2(3): 96.
3. Sulastri S. Gambaran pola makan
13. Noorhana SW. Faktor psikologik yang
mempengaruhi kondisi medis. Jakarta:
penderita gastritis di wilayah kerja
Badan Penerbit FKUI; 2010.
puskesmas Kampar kiri hulu
kecamatan Kampar kiri hulu 14. Pinel JPJ. Biopsikologi. Edisi ke-7.
kabupaten Kampar riau. Gizi Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2009.
kesehatan reproduksi dan 15. Mayo Clinic. Stress symptomps:
epidemiologi. 2012; 1(2). effect on your body, feelings and
4. Irfadh M, et al. Self-Medication: a behavior. Mayo Found Med Educ Res
wareness and attitude among. 2017 (diunduh Agustus 2019).
Internatinonal journal of collaboration Tersedia dari:
research on internal medicine and www.mayoclinic.org/healthylifestyle/
public health. 2013; 5(6): 437. stress-management/in-
dept/stresssymptomps/
5. Notosiswoyo, Supriadi M. pengobatan
sendiri sakit kepala, demam batuk dan 16. Abay SM, Amelo W. Assessment of
pilek pada masyarakat di desa ciwilen self medication practices among
kecamatan warungkondang kabupaten medical, pharmacy and health
cianjur jawa barat. Jakarta: Badan sciences students in Gondar
Penelitian dan Pengembangan University Ethiopia. J Young Pharm.
Kesehatan DEPKES RI; 2005. 2010; 2:306–10.
6. Krtajaya H, et al. sel medication, who 17. DEPKES RI. Materi pelatihan
benefits and who is at loss. Indonesia: peningkatan pengetahuan dan
Mark Plus Insight; 2011: 3 keterampilan memilih obat bagi
tenaga kesehatan. Jakarta:
7. Siponen S, et al. Children’s health,
Departemen Kesehatan Republik
Self-Care and the use of Self-
Indonesia; 2008.
18. Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Topik sajian utama: menuju
swamedikasi yang aman [diakses 23
Juli 2019]. Tersedia dari
http://perpustakaan.pom.go.id/Koleks
iLainnya/Buletin%20Info%20
POM/01. pdf.
19. Azalita IA. Asupan Kalsium, Vitamin
C dan Kejadian Konstipasi Pada
Lansia Di Panti Werda Bakti Dharma
Surakarta. Naskah Publikasi.
Surakarta: Universitas Muhamadiyah.
20. Untari EK, Nurbaeti SN, Nansy E.
Kajian perilaku swamedikasi
penderita tukak peptik yang
mengunjungi apotek di kota
Pontianak. Jurnal Farmasi Klinik
Komunitas. 2013; 2(3):112-120.
21. Resnick, B. Constipation. In 20
Common Problems in Geriatric.
Singapore: McGraw-Hill Companies;
2001.
22. DEPKES RI. Pedoman penggunaan
obat bebas dan terbatas. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2006.