ABSTRAK
Swamedikasi adalah proses pengobatan yang dilakukan sendiri oleh seseorang mulai dari pengenalan gejala sampai
pemilihan dan penggunaan obat. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yangsering
dialami masyarakat seperti demam, pusing, nyeri, batuk, influenza, maag, kecacingan, penyakit kulit dan diare. Diare
adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume
cair serta frekuensi buang air besar tiga kali atau lebih. Apabila swamedikasi tidak dilakukan dengan benar maka dapat
berisiko munculnya keluhan lain karena penggunaan obat yang tidak tepat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap swamedikasi diare pada balita di Kelurahan Jagakarsa. Penelitian ini
menggunakan metode observasional yang bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional, serta menggunakan
teknik sampling berupa simple random sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 211 responden. Hasil menunjukkan
bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 52,1%, memiliki pengetahuan cukup sebanyak 27%, dan
memiliki pengetahuan kurang sebanyak 20,9%. Hasil analisis perilaku swamedikasi diare menunjukkan bahwa responden
mempunyai perilaku yang baik sebanyak 47,4%, berperilaku cukup sebanyak 37,9%, dan berperilaku kurang baik
sebanyak 14,7%. Hasil analisis uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan ibu terhadap swamedikasi
diare pada balita dengan nilai p value 0,000 < 0,05.
ABSTRACT
Self-medication is the selection and use of medicines by individuals to treat self-recognised illnesses or symptoms. Self-medication is
usually carried out to treat complaints and minor ailments that are often experienced by the community such as fever,
dizziness, pain, cough, influenza, ulcers, helminthiasis/worm infection, skin diseases anddiarrhea. Diarrhea is a condition
of abnormal or unusual of defecate, characterized by an increase in fluid volume and the frequency of defecation three or
more times a day. If self-medication is not carried out properly, there can be a risk of other complaints due to inappropriate
drug use. The purpose of this study was to determine the relationship between mother’s level of knowledge on self-
medication of diarrhea in toddlers at RW 04 Jagakarsa Area. This study used an observational method by descriptive
analytic with a cross sectional design and the sampling technique used was simple random sampling. The respondents
were about 211. The results showed that respondents have a good level of knowledge as much as 52,1%, have sufficient
knowledge as much as 27%, and have less knowledge as much as 20,9%. The results of the behavioral analysis of self-
medication for diarrhea showed that respondents had good behavior as much as 47,4%, had sufficient behavior as much
as 37,9%, and poor behavior as much as 14,7%. The results of the chi-square test analysis showed thet there was a relationship
between mother’s knowledge of self-medication of diarrhea in toddlers with p value 0,000 <0,05.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu
dalam Swamedikasi Diare pada Balita di Kelurahan Jagakarsa
Berdasarkan karakteristik kelompok pendidikan tingkat kategori pengetahuan baik, 57 responden (27%)
terakhir sebagian besar responden adalah SMA/K tergolong kategori pengetahuan cukup, dan 44
sebanyak 62,6%. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden (20,9%) masuk kategori berpengetahuan
responden yang paling banyak melakukan swamedikasi kurang. Hasil tersebut menggambarkan bahwa tingkat
merupakan kelompok dengan tingkat pendidikan yang pengetahuan ibu terhadap diare pada balita di RW 04
baik. Menurut Mandala et al. (2022), semakin tinggi tingkat Kelurahan Jagakarsa lebih banyak berkategori baik,
pendidikan seseorang semakin baik seseorang dalam melakukan dikarenakan diare merupakan penyakit yang sering
swamedikasi. terjadi pada balita sehingga ibu-ibu di lingkungan
Berdasarkan karakteristik responden pada tersebut rata-rata sudah mengetahui penyakit diare dan
kelompok pekerjaan lebih banyak kepada IRT sebanyak sudah pernah menangani masalah diare pada balita.
40,8%. IRT lebih banyak melakukan swamedikasi, hal Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
ini dikarenakan IRT dianggap lebih banyak memiliki dilakukan oleh Hapsari & Gunardi (2018), dimana
waktu untuk berada dirumah sehingga lebih mengetahui kategori tingkat pengetahuan orang tua terhadap diare
perkembangan dan kondisi anak (Suherman & Febrina, pada balita di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr
2018). Ibu rumah tangga memiliki kepekaan yang lebih Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kiara, Jakarta Pusat
besar dalam melakukan pencarian pengobatan, serta berkategori baik yaitu sebesar 99%. Tingkat
umumnya tidak memiliki penghasilan sendiri sehingga pengetahuan orang tua tentang diare pada balita hampir
melakukan swamedikasi yang dianggap lebih mudah seluruhnya baik, hal tersebut dapat dikaitkan dengan
dan praktis tanpa perlu ke dokter (Zulkarni et al., 2019). mayoritas subjek yang tergolong usia dewasa dan
berpendidikan cukup baik Pengetahuan merupakan hasil
Pengetahuan Responden Mengenai Swamedikasi pemahaman seseorang terhadap informasi yang telah
pada Balita diterima melalui beberapa sumber seperti radio,
handphone, televisi, koran, majalah, buku dan sumber
Data pada Tabel 3 menunjukkan hasil analisis informasi lainnya, selain itu pengetahuan juga
tingkat pengetahuan dari 211 sampel penelitian. Hasil dipengaruhi oleh usia, pengalaman, pendidikan,
menunjukkan terdapat 110 responden (52,1%) memiliki pekerjaan dan jenis kelamin (Notoatmodjo, 2013).
Tabel 3. Kategori Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Swamedikasi Diare pada Balita di Kelurahan Jagakarsa
Pengetahuan Responden Mengenai Diare Pada Balita supaya tidak tertular virus, bakteri dan parasit yang
Pertanyaan nomor satu pada Tabel 4, dapat menyebabkan diare. Berdasarkan pertanyaan
menunjukkan responden yang menjawab benar bahwa nomor dua terkait definisi dari diare, persentase
diare adalah penyakit menular sebanyak 81%. Penularan responden menjawab dengan benar sebesar 80,6%,
penyakit ini umumnya melalui cara fekal-oral, makanan sedangkan yang menjawab salah sebanyak 19,4%. Diare
dan minuman yang telah terkontaminasi (Dharmayanti adalah buang air besar (defekasi) 3x atau lebih dengan
& Tjandrarini, 2020). Pentingnya pengetahuan konsistensi feses encer/bercampur darah/berlendir
mengenai penyakit diare karena penyakit diare (Manggiasih, 2016). Hal ini penting diketahui oleh ibu
merupakan penyakit menular, maka orang tua agar dapat mengetahui saat anaknya terkena diare atau
khususnya ibu lebih berhati-hati dalam menjaga balita tidak sehingga dapat melakukan penanganan dengan
cepat dan tepat terhadap penyakit diare yang dialami masuk ke dalam saluran pencernaan kemudian
balita. berkembang di dalam usus mengakibatkan gangguan
Pertanyaan nomor tiga dan empat terkait diare fungsi intestinal dalam keseimbangan cairan dan
merupakan penyakit pada sistem pencernaan dan dapat elektrolit (Maidartati & Anggraeni, 2017). Salah satu
disebabkan oleh efek samping obat. Persentase penyebab diare pada anak yaitu efek samping dari
menjawab benar pada pertanyaan nomor tiga sebesar penggunaan antibiotik. Amoksisilin, amoksisilin-asam
76,8%, sedangkan menjawab benar pada soal nomor klavulanat, penisilin-V adalah antibiotik yang
empat yaitu 76,3%. Diare merupakan gejala yang terjadi dilaporkan sering menyebabkan diare (Putri et al.,
karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, 2020). Jadi pada penggunaan obat yang kurang tepat
penyerapan dan sekresi. Etiologi diare dalam faktor dapat meyebabkan penyakit diare pada balita.
infeksi, diawali dengan adanya mikroorganisme yang
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Responden terhadap Pengetahuan Diare pada Balita di Kelurahan Jagakarsa
Nomor 5 merupakan pertanyaan negatif terkait keparahan diare, frekuensi buang air besar dan volume
gejala diare dehidrasi, presentase responden menjawab tinja (Kemenkes RI, 2020). Lacto-b mengandung
benar sebanyak 31,3% dan salah 68,7%. Gejala muntah probiotik yang berfungsi untuk mengurangi keparahan
dapat muncul sebelum ataupun sesudah diare dan dan lamanya diare akut pada anak, sehingga pemberian
disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan probiotik pada anak yang terkena diare dinyatakan tepat
asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak indikasi. Tepat indikasi adalah ketepatan memutuskan
kehilangan cairan dan elektrolit serta mengalami pemberian obat yang sepenuhnya berdasarkan alasan
gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi. medis dan terapi farmakologi (Sumawa et al., 2015).
Gejala dari dehidrasi yaitu menurunnya berat badan, Zinc dan lacto-b dikategorikan tepat indikasi jika obat
turgor kulit kembali dengan sangat lambat, mata yang diberikan sesuai dengan diagnosis kondisi diare.
menjadi cekung dan mukosa bibir menjadi kering Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan
(Paramita, 2017). dan elekrolit (natrium, kalium dan bikarbonat) yang
Pertanyaan nomor enam terkait perlu terkandung dalam tinja anak. Zinc merupakan
mewaspadai terjadinya dehidrasi. Persentase responden mikronutrien penting untuk kesehatan dan
yang menjawab benar sebanyak 71,1% dan responden perkembangan anak. Zinc hilang dalam jumlah banyak
yang menjawab salah sebesar 28,9%. Penyebab utama dalam diare. Penggantian zinc yang hilang penting
kematian karena diare adalah dehidrasi. Dehidrasi yang untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak
dialami balita memerlukan penanganan yang tepat tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Pemberian zinc
mengingat bahaya yang disebabkannya cukup fatal. selama periode diare dapat mengurangi lamanya, tingkat
Peran ibu sangat penting, jika balita terserang diare keparahan dan menurunkan kejadian diare 2-3 bulan
maka ibu akan melakukan beberapa tindakan terkait kedepan (Sammulia et al., 2020).
upaya pengobatan dan perawatan. Upaya yang Pertanyaan nomor sebelas tentang mencegah
dilakukan oleh ibu akan menentukan perjalanan diare dengan cara hidup sehat dan lingkungan rumah
penyakit anaknya (Christy, 2014). tetap bersih. Berdasarkan hasil responden yang
Berdasarkan pertanyaan negatif nomor tujuh menjawab benar sebanyak 83,4%, sedangkan menjawab
terkait alergi makanan dan susu bukan penyebab diare. salah sebanyak 16,6%. Menurut Ningsih et al. (2019)
Persentase responden yang menjawab benar sebanyak kesehatan merupakan faktor penting bagi
37% dan persentase yang menjawab salah 63%. Alergi keberlangsungan hidup seseorang. Kebersihan
susu sapi adalah reaksi hipersensitivitas akibat respon lingkungan adalah faktor utama untuk mencegah
imunologis spesifik yang berulang setiap mengonsumsi penyebaran penyakit diare. Dengan kondisi yang sehat
susu ataupun makanan yang mengandung protein susu dapat hidup dengan produktif. Untuk menjaga
sapi. Reaksi dapat terjadi beberapa saat setelah kesehatan, diperlukan sebuah kesadaran yang tinggi
mengonsumsi protein tersebut (Ramadhianty, 2019). untuk melakukan perilaku hidup sehat.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa beberapa anak Pertanyaan negatif nomor dua belas terkait
usia di bawah 2 tahun mengalami alergi terhadap susu pemberian oralit yang menjawab benar sebanyak 44,5%
sapi terutama terhadap kandungan proteinnya. Gejala dan responden dalam pengisian kuesioner dengan hasil
klinis yang muncul adalah diare yang berkepanjangan salah sebanyak 55,5%. Memberikan obat oralit untuk
dapat disertai kram, sakit perut, dan muntah. Diare alergi anak usia <2 tahun sebaiknya menggunakan sendok
susu sapi juga dapat muncul terhadap bayi yang sedikit demi sedikit hingga habis. Apabila saat
meminum air susu ibu (ASI) dimana di dalam diet pemberian oralit anak mengalami muntah, oralit tetap
ibunya mengandung susu sapi karena alergen protein diberikan tetapi menunggu hingga beberapa menit
susu sapi dapat melewati ASI (Yusuf, 2015). kemudian ulangi sedikit demi sedikit hingga obat habis
Nomor delapan adalah pertanyaan tentang ASI (Puspitasari et al., 2017).
dapat diberikan kepada balita yang sedang mengalami Berdasarkan pertanyaan nomor tiga belas terkait
diare. Hasil persentase yang menjawab benar sebanyak cara membuat oralit, persentase responden menjawab
71,6%, sedangkan yang menjawab salah 28,4%. kuesioner dengan benar sebanyak 85,8%, sedangkan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASI ialah yang menjawab salah sebanyak 14,2%. Menurut
nutrisi terbaik yang dimiliki oleh bayi. Kandungan imun Nursa’in (2017) oralit merupakan obat yang dianjurkan
pada ASI dapat melapisi mukosa saluran perncernaan untuk mengatasi diare karena kehilangan cairan tubuh,
dari patogen yang masuk (Sentana et al., 2018). ASI yang dimana apabila tidak ditangani dengan cepat dapat
mengandung glikan dimana terdapat oligosakarida. menyebabkan kematian. Petunjuk pembuatan oralit
Oligosakarida berperan dalam mekanisme imunologis saset dapat dilihat pada bungkus obat. 200 mL air sama
alami yang melindungi dari penyakit kronis dan diare dengan satu saset oralit. Tingginya penggunaan obat
(Nurt, 2019). oralit di bawah 5 tahun karena aktifnya anak dalam
Jawaban responden pada pertanyaan nomor bermain sehingga rentan terkena infeksi penyakit
sembilan dan nomor sepuluh tentang jenis obat untuk terutama diare.
pasien diare menunjukkan hasil yang sama. Responden Berdasarkan pertanyaan nomor empat belas dan
yang menjawab benar sebanyak 76,3% dan 23,7% lima belas terkait dosis obat, persentase responden
responden dengan menjawab salah. Saat terkena diare menjawab kuesioner dengan benar sebanyak 88,2% dan
balita diberikan obat seperti lacto-b, zinc, oralit dan 11,8% menjawab kuesioner salah pada nomor empat
pedialyte yang bermanfaat untuk mengurangi tingkat belas. Pada nomor lima belas yang menjawab benar
82,9% dan responden menjawab salah berjumlah 17,1%. Nomor delapan belas merupakan pertanyaan terkait
Penggunaan obat zinc selama sepuluh hari berturut-turut pemusnahan obat, yang menjawab benar 79,1%,
bahkan ketika diare telah berhenti pada usia 2-6 bulan sedangkan yang menjawab salah 20,9%. Obat yang
dan 6 bulan sampai 5 tahun merupakan terapi diare pada sudah rusak dan kadaluarsa dapat dimusnahkan dengan
balita (Kemenkes RI, 2020). Lacto-B adalah suplemen cara dikubur. Kadaluarsa merupakan batas kadaluarsa
dengan kandungan probiotik. Lacto-B dapat diberikan obat yang dilakukan pada suhu dan sesuai dengan
bersamaan dengan makanan (IAI, 2013). kondisi ideal penyimpanan obat. Lamanya kadaluarsa
Selanjutnya pada pertanyaan nomor enam belas dihitung sejak tanggal obat diproduksi sampai waktu uji
merupakan pertanyaan negatif, responden menjawab terakhir dimana obat tersebut memenuhi syarat. Cara
kuesioner dengan benar sebanyak 73% dan responden mengetahui obat yang sudah kadaluarsa adalah
yang menjawab dengan salah berjumlah 27%. Sediaan melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa pada
obat jika sudah rusak tidak dapat digunakan. Obat rusak kemasan dan melihat perubahan fisik obat seperti
dapat dilihat dari perubahan fisik obat, seperti perubahan warna, bau dan rasa (BPOM, 2019).
perubahan warna, bau, dan rasa (BPOM, 2019). Obat Pemusnahan obat dapat dilakukan dengan cara
yang sudah rusak struktur kimianya akan berubah, hal mengeluarkan obat dari kemasan atau plastik obat
ini mengakibatkan obat memberikan efek yang tidak kemudian dapat ditimbun dalam tanah atau dimasukkan
diinginkan oleh tubuh. dalam plastik tertutup yang dicampur dengan tanah
Pertanyaan nomor tujuh belas hasil presentase kemudian dibuang di tempat sampah rumah tangga.
dari responden menjawab dengan benar sebanyak Untuk sedian cair dibuang ke saluran air dengan cara
76,3%, sedangkan responden yang menjawab diencerkan terlebih dahulu dengan air mengalir baru
pertanyaan salah 23,7%. Penyimpanan obat lebih baik dibuang ke saluran air (Kemenkes RI, 2021b).
disimpan dikemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat
supaya obat tetap dalam keadaan bersih dan tidak Perilaku Responden dalam Swamedikasi Diare pada
terkontaminasi dengan apapun (Djunarko, 2011). Balita
Tabel 5. Kategori Tingkat Perilaku Responden mengenai Swamedikasi Diare pada Balita di Kelurahan Jagakarsa
Swamedikasi merupakan perilaku pengobatan Perilaku swamedikasi yang tidak benar dapat dapat
sendiri berdasarkan diagnosis tehadap gejala sakit yang menimbulkan penyakit baru akibat salah mendiagnosis
sedang dialami (Brata et al., 2016). Berdasarkan hasil dan pemakaian obat yang kurang tepat (Tjay & Rahardja,
penelitian pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa terdapat 2015).
211 sampel penelitian dengan hasil perilaku baik
sebanyak 47,4%, hal ini menunjukkan sebagian besar ibu Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap Swamedikasi
di Jakagarsa sudah memiliki perilaku yang baik dalam Diare pada Balita
mengobati anak yang mengalami diare. Ibu-ibu Data Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil yang
mengetahui bahwa saat anak diare perlu memerhatikan diperoleh dari hubungan tingkat pengetahuan ibu
asupan cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. terhadap swamedikasi diare pada balita di Kelurahan
Oralit diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi, Jagakarsa memiliki pengetahuan baik dan perilaku baik
selain itu juga diberikan zinc dan probiotik untuk sebanyak (50,9%), responden yang memiliki
mencegah keparahan dan mempercepat kesembuhan. pengetahuan baik dan berprilaku cukup (45,5%),
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang responden yang memiliki pengetahuan baik berprilaku
dilakukan oleh Hapsari & Gunardi (2018) di RSCM Kiara kurang (3,6%). Responden dengan pengetahuan cukup
Jakarta Pusat yaitu sebanyak 99% memiliki perilaku baik. dan berprilaku baik sebanyak (49,1%), responden yang
Pengetahuan memiliki pengaruh yang sangat besar memiliki pengetahuan cukup dan berperilaku cukup
terhadap perilaku swamedikasi. Ibu yang memiliki (36,8%), responden yang memiliki pengetahuan cukup
pengetahuan baik kemungkinan besar akan memiliki berperilaku kurang (14%). Responden yang memiliki
perilaku yang baik. Sejalan juga dengan penelitian yang pengetahuan kurang berprilaku baik sebanyak (36,4%),
dilakukan oleh Vitria & Wati (2019) yang menunjukkan responden yang memiliki pengetahuan kurang
bahwa sebanyak 44,50% responden memiliki perilaku berperilaku cukup sebanyak (20,5%) dan responden
swamedikasi diare akut yang baik, responden memilih dengan pengetahuan kurang berprilaku kurang sebanyak
dan menggunakan obat yang sesuai untuk penyakit diare. 19 (43,2%).
Uji chi-square dilakukan untuk mengetahui ada swamedikasi ibu. Perilaku swamedikasi dipengaruhi
atau tidak adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu oleh beberapa variabel antara lain, sikap dan norma
terhadap swamedikasi diare pada balita di Kelurahan subjektif. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk
Jagakarsa. Nilai p-value yang diperoleh sebesar 0,000 < mengetahui gambaran perilaku ibu dalam swamedikasi
0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan diare secara menyeluruh.
antara pengetahuan ibu mengenai penyakit diare
terhadap swamedikasi diare pada balita di Kelurahan DAFTAR PUSTAKA
Jagakarsa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suffah (2017) di Kecamatan Analinta, A. (2019). Hubungan Antara Pemberian Asi
Karanggeneng Lamongan bahwa terdapat pengaruh Ekslusif Dengan Kejadian Diare pada Balita di
antara pengetahuan terhadap swamedikasi diare. Kelurahan Ampel Kecamatan Semampir Kota
Penelitian yang di lakukan oleh Robiyanto et al. (2018) Surabaya 2017. Amerta Nutrition, 3(1), 13-17.
di Kecamatan Pontianak Timur juga menunjukkan Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu
bahwa terdapat pengaruh tingkat pengetahuan terhadap Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
swamedikasi diare di Kecamatan Pontianak Timur dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti et al. (2021) (BPOM RI). (2019). Waspada Obat Kadaluarsa.
menyakatan bahwa terdapat pengaruh pengetahuan Diakses pada 7 Desember 2021, dari
terhadap swamedikasi diare di Kecamatan Wiradesa https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/166
Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan hasil penelitian di 97/WASPADA-OBAT-KEDALUWARSA---
atas dapat diketahui bahwa pengetahuan sangat .html
memengaruhi perilaku seseorang. Hal tersebut Brata, C., Fisher, C., Marjadi, B., Schneider, C. R., &
menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki Clifford, R. M. (2016). Factors Influencing the
pengetahuan baik tentang diare maka akan cenderung Current Practice of Self-medication Consultations
berperilaku baik pula dalam swamedikasi diare. in Eastern Indonesian Community Pharmacies: A
Qualitative Study. BMC Healt Service Research,
KESIMPULAN 16(179), 1-10.
Christy, M. Y. (2014). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pengetahuan ibu mengenai penyakit diare Kejadian Dehidrasi Diare Pada Balita Di Wilayah
memiliki hubungan dengan perilaku swamedikasi diare Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
ibu pada balita di Kelurahan Jagakarsa, dengan nilai p Epidemiologi, 2(3), 297-308.
value 0,000 < 0,05. Ibu yang memiliki pengetahuan baik Dharmayanti, I. & Tjandrarini, D. H. (2020). Peran
mengenai penyakit diare akan melakukan perilaku Lingkungan dan Individu Terhadap Masalah Diare
swamedikasi diare yang baik. Penelitian ini diharapkan di Pulau Jawa dan Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan,
dapat memberikan manfaat bagi ibu-ibu terkait 19(2), 84-93.
penanganan pengobatan diare dan dapat dijadikan dasar Djunarko, I. (2011). Swamedikasi yang Baik dan Benar.
bagi petugas kesehatan setempat dalam merencanakan Yogyakarta: Intan Sejati.
program kesehatan khususnya terkait penyakit diare. Donsu, J. D. T. (2019). Metodologi Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini hanya melihat Keperawatan. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
satu variabel pengetahuan yang memengaruhi perilaku Efayanti, E., Susilowati, T., & Imamah, I. N. (2019).
Malang, Malang.
Suherman, H., & Febrina, D. (2018). Pengaruh Faktor
Usia, Jenis Kelamin dan Pengetahuan Terhadap
Swamedikasi Obat. Viva Medika, 11(3), 94-108.
Sumampouw, O. J. (2017). Diare Balita. Yogyakarta:
Budi Utama.
Sumawa, P. M., Wullur, A. C., & Yamlean, P. V. Y.
(2015). Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Obat
Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Inap
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode
Januari – Juni 2014. Pharmacon: Jurnal Ilmiah
Farmasi, 4(3), 126-133.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tjay, T.H., & Rahardja, K. (2015). Obat-Obat Penting
Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Vainy, T. P., Untari, E. K., & Rizkifani, S. (2020).
Efektivitas Pemberian Edukasi (leaflet) Terhadap
Pengetahuan Swamedikasi Diare Anak Pada
Orang Tua Murid Taman Kanak-Kanak di
Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak
Tenggara Tahun 2019-2020. Jurnal Mahasiswa
Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4(1), 1-13.
Vitria, L. & Wati, H. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Tindakan Swamedikasi
Diare Akut Di Kabupaten Nganjuk. Java Health
Journal, 6(1), 1-10.
World Health Organization (WHO). (2017). Diarrhoeal
disease. Diakses pada 8 Januari 2022, dari
https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/diarrhoeal-disease.
Yusuf, S. (2015). Diare Akibat Alergi Susu Sapi.
Proceeding Temu Ilmiah: Konsep Mutakhir
Tatalaksana Berbagai Persoalan Medis. Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala. 3 Oktober
2015
Zulkarni, R. Yosmar, R. & Octafiani, I. (2019). Hubungan
Pengetahuan Pasien Terhadap Rasionalitas
Swamedikasi di Beberapa Apotek Kecamatan
Lubuk Basung. Jurnal Sporta Saintika, 4(2), 1-9.
Zuzana & Nurmallia, A. I. (2021). Gambaran
Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengobatan
Sendiri (Swamedikasi) Terhadap Penyakit
Demam di Cilandak Jakarta Selatan. FARMASI-
QU: Jurnal Kefarmasian, 8(1), 1-17.