Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
Tersedia online di https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care
ISSN 2527-8487 (online)
ISSN 2089-4503 (cetak)
Erin Kurnia Sari1*, Fathinah R. Hardy2, Ulya Q. Karima3, Terry Y.R. Pristya4
1, 2, 3, 4
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Jl. RS. Fatmawati Raya, Pd. Labu,
Kec. Cilandak, Kota Depok, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12450, Indonesia
*Corresponding author: erinkurniasari16@gmail.com
ABSTRACT
Dyspepsia syndrome is a disorder that is often experienced by adolescents because it is caused by an irregular
diet and an improper lifestyle. The purpose of this study was to determine the risk factors for dyspepsia
syndrome in adolescents in the work area of the Palmerah District Health Center in 2020. This study used
a cross sectional study design, data collection techniques were accidental sampling with a sample size of 400
adolescent respondents. The research instrument is a questionnaire in the form of google forms. Data
analysis used multiple logistic regression test (α = 0.05). The results showed the risk factors with dyspepsia
syndrome, including gender (p value = 0,000; POR = 2,6), consumption of spicy food rarely to frequent (p
value = 0.004; POR = 0.4), consumption of acidic foods ( p value = 0.005 and p = 0.0012; POR =
0.4), consumption of risky drinks is rare to frequent (p value = 0.006; POR = 0.4), and stress (p value
= 0.000; POR = 4.5 ). The most risk factor with dyspepsia syndrome is stress. Adolescents are advised to
reduce consumption of risky drinks and organize their thoughts properly so that they are not prone to stress.
ABSTRAK
Sindrom dispepsia menjadi gangguan yang sering dialami oleh banyak orang terutama pada
remaja karena disebabkan pola makan yang tidak teratur serta memiliki gaya hidup yang
tidak benar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko sindrom
dispepsia pada remaja wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Palmerah tahun 2020.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, teknik pengambilan data secara
accidental sampling dengan besar sampel 400 responden remaja di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Palmerah. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner berbentuk
google forms. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda (α=0,05). Hasil
penelitian ini menunjukkan faktor yang berisiko dengan sindrom dispepsia, antara lain jenis
kelamin (nilai p=0,000; POR=2,6), konsumsi makanan pedas dengan kategori jarang
terhadap sering (nilai p=0,004; POR=0,4), konsumsi makanan asam (nilai p=0,005 dan
p=0,0012; POR=0,4), konsumsi minuman berisiko dengan kategori jarang terhadap sering
(nilai p=0,006; POR=0,4), dan kondisi stres (nilai p= 0,000; POR=4,5). Faktor yang paling
berisiko dengan sindrom dispepsia adalah kondisi stres. Disarankan untuk remaja
mengurangi konsumsi minuman berisiko secara berlebihan dan mengatur pikiran serta
perasaan dengan baik sehingga tidak mudah mengalami kondisi stres.
Cara mengutip: Sari et al., (2021). Faktor Risiko Sindrom Dispepsia pada Remaja Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Palmerah. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 9(3), 431-446. Retrieved from
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care/article/view/2296
432
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
Analisis Bivariat
Tabel 2 Analisis Bivariat Faktor Risiko Sindrom Dispepsia pada Remaja Wilayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Palmerah
Status Sindrom
Dispepsia Total POR
Variabel P value
Ya Tidak (95% CI)
n % n % n %
Usia
≤ 21 tahun 208 78,5 57 21,5 265 100,0 1,0 (0,6-1,7)
0,972
> 21 tahun 105 77,8 30 22,2 135 100,0 Ref
Jenis Kelamin
Perempuan 228 83,8 44 16,2 272 100,0 2,6 (1,6-4,3)
0,000*
Laki-Laki 85 66,4 43 33,6 128 100,0 Ref
Frekuensi Makan
Kurang Baik 174 76,7 53 23,3 227 100,0 Ref
0,444
Baik 139 80,3 34 19,7 173 100,0 0,8 (0,5-1,3)
Jeda Makan
Kurang Baik 117 77,0 35 23,0 152 100,0 Ref
0,719
Baik 196 79,0 52 21,0 248 100,0 0,9 (0,5-1,4)
Kebiasaan Sarapan
Kurang Baik 171 77,7 49 22,3 220 100,0 Ref
0,874
Baik 142 78,9 38 21,1 180 100,0 0,9 (0,6-1,5)
Konsumsi Makanan Pedas
Sering 156 83,0 32 17,0 188 100,0 Ref
Jarang 100 78,7 27 21,3 127 100,0 0,004* 0,4 (0,2-0,8)
Tidak Mengonsumsi 57 67,1 28 32,9 85 100,0 0,059* 0,6 (0,3-1,0)
Konsumsi Makanan Asam
Sering 77 87,5 11 12,5 88 100,0 Ref
Jarang 58 87,9 8 12,1 66 100,0 0,005* 0,4 (0,2-0,7)
Tidak Mengonsumsi 178 72,4 68 27,6 246 100,0 0,012* 0,4 (0,2-0,8)
Konsumsi Kopi
Sering 138 78,0 39 22,0 177 100,0 Ref
Jarang 74 82,2 16 17,8 90 100,0 0,674 0,9 (0,5-1,5)
Tidak Mengonsumsi 101 75,9 32 24,1 133 100,0 0,264 0,7 (0,3-1,3)
Konsumsi Minuman Berisiko
Sering 94 87,0 14 13,0 108 100,0 Ref
Jarang 52 81,3 12 18,8 64 100,0 0,006* 0,4 (0,2-0,8)
Tidak Mengonsumsi 167 73,2 61 26,8 228 100,0 0,194* 0,6 (0,3-1,3)
Kebiasaan Olahraga
Kurang Baik 192 78,7 52 21,3 244 100,0 1,2 (0,7-1,8)
0,887
Baik 121 77,6 35 22,4 156 100,0 Ref
Status Merokok
Ya 61 77,2 18 22,8 79 100,0 0,9 (0,5-1,7)
0,923
Tidak 252 78,5 69 21,5 321 100,0 Ref
Kondisi Stres
Ya 220 88,0 30 12,0 250 100,0 4,5 (2,8-7,4)
0,000*
Tidak 93 62,0 57 38,0 150 100,0 Ref
(*masuk dalam kandidat analisis multivariat)
437
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
Tabel 2 menunjukkan responden paling 0,719 dan POR = 0,0 (95% CI: 0,5-1,4),
banyak dalam kelompok usia ≤ 21 tahun artinya tidak terdapat risiko antara jeda
dan memiliki sindrom dispepsia sebanyak makan dengan sindrom dispepsia.
208 (78,5%). Diperoleh nilai P value
sebesar 0,972 dan POR 1,0 (95% CI: 0,6- Hasil analisis statistik risiko antara
1,7) artinya tidak terdapat risiko antara kebiasaan sarapan dengan sindrom
usia dengan sindrom dispepsia pada dispepsia sebanyak 171 (77,0%).
remaja. Diperoleh nilai P value sebesar 0,874 dan
POR = 0,9 (95% CI: 0,6-1,5), artinya
Hasil analisis statistik antara jenis kelamin tidak terdapat risiko antara kebiasaan
didapatkan bahwa responden perempuan sarapan dengan sindrom dispepsia.
dan memiliki sindrom dispepsia sebanyak
228 (83,8%). Diperoleh nilai P value Hasil analisis statistik antara konsumsi
sebesar 0,000 dan POR = 2,6 (95% CI: makanan pedas sering dan memiliki
1,6-4,3), artinya tidak terdapat risiko sindrom dispepsia sebanyak 156 (83,0%).
antara jenis kelamin dengan sindrom Pada variabel konsumsi makanan pedas
dispepsia pada remaja, dimana responden dengan kategori jarang terhadap sering
perempuan berpeluang 2,6 kali lebih memperoleh nilai P value sebesar 0,004
besar untuk mengalami sindrom dan POR = 0,4 (95% CI: 0,2-0,8), artinya
dispepsia dibandingkan responden laki- terdapat risiko antara frekuensi konsumsi
laki. makanan pedas pada kategori jarang
terhadap sering dengan sindrom
Hasil analisis statistik frekuensi makan dispepsia pada remaja, dimana responden
dengan kategori kurang baik dan memiliki yang memiliki frekuensi konsumsi
sindrom disepspia sebanyak 174 (76,7%). makanan pedas dengan jarang berpeluang
Diperoleh nilai P value sebesar 0,444 dan 0,4 lebih kecil untuk mengalami sindrom
POR = 0,8 (95% CI: 0,5-1,3), artinya dispepsia dibandingkan dengan
tidak terdapat risiko antara frekuensi responden yang memiliki frekuensi
makan dengan sindrom dispepsia. sering.
Hasil analisis statistik risiko antara jeda
makan dengan kategori kurang baik dan Hasil analisis statistik antara tidak
memiliki sindrom dispepsia sebanyak 196 mengonsumsi makanan asam dan
(79,0%). Diperoleh nilai P value sebesar memiliki sindrom dispepsia sebanyak 178
438
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
(72,4%). Pada kategori jarang terhadap minuman berisiko dengan kategori jarang
sering memperoleh nilai P value 0,005 dan terhadap sering memperoleh nilai P value
POR = 0,4 (95% CI: 0,2-0,7), dimana sebesar 0,006 dan POR = 0,4 (95% CI:
responden yang frekuensi konsumsi 0,2-0,8), artinya terdapat risiko antara
makanan asam dengan jarang berpeluang konsumsi minuman berisiko pada
0,4 kali lebih kecil untuk mengalami kategori jarang terhadap sering dengan
sindrom dispepsia dibandingkan sindrom dispepsia, dimana responden
responden yang memiliki frekuensi yang memiliki konsumsi minuman
sering. Pada kategori tidak mengonsumsi berisiko frekuensi jarang berpeluang 0,4
terhadap sering memperoleh nilai P value kali lebih kecil dibandingkan dengan
sebesar 0,012 dan POR 0,4 (95% CI: 0,2- responden yang memiliki frekuensi
,8), dimana responden yang tidak sering.
mengonsumsi makanan asam berpeluang Hasil analisis statistik antara kebiasaan
0,4 kali lebih kecil untuk mengalami olahraga dengan kurang baik dan
sindrom dispepsia dibandingkan memiliki sindrom dispepsia sebanyak 192
responden yang sering. Kesimpulannya, (78,7%). Memperoleh nilai P value sebesar
terdapat risiko antara konsumsi makanan 0,887 dan POR = 1,2 (95% CI: 0,7-1,8),
asam dengan sindrom dispepsia pada artinya tidak terdapat risiko antara
remaja. kebiasaan olahraga dengan sindrom
dispepsia.
Hasil analisis statistik antara frekuensi
konsumsi kopi sering dan memiliki Hasil analisis statistik antara status
sindrom dispepsia sebanyak 138 (78%). merokok ditemukan bahwa 61 dari 79
Diperoleh nilai P value sebesar 0,674 dan responden yang merokok dan memiliki
POR = 0,9 (95% CI: 0,5-1,5), artinya sindrom dispepsia sebesar 77,2%.
tidak terdapat risiko antara konsumsi Diperoleh nilai P value sebesar 0,923 dan
kopi dengan sindrom dispepsia pada POR = 0,9 (95% CI: 0,2-1,7), artinya
remaja. tidak terdapat risiko antara status
merokok dengan sindrom dispepsia pada
Hasil analisis statistik antara tidak remaja.
mengonsumsi minuman berisiko dan
memiliki sindrom dispepsia sebanyak 167 Hasil analisis statistik antara responden
(73,2%). Pada variabel konsumsi yang mengalami stres dan memiliki
439
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
Analisis Multivariat
Tabel 3 Model Awal Analisis Multivariat
P 95% CI
No Variabel B S.E. POR
value Lower Upper
1 Jenis Kelamin 0,885 0,280 0,002 2,4 1,4 4,2
2 Konsumsi Makanan Pedas - 0,350 0,706 0,9 0,4 1,7
(jarang vs sering) 0,132 0,370 0,985 1,0 0,5 2,1
Konsumsi Makanan Pedas (tidak 0,007
vs sering)
3 Konsumsi Makanan Asam - 0,403 0,163 0,6 0,3 1,3
(jarang vs sering) 0,565 0,452 0,059 0,4 0,2 1,0
Konsumsi Makanan Asam (tidak -
vs sering) 0,854
4 Konsumsi Minuman Berisiko - 0,359 0,043 0,5 0,2 0,9
(jarang vs sering) 0,728
Konsumsi Minuman Berisiko 0,408 0,765 0,9 0,4 1,9
(tidak vs sering) -
0,122
5 Kondisi Stres 1,255 0,271 0,000 3,5 2,1 5,9
Tabel 4 menunjukkan pada tahap ke-II sampai tahap akhir. Pada tahap ke-III
variabel pertama yang dieliminasi yaitu variabel kedua yang memiliki nilai P value
konsumsi makanan pedas karena tinggi yaitu variabel konsumsi makanan
memiliki nilai P value > 0,05 paling tinggi. asam. Setelah melakukan eliminasi
Setelah melakukan eliminasi didapatkan didapatkan perubahan POR sebesar <
perubahan POR sebesar < 10% pada 10% pada setiap variabel independen,
setiap variabel independen, maka variabel maka variabel konsumsi makanan asam
konsusmsi makanan pedas dieliminasi dieliminasi.
Tabel 5 hasil akhir analisis multivariat variabel yang paling berisiko dengan
didapatkan nilai POR terbesar yaitu sindrom dispepsia.
variabel kondisi stres dengan POR 3,7
yang artinya kondisi stres merupakan
441
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
baik dan dapat menyebabkan terjadinya berakibat pada risiko sindrom dispepsia,
dispepsia (Akbar, 2020). karena kebiasaan meninggalkan sarapan
seringkali kurang baik, karena proses
Hasil analisis statistik antara jeda makan metabolisme tubuh bisa jadi terganggu
dengan sindrom dispepsia memperoleh (Dewi, 2017).
terdapat risiko antara jeda makan dengan
sindrom dispepsia. Hasil penelitian ini Hasil analisis statistik antara konsumsi
sejalan dengan penelitian Susanti, makanan pedas dengan sindrom
Briawan, & Uripi (2011) yang dispepsia yang memperoleh dimana
menyatakan tidak adanya hubungan responden yang memiliki frekuensi
antara jeda makan dengan sindrom konsumsi makanan pedas dengan jarang
dispepsia. berpeluang 0,9 lebih kecil untuk
mengalami sindrom dispepsia
Penentu pengisian dan pengosongan dibandingkan dengan responden yang
lambung tergantung pada waktu antara memiliki frekuensi sering. Hasil ini sejalan
waktu makan. 4-5 jam adalah waktu yang dengan penelitian Wijaya & Nur (2020)
tepat untuk makan, karena biasanya yang menyatakan adanya hubungan
dibutuhkan waktu 3–4 jam untuk antara konsumsi makann pedas dengan
memulai pengosongan lambung sindrom dispepsia.
(Dwigint, 2015).
Konsumsi makanan pedas yang
Hasil analisis statistik antara kebiasaan berlebihan dapat merangsang sistem
sarapan dengan sindrom dispepsia pencernaan, terutama lambung dan usus.
memperoleh tidak terdapat risiko antara Apalagi saat lambung dan usus
kebiasaan sarapan dnegan sidnrom berkontraksi, dapat menyebabkan mulas
dispepsia. Hasil penelitian ini sesuai dan nyeri disertai dengan muntah (R. N.
dengan penelitian Fajriani & Marliyati Putri, Ernalia, & Bebasari, 2014).
(2020) menyatakan tidak adanya
hubungan antara kebiasaan sarapan Hasil analisis statistik antara konsumsi
dengan sindrom dispepsia. makanan asam dengan sindrom dispepsia
memperoleh dimana responden yang
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori frekuensi konsumsi makanan asam
yang menyatakan, jarang sarapan pagi dengan jarang berpeluang 0,4 kali lebih
443
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
kecil untuk mengalami sindrom dispepsia lambung dan sekresi hormon lambung
dibandingkan dengan responden yang gastrin dan pepsin serta menimbulkan
memiliki frekuensi sering. Hasil ini sesuai dispepsia (Rosalina & Nurdin, 2018).
dengan penelitian Wijaya & Nur (2020) Hasil analisis statistik antara konsumsi
menyatakan adanya hubungan konsumsi minuman berisiko dengan sindrom
asam dengan sindrom dispepsia. dispepsia memperoleh dimana responden
yang memiliki frekuensi konsumsi
Konsumsi makanan asam yang minuman berisiko jarang berpeluang 0,4
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan kali lebih kecil untuk mengalami sindrom
dinding lambung akibat makanan asam dispepsia dibandingkan dengan
terlalu banyak juga dapat merangsang responden yang memiliki frekuensi
sekresi asam lambung yang berlebihan sering. Hasil penelitian ini sesuai dengan
dan akhirnya menyebabkan sindrom penelitian Wijaya & Nur (2020)
dispepsia (R. N. Putri et al., 2014). menyatakan adanya hubungan antara
kebiasaan mengonsumsi minuman
Hasil analisis statistik antara konsumsi berisiko dengan sindrom dispepsia.
kopi dengan sindrom dispepsia, pada
variabel frekuensi konsumsi kopi antara Minuman berisiko tinggi seperti teh, soda
kategori jarang terhadap sering dan dan alkohol. Teh mengandung tanin dan
kategori tidak mengonsumsi terhadap tanin ini mudah teroksidasi menjadi asam
sering memperoleh tidak terdapat risiko tanat yang memiliki efek negatif pada
antara konsumsi kopi dengan sindrom mukosa lambung dan dapat
dispepsia pada remaja. menyebabkan ketidaknyamanan pada
lambung. Soda dan alkohol merupakan
Akibat terlalu banyak minum kopi dapat minuman yang mengandung gas. Gas
mempengaruhi rasa intoleransi seseorang berlebih di lambung akan memperburuk
terhadap makanan yang mereka makan, kerja lambung. Minuman bersoda atau
yang sering terjadi pada kasus gangguan berkarbonasi membengkokkan LES
pencernaan atau dispepsia (Dewi, 2017). (Lower Esophangeal Sphincter), yang
Zat yang terkandung dalam kopi adalah merupakan katup antara lambung dan
kafein. Kafein dapat menimbulkan tenggorokan sehingga menyebabkan
rangsangan pada susunan saraf pusat, refluks asam atau berbalik ke
sehingga dapat meningkatkan aktivitas kerongkongan. Oleh karena itu, penderita
444
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
gangguan pencernaan disarankan untuk Efek merokok pada saluran cerna antara
tidak mengonsumsinya (R. N. Putri et al., lain melemahkan kerongkongan dan
2014). katup pylorus, meningkatkan refluks,
mengubah kondisi asam lambung dan
Risiko Gaya Hidup menghambat sekresi bikarbonat pankreas.
Hasil analisis statistik antara kebiasaan Rokok mengurangi tekanan sfingter esofagus
olahraga dengan sindrom dispepsia bagian bawah, yang menyebabkan refluks
memperoleh tidak terdapat risiko antara gastroesofagus dan mengganggu
kebiasaan olahraga dengan sindrom pengosongan lambung, membuat
dispepsia pada remaja. Hasil ini sesuai perokok pasif rentan terhadap sindrom
dengan penelitian Karyanah (2018) dispepsia (Wijaya & Nur, 2020).
menyatakan tidak ada hubungan
kebiasaan olahraga dengan sindrom Risiko Kondisi Stres
dispepsia. Hasil analisis statistik antara kondisi stres
dengan sindrom dispepsia memperoleh
Kebiasaan berolahraga atau aktivitas fisik dimana responden yang mengalami
juga dapat efektif meningkatkan kondisi stres berpeluang 4,5 kali lebih
kemampuan tubuh unutk menghasilkan besar untuk mengalami sindrom
sistem kekebalan terhadap H. pylory dan dispepsia dibandingkan dengan
membantu mengurangi rangsangan responden yang tidak mengalami kondisi
sekresi asam lambung (Rosalina & stres. Hasil ini sesuai dengan penelitian I.
Nurdin, 2018). S. Putri & Widyatuti (2019) uang
menyatakan adanya hubungan antara
Hasil analisis statistik antara status kondisi stres dengan sindrom dispepsia.
merokok dengan sindrom dispepsia
memperoleh tidak terdapat risiko antara Stres dapat mempengaruhi fungsi saluran
status merokok dengan sindrom cerna dan menimbulkan rasa tidak
dispepsia pada remaja. Namun, hasil ini nyaman pada orang sehat, salah satunya
tidak sejalan dnegan penelitian Basandra sindrom dispepsia. Stres dapat mengubah
& Bajaj (2014) yang menyatakan adanya sekresi asam lambung, motilitas, dan
hubungan status merokok dengan pembetnukan pembuluh darah di saluran
sindrom dispepsia. pencernaan (Andriyani, 2019). Kondisi
stres terkait dengan asupan lemak yang
445
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446