Anda di halaman 1dari 16

431

Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446
Tersedia online di https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care
ISSN 2527-8487 (online)
ISSN 2089-4503 (cetak)

FAKTOR RISIKO SINDROM DISPEPSIA PADA REMAJA WILAYAH KERJA


PUSKESMAS KECAMATAN PALMERAH

Erin Kurnia Sari1*, Fathinah R. Hardy2, Ulya Q. Karima3, Terry Y.R. Pristya4
1, 2, 3, 4
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Jl. RS. Fatmawati Raya, Pd. Labu,
Kec. Cilandak, Kota Depok, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12450, Indonesia
*Corresponding author: erinkurniasari16@gmail.com

ABSTRACT

Dyspepsia syndrome is a disorder that is often experienced by adolescents because it is caused by an irregular
diet and an improper lifestyle. The purpose of this study was to determine the risk factors for dyspepsia
syndrome in adolescents in the work area of the Palmerah District Health Center in 2020. This study used
a cross sectional study design, data collection techniques were accidental sampling with a sample size of 400
adolescent respondents. The research instrument is a questionnaire in the form of google forms. Data
analysis used multiple logistic regression test (α = 0.05). The results showed the risk factors with dyspepsia
syndrome, including gender (p value = 0,000; POR = 2,6), consumption of spicy food rarely to frequent (p
value = 0.004; POR = 0.4), consumption of acidic foods ( p value = 0.005 and p = 0.0012; POR =
0.4), consumption of risky drinks is rare to frequent (p value = 0.006; POR = 0.4), and stress (p value
= 0.000; POR = 4.5 ). The most risk factor with dyspepsia syndrome is stress. Adolescents are advised to
reduce consumption of risky drinks and organize their thoughts properly so that they are not prone to stress.

Keywords: Adolescents, Dyspepsia Syndrome, Risk Factors

ABSTRAK

Sindrom dispepsia menjadi gangguan yang sering dialami oleh banyak orang terutama pada
remaja karena disebabkan pola makan yang tidak teratur serta memiliki gaya hidup yang
tidak benar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko sindrom
dispepsia pada remaja wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Palmerah tahun 2020.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, teknik pengambilan data secara
accidental sampling dengan besar sampel 400 responden remaja di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Palmerah. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner berbentuk
google forms. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda (α=0,05). Hasil
penelitian ini menunjukkan faktor yang berisiko dengan sindrom dispepsia, antara lain jenis
kelamin (nilai p=0,000; POR=2,6), konsumsi makanan pedas dengan kategori jarang
terhadap sering (nilai p=0,004; POR=0,4), konsumsi makanan asam (nilai p=0,005 dan
p=0,0012; POR=0,4), konsumsi minuman berisiko dengan kategori jarang terhadap sering
(nilai p=0,006; POR=0,4), dan kondisi stres (nilai p= 0,000; POR=4,5). Faktor yang paling
berisiko dengan sindrom dispepsia adalah kondisi stres. Disarankan untuk remaja
mengurangi konsumsi minuman berisiko secara berlebihan dan mengatur pikiran serta
perasaan dengan baik sehingga tidak mudah mengalami kondisi stres.

Kata Kunci: Faktor Risiko, Remaja, Sindrom Dispepsia

Cara mengutip: Sari et al., (2021). Faktor Risiko Sindrom Dispepsia pada Remaja Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Palmerah. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 9(3), 431-446. Retrieved from
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care/article/view/2296
432
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

PENDAHULUAN di Amerika Tengah, Amerika Utara,


Salah satu gangguan saluran pencernaan Eropa, Afrika, Asia Selatan, dan Timur
yang banyak diderita masyarakat adalah Tengah memiliki variasi sekitar < 5%
sindrom dispepsia (Maria, 2018). Keluhan hingga > 40% (Ford & Talley, 2014).
berupa sindrom dispepsia merupakan Pada populasi Asia, prevalensi dispepsia
kondisi yang sering dijumpai dalam diperkirakan mencapai 8%-23% (Tria et
praktek klinis sehari-hari. Sindrom artinya al., 2019).
gejala atau tanda yang muncul dalam Dispepsia menempati peringkat ke-10
waktu yang bersamaan (Nasution, 2016). dalam klasifikasi penyakit terbanyak
Maka, sindrom dispepsia ialah suatu menurut data profil Kesehatan Indonesia
komplikasi dengan rasa sakit perut bagian 2007 pada pasien dengan kategori rawat
atas, mual, muntah, kembung, cepat inap di rumah sakit, tahun 2006 dengan
kenyang, perut penuh, dan dahak jumlah pasien 34.029 atau sekitar 1,59%
berulang (Tria et al., 2019). (Kemenkes RI, 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Depkes RI Tahun 2015,
Kejadian dispepsia banyak ditemukan mendapatkan prevalensi kasus dispepsia
pada anak-anak maupun remaja (Tamimi di DKI Jakarta 50%, Denpasar 46%,
et al., 2020). Remaja adalah salah satu Palembang 35,%, Bandung 32,5%, Aceh
yang berisiko terkena sindrom dispepsia, 31,7%, Surabaya dan Pontianak 31,2%
karena sebagian besar dari mereka dan Medan 9,6% (Depkes RI, 2015).
memiliki pola makan yang tidak teratur Prevalensi kasus dispepsia di Jakarta
(Djojoningrat, 2014). Penelitian yang Barat 12,7% (Dinkes DKI Jakarta, 2016).
dilakukan oleh Jonas dalam Sorongan, Penyebab sindrom dispepsia antara lain
Pangemanan, dan Untu (2013), selama faktor makanan dan lingkungan faktor
kurun waktu 6 bulan pada komunitas makanan dan lingkungan, stres, sekresi
remaja di Amerika Serikat menemukan asam lambung, dismotiolitas gastrointestinal,
38% remaja mengalami dispepsia. hipersitivitas viseral, dan infeksi Helicobacter
pylori (Sumarni & Andriani, 2019). Selain
World Health Organization (2015) itu, munculnya kejadian dispepsia bisa
menyatakan bahwa kasus dispepsia di disebabkan oleh berbagai faktor risiko,
dunia berkisar 13%-40% dari total seperti, usia, jenis kelamin, pola makan
populasi tiap negara. Prevalensi dispepsia yang terdiri dari keteraturan, frekuensi
433
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

dan jeda makan, kebiasaan sarapan dalam METODE PENELITIAN


waktu seminggu, kebiasaan mengonsumsi Penelitian ini merupakan jenis penelitian
makanan (makanan pedas dan asam) dan analitik kuantitatif dengan menggunakan
minuman berisiko (kopi, soda, alkohol), desain penelitian cross sectional study.
kebiasaan olahraga, merokok, status gizi, Variabel dependen pada penelitian ini
dan sosial ekonomi. yaitu sindrom dispepsia, sedangkan
variabel independen penelitian ini ialah
Kejadian dispepsia pada remaja karakteristik responden (usia dan jenis
mempengaruhi kualitas hidup mereka. kelamin), pola makan (frekuensi makan,
Adanya penuruan produktivitas remaja jeda makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan
dalam kegiatan sehari – hari, misalnya mengonsumsi jenis makanan dan
remaja tidak bisa mengikuti aktivitas minuman berisiko).
pembelajaran karena rasa nyeri pada ulu
hati atau terasa mual sehingga Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
menurunkan kualitas belajar remaja. Pada Oktober 2020-Januari 2021 di Wilayah
saat yang sama, penurunan kualitas Kerja Puskesmas Kecamatan Palmerah.
pembelajaran akan menurunkan prestasi Populasi pada penelitian ini adalah remaja
belajar remaja dan seiring waktu hal ini berusia 15-24 tahun atau belum menikah
dapat mempengaruhi kualitas remaja yang bertempat tinggal di wilayah kerja
sebagai sumber daya manusia dan Puskesmas Kecamatan Palmerah.
generasi penerus bangsa (I. S. Putri & Populasi penelitian ini sebesar 33.892
Widyatuti, 2019). remaja dengan sampel yang diperoleh
sebesar 400 responden menggunakan
Berdasarkan data laporan bulanan PKPR metode accidental sampling.
di Puskesmas Kecamatan Palmerah pada
bulan Januari 2020 sampai Oktober 2020 Instrumen penelitian ini menggunakan
didapatkan sebesar 589 pasien remaja kuesioner berbentuk google forms yang
mengalami dispepsia dengan prevalensi disebarkan melalui remaja Karang Taruna
45,8% remaja laki-laki dan prevalensi wilayah kerja Kecamatan Palmerah.
54,2% remaja perempuan. Tujuan dari Analisa data yang digunakan ialah uji
penelitian ini untuk mengetahui faktor statistik Chi Square dan regresi logistik
risiko sindrom dispepsia pada remaja. sederhana untuk analisis bivariat dan uji
regresi logistik berganda untuk
434
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

menentukan variabel independen yang lebih banyak sebanyak 265 (66,2%).


paling berisiko dengan variabel dependen. Responden perempuan lebih banyak
Penelitian ini telah lolos Ethical Clearance dibanding laki-laki sebanyak 272 (68,0%).
dengan NOMOR: 29/I/2021/KEPK. Responden memiliki frekuensi makan
dalam keadaan kurang baik sebanyak 227
HASIL (56,7%) dengan jeda makan paling
Analisis Univariat banyak kategori baik sebanyak 248
Tabel 1 menunjukkan responden yang (62,0%). Kebiasaan sarapan paling
memiliki sindrom dispepsia sebanyak 313 banyak dalam keadaan kurang baik
(78,2%). Distribusi usia responden sebanyak 220 (55,0%).
terlihat bahwa kelompok usia ≤ 21 tahun
435
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Faktor


Risiko Sindrom Dispepsia
Variabel Jumlah (n = 400) %
Status Sindrom Dispepsa
Ada sindrom dispepsia 313 78,2
Tidak ada sindrom dispepsia 87 21,8
Kategori Usia
≤ 21 tahun 265 66,2
> 21 tahun 135 33,8
Jenis Kelamin
Perempuan 272 68,0
Laki-Laki 128 32,0
Frekuensi Makan
Kurang baik (< 3 kali) 227 56,7
Baik (≥ 3 kali) 173 43,3
Jeda Makan
Kurang baik ( ≥ 6 jam) 152 38,0
Baik ( 4-5 jam) 248 62,0

Variabel Jumlah (n=400) %


Kebiasaan Sarapan
Kurang baik (≤ 5 hari/minggu) 220 55,0
Baik (> 5 hari/minggu) 180 45,0
Konsumsi Makanan Pedas
Sering (≥ 4 kali/minggu) 188 47,0
Jarang (< 4 kali/minggu) 127 31,7
Tidak Mengonsumsi 85 21,3
Konsumsi Makanan Asam
Sering (≥ 3 kali/minggu) 88 22,0
Jarang (< 3 kali/minggu) 66 16,5
Tidak Mengonsumsi 246 61,5
Konsumsi Kopi
Sering (≥ 3 gelas/minggu) 177 44,2
Jarang (<3 gelas/minggu) 90 22,5
Tidak Mengonsumsi 133 33,3
Konsumsi Minuman Berisiko
Sering (≥ 2 gelas/minggu)
108 27,0
Jarang (< 2 gelas/minggu)
64 16,0
Tidak Mengonsumsi
228 57,0
Kebiasaan Olahraga
Kurang baik (jika < 3 kali/minggu) 244 61,0
Baik (jika ≥ 3 kali/minggu) 156 39,0
Status Merokok
Ya 79 19,7
Tidak 321 80,3
Kondisi Stres
Stres 250 62,5
Tidak Stres 150 37,5
mengonsumsi makanan asam paling
Tabel 1 juga menunjukkan frekuensi banyak responden tidak mengonsumsi
mengonsumsi makanan pedas paling sebanyak 246 (61,5%). Frekuensi
banyak dalam keadaan sering banyak 188 mengonsumsi kopi paling banyak dalam
(47,0%). Distribusi frekuensi keadaan sering sebanyak 177 (44,2%).
436
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

Frekuensi kebiasaan olahraga responden merokok paling banyak responden tidak


dalam seminggu paling banyak memiliki merokok sebanyak 321 (80,3%).
kebiasaan kurang baik sebanyak 244 Responden paling banyak mengalami
(61,0%). Distribusi frekuensi status kondisi stres sebanyak 250 (62,5%).

Analisis Bivariat
Tabel 2 Analisis Bivariat Faktor Risiko Sindrom Dispepsia pada Remaja Wilayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Palmerah
Status Sindrom
Dispepsia Total POR
Variabel P value
Ya Tidak (95% CI)
n % n % n %
Usia
≤ 21 tahun 208 78,5 57 21,5 265 100,0 1,0 (0,6-1,7)
0,972
> 21 tahun 105 77,8 30 22,2 135 100,0 Ref
Jenis Kelamin
Perempuan 228 83,8 44 16,2 272 100,0 2,6 (1,6-4,3)
0,000*
Laki-Laki 85 66,4 43 33,6 128 100,0 Ref
Frekuensi Makan
Kurang Baik 174 76,7 53 23,3 227 100,0 Ref
0,444
Baik 139 80,3 34 19,7 173 100,0 0,8 (0,5-1,3)
Jeda Makan
Kurang Baik 117 77,0 35 23,0 152 100,0 Ref
0,719
Baik 196 79,0 52 21,0 248 100,0 0,9 (0,5-1,4)
Kebiasaan Sarapan
Kurang Baik 171 77,7 49 22,3 220 100,0 Ref
0,874
Baik 142 78,9 38 21,1 180 100,0 0,9 (0,6-1,5)
Konsumsi Makanan Pedas
Sering 156 83,0 32 17,0 188 100,0 Ref
Jarang 100 78,7 27 21,3 127 100,0 0,004* 0,4 (0,2-0,8)
Tidak Mengonsumsi 57 67,1 28 32,9 85 100,0 0,059* 0,6 (0,3-1,0)
Konsumsi Makanan Asam
Sering 77 87,5 11 12,5 88 100,0 Ref
Jarang 58 87,9 8 12,1 66 100,0 0,005* 0,4 (0,2-0,7)
Tidak Mengonsumsi 178 72,4 68 27,6 246 100,0 0,012* 0,4 (0,2-0,8)
Konsumsi Kopi
Sering 138 78,0 39 22,0 177 100,0 Ref
Jarang 74 82,2 16 17,8 90 100,0 0,674 0,9 (0,5-1,5)
Tidak Mengonsumsi 101 75,9 32 24,1 133 100,0 0,264 0,7 (0,3-1,3)
Konsumsi Minuman Berisiko
Sering 94 87,0 14 13,0 108 100,0 Ref
Jarang 52 81,3 12 18,8 64 100,0 0,006* 0,4 (0,2-0,8)
Tidak Mengonsumsi 167 73,2 61 26,8 228 100,0 0,194* 0,6 (0,3-1,3)
Kebiasaan Olahraga
Kurang Baik 192 78,7 52 21,3 244 100,0 1,2 (0,7-1,8)
0,887
Baik 121 77,6 35 22,4 156 100,0 Ref
Status Merokok
Ya 61 77,2 18 22,8 79 100,0 0,9 (0,5-1,7)
0,923
Tidak 252 78,5 69 21,5 321 100,0 Ref
Kondisi Stres
Ya 220 88,0 30 12,0 250 100,0 4,5 (2,8-7,4)
0,000*
Tidak 93 62,0 57 38,0 150 100,0 Ref
(*masuk dalam kandidat analisis multivariat)
437
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

Tabel 2 menunjukkan responden paling 0,719 dan POR = 0,0 (95% CI: 0,5-1,4),
banyak dalam kelompok usia ≤ 21 tahun artinya tidak terdapat risiko antara jeda
dan memiliki sindrom dispepsia sebanyak makan dengan sindrom dispepsia.
208 (78,5%). Diperoleh nilai P value
sebesar 0,972 dan POR 1,0 (95% CI: 0,6- Hasil analisis statistik risiko antara
1,7) artinya tidak terdapat risiko antara kebiasaan sarapan dengan sindrom
usia dengan sindrom dispepsia pada dispepsia sebanyak 171 (77,0%).
remaja. Diperoleh nilai P value sebesar 0,874 dan
POR = 0,9 (95% CI: 0,6-1,5), artinya
Hasil analisis statistik antara jenis kelamin tidak terdapat risiko antara kebiasaan
didapatkan bahwa responden perempuan sarapan dengan sindrom dispepsia.
dan memiliki sindrom dispepsia sebanyak
228 (83,8%). Diperoleh nilai P value Hasil analisis statistik antara konsumsi
sebesar 0,000 dan POR = 2,6 (95% CI: makanan pedas sering dan memiliki
1,6-4,3), artinya tidak terdapat risiko sindrom dispepsia sebanyak 156 (83,0%).
antara jenis kelamin dengan sindrom Pada variabel konsumsi makanan pedas
dispepsia pada remaja, dimana responden dengan kategori jarang terhadap sering
perempuan berpeluang 2,6 kali lebih memperoleh nilai P value sebesar 0,004
besar untuk mengalami sindrom dan POR = 0,4 (95% CI: 0,2-0,8), artinya
dispepsia dibandingkan responden laki- terdapat risiko antara frekuensi konsumsi
laki. makanan pedas pada kategori jarang
terhadap sering dengan sindrom
Hasil analisis statistik frekuensi makan dispepsia pada remaja, dimana responden
dengan kategori kurang baik dan memiliki yang memiliki frekuensi konsumsi
sindrom disepspia sebanyak 174 (76,7%). makanan pedas dengan jarang berpeluang
Diperoleh nilai P value sebesar 0,444 dan 0,4 lebih kecil untuk mengalami sindrom
POR = 0,8 (95% CI: 0,5-1,3), artinya dispepsia dibandingkan dengan
tidak terdapat risiko antara frekuensi responden yang memiliki frekuensi
makan dengan sindrom dispepsia. sering.
Hasil analisis statistik risiko antara jeda
makan dengan kategori kurang baik dan Hasil analisis statistik antara tidak
memiliki sindrom dispepsia sebanyak 196 mengonsumsi makanan asam dan
(79,0%). Diperoleh nilai P value sebesar memiliki sindrom dispepsia sebanyak 178
438
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

(72,4%). Pada kategori jarang terhadap minuman berisiko dengan kategori jarang
sering memperoleh nilai P value 0,005 dan terhadap sering memperoleh nilai P value
POR = 0,4 (95% CI: 0,2-0,7), dimana sebesar 0,006 dan POR = 0,4 (95% CI:
responden yang frekuensi konsumsi 0,2-0,8), artinya terdapat risiko antara
makanan asam dengan jarang berpeluang konsumsi minuman berisiko pada
0,4 kali lebih kecil untuk mengalami kategori jarang terhadap sering dengan
sindrom dispepsia dibandingkan sindrom dispepsia, dimana responden
responden yang memiliki frekuensi yang memiliki konsumsi minuman
sering. Pada kategori tidak mengonsumsi berisiko frekuensi jarang berpeluang 0,4
terhadap sering memperoleh nilai P value kali lebih kecil dibandingkan dengan
sebesar 0,012 dan POR 0,4 (95% CI: 0,2- responden yang memiliki frekuensi
,8), dimana responden yang tidak sering.
mengonsumsi makanan asam berpeluang Hasil analisis statistik antara kebiasaan
0,4 kali lebih kecil untuk mengalami olahraga dengan kurang baik dan
sindrom dispepsia dibandingkan memiliki sindrom dispepsia sebanyak 192
responden yang sering. Kesimpulannya, (78,7%). Memperoleh nilai P value sebesar
terdapat risiko antara konsumsi makanan 0,887 dan POR = 1,2 (95% CI: 0,7-1,8),
asam dengan sindrom dispepsia pada artinya tidak terdapat risiko antara
remaja. kebiasaan olahraga dengan sindrom
dispepsia.
Hasil analisis statistik antara frekuensi
konsumsi kopi sering dan memiliki Hasil analisis statistik antara status
sindrom dispepsia sebanyak 138 (78%). merokok ditemukan bahwa 61 dari 79
Diperoleh nilai P value sebesar 0,674 dan responden yang merokok dan memiliki
POR = 0,9 (95% CI: 0,5-1,5), artinya sindrom dispepsia sebesar 77,2%.
tidak terdapat risiko antara konsumsi Diperoleh nilai P value sebesar 0,923 dan
kopi dengan sindrom dispepsia pada POR = 0,9 (95% CI: 0,2-1,7), artinya
remaja. tidak terdapat risiko antara status
merokok dengan sindrom dispepsia pada
Hasil analisis statistik antara tidak remaja.
mengonsumsi minuman berisiko dan
memiliki sindrom dispepsia sebanyak 167 Hasil analisis statistik antara responden
(73,2%). Pada variabel konsumsi yang mengalami stres dan memiliki
439
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

sindrom dispepsia sebesar 220 (88,0%). dimana responden yang mengalami


Diperoleh nilai P value sebesar 0,000 dan kondisi stres berpeluang 4,5 kali lebih
POR = 4,5 (95% CI: 2,8-7,4), artinya besar untuk mengalami sindrom
terdapat risiko antara kondisi stres dispepsia dibandingkan responden yang
dengan sindrom dispepsia pada remaja, tidak mengalami kondisi stres.

Analisis Multivariat
Tabel 3 Model Awal Analisis Multivariat
P 95% CI
No Variabel B S.E. POR
value Lower Upper
1 Jenis Kelamin 0,885 0,280 0,002 2,4 1,4 4,2
2 Konsumsi Makanan Pedas - 0,350 0,706 0,9 0,4 1,7
(jarang vs sering) 0,132 0,370 0,985 1,0 0,5 2,1
Konsumsi Makanan Pedas (tidak 0,007
vs sering)
3 Konsumsi Makanan Asam - 0,403 0,163 0,6 0,3 1,3
(jarang vs sering) 0,565 0,452 0,059 0,4 0,2 1,0
Konsumsi Makanan Asam (tidak -
vs sering) 0,854
4 Konsumsi Minuman Berisiko - 0,359 0,043 0,5 0,2 0,9
(jarang vs sering) 0,728
Konsumsi Minuman Berisiko 0,408 0,765 0,9 0,4 1,9
(tidak vs sering) -
0,122
5 Kondisi Stres 1,255 0,271 0,000 3,5 2,1 5,9

Tabel 3 merupakan model awal sebelumnya dieliminasi dimasukan


multivariat yang telah memenuhi syarat kembali dalam model multivariat.
sebagai kandidat multivariat dari hasil P Pengeluaran satu per satu variabel dimulai
value pada tabel 2. Apabila pada tahap dari nilai P value terbesar hingga
eliminasi variabel terjadi perubahan nilai menghasilkan fit model multivariat.
POR > 10%, maka variabel yang
440
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

Tabel 4 Tahapan Pengeluaran Variabel Independen


P value
No Variabel
II III
1 Jenis Kelamin 0,001 0,001
2 Konsumsi Makanan Pedas (jarang vs - -
sering) - -
Konsumsi Makanan Pedas (tidak vs
sering
3 Konsumsi Makanan Asam (jarang vs 0,075 -
sering) 0,125 -
Konsumsi Makanan Asam (tidak vs
sering)
4 Konsumsi Minuman Berisiko (jarang vs 0,040 0,008
sering) 0,776 0,287
Konsumsi Minuman Berisiko (tidak vs
sering)
5 Kondisi Stres 0,000 0,000

Tabel 4 menunjukkan pada tahap ke-II sampai tahap akhir. Pada tahap ke-III
variabel pertama yang dieliminasi yaitu variabel kedua yang memiliki nilai P value
konsumsi makanan pedas karena tinggi yaitu variabel konsumsi makanan
memiliki nilai P value > 0,05 paling tinggi. asam. Setelah melakukan eliminasi
Setelah melakukan eliminasi didapatkan didapatkan perubahan POR sebesar <
perubahan POR sebesar < 10% pada 10% pada setiap variabel independen,
setiap variabel independen, maka variabel maka variabel konsumsi makanan asam
konsusmsi makanan pedas dieliminasi dieliminasi.

Tabel 5 Model Akhir Analisis Multivariat


P 95% CI
Variabel B S.E. POR
value Lower Upper
Jenis Kelamin 0,928 0,271 0,001 2,5 1,4 4,3
Konsumsi Minuman Berisiko (jarang -0, 0,344 0,008 0,4 0,2 0,8
vs sering) 915
Kondisi Stres 1,305 0,267 0,000 3,7 2,2 6,2
Constant -1,972 0,239 0,000

Tabel 5 hasil akhir analisis multivariat variabel yang paling berisiko dengan
didapatkan nilai POR terbesar yaitu sindrom dispepsia.
variabel kondisi stres dengan POR 3,7
yang artinya kondisi stres merupakan
441
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

PEMBAHASAN Irwan dalam penelitian Sumarni &


Risiko Karakteristik Responden Andriani (2019), berpendapat bahwa pola
Hasil analisis statistik antara usia dengan makan merupakan salah satu faktor
sindrom dispepsia menyatakan tidak penyebab timbulnya dispepsia pada
terdapat risiko antara usia dengan perempuan. Biasanya laki-laki seringkali
sindrom dispepsia pada remaja. Hasil ini membutuhkan lebih banyak gizi lebih
sama dengan penelitian (Basandra & tinggi dibanding perempuan, karena laki-
Bajaj, 2014), yang menyatakan bahwa laki cenderung lebih banyak melakukan
tidak ada hubungan antara usia dengan aktivitas dibandingkan perempuan, inilah
sindrom dispepsia. alasan mengapa laki–laki jarang
mengalami kejadian dispepsia karena
Hasil ini tidak sesuai dengan teori Rani porsi makan laki-laki lebih banyak
yang mengatakan bahwa semakin tua usia daripada perempuan.
seseorang, semakin banyak masalah yang
dihadapi, sehingga mudah mengalami Risiko Pola Makan
gangguan pencernaan yaitu dispepsia Hasil analisis statistik antara frekuensi
(Rani dalam Rohani et al., 2014). Karena makan dengan sindrom dispepsia
remaja cenderung mengejar gaya hidup memperoleh tidak terdapat risiko antara
yang serba langsung ini mungkin terkait frekuensi makan dengan sindrom
dengan pola makan yang tidak baik dan dispepsia. Penelitian ini sejalan dengan
dapat menyebabkan gangguan dispepsia. penelitian Karyanah (2018) yang
Hasil analisis statistik antara jenis kelamin menunjukkan tidak ada hubungan antara
dengan sindrom dispepsia menyatakan frekuensi makan dengan sindrom
dimana responden perempuan dispepsia.
berpeluang 2,6 kali lebih besar untuk
terkena sindrom dispepsia dibandingkan Pola makan yang tidak teratur dapat
responden laki-laki. Hasil penelitian ini menyebabkan berbagai penyakit karena
sejalan dengan penelitian Andriyani tubuh tidak seimbang. Ketidakteraturan
(2019), menyatakan bahwa responden ini terkait dengan waktu makan. Biasanya
perempuan berisiko 53,2 kali lebih besar seseorang terlalu lapar, tapi terkadang
unutk terkena sindrom dispepsia terlalu kenyang. Akibatnya kondisi
dibandingkan responden laki-laki. lambung dan pencernaan menjadi tidak
442
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

baik dan dapat menyebabkan terjadinya berakibat pada risiko sindrom dispepsia,
dispepsia (Akbar, 2020). karena kebiasaan meninggalkan sarapan
seringkali kurang baik, karena proses
Hasil analisis statistik antara jeda makan metabolisme tubuh bisa jadi terganggu
dengan sindrom dispepsia memperoleh (Dewi, 2017).
terdapat risiko antara jeda makan dengan
sindrom dispepsia. Hasil penelitian ini Hasil analisis statistik antara konsumsi
sejalan dengan penelitian Susanti, makanan pedas dengan sindrom
Briawan, & Uripi (2011) yang dispepsia yang memperoleh dimana
menyatakan tidak adanya hubungan responden yang memiliki frekuensi
antara jeda makan dengan sindrom konsumsi makanan pedas dengan jarang
dispepsia. berpeluang 0,9 lebih kecil untuk
mengalami sindrom dispepsia
Penentu pengisian dan pengosongan dibandingkan dengan responden yang
lambung tergantung pada waktu antara memiliki frekuensi sering. Hasil ini sejalan
waktu makan. 4-5 jam adalah waktu yang dengan penelitian Wijaya & Nur (2020)
tepat untuk makan, karena biasanya yang menyatakan adanya hubungan
dibutuhkan waktu 3–4 jam untuk antara konsumsi makann pedas dengan
memulai pengosongan lambung sindrom dispepsia.
(Dwigint, 2015).
Konsumsi makanan pedas yang
Hasil analisis statistik antara kebiasaan berlebihan dapat merangsang sistem
sarapan dengan sindrom dispepsia pencernaan, terutama lambung dan usus.
memperoleh tidak terdapat risiko antara Apalagi saat lambung dan usus
kebiasaan sarapan dnegan sidnrom berkontraksi, dapat menyebabkan mulas
dispepsia. Hasil penelitian ini sesuai dan nyeri disertai dengan muntah (R. N.
dengan penelitian Fajriani & Marliyati Putri, Ernalia, & Bebasari, 2014).
(2020) menyatakan tidak adanya
hubungan antara kebiasaan sarapan Hasil analisis statistik antara konsumsi
dengan sindrom dispepsia. makanan asam dengan sindrom dispepsia
memperoleh dimana responden yang
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori frekuensi konsumsi makanan asam
yang menyatakan, jarang sarapan pagi dengan jarang berpeluang 0,4 kali lebih
443
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

kecil untuk mengalami sindrom dispepsia lambung dan sekresi hormon lambung
dibandingkan dengan responden yang gastrin dan pepsin serta menimbulkan
memiliki frekuensi sering. Hasil ini sesuai dispepsia (Rosalina & Nurdin, 2018).
dengan penelitian Wijaya & Nur (2020) Hasil analisis statistik antara konsumsi
menyatakan adanya hubungan konsumsi minuman berisiko dengan sindrom
asam dengan sindrom dispepsia. dispepsia memperoleh dimana responden
yang memiliki frekuensi konsumsi
Konsumsi makanan asam yang minuman berisiko jarang berpeluang 0,4
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan kali lebih kecil untuk mengalami sindrom
dinding lambung akibat makanan asam dispepsia dibandingkan dengan
terlalu banyak juga dapat merangsang responden yang memiliki frekuensi
sekresi asam lambung yang berlebihan sering. Hasil penelitian ini sesuai dengan
dan akhirnya menyebabkan sindrom penelitian Wijaya & Nur (2020)
dispepsia (R. N. Putri et al., 2014). menyatakan adanya hubungan antara
kebiasaan mengonsumsi minuman
Hasil analisis statistik antara konsumsi berisiko dengan sindrom dispepsia.
kopi dengan sindrom dispepsia, pada
variabel frekuensi konsumsi kopi antara Minuman berisiko tinggi seperti teh, soda
kategori jarang terhadap sering dan dan alkohol. Teh mengandung tanin dan
kategori tidak mengonsumsi terhadap tanin ini mudah teroksidasi menjadi asam
sering memperoleh tidak terdapat risiko tanat yang memiliki efek negatif pada
antara konsumsi kopi dengan sindrom mukosa lambung dan dapat
dispepsia pada remaja. menyebabkan ketidaknyamanan pada
lambung. Soda dan alkohol merupakan
Akibat terlalu banyak minum kopi dapat minuman yang mengandung gas. Gas
mempengaruhi rasa intoleransi seseorang berlebih di lambung akan memperburuk
terhadap makanan yang mereka makan, kerja lambung. Minuman bersoda atau
yang sering terjadi pada kasus gangguan berkarbonasi membengkokkan LES
pencernaan atau dispepsia (Dewi, 2017). (Lower Esophangeal Sphincter), yang
Zat yang terkandung dalam kopi adalah merupakan katup antara lambung dan
kafein. Kafein dapat menimbulkan tenggorokan sehingga menyebabkan
rangsangan pada susunan saraf pusat, refluks asam atau berbalik ke
sehingga dapat meningkatkan aktivitas kerongkongan. Oleh karena itu, penderita
444
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

gangguan pencernaan disarankan untuk Efek merokok pada saluran cerna antara
tidak mengonsumsinya (R. N. Putri et al., lain melemahkan kerongkongan dan
2014). katup pylorus, meningkatkan refluks,
mengubah kondisi asam lambung dan
Risiko Gaya Hidup menghambat sekresi bikarbonat pankreas.
Hasil analisis statistik antara kebiasaan Rokok mengurangi tekanan sfingter esofagus
olahraga dengan sindrom dispepsia bagian bawah, yang menyebabkan refluks
memperoleh tidak terdapat risiko antara gastroesofagus dan mengganggu
kebiasaan olahraga dengan sindrom pengosongan lambung, membuat
dispepsia pada remaja. Hasil ini sesuai perokok pasif rentan terhadap sindrom
dengan penelitian Karyanah (2018) dispepsia (Wijaya & Nur, 2020).
menyatakan tidak ada hubungan
kebiasaan olahraga dengan sindrom Risiko Kondisi Stres
dispepsia. Hasil analisis statistik antara kondisi stres
dengan sindrom dispepsia memperoleh
Kebiasaan berolahraga atau aktivitas fisik dimana responden yang mengalami
juga dapat efektif meningkatkan kondisi stres berpeluang 4,5 kali lebih
kemampuan tubuh unutk menghasilkan besar untuk mengalami sindrom
sistem kekebalan terhadap H. pylory dan dispepsia dibandingkan dengan
membantu mengurangi rangsangan responden yang tidak mengalami kondisi
sekresi asam lambung (Rosalina & stres. Hasil ini sesuai dengan penelitian I.
Nurdin, 2018). S. Putri & Widyatuti (2019) uang
menyatakan adanya hubungan antara
Hasil analisis statistik antara status kondisi stres dengan sindrom dispepsia.
merokok dengan sindrom dispepsia
memperoleh tidak terdapat risiko antara Stres dapat mempengaruhi fungsi saluran
status merokok dengan sindrom cerna dan menimbulkan rasa tidak
dispepsia pada remaja. Namun, hasil ini nyaman pada orang sehat, salah satunya
tidak sejalan dnegan penelitian Basandra sindrom dispepsia. Stres dapat mengubah
& Bajaj (2014) yang menyatakan adanya sekresi asam lambung, motilitas, dan
hubungan status merokok dengan pembetnukan pembuluh darah di saluran
sindrom dispepsia. pencernaan (Andriyani, 2019). Kondisi
stres terkait dengan asupan lemak yang
445
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

tinggi, lebih sedikit buah dan sayuran,


lebih banyak cemilan, dan berkurangnya UCAPAN TERIMA KASIH
frekuensi sarapan, sehingga pola makan Terima kasih kami sampaikan kepada
yang tidak teratur dapat menyebabkan para responden dan Puskesmas
sindrom dispepsia (Tria et al., 2019). Kecamatan Palmerah.

Faktor yang Paling Berisiko dengan REFERENSI


Akbar, K. (2020). Pola Makan
Sindrom Dispepsia
Mempengaruhi Kejadian Sindrom
Hasil analisis multivariat menunjukkan Dispepsia pada Mahasiswa
STIKES Graha Medika
bahwa remaja yang memiliki kondisi stres
Kotamobagu Penyakit tidak, 6(1).
berisiko untuk terkena sindrom dispepsia. Andriyani, Y. (2019). Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Dispepsia Pada
Besar risiko yang didapat dari responden
Pekerja Di Klinik Artha Graha Peduli
yang memiliki kondisi stres untuk terkena Jakarta Pusat Tahun 2019.
Universitas Esa Unggul.
sindrom dispepsia adalah 3,7 kali lebih
Basandra, S., & Bajaj, D. (2014).
besar dibandingkan responden yang tidak Epidemiology of Dyspepsia and
Irritable Bowel Syndrome ( Ibs ) in
memiliki kondisi stres.
Medical Students of Northern
India. Journal of Clinical and
Diagnostic Research, 8(12), 13–16.
KESIMPULAN
https://doi.org/10.7860/JCDR/20
Remaja berjenis kelamin perempuan yang 14/10710.5318
Depkes RI. (2015). Profil Kesehatan
memiliki kebiasaan konsumsi makanan
Indonesia. Journal of Chemical
pedas, konsumsi makanan asam, Information and Modeling (Vol. 53).
Dewi, A. (2017). Hubungan Pola Makan
konsumsi minuman berisiko pada
Dan Karakteristik Individu Terhadap
kategori jarang terhadap sering dan Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa
Angkatan 2015 Dan 2016 Fakultas
mengalami kondisi stres berisiko
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
mengalami sindrom dispepsia. Universitas Hasanuddin.
Dinkes DKI Jakarta. (2016). Profil
Disarankan kepada remaja berjenis
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
kelamin perempuan untuk mengurangi Djojoningrat, D. (2014). Pendekatan Klinis
Penyakit Gastrointestinal (Interna Pu).
konsumsi minuman berisiko secara
Jakarta.
berlebihan karena akan meningkatkan Dwigint, S. (2015). The Relation of Diet
Pattern To Dyspepsia Syndrom.
gangguan pada lambung dan mengatur
Jurnal Majority, 4, 73–80.
pikiran serta perasaan dengan baik Fajriani, A., & Marliyati, S. A. (2020).
Hubungan antara Kebiasaan dan
sehingga tidak mudah mengalami kondisi
Kualitas Sarapan dengan Sindroma
stres. Dispepsia dan Status Gizi pada Remaja
446
Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .9, No. 3, 2021, hal 431-446

di SMAI PB Soedirman 1 Bekasi. Kejadian Sindrom Dispepsia Pada


Institut Pertanian Bogor. Siswi - Siswi Kelas IX Di SMA
Ford, A. C., & Talley, N. J. (2014). Negeri 1 Manado. Jurnal
Epidemiology of Dyspepsia. GI Keperawatan, 53(9), 1689–1699.
Epidemiology: Diseases and Clinical Sumarni, S., & Andriani, D. (2019).
Methodology: Second Edition, 158–171. Hubungan Pola Makan Dengan
https://doi.org/10.1002/97811187 Kejadian Dispepsia. Jurnal
27072.ch15 Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf),
Karyanah, Y. (2018). Analisis Faktor- 2(1), 61–66.
Faktor Kejadian Dispepsia Fungsional https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.
Pada Mahasiswa Program Studi 282
Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Susanti, A., Briawan, D., & Uripi, V.
Kesehatan Universitas Esa Unggul. (2011). Faktor Risiko Dispepsia pada
Kemenkes RI. (2012). Profile Kesehatan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
Indonesia. Ministry of Health Indonesia. (IPB). Institut Pertanian Bogor.
Maria, Lady. (2018). Hubungan Antara Tamimi, L. H., Herardi, R., &
Stress Dan Kebiasaan Makan Terhadap Wahyuningsih, S. (2020).
Kejadian Dyspepsia Pada Mahasiswa Hubungan antara Tingkat Stres
Fakultas Kedokteran Universitas Akademik dengan Kejadian
Hasanuddin Angkatan 2018. Dispepsia pada Siswa Kelas XII
Nasution, K. N. (2016). Hubungan Pola IPA di SMA Negeri 81 Kota
Makan dengan Kejadian Sindrom Jakarta Timur Tahun 2019. Jurnal
Dispepsia pada Mahasiswa FKM Penyakit Dalam Indonesia, 7(3), 143–
Tahun 2015. Universitas Sumatera 148.
Utara. Tria, A., Barawa, P., Saftarina, F.,
Putri, I. S., & Widyatuti. (2019). Stress Rahmanisa, S., Graharti, R.,
And Functional Dyspepsia Kedokteran, F., … Lampung, U.
Symptoms In Adolescents. Jurnal (2019). Kejadian Sindrom
Keperawatan Jiwa, 1(2), 203–214. Dispepsia pada Perawat di RSUD
Putri, R. N., Ernalia, Y., & Bebasari, E. Abdul Moeloek Bandar Lampung
(2014). Gambaran Sindrom Dyspepsia Syndrome in Nurse at
Dispepsia Fungsional Pada RSUD Abdul Moeloek Bandar
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Lampung, 8, 27–32.
Universitas Riau Angkatan 2014. Wijaya, I., & Nur, N. H. (2020).
JOM FK, 2(August), 1–43. Hubungan Gaya Hidup dan Pola
Rohani, Gunawan, M. R., Masitoh, I. I., Makan Terhadap Kejadian
& Furqoni, D. P. (2014). Syndrom Dispepsia di Rumah Sakit
Hubungan Pola Makan dengan Bhayangkara Kota Makassar.
Sindrom Dispepsia Remaja Putri di Promotif Dan Preventif, 0(0).
SMP Negeri I Karya Penggawa WHO (2015) Maternal Mortality. In :
Kabupaten Pesisir Barat Tahun Reproduction Health And Research,
2013, 8(2), 94–98. Editor. Geneva : World Health
Rosalina, M., & Nurdin, N. M. (2018). Organization.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan
dispepsia pada remaja SMA di Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Sorongan, I. M., Pangemanan, D. H. C.,
& Untu, F. M. (2013). Hubungan
Antara Pola Makan Dengan

Anda mungkin juga menyukai