Anda di halaman 1dari 23

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEKAMBUHAN DISPEPSIA

PADAMASYARAKAT YANG MEMILIKI RIWAYAT DISPEPSIA DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS ARJASA
JEMBER

Oleh:

Dwi Nofa Satria Utama), Mohammad Ali Hamid), Ginanjar Sasmito)


1)
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
2,3)
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
Jl. Karimata 49 Jember. Telp: (0331) 332240 Fax: (0331) 337957 Email:
Fikes@unmuhjember.ac.id Website: http://fikes.unmuhjember.ac.id Email:
ranidesvin@gmail.com

Abstrak

Pendahuluan: Dispepsia adalah kumpulan penyakit atau syndrome, dan adanya rasa tidak
nyaman yang mirip dengan Gastritis akan tetapi pada saat Dispepsia tersebut ada rasa terbakar
didaerah sekitar dada dan saat bernafas menjadi sesak. Pemicu terjadinya Dispepsia disebabkan
adanya zat kimia yang dikonsumsi, contohnya stress, depresi, merokok,cuka, minuman yang
mengandung alkohol, obat analgesik atau anti nyeri, dan minuman yang asam .Tujuan dalam
penelitian ini untuk mengatuhi hubungan Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian
Kekambuhan Dispepsia Pada Masyarakat Yang Memiliki Riwayat Dispepsia Diwilayah
Kerja Puskesmas arjasa. Metode: Desain penelitian yang digunakan dengan pendekataan
Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat ysng memiliki riwayat
dispepsia. Responden dalam penelitian ini sejumlah 30 responden, yang diambil dengan
teknik total sampling .Variabel independen dalam penelitian ini adalah Riwayat Pola
Makan. Variabel dependenya dalam penelitian ini adalah Macam-macam pola makan .
Pengumpulan data menggunakan Koesioner dengan mengguakan uji Spearmen֬ s Rho
dengan signifikasi α = 0,05. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan nilai siknifikan P0.000<
0,005 yang berarti terdapat Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Kekambuhan
Dispepsia Pada Masyarakat Yang Memiliki Riwayat Dispepsia Diwilayah Kerja Puskesmas
arjasa.

Kata Kunci:Dyspepsia, Riwayat Pola Makan

Abstract

Preliminary: Stunting is a form of undernutrition that is characterized by height indicators


according to age, TB / U indicators provide an indication of chronic nutritional problems
that are partly a result of long-standing conditions. Plalangan Kalisat District. Method:
The research design used was approachedCross sectional. The population in this study
were toddlers aged 1-3 years. Respondents in this study were 58 respondents, taken by
cluster sampling techniques. The independent variable in this study was the History of Diet.
The dependent variable in this study is Stunting. Data collection using Koesioner and
toddlers measured height by using Microtoise and converted into a standardized value (z-
score) data were analyzed by using the Spearme Rho wi h ig ifica c α = 0.05.
Results: The results showed a significant value of P0,000 <0.005, which means there is a
relationship between the history of eating patterns and the incidence of stunting in toddlers
aged 1-3 years.

Keywords: Dyspepsia, Diet History

PENDAHULUAN kriteria yaitu organik dan fungsional,

Dispepsia adalah kumpulan untuk dispepsia organik itu sendiri

penyakit atau syndrome, dan adanya adalah apabila penyakit dispepsia itu

rasa tidak nyaman yang mirip dengan sendiri sudah jelas memiliki penyakit

Gastritis akan tetapi pada saat Dispepsia ulkus peptikum, carsinoma lambung,

tersebut ada rasa terbakar didaerah dan Choelitiasis dari penyakit tersebut

sekitar dada dan saat bernafas menjadi bisa ditemui dari pemeriksaan klinis,

sesak. Pemicu terjadinya Dispepsia laboratology, dan endoskopy.

disebabkan adanya zat kimia yang Sedangkan pada penyakit dispepsia

dikonsumsi, contohnya stress, depresi, fungsional apabila penyakit tidak

merokok,cuka, minuman yang diketahui penyebabnya atau tidak

mengandung alkohol, obat analgesik ditemukan kerusakan organik dan

atau anti nyeri, dan minuman yang asam. penyakit sistemik, maka pengertian

dari penjabaran diatas memiliki 2 diatas merupakan masalah yang sangat


memerlukan pertolongan jika keadaan pendapatan lebih baik. Stunting dapat
semakin memburuk.(Putri & Widyatuti, diagnosis melalui indeks antropometrik

2019) tinggi badan menurut umur yang


.
mencerminkan pertumbuhan linier yang
Berdasarkan data yang ada

dengan kejadian dispepsia merupakan dicapai pada pra dan pasca persalinan

masalah yang bisa dialami semua orang, dengan indikasi kekurangan gizi jangka

dan di dunia saat ini berdasarkan data panjang, akibat dari gizi yang tidak

dunia contohnya di Indonesia sendiri memadai dan atau kesehatan. Stunting

menempati urutan dari penderita merupakan pertumbuhan linier yang

Dispepsia terbanyak dengan urutan ke – gagal untuk mencapai potensi genetik

3 didunia sebanyak 450 penderita tahun sebagai akibat dari pola makan yang

2011. (Indonesia, 2018) Di kabupaten buruk dan penyakit. Stunting

Kampar sendiri kejadian Dispepsia pada didefinisikan sebagai indikator status gizi

tahun 2016 sebesar 7% (4138 kasus) . sama dengan atau kurang dari minus dua

Pada tahun 2019 di daerah kerja standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata

Puskemas Arjasa Jember sendiri ada 30 standar atau keadaan di mana tubuh anak

orang yang menderita Dispepsia. lebih pendek dibandingkan dengan anak –

kemampuan kognitif .jangka anak lain seusianya. Ini adalah indikator

panjang mengurangi kapasitas untuk kesehatan anak yang kekurangan gizi

berpendidikan lebih baik dan hilangnya kronis yang memberikan gambaran gizi

kesempatan untuk peluang kerja dengan pada masa lalu dan yang dipengaruhi

lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.


Kejadian balita pendek (stunting) di pendek. Masalah gizi yang kronis pada
Indonesia menempati urutanan ke-5 balita disebabkan oleh asupan gizi yang
dunia. Sekitar 5 juta dari 12 juta balita kurang dalam waktu yang cukup lama
(38,6) di Indonesia memiliki tinggi badan akibat orang tua / keluarga tidak tahu
di bawah rata-rata tinggi badan balita atau belum sadar untuk memberikan
dunia, khusunya di Jawa Timur balita makanan yang sesuai dengan kebutuhan
berusia 0-5 tahun sebanyak 24.000 balita, gizi anaknya. Data Riskesdas tahun 2010
menyatakan bahwa 12 % balita berpotensi menunjukkan bahwa ada 21,5% balita
mengalami kecenderungan sangat pendek usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi
dan 30 % pendek dan kabupaten Jember di bawah kebutuhan minimal, dan 16%
berada peringkat ke-5 se Jawa Timur yang mengonsumsi protein di bawah
dengan setatus balita gizi kurang dan kebutuhan minimal. Bila hal ini
status gizi buruk sebanyak 20.658 berlangsung dalam waktu lama, maka
(13,08%). balita stunting tersebar hampir akan mengganggu pertumbuhan berat
merata di 31 kecamatan di Kabupaten dan btinggi badan Balita. Pada ibu
Jember dengan jumlah persentasi hamil juga terdapat 44,4% yang
tertinggi hingga 39% berada di Wilayah mengonsumsi energi di bawah kebutuhan
Kerja Puskesmas Kalisat 75%. minimal dan 49,5% wanita hamil yang

Terjadinya stunting pada balita mengonsumsi protein di bawah

sering kali tidak disadari, dan setelah dua kebutuhan minimal yang berdampak

tahun baru terlihat balita tersebut pada terhambatnya pertumbuhan janin


yang dikandungnya (Kementerian ketika menyususi. Faktor lain adalah
Kesehatan RI, 2010). berkaitan dengan pola kebutuhan asupan

Salah satu faktor yang ASI dari bayi yang berbeda dengan segala

mempengaruhi terjadinya stunting di perilaku menyusui berakibat pada

Kabupaten Jember yaitu tingkat hubungan disharmonis antara ibu dan

pendidikan ibu di Jember membawa bayi. Selain itu, faktor ekonomi juga

pengaruh pada pengetahuan ibu dalam berpengaruh pada kemampuan menyusui

mengasuh anak. Pendidikan ibu ibu (Hadiat, 2013).

diperdesaan lebih rendah dari pada Dampak stunting dalam jangka


perkotaan. Selain itu pemahaman ibu pendek adalah terganggunya
terkait pemberian ASI atau susu formuls perkembangan, kecerdasan, gangguan
di jember juga unik. Baik ibu yang bisa pertumnuhan fisik dan ganguan
memberikan ASI kepada anaknya metabolisme tubuh (kemenkes RI 2016).
maupun ibu yang memiliki ASI sedikit, Dampak berkepanjangan akibat stunting
sama- sama menganggap bahwa susu yaitu kesehatan yang buruk,
formula dengan harga yang mahal lebih meningkatanya risiko penyakit tak
baik dari pada ASI dan ada sejumlah menular, buruknya koknitif dan prestasi
faktor penyebab gangguan atau masalah pendidikan yang dicapai pada masa
dalam proses menyususi. Faktor psikologi kanak-kanak (Bappenas and UNICEF
ibu waktu hamil hingga melahirkan turut 2017). Resiko tinggi munculnya penyakit
berpengaruh dalam hubungan emosional dan disabilitas pada usia tua, serta
kualitas kerja yang tidak kompetitif yang yang lain. Ketika balita pendek (stunting)
berakibat pada rendahnya produktifitas oleh masyarakat di pandang bukan
ekonomi (kementerian kesehatan RI sebagai masalah dalam perkembangan

2016) kesehatan balita, maka priortas dalam


.
Program pemerintah dalam pola pengasuhan bisa menjadi berbeda

penanggulan masalah gizi pada balita dalam kebutuhan gizi.

sudah cukup banyak dan terstuktur. Stunting merupakan bentuk


Namun, pada kenyataanya, kasus kegagalan pertumbuhan akibat pola
kejadian stunting masih banyak di jumpai makan yang buruk dan penyakit.
pada masyarakat dengan karakteristik Stunting didefinisikan sebagai indikator
sosial budaya ekonomi di level manapun. status gizi sama dengan atau kurang dari
Masalah stunting pada balita bisa terjadi minus dua standar deviasi (-2SD). salah
karena masyarakat itu memberi satu faktor yang mempengaruhi
pemaknaan tentang sehat dan sakit pada terjadinya stunting yaitu tingkat
balita, gizi dan pola asuh balita. pendidikan, pemberian ASI, ekonomi.
pengetahuan dibangun dalam komunitas Dampak stunting dalam jangka pendek
dan dimaknai oleh individu sehingga yaitu terganggunya perkembangan,
membentuk pemahaman yang diyakini kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik
sebagai nilai yang ada dalam sebuah dan gangguan metabolisme tubuh.
kominikasi. hal tersebut bisa terjadi beda Dampak berkepanjangan akibat stunting
makna antara komunikasi satu dengan yaitu kesehatan yang buruk,
meningkatnya penyakit yang tak menular, <20 14 24.1
Tahun
buruknya koknitif.
20-35 41 70.7
Tahun
METODE PENELITIAN
>35 3 5.2
Penelitian ini adalah penelitian Tahun

non-eksperimental menggunakan desain Total 58 100.0

penelitian korelasi dengan pendekatan Sumber Data: Ordinal

studi cross sectional yang bertujuan untuk


Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui
mengetahui Hubungan Riwayat Pola
bahwa jumlah tertimggi Usia ibu yang
Makan Dengan Kejadian Stunting Pada
menjadi responden 20-30 tahun
Balita DiWilayah Desa Plalangan
berjumlah 41 orang dengan presentase
Kecamatan Kalisat dan pengambilan
70 % dan paling sedikit usia ibu yang
teknik sampling menggunakan statistid
menjadi responden >35 tahun berjumlah 3
randon sampling dengan teknik cluster
orang dengan presentase 5.2 %
sampling. Dengan jumlah populasi yang
2. Pendidikan
digunakan sebanyak 496 responden.
Tabel 5.2 Data Distribusi Frekuensi
Pendidikan (Data Ordinal penelitian,Juni
HASIL DAN PEMBAHASAN
2020)
1. Data Umum Pendidikan Ferekuensi Persentase
(orang) (%)
1.Umur
SD 9 15.5
Tabel 5.1 Data Distribusi Frekuensi Jenis
Umur (Data Ordinal penelitian,Juni 2020) SMP 24 41.4

Umur Frekuensi Persentas SMA 19 32.8


(Tahun) (Orang) e (%)
Perguruan 6 10.3
Tinggi Berdasarkan table 5.3 dapat di ketahui
Total 58 100.0 bahwa Jumlah tertinggi pekerjaan Ibu
Sumber Data: Ordinal
Yang menjadi responden sebagai Ibu
Berdasarkan table 5.2 dapat di ketahui
Usia Ferekuensi Persentase
bahwa Jumlah tertinggi Pendidikan Ibu Anak (orang) (%)
Yang menjadi responden Smp 1 13 22.4
Tahun
berjumlah 24 orang dengan presentase
2 28 48.3
41,4% dan paling sedikit pendidikan
Tahun
terakhir ibu Perguruan tinggi berjumlah 3 17 29.3
Tahun
6 orang dengan presentase 10.3 %.
Total 58 100.0

rumah tangga berjumlah 34 orang dengan

presentase 58.6% dan paling sedikit


3. Pekerjaan
Jumlah pekerjaan ibu sebagain PNS yangi
Tabel 5.3 Data Distribusi Frekuensi
Pekerjaan (Data Ordinal penelitian,Juni berjumlah 2 orang dengan presentase 3.4
2020)
%.
Pekerjaan Ferekuensi Persentase
(orang) (%)
4.
Wiraswasta 15 25.9
enis Kelamin
PNS 2 3.4
Tabel 5.4 Data Distribusi Frekuensi Jenis
Ibu Rumah 34 58.6 Kelamin (Data Ordinal penelitian,Juni
Tangga 2020)
Swasta 7 12.1

Total 58 100.0

Sumber Data: Ordinal


Jenis Ferekuensi Persentase
Kelamin (orang) (%)
laki-laki 33 56.9
Prempuan 25 43.1 3 5 8.6

Total 58 100.0 Total 58 100.0

Sumber Data: Ordinal Sumber Data: Ordinal

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui

bahwa jumlah responden balita yang bahwa anak ke berapa dari ibu yang

diteliti, sebagian besar laki-laki yaitu diteliti, sebagian besar panak yang ke 1

sejumlah 33 responden dengan presentase yaitu sejumlah 35 responden dengan

56.9% presentase 60,3%.

5. Usia Anak 7. Riwayat Dirawat Di Rumah Sakit


Tabel 5.5 Data Distribusi Frekuensi Usia
Selama 3 bulan Terakhir
Anak (Data Ordinal penelitian,Juni 2020)
Sumber Data: Ordinal Tabel 5.7 Data Distribusi Frekuensi
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui Riwayat dirawat di Rumah Sakit selama 3
bulan terakhir (Data Ordinal
bahwa usia anak yang diteliti, sebagian penelitian,Juni 2020)

besar usia 2 tahun yaitu sejumlah 28 Riwayat Ferekuensi Persentase


dirawat di (orang) (%)
responden dengan presentase 49,3%. Rumah
Sakit
6. Anak Ke selama 3
bulan
Tabel 5.6 Data Distribusi Frekuensi Anak terakhir
Ke (Data Ordinal penelitian,Juni 2020 )
Pernah 17 29.3
Anak Ke Ferekuensi Persentase
(orang) (%) Tidak 41 70.7
Pernah
1 35 60.3
Total 58 100.0
2 18 31.0
Sumber Data: Ordinal
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui 9. Usia Saat Hamil
bahwa Riwayat ibu dirawat di Rumah Tabel 5.9 Data Distribusi Frekuensi Usia
Saat Hamil (Data Ordinal penelitian,Juni
Sakit selama 3 bulan terakhir yang 2020)
diteliti, sebagian besar tidak pernah Usia Ferekuensi Persentase
Saat (orang) (%)
mengalami dirawat di rumah sakit selama Hamil

3 bulan terakhir yaitu sejumlah 41 <20 18 31.0


20-35 38 65.5
responden dengan presentase 41%.
>35 2 3.4
8. Kehamilan Ke Tahun

Tabel 5.8 Data Distribusi Frekuensi Total 58 100.0


Kehamilan Ke(Data Ordinal
penelitian,Juni 2020) Sumber Data: Ordinal

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui

Kehamilan Ferekuensi Persentase bahwa usia kehamilan ibu yang diteliti,


Ke (orang) (%)
sebagian besar usia kehamilan 20-35
1 35 60.3
2 17 29.3 tahun yaitu sejumlah 38 responden

3 6 10.3 dengan presentase 65.5%.


Total 58 100.0 10. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan
Sumber Data: Ordinal
Tabel 5.10 Data Distribusi Frekuensi
Riwayat Pemeriksaan Kehamilan (Data
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui
Ordinal penelitian,Juni 2020)
bahwa jumlah kehamilan ibu yang

diteliti, sebagian besar kehamilan ke 1

dengan sejumlah 35 responden dengan

presentase 60.3%.
Riwayat Ferekuens Persentas
Pemeriksaa i (orang) e (%)
n
Kehamilan
Rutin 32 55.2
Berdasarkan tabel 5.11 dapat
Tidak 26 diketahui
44.8
Rutin
bahwa Ibu bagian besar pernah
Total 58 100.0
mengslami sakit saat hamil dengan
Sumber Data Ordinal
sejumlah 33 responden dengan presentase
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui
56.9%.
riwayat pemeriksaan kehamilan ibu

yang diteliti, sebagian besar rutin untuk 12. Saat Hamil Status Gizi Ibu
Tabel 5.12 Data Distribusi Frekuensi
mempriksakan kehamilannya yaitu Saat Hamil Status Gizi Ibu (Data
Ordinal penelitian,Juni 2020)
sejumlah 32 responden dengan

presentase 5.5%.

11. Saat Hamil Tidak Pernah Saat Ferekuensi Persentase


Hamil (orang) (%)
Mengalami Sakit Status
Gizi Ibu
Tabel 5.11 Data Distribusi Frekuensi Saat Kurus 28 48.3
Hamil Tidak Pernah Mengalami sakit
(Daa Ordinal penelitian,Juni 2020) Kurus 21 36.2
Obestitas 9 15.5
Saat Hamil Ferekuensi Persentase
Tidak (orang) (%) Total 58 100.0
Pernah Sumber Data: Ordinal
Mengalami
sakit Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui
Pernah 33 56.9
status gizi ibu saat hamil yang diteliti,
Tidak 25 43.1
Perbah sebagian besar status gizi ibu kurus saat

Total 58 100.0 hamil yaitu sejumlah 28 responden


Sumber Data : Ordinal dengan presentase 48.3%.
Tabel 5.13 Data Distribusi
Riwayat Ferekuensi Frekuensi Riwayat pola makan (Data Ordinal penelitian,Juni 2020)
Persentase
Sumber Data:
Pola Ordinal
(orang) (%)
Makan
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui
Pola 40 69,0
makan riwayat pola makan balita bagian besar
kurang
memenuhi pernah Pola makan kurang memenuhi
unsur gizi
Pola 18 31,0 unsur gizi yaitu sejumlah 40 responden
makan
memenuhi dengan presentase 69,0 %.
unsur gizi

Total 58 100,0

2. Kejadian Stunting

Tabel 5.13 Data Distribusi Frekuensi Saat Hamil Status Gizi Ibu (Data Ordinal penelitian,Juni
2020)

Kejadian Ferekuensi Persentase


Stunting (orang) (%)
Stunting 50 86,2
Normal 8 13,8
B.Data Khusus
Total 58 100,0
Sumber Data: Ordinal
1. Riwayat Pola Makan Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui

kejadian pada balita umur 1-3 tahun


bagian besar mengalami stunting yaitu Ordinal penelitian,Juni 2020)
sejumlah 50 responden dengan

presentase 86,2 % Berdasarkan tabel diatas hasil statistik

uji Spearman Rho menunjukkan bahwa


3. Hubungan Riwayat Pola Makan Dengan
58 responden diperoleh hasil P value
Kejadian Stunting Diwilayah Desa
0.000 dengan nilai r hitung 0,649
Plalangan Kecamatan Kalisat
semakin tinggi atau positif maka
Tabel 5.13 Data Distribusi Frekuensi
hubungan semakin kuat yang artinya H1
Hubungan Riwayat Pola Makan Dengan
Kejadian Stunting Diwilayah Desa
diterima. Dengan demikian dapat
Plalangan Kecamatan Kalisat (Data
disimpulkan bahwa ada Hubungan
Riwayat
Pola Riwayat Pola Makanengan Kejadian
Makan
stunting Di Wilayah Desa Plalangan
Kejadi Pola Polama
an makan kanme Kecamatan Kalisat.
Riwaya kurang menuhi
t Pola memenuhi unsur
Makan unsur gizi gizi PEMBAHASAN
Kode
Normal - 19 (18.2 P A. Interpretasi Dan Diskusi Hasil
%) value
Ringan 44 (42.3 %) 0.000
23 (22.1 1. Mengidentifikasi Hubungan
%)
Riwayat Pola Makann Balita
Sedang 18 (17.3 %) - r
hitun Berdasarkan hasil penelitian yang
g
0.649 dilakukan, adanya Hubungan Riwayat

Total 62 (59.7 %) 42 (40.3 104 Pola Makan Dengan Kejadian Stunting


%) (100.
0 %) pada balita dengan memberikan
koesioner pada ibu balita didapatkan memberikan makanan pada balita
hasil pola makan kurang memenuhi merupakan factor yang menyebabkan
unsur gizi yaitu sejumlah 40 balita kurang memenuhi unsur gizi dan
dengan presentase 69% dan jumlah pola stunting dan berdasarkan hasil recall
makan memenuhi unsur gizi yaitu 4x24 jam meneunjukkan bahwa
sejumlah 18 balita dengan presentase kebiasaan makan umumnya hanya dua
31%. Dari hasil estimasi intervensi di kali sehari dan hanya terdiri dari dua
dapatkan bahwa 69% balita usia 1-3 jenis, yaitu makanan pokok dan sayur
tahun di Desa Plalangan Kecamatan atau makanan pokok dan sumber protein
Kalisat mengalami Stunting Hal ini saja (Huriyati,2013). Berbicara
didukung oleh data responden bahwa Pendidikan ibu bahwa ibu memiliki
Tingkat Pendidikan ibu sebagian pendidikan tinggi maka berasumsi
lulusan SMP yaitu sebanyak 24 pendidikan secara tidak langsung
responden dan pekerjaan ibu sebagian mempengaruh pengetahui ibu dalam
ibu rumah tangga yaitu sejumlah 34 mengasuh anaknya (Desi,2019). Selain
responden . Pendidikan pekerjaan orang ibu menjadi

Berdasarkan teori menunjukkan faktor penting dalam menentukan

adanya Hubungan Riwayat Pola makan kualitas pangan,karena pekerjaan

Dengan kejadian Stunting Pada Balita berhubungan dengan pendapatan.dengan

atau kekuatan hubungan sebesar prilaku demikian terdapat asosiasi pendapatan

yang salah dalam memiliki dan dengan status gizi, apabila pendapatan

meningkat maka bukan tidak mungkin


kesehatan masalah keluarga yang menyebabkan kerusakan yang
berkaitan dengan status gizi mengalami permanen, keberhasilan perbaikan
perbaikan (Handayani,2019). ekonomi yang berkelanjutan dapat di

2. Kejadian Stunting Pada Balita nilai dengan berkurangnya kejadian

Berdasarkan hasil penelitian stunting pada anak-anak usia 1-3 tahun.

diketahuai bahwa stunting di Wilayah (UNSCN,2008).

Desa Plalangan Kecamatan Kalisat Faktor lain yang berhubungan

yaitu sebanyak 50 dengan presentase dengan stunting adalah asupan ASI

(86,2%) balita dan balita yang normal eksklusif pada balita. Penelitian di

yaitu sebanyak 8 dengan presentase Ethiopia selatan membuktikan bahwa

(13,8%). Stunting merupakan hasil dari balita yang tidak mendapatkan ASI

kekurangan gizi kronis dan sering eksklusif pada saat balita berumur 0-6

terjadi antar generasi ditambah dengan bulan akan beresiko tinggi mengalami

penyakit kronis yang lain. Hal tersebut stunting. (Fikadu, et al.,2014). Faktor

adalah ciri khas endemik kemiskinan. ibu yang tidak memberikan ASI secara

Stunting merupakan indicator eksklusif pada saat balita berumur 0-6

utama dalam menilai kualitas modal bulan yaitu mayoritas air susu ibu

sumber daya manusia di masa tersumbat seperti yang terdapat pada

mendatang. Gangguan pertumbuhan tabel 5.13 didapatkan bahwa mayoritas

yang di derita anak pada awal bekerja sebagai petani dan wiraswasta

kehidupan, pada hal ini stunting, dapat sehingga ibu tidak bisa maksimal dalam

memberikan ASI secara eksklusif pada


saat balita 0-6 bulan sehingga balita di ASI, dan masih banyak ibu atau
titipkan ke neneknya ataupun ke pengasuh yang masih memberikan
pengasuhnya. Dan juga faktor lainnya makanan selain ASI, dari program
adalah ibu balita tidak mempunyai ASI puskesmas sendiri sudah sering
yang melimpah dan berkualitas, hal itu memberikan penyuluhan tentang
disebabkan karena tidak terpenuhinya pemberian ASI eksklusif pada balita
gizi ibu yang bertujuan untuk umur 0-6 bulan akan tetapi masih
memberikan ASI eksklusif pada saat banyak ibu atau pengasuh masih tetap
balita berumur 0-6 bulan. Dan juga memberikan makan pada balitanya,
orang tua masih belum menyadari pada saat posyandu bidan dan kader-
bahwa sangat pentingnya pemberian kader posyandu juga sering
ASI secara eksklusif pada saat balita 0-6 menghimbau pada ibu atau pengasuh
bulan, masih banyak ibu yang tidak untuk tidak memberikan makan selain
memberikan ASI eksklusif pada ASI pada balita pada saat berumur 0-6
balitanya dan ketika balita tidak bulan di karenakan akan menimbulkan
mendapatkan ASI secara eksklusif dari efek pada balita itu sendiri ketika di
ibu nya balita sering di berikan makan berikan makanan selain ASI pada saat 0-
selingan atau camilan oleh ibu ataupun 6 bulan karena pencernaan balita pada
pengasuhnya, sedangkan balita pada saat berumur 0-6 bulan masih belum
saat berumur 0-6 bulan itu wajib di bisa mencerna dengan baik makanan,
berikan ASI secara eksklusif dan tidak dan juga pada saat posyandu bidan dan
boleh di berikan makanan apapun selain kader juga menyarankan ketika ibu tidak
bisa meberikan ASI secara eksklusif besar puskesmas dengan penderita
pada saat balita berumur 0-6 bulan stunting terbanyak di Kabupaten
menggunakan susu formula, akan tetapi Jember. Petugas program penderita
tidak semua ibu atau pengasuh tidak balita stunting Puskesmas Kalisat
mampu membeli susu formula di memaksimalkan pengawasan dan
karenakan pendapatan dari ibu atupun melakukan pengukuran serentak
pengasuh sendiri rendah sehingga tidak terhadap balita penderita stunting
mampu untuk memberikan susu dengan cara bekerja langsung dengan
formula. petugas program penderita stunting dari
Hasil Riskesdas (2013) kabupaten jember, untuk memebrikan
menunjukkan bahwa kejadian stunting promosi kesehatan, penyuluahan dan
balita banyak di pengaruhi oleh pengawasan kepada orang tua atau
pendapatan dan tingkat pendidikan pengasuh dari balita penderita stunting
orang tua yang rendah Keluarga dengan maupun balita yang normal. Sehingga
pendapatan yang tinggi akan lebih orang tua atau pengasuh dari balita bisa
mudah dalam memperoleh akses mengetahui cara mencegah stunting.
pendidikan dan kesehatan sehingga 3. Analisis Hubungan Riwayat
status gizi anak dapat lebih baik Pola Makan Dengan Kejadian
(Bishwakarma,2011) Stunting Di wilayah Desa Plalangan
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kecamatan Kalisat
Kabupaten Jember (2019), Wilayah Berdasarkan hasil pengolahan data
puskesmas Kalisat termasuk dalam 10 tabel 5.13 menunjukkan bahwa
penilaian dari uji statistik korelasi pengawasan bagi balita penderita
Spearman Rho, di temukan nilai hasil p stunting.
value= 0,000 yang artinya nilai pvalue < Menurut hasil penelitian hubungan
p alpha (0,00 < 0,05) sehingga dapat di pemenuhan gizi seimbang sangat
simpulkan bahwa h0 di tolakberarti berpengaruh dengan kejadian stunting
hipotesis (H1) dalam penelitia ini di karena fakta dilapangan banyak orang
terima, artinya ada hubungan antara tua atau pun pengasuh di nilai
riwayat pola makan Dengan Kejadian kurangnya pengetahuan dalam
Srunting Di Wilayah Kerja Puskesmas memberikan pemenuhan gizi seimbang
kalisat Jember bagi balitanya, tidak terpenuhinya gizi

Besarnya angka kejadian balita seimbang bagi balita sendiri juga di

stunting di wilayah Desa Plalangan sebabkan oleh beberapa faktor yaitu

Kecamata kalisat Kabupaten Jember status sosial ekonomi keluarga seperti

mungkin berhubungan dengan riwayat pendidikan, pekerjaan, pendapatan

pola makan pada balita yang tidak orang tua atau pun pengasuh.

terpenuhi, mungkin karena di sebabkan Status sosial ekonomi keluarga

oleh kurangnya pengetahuan seorang I seperti pendapatan keluarga, pendidikan

bu maupun pengasuh, faktor-faktor apa orang tua, pengetahuan ibu tentang gizi,

saja yang menyebabkan balita stunting. dan jumlah anggota keluarga secara

Dan kurang optimalnya dari petugas tidak langsung dapat berhubungan

promkes memberikan penyuluhan dan dengan kejadian stunting. Menunjukkan

bahwa kejadian balita stunting banyak


dipengaruhi oleh pendapatan dan Berdasarkan hasil penelitian dengan
pendidikan orang tua yang rendah. menggunakan uji statistik yang telah di
Keluarga dengan pendapatan yang lakukan mengenai hubungan antara
tinggi akan lebih mudah memperoleh Riwayat Pola Makan Dengan Kejadian
akses pendidikan dan kesehatan Stunting di wilayah Kerja Puskesmas
sehingga status gizi balita dapat lebih Kalisat Jember, dengan jumlah 58
baik. responden maka di peroleh kesimpulan
Penelitian ini sejalan dengan yaitu :
penelitian (Bishwakarma 2015) yang 1. Kejadian stunting Mayoritas
meneliti tentang faktor yang dialami oleh balita di wiliyah kerja
berhubungan dengan kejadian stunting Desa Plalangan Kecamatan Kalisat
pada balita, ada beberapa faktor yang dengan jumlah balita 58 responden
sangat penting atau berpengaruh di diantaranya 50 (86,2%) megalami
antaranya menunjukkan bahwa kejadian stunting serta 8 (13,8%) normal. hal
stunting balita banyak dipengaruhi oleh ini bisa terjadi karena ada beberapa
pendapatan dan pendidikan orang tua faktor diantaranya pengetahuan ibu,
yang rendah. Keluarga dengan pekerjaan ibu serta pendapatan
pendapatan yang tinggi akan lebih orang tua yang dapat
mudah memperoleh akses pendidikan mempengaruhi terjadinya stunting.
dan kesehatan sehingga status gizi balita 2. Pemenuhan gizi seimbang di
dapat lebih baik. wilayah Kerja Desa Plalangan
KESIMPULAN Puskesmas Kalisat Jember sebagian
besar tidak terpenuhi dengan jumlah menggunakan metode observasi
presentase (59,7) pola makan secara langsung (door to door) serta
kurang memenuhi unsur gizi serta memberikan penjelasan kepada
(40,3) pola makan memenuhi unsur keluarga tentang stunting dan
gizi. pencegahanya supanya lebih

Saran evektif serta hasilnya jauh lebih

1. Keluarga baik lagi dan mengurangi tingka

Hasil dan pembahasan pada kejadian stunting.dan Kerja sama

penelitian ini sebaiknya keluarga sebuah tim medis justru akan

sudah harus mengerti tentang membuahkan hasil yang jauh lebih

stungting untuk menambah baik jika bersama-sama terjun ke

pengetahuan serta tata cara komunitas dikarenakan masyarakat

pemberian ASI, memberikan akan senang dan lebih percaya

makanan tambahan yang baik dan terkait pentingnya pencegahan

bener serta memberikan gizi stunting.

seimbang untuk balita untuk 3. 1nstansi Layanan Kesehatan

mencegah stuting . (PUSKESMAS)

2. Profesi Keperawatan Hasil dan pembahasan pada

Hasil dan pembahasan ini semua penelitian ini pelayanan kesehatan

petugas kesehatan khususnya baik puskesmas maupun RS

profesi keperawatan sebaiknya tentunya ada bidang pencegahan

stunting untuk menjalankan


kegiatan kunjungan rumah (door to DAFTAR PUSTAKA
door) dan mengobservasi langsung
Nabuasa, C. D., Juffrie, & Huriyati, E.
bagaimana kondisi berat badan dan
(2013). Riwayat Pola Asuh, Pola
tinggi badan. Hal ini perlu sering
Makan, Asupan Zat Gizi
diterapkan terutama pada
Berhubungan Dengan Terhadap
Puskesmas sehigga balita bisa
Kejadian Stunting Pada Anak
terpantau.
Usia 24-59 Bulan di Kecamatan

Biboki Utara Kabupaten Timor

Tengah Utara Provinsi Nusa

Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan


4. Peneliti
Dietetik Indonesia, Volume 1,

Hasil dan pembahasan pada penelitian Nomor 3.

ini dapat menjadi sebuah referensi atau Kemenkes. (2010). Keputusan Menteri

literatur bagi peneliti selanjutnya untuk Kesehatan RI tentang Standar

lebih luas lagi meneliti terkait upaya Antropometri Penilaian Status

pencegahan stunting. Diharapkan Gizi Anak. Jakarta: Kementerian

peneliti selanjutnya dapat Kesehatan RI.

memodifikasi atau memiliki inovasi Lestari, W, Ani, M, & Zen, R. (2014).

namun terhadap variabel atau agent Faktor risiko stunting pada anak

lain yang menjadi penyebab terjadinya umur 6-24 bulan di kecamatan

stunting Penanggalan kota Subulussalam


provinsi Aceh. Jurnal Gizi Kusuma, K. E. (2013). Faktor Resiko
Indonesia, Volume 3, Nomor 1. Kejadian Stunting Pada Anak
Swathma D, Lestari, H & Ardiansyah, Usia 2-3 Tahun (Studi di
R, T. (2016). An-alisis Faktor Kecamatan Semarang Timur).
Risiko BBLR, Panjang Badan Semarang: Universitas
Bayi Saat Lahir dan Riwayat Diponegoro
Imunisasi Dasar Terhadap
Aridiyah, Rohmawatu & Ririanty
Kejadian Stunting pada Balita
(2015). Faktor-Faktor yang
Usia 12-36 Bulan Di Wilayah
Mempengaruhi Kejadian
Kerja Puskesmas Kandai Kota
Stunting pada Anak Balita di
Ken-dari Tahun 2016. Jurnal
Wilayah Pedesaan dan
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Perkotaan. E-Jurnal Pustaka
Masyarakat, 1(3), hal.1-10.
Kesehatan. Vol.3. No.1.
Sulistyoningsih, Hariyani. (2011). Gizi

Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Utama, sp.FK & HerqutantoMPH,

Yogyakarta: Graha Ilmu. MARS. (2015). Penuntun Diet

Kemenkes. (2019). Angka Kecukupan Anak (hlm. 25-26).Jakarta:

Gizi Yang Dianjurkan Untuk Fakultas Kedokteran Universitas

Masyarakat Indonesi. Jakarta: Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai