Anda di halaman 1dari 15

Metodologi Penelitian

Kuantitatif dan Kualitati 1 (41).


FKM Universitas Airlangga

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN STUNTING PADA BALITA


USIA DIBAWAH 3 TAHUN DI KOTA X
Athiya Adibatul Wasi, Oedoyo Soedirham2
1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
2
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
Masyarakat,Universitas Airlangga

ABSTRACT

Keywords:

ABSTRAK

Kata kunci:

1
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Athiya et.,al. Faktor yang
dan Kualitatif. 1 (41). FKM
Mempengaruhi Stunting…
Universitas Airlangga
tinggi daripada daerah pedesaan. Pendapatan per
kapita atau status sosial ekonomi yang tinggi tidak
PENDAHULUAN menjamin status kesehatan yang lebih baik,
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada sebagaimana dibuktikan oleh tingginya tingkat
anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat kekurangan gizi di kota-kota besar.
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta)
untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan Dasar /Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia,
tetapi, kondisi stunting baru Nampak setelah bayi Indonesia adalah Negara dengan prevalensi
berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi
pendek (severely stunted) adalah balita dengan dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami
panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak
menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) terhadap penyakit dan di masa depan dapat
2006. Sedangkan definisi stunting menurut kementrian beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas.
kesehatan adalah anak balita dengan nilai z-scorenya Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat
kurang dari -2SD (stunted) dan kurang dari -3 SD menghambat pertumbuhan ekonomi,
(severely stunted). meningkatkan kemiskinan dan memperlebar
Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak ketimpangan.
yang masa balita nya mengalami stunting memiliki Penelitian terdahulu menyimpulkan faktor
tingkat pengetahuan rendah, prestasi belajar dan yang berhubungan dengan stunting antara lain
psikososial buruk (Achadi 2012). Anak yang mengalami berat lahir (varela et al. 2009), postur tubuh ibu
severe stunting di dua tahun pertama kehidupan, pendek (Yang et al. 2010), asupan energy,
memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap protein, lemak (Assis et al. 2004), status ekonomi
keterlambatan kognitif di masa kanak-kanak nantinya keluarga (Hong 2007), jumlah anggota rumah
dan berdampak jangka panjang terhadap mutu tangga (Tshwane Universitty 2006) dan fasilitas air
sumberdaya tersebut (Brinkman et al. 2010; Martorell et (Merchant 2003). Salah satu contoh model adalah
al. 2010). Kejadian stunting yang berlangsung sejak kerangka kerja konseptual UNICEF. Kerangka
masa kanak-kanak memiliki hubungan terhadap kerja ini, yang dikembangkan pada tahun 1990
perrkembangan motorik lambat dan tingkat intelegensi sebagai bagian dari strategi nutrisi UNICEF,
lebih rendah (Martorell et al. 2010). Penelitian lain memberikan pendekatan holistik dan pragmatis. Ini
menunjukan anak (9-24 bulan) yang stunting selain mengklasifikasikan penyebab kurang gizi ke dalam
memiliki tingkat intelegensi lebih rendah, juga memiliki tiga kategori yang menjelaskan kompleksitas
penilaian lebih rendah pada lokomotor, koordinasi status gizi anak-anak: (i) penyebab dasar di
tangan dan mata, pendengaran, berbicara, maupun tingkat masyarakat; (ii) penyebab mendasar di
kinerja jika dibandingkan dengan anak normal (Chang tingkat rumah tangga / keluarga; dan (iii) penyebab
et al. 2010). langsung. Faktor-faktor di satu tingkat
Anak anak yang mengalami stunting pada dua mempengaruhi tingkat lainnya.
tahun kehidupan pertama dan mengalami kenaikan Tujuan penelitian ini adalah untuk
berat badan yang cepat, berisiko tinggi terhadap mengetahui gambaran kejadian stunting pada
penyakit kronis seperti obesitas, hipertensi, dan balita di kota X dan melihat hubungannya dengan
diabetes (Victora et al. 2008). Kejadian stunting pada faktor-faktor risiko yang mempengaruhi Stunting
balita merupakan salah satu permasalahan gizi secara pada anak di bawah 3 tahun.
global. Berdasarkan data UNICEF tahun 2000-2007
menunjukkan prevalensi kejadian stunting di dunia METODE
mencapai 28%, di afrika bagian timur dan selatan Desain penelitian yang digunakan adalah
sebesar 40%, dan asia selatan sebesar 38%. Bila studi kasus kontrol. Populasi penelitian adalah
dibandingkan dengan batas “non public health problem” anak-anak yang tinggal di kota X, usia dibawah 3
menurut WHO untuk masalah stunting sebesar 20%, tahun. Sampel diperoleh dengan metode
maka hampir seluruh Negara di dunia mengalami purposive sampling. Data dikumpulkan dari desa
kesehatan masyarakat. Kejadian stunting pada balita yang memiliki jumlah anak balita terbanyak.
lebih banyak terjadi di Negara berkembang, ini Jumlah sampel minimum yang diperlukan adalah
dibuktikan dengan prevalensi kejadian stunting pada 58 sampel untuk setiap kasus dan kelompok
balita di Negara berkembang sebesar 30% (UNICEF kontrol.
Variabel dependen adalah stunting, yang
report 2009).
ditentukan dengan menghitung tinggi skor Z / usia
Menurut Asosiasi Riset Kesehatan (Riskesdas)
menggunakan standar WHO 2005. Itu
2010 nasional prevalensi gizi buruk pada anak di
dikategorikan stunting jika skor Z tinggi / usia <-2
bawah lima tahun adalah 4,9%, dan gizi kurang adalah SD dan normal jika skor Z ≥ -2. Sementara
13,0% sedangkan prevalensi stunting nasional adalah Variabel independen adalah usia anak, jenis
35,6%. Wilayah Indonesia terdiri dari daerah pedesaan kelamin anak, berat badan anak, tinggi anak, berat
dan perkotaan. Wilayah perkotaan yang dicirikan oleh lahir anak, riwayat kekurangan berat badan,
kepadatan penduduk dan pendapatan per kapita lebih riwayat ASI Eksklusif, riwayat pemberian makanan
pendamping ASI, riwayat infeksi, riwayat
imunisasi, tinggi ibu, tinggi ayah.
Analisis data ini dilakukan secara
univariat, bivariat, dengan chisquare tes dan
multivariate dengan metode regresi logistic ganda. kekurangan gizi mempengaruhi kejadian stunting
Studi kualitatif dengan metode wawancara mendalam pada anak 1-2 tahun (p <0,05, OR: 1,58, 95% CI:
dan disajikan dalam bentuk naratif. 1,09 -2, 29).
Berat badan lahir rendah menunjukkan
HASIL DAN PEMBAHASAN janin mengalami malnutrisi di dalam rahim,
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sementara berat badan kurang menunjukkan
didapatkan hasil bahwa Ayah bertubuh pendek (<162 kondisi gizi buruk akut. Stunting (pengerdilan) itu
cm) adalah faktor risiko stunting pada anak 1-2 tahun sendiri disebabkan oleh malnutrisi kronis. Bayi
(OR = 2,88; CI: 1,36-6,13). Hal tersebut sesuai dengan yang lahir dengan berat kurang dari normal (<2500
penelitian sebelumnya oleh Ferreira et al dan Adigo H, gram) mungkin masih memiliki panjang tubuh
et al. Dimana Tinggi ayah dipengaruhi oleh banyak normal saat lahir. Stunting akan terjadi beberapa
faktor termasuk faktor internal seperti faktor genetik dan bulan kemudian, walaupun hal tersebut sering
faktor eksternal seperti faktor penyakit dan asupan tidak disadari oleh orang tua. Orang tua tahu
nutrisi sejak usia dini. Faktor genetik merupakan faktor bahwa anak mereka kerdil biasanya setelah anak
yang tidak bisa diubah. mulai bermain dengan teman-teman sehingga
Riwayat malnutrisi merupakan faktor risiko anak tersebut terlihat lebih pendek daripada
terhambatnya pertumbuhan pada anak usia 1-2 tahun. temannya. Karena itu, anak yang lahir dengan
Dalam penelitian ini sejarah gizi buruk ditentukan berat badan lebih sedikit atau anak yang dilahirkan
dengan melihat riwayat berat lahir rendah dan berat dengan berat badan rendah harus sadar akan
badan kurang. Hasilnya konsisten dengan penelitian mengalami stunting. Semakin dini dilakukan
sebelumnya, termasuk penelitian yang dilakukan oleh pencegahan kekurangan gizi, semakin kecil risiko
Adel EL et al, menyimpulkan bahwa riwayat terhambat pertumbuhan.
Tabel 1a. karakteristik subjek

Case Control
Karakteristik
n % N %

Jenis Kelamin
Laki-laki 21 36.2 26 44.8
Perempuan 37 63.8 32 55.2
Berat lahir
Rendah 10 17.2 1 1.7
Normal 48 82.8 57 98.3
Riwayat underweight
Positif 44 75.9 28 48.3
Negatif 14 24.1 30 51.7
Riwayat imunisasi
Tidak lengkap 9 15.5 3 5.2
Lengkap 49 84.5 55 94.8
Riwayat ASI
Tidak disusui secara
eksklusif 31 53.4 39 67.2
Disusui secara eksklusif 27 46.6 19 32.8
Riwayat infeksi
Positif 28 48.3 18 31
Negatif 30 51.7 40 69
Pemberian makanan
pendamping
Tidak cukup 49 84.5 36 62
Cukup 9 15.5 22 38

Tabel 1b. karakteristik responden

Case Control

Karakteristik
n % N %
Tinggi Ibu
Pendek (<150 cm) 22 38 12 20.7
Normal (≥150 cm) 36 62 46 79.3
Tinggi Ayah
Pendek (<162 cm) 36 62 21 36.2
Normal (≥162 cm) 22 38 37 63.8

Tabel 2. Analisis Bivariat faktor risiko stunting

Case Control OR 95% CI p

Faktor risiko
n % n %

Tinggi Ibu
Pendek 22 37.9 12 20.7 2.34 1.02-5.36 0.04
Normal 36 62.1 46 79.3
Tinggi Ayah
Pendek 36 62.1 21 36.2 2.88 1.36-6.13 0.005
Normal 22 37.9 37 63.8
Riwayat pemberian ASI
Pemberian ASI tidak
eksklusif 31 53.4 39 67.2 0.56 1.26-1.2 0.13
Pemberian ASI secara
eksklusif 27 46.6 19 32.8
Riwayat pemberian makanan
pendamping
Tidak cukup 49 84.5 36 62.1 3.33 1.37-8.1 0.006
Cukup 9 15.5 22 37.9
Jenis kelamin
Laki-laki 21 32.6 26 44.8 0.7 0.33-1.5 0.34
Perempuan 37 63.8 32 55.2
Riwayat infeksi
Positif 28 48.3 18 31 2 0.97-4.43 0.058
Negatif 30 51.7 40 69
Riwayat berat lahir rendah
Positif 10 17.2 1 1.7 11.88 1.5-96.1 0.004
Negatif 48 82.8 57 98.3
Riwayat berat rendah
Positif 44 75.9 28 48.3 3.4 1.5-7.4 0.002
Negatif 14 24.1 30 51.7
Riwayat imunisasi.
Tidak lengkap 9 15.5 3 5.2 3.37 0.86-13.1 0.067
Lengkap 49 84.5 55 94.8

Tabel 3. Hasil analisis multivariat: faktor risiko stunting yang signifikan


Variabel B SE P OR 95%CI

Tinggi Ayah <162 cm 1 0.4 0.016 2.7 1.2-6


Positif riwayat berat rendah 1.2 0.43 0.006 3.3 1.4-7.7
Positif riwayat berat lahir
rendah 2.4 1.1 0.028 11.2 1.3-96.3

B: konstanta
Berdasarkan hasil analisis multivariate didapatkan karena harga makanannya jauh lebih murah.
hasil bahwa faktor risiko yang tidak mempengaruhi Setelah 6 bulan bayi menyusui harus disertai
adanya kejadian stunting pada anak dibawah 3 dengan makanan lain karena mereka
tahun adalah jenis kelamin, tinggi ibu, riwayat ASI membutuhkan lebih banyak energi dan tidak dapat
Eksklusif, riwayat pemberian makanan disediakan oleh ASI saja. Pada kelompok kasus
pendamping, riwayat infeksi serta riwayat yang memiliki status ekonomi rendah dan disusui
imunisasi. secara eksklusif, masalah mulai timbul ketika bayi
Jenis kelamin laki-laki bukan merupakan berusia 6 bulan. Ibu-ibu dalam kelompok ini sulit
faktor risiko stunting pada anak usia dibawah 3 memberikan makanan pendamping yang cukup
tahun. Menurut penelitian di Filiphina oleh Linda S sehingga anak-anak mulai kekurangan gizi. Hal ini
et al disimpulkan bahwa pada usia satu tahun disebabkan oleh ketidakmampuan untuk membeli
anak laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk makanan yang memiliki kualitas baik dan
terhambat pertumbuhannya sementara anak pengetahuan gizi ibu yang rendah. Malnutrisi anak
perempuan berusia di atas satu tahun lebih menyebabkan penyakit dan penyakit ini dapat
berisiko mengalami stunting. Berdasarkan teori, mengganggu proses pertumbuhan yang
anak laki-laki lebih berisiko mengalami stunting menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Pada
karena secara imun anak laki-laki lebih rentan kelompok kontrol, ada lebih banyak subjek yang
terhadap penyakit dibandingkan anak perempuan. tidak disusui secara eksklusif. Pada kelompok ini
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terjadi stunting karena mereka diberi susu
riwayat ASI eksklusif tidak terkait dengan kejadian formula selain ASI sehingga kebutuhan nutrisi
stunting pada anak usia dibawah 3 tahun. Tidak untuk tumbuh kembang terpenuhi. Juga pada
mendapatkan ASI eksklusif bukan faktor risiko kelompok kontrol, subjek yang tidak menerima ASI
terhambatnya pertumbuhan anak usia dibawah 3 eksklusif tidak banyak terpapar faktor risiko lain
tahun. Studi yang dilakukan oleh Siti Fatimah seperti penyakit sehingga mereka tidak terhambat
menyimpulkan bahwa tidak menerima ASI adalah pertumbuhannya, walaupun tidak disusui secara
faktor risiko stunting (OR=1,009; CI=0,690-1,415). eksklusif. Hasil pengujian hipotesis dalam analisis
Dengan melakukan wawancara mendalam bivariat atau multivariat menyimpulkan bahwa tidak
diketahui banyak ibu menggunakan kombinasi ASI ada hubungan yang signifikan antara riwayat
dan susu formula Bayi infeksi dengan kejadian stunting pada anak 1-2
tahun. Riwayat infeksi bukan merupakan faktor
Melalui wawancara mendalam kami tahu banyak risiko stunting pada anak berusia 1-2 tahun. Studi
ibu menggunakan kombinasi ASI dan susu formula sebelumnya, satu oleh Linda S et al menyimpulkan
bayi dengan berbagai alasan. Alasan terbanyak bahwa kejadian stunting meningkat secara
adalah bekerja. Alasan lain adalah ASI tidak cukup signifikan di hadapan penyakit diare dan infeksi
untuk kebutuhan bayi. Kebutuhan gizi bayi saluran pernapasan.8 Sejarah infeksi dalam
dipenuhi dengan memberikan formula. penelitian ini didefinisikan sebagai adanya diare
Kemudahan memperoleh susu formula membuat kronis atau infeksi saluran pernapasan kronis
ibu kurang berusaha untuk meningkatkan produksi (durasi penyakit ≥2 minggu) atau infeksi akut
ASInya. Menyusui bersama dengan susu formula (lamanya penyakit <2 minggu), yang terjadi setiap
memang dapat memenuhi kebutuhan gizi agar bulan. Tidak adanya hubungan yang signifikan
bayi tidak terganggu pertumbuhannya. Tetapi susu antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting
formula memiliki banyak kekurangan dibandingkan dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh
dengan ASI. Susu formula tidak mengandung definisi infeksi yang terlalu luas sehingga infeksi
kekebalan sebaik ASI sehingga anak akan lebih ringan dimasukkan ke dalam definisi. Penyakit
mudah terserang penyakit. Selain itu susu formula menular ringan yang tidak memengaruhi nafsu
mahal dan seringkali tidak terjangkau oleh makan dan metabolisme anak tidak menyebabkan
kelompok ekonomi rendah. terhambatnya pertumbuhan karena kekurangan
gizi tidak terjadi.13 Penyakit menular seperti
Kelompok kasus memiliki lebih banyak subyek infeksi saluran pernapasan bagian atas yang
yang disusui secara eksklusif di atas kelompok umum terjadi pada anak-anak karena penyakit ini
kontrol karena sebagian besar kasus adalah sangat menular. Namun penyakit ini bisa sembuh
kelompok ekonomi rendah. Mereka tidak mampu sendiri dalam waktu singkat sehingga tidak
membeli susu formula, sehingga para ibu dalam menurunkan status gizi. Hasil pengujian hipotesis
kelompok ini memilih untuk mengkonsumsi dalam analisis bivariat dan multivariat
makanan yang dapat meningkatkan produksi susu menyimpulkan bahwa riwayat imunisasi tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan status yang tidak terbukti menjadi risiko stunting adalah
imunisasi penilaian status imunisasi hanya jenis kelamin, tinggi ibu, riwayat ASI eksklusif,
dianggap lengkap atau tidak lengkap. Seharusnya riwayat pemberian makanan tambahan; riwayat
penilaian yang lebih rinci dari status imunisasi infeksi, dan riwayat imunisasi.
sehingga mereka bisa tahu jenis imunisasi apa
yang telah diperoleh, dan imunisasi belum
diperoleh. Imunisasi lengkap yang diberikan
kepada anak di Indonesia termasuk BCG, DPT,
polio, hepatitis, dan campak. Tidak semua penyakit
menular memiliki vaksin atau imunisasi sehingga
walaupun seorang anak telah memberikan
imunisasi lengkap seperti yang disebutkan di atas,
anak masih rentan terhadap penyakit menular
lainnya. Mungkin juga menjadi penyebab mengapa
riwayat imunisasi tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian stunting pada anak 1-2
tahun.

Hasil analisis univariat mengatakan bahwa


sebagian besar subjek dalam penelitian ini
memiliki pemberian makanan pendamping yang
kurang memadai (84,5% pada kelompok kasus
dan 62,1% pada kelompok kontrol). Ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Faisal Anwar et al yang menyimpulkan bahwa
sebagian besar konsumsi energi balita yang
datang ke posyandu masih kurang dari 80% RDA.
Hasil analisis multivariat menyimpulkan bahwa
pemberian makanan pendamping ASI tidak
mempengaruhi kejadian stunting pada anak 1-2
tahun terbukti nilai p> 0,05. Tetapi dalam hasil uji
hipotesis analisis bivariat, nilai p = 0,006
menyimpulkan ada hubungan yang signifikan
antara pemberian makanan pendamping ASI
dengan kejadian stunting pada anak 1-2 tahun.
Riwayat pemberian makanan pendamping ASI
kurang memiliki faktor risiko stunting pada anak
usia 1-2 tahun. Studi sebelumnya oleh Siti Fatimah
menyimpulkan bahwa defisit protein dalam ASI
adalah faktor risiko pengerdilan pada bayi (OR =
1,048; 0,876 CI-1,149) .10 Tidak adanya hubungan
yang signifikan dalam analisis multivariat karena
pengaruh variabel lain lebih kuat, mengingat
variabel yang berpengaruh dianalisis sekaligus
sehingga kemungkinan dikendalikan oleh variabel
yang lebih besar pengaruhnya.15

KESIMPULAN

Setelah analisis multivariat dilakukan faktor risiko


pengerdilan pada anak 1-2 tahun adalah ayah
bertubuh pendek (<162 cm), anak-anak memiliki
riwayat berat lahir rendah, dan anak-anak memiliki
riwayat kekurangan berat badan. Faktor-faktor
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Athiya et.,al. Faktor yang
dan Kualitatif. 1 (41). FKM
Mempengaruhi Stunting …
Universitas Airlangga
4
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Athiya et.,al. Faktor yang
dan Kualitatif. 1 (41). FKM
Mempengaruhi Stunting …
Universitas Airlangga

5
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Athiya et.,al. Faktor yang
dan Kualitatif. 1 (41). FKM
Mempengaruhi Stunting …
Universitas Airlangga

6
Metodologi Penelitian
Athiya et.,al. Faktor yang
Kuantitatif
Mempengaruhi Stunting … dan Kualitatif. 1 (41). FKM
Universitas Airlangga

KESIMPULAN

SARAN
Metodologi Penelitian
Athiya et.,al. Faktor yang
Kuantitatif
Mempengaruhi Stunting … dan Kualitatif. 1 (41). FKM
Universitas Airlangga

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai