Kejadian Stunting Pada Balita Ditinjau Dari Karakteristik Umur dan Jenis Kelamin
Sekarini1
STIKes Kepanjen
Corresponding author E-mail : sekarini.stikeskpj@gmail.com
ABSTRAK
Stunting merupakan masalah gizi yang serius yang dapat menghambat perkembangan anak
pada masa-masa berikutnya, meningkatkan resiko kesakitan dan kematian pada balita. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara umur dan jenis kelamin dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah puskesmas Kepanjen Kabupaten Malang. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional menggunakan pendekatan Cross
Sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh dengan besar
sampel sebanyak 438 balita menggunakan laporan hasil timbang bulan Agustus 2020. Variable
independent dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan kategori umur balita, variable
dependent adalah kejadian stunting. Teknik analisis data yang digunakan adalah Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden berada pada kategori usia
toddler, lebih dari setengah responden berjenis kelamin laki-laki.dan responden yang pendek dan
sangat pendek sejumlah 16.2%. Hasil cross tabulasi antara umur dengan kejadian stunting
menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur balita dengan kejadian stunting dengan nilai p-
value sebesar .000, namun sebaliknya tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian stunting yang dapat dilihat dari nilai p (.656) >0.005. Semakin muda usia, angka kejadian
stunting semakin tinggi dan semakin bertambah usia maka kejadian stuntingnya semakin rendah.
Pendampingan yang intensif oleh tenaga kesehatan sangat dibutuhkan oleh kelompok
masyarakat ibu menyusui dan ibu dengan anak dibawah usia tiga tahun mengenai ASI eksklusif,
asupan nutrisi anak, asupan nutrisi ibu menyusui dan posyandu rutin sebagai upaya mencegah
stunting secara dini pada anak-anak dengan usia yang lebih muda.
ABSTRACT
Stunting is a serious nutritional problem that can hamper the development of children in the next
period, increasing the risk of morbidity and mortality in children under five. The purpose of this
study was to determine the correlation between age and sex with the incidence of stunting in
children under five in the Kepanjen Public Health Center, Malang Regency. The research design
used in this research is correlational descriptive using a cross sectional approach. The sampling
technique used was saturated sampling with a sample size of 438 children under five using the
weight report for August 2020. The independent variables in this study were gender and age
category of toddlers, the dependent variable was the incidence of stunting. The data analysis
technique used is Chi Square.
The results showed that more than half of the respondents were in the toddler age category, more
than half of the respondents were male. And the short and very short respondents were 16.2%.
The results of the cross tabulation between age and the incidence of stunting show that there is
a relationship between the age of toddlers and the incidence of stunting with a p-value of .000,
but on the contrary there is no relationship between gender and the incidence of stunting which
can be seen from the p-value (.656) > 0.005 . The younger the age, the higher the incidence of
stunting and the older the age the lower the incidence of stunting.
Intensive assistance by health workers is needed by community groups of breastfeeding mothers
and mothers with children under three years of age regarding exclusive breastfeeding, child
nutrition intake, nutritional intake of breastfeeding mothers and routine Integrated Health Post as
an effort to prevent early stunting in young age.
Tabel 1 menjelaskan bahwa lebih dari terjadinya stunting, usia dibawah lima tahun
setengah responden berada pada kategori mengalami resiko lebih tinggi stunting
usia toddler, lebih dari setengah responden dibandingkan dengan anak-anak usia diatas
berjenis kelamin laki-laki.dan responden lima tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
yang pendek dan sangat pendek sejumlah Schoenbuchner (2016) juga memperlihatkan
16.2%. hasil yang sama bahwa puncak kejadian
wasting terjadi pada usia 10-12 bulan
Tabel: 2 sebanyak 12-18%, sedangkan 37-39% pada
Stunting menurut Umur dan Jenis usia 24 bulan mengalami stunting. Hal ini
kelamin bermakna bahwa kejadian stunting lebih
banyak terjadi pada usia muda. Semakin
Stunting bertambah usia, maka kejadian stunting
Jenis Normal- Pendek Sangat p- semakin menurun. Hasil ini sesuai dengan
kelamin Tinggi pendek value Narendra, et.al (2002), kondisi ini disebabkan
dan Usia karena pada usia dibawah tiga tahun (batita)
n % n % n % lebih rentan terkena infeksi dan infeksi
Laki-laki 196 83.1 22 9.3 18 7.6 0.653 berulang sehingga membuat mereka lebih
Perempuan 171 84.7 20 9.9 11 5.4 berpeluang mengalami kekurangan gizi.
Meskipun anak usia pra sekolah lebih sedikit
Bayi 59 62.1 14 14.7 22 23.2 0.000 mengalami stunting, namun pada usia ini
Toddler 195 88.2 22 10 4 1.8 mereka mengalami pertumbuhan dan
Pra 113 92.6 6 4.9 3 2.5 perkembangan yang lebih stabil
sekolah dibandingkan dengan anak dibawah tiga
tahun. Kemampuan fisik dan motorik yang
meningkat menyebabkan anak-anak ini
Tabel 2 menjelaskan bahwa ada mengalami penurunan nafsu makan
hubungan antara umur balita dengan sehingga rawan sekali terjadi kekurangan
kejadian stunting dengan nilai p-value gizi meskipun tidak sebesar pada anak-anak
sebesar .000, namun sebaliknya tidak dibawah usia tiga tahun.
terdapat hubungan antara jenis kelamin Hasil uji análisis chi square jenis
dengan kejadian stunting yang dapat dilihat kelamin dan kejadian stunting menunjukkan
dari nilai p (.656) >0.005. bahwa p-value 0.653 yang bermakna bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin
PEMBAHASAN dengan kejadian stunting. Meskipun secara
Hasil crosstab menunjukkan bahwa prosentase data menujukkan bahwa anak
p-value kategori usia dengan kejadian laki-laki lebih banyak mengalami stunting
stunting sebesar 0.000 yang bermakna baik kategori pendek dan sangat pendek.
bahwa ada hubungan antara usia dengan Kategori pendek sejumlah 22 orang dan
kejadian stunting. Apabila dilihat dari kategori sangat pendek sebanyak 18 orang.
distribusi masing-masing kategori adalah Angka ini lebih besar jika dibandingkan
pendek (stunted) sejumlah 42 balita dan dengan anak perempuan, yaitu sejumlah 20
sangat pendek (severe stunted) sebanyak 29 pendek dalam kategori pendek dan 11 orang
balita. Sebaran ini lebih banyak diderita oleh dalam kategori sangat pendek. Hal ini
kelompok usia bayi dan toddler dengan selaras dengan penelitian yang dilakukan
frekuensi 14 bayi pendek, dan 22 bayi sangat oleh Wamani (2007) di Sub Saharan Afrika
pendek. Sedangkan untuk kelompok usia bahwa kejadian stunting lebih banyak dialami
toddler adalah sebanyak 22 batita pendek olek anak laki-laki dibandingkan dengan
dan 4 batita sangat pendek. Pada kelompok anak perempuan. Penelitian lain yang
usia pra sekolah terdiri dari 6 anak kategori dilakukan oleh Hasanah (2018) di wilayah
pendek dan 3 anak kategori sangat pendek. puskesmas Kotagede I menjelaskan bahwa
Apabila dilihat dari distribusi kejadian jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
stunting bahwa pada kelompok usia bayi dan kejadian stunting dengan p-value sebesar
toddler mereka mengalami kejadian stunting 0,649, namun dalam penelitian tersebut
lebih banyak dibandingkan dengan anak usia menyebutkan bahwa secara prosentase
pra sekolah. Studi lain yang dilakukan oleh kejadian stunting lebih banyak dialami oleh
Mzumara, et.al (2018) juga menjelaskan anak laki-laki yaitu sebanyak 23 orang dan
bahwa usia anak berhubungan dengan yang tidak stunting sebanyak 25 orang.