Anda di halaman 1dari 3

1.

1 Latar Belakang
Jajanan adalah makanan yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan
dan tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa
pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Saat ini jajanan sekolah menjadi fenomena yang terjadi
karena banyaknya penjual makanan jajanan di sekitar sekolah atau kantin menggunakan Bahan
Tambahan Makanan (pengawet, pemanis,pewarna) yang berlebihan sehingga jajanan tersebut
akan menjadi tidak sehat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang banyak dialami
oleh siswa-siswi dalam lingkungan pendidikan. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan
anak dan orangtua dalam memilih jajanan yang sehat masih kurang. Sehingga, hal tersebut
kesehatan secara fisik dan mental pun akan terganggu, perlu adanya edukasi mengenai
makanan jajanan yang anak konsumsi dan mendorong minat anak. Berdasarkan survei kami di
SD Negeri 11 Palangka terdapat kantin yang menjual snack dan minuman rentengan dan
terdapat penjual gorengan keliling. Sehingga, jajanan yang dijual di kantin sekolah belum tentu
aman untuk dikonsumsi oleh para siswa-siswi.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO,2016)
setiap tahunnya lebih dari satu milyar kasus-kasus gastroenteritis diakibatkan karena kebiasaan
memilih jajanan di lingkungan sekolah. Angka kesakitan muntaber atau diare pada tahun 2015
yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis
terjadi di negara berkembang terutama Asia dan Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi
masih menjadi masalah.
Berdasarkan data pengawasan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilakukan
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) di
seluruh Indonesia pada tahun 2014-2015 sekitar 625 jenis makanan yang di ambil untuk di
jadikan sampel menunjukkan bahwa 40-44% pangan jajanan anak sekolah (PJAS) tidak
memenuhi syarat karena makanan yang dijual mengandung bahan kimia berbahaya. Data
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun oleh Direktorat Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI dari Balai POM di seluruh Indonesia pada tahun
2014-2015 menunjukkan bahwa 17,26-25,15 kasus terjadi di lingkungan sekolah dengan
kelompok tertinggi siswa sekolah dasar (SD).

Menurut hasil penelitian Michael Molandia di SDN 1 Sabaru Kota Palangka


Raya tentang tingkat pengetahuan jajanan sehat sebelum diberikan pendidikan
kesehatan didapatkan bahwa 44 responden murid kelas 4a dan 4b di SDN 1 Sabaru, Kota Palangka
Raya yang memiliki tingkat pengetahuan kurang berjumlah 19 responden (43%), yang memiliki
tingkat pengetahuan baik berjumlah 13 orang responden (30%) dan tingkat pengetahuan cukup
berjumlah 12 orang responden (27%). Responden tingkat pengetahuan pengetahuan kurang lebih
dominan dibandingkan dengan tingkat pengetahuan baik dan cukup. Hasil ini dikarenakan
responden kurangnya informasi tentang jajanan Sehat (Michael,2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Michael Molandia (2017) bahwa ada
hubungan yang erat antara pendidikan kesehatan dengan pengetahuan dan sikap dalam
memilih jajanan sehat serta kejadian muntaber. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jajan
yang dijual tidak mengindahkan pedoman dalam kesehatan. Tidak memberikan penutup
makanan akan membuat lalat hinggap dan tidak hanya menyebabkan penyakit tetapi juga
menjadi pertimbangan nilai tampilan makanan

Kebiasaan jajanan sama seperti kebutuhan membawa makanan bekal. Lama waktu
sekolah (5-6 jam) atau bertambahnya kegiatan siswa di luar rumah atau sekolah bisa pula
menyebabkan anak membutuhkan tambahan makanan yang diperoleh darI makanan jajanan.
Selain itu, alasan psikologis yang di antaranya karena pengaruh teman dan uang saku
mempengaruhi kebiasaan jajan pada anak sekolah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di
dunia dewasa ini, maka semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual dan
dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding dengan bentuk segarnya.
Rhodamin-B dan metahmy yellow merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang
penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor
1168/Menkes/PER/X/1999. Efek negatifnya yaitu dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi,
bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan
fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah,
kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.
Bila menguap di udara, berupa gas yang tidak bewarna, dengan bau yang tajam menyesakkan,
sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. (Depkes RI,2013).
Berdasarkan uraian diatas, salah satu upaya preventif dan promotif pemerintah dalam
meningkatkan kesadaran akan pangan aman guna meningkatkan derajat masyarakat hidup
sehat untuk meminimalisir permasalahan khusus dengan mengedukasi siswa-siswi untuk
menjaga kesehatan tubuh dengan tidak jajan sembarangan. Kebiasaan anak-anak yang suka
membeli jajanan sembarangan itu membuat boros, jajan juga tidak sehat dan bisa membuat
anak rentan terserang berbagai penyakit. Maka dari itu, kelompok 2 tertarik untuk memberikan
penyuluhan kesehatan tentang Jajanan Sehat dan ingin mengetahui apakah ada hubungan antara
pengetahuan anak tentang pemilihan makanan jajanan yang berhubungan dengan perilaku anak
dalam memilih makanan jajanan di SD Negeri 11 Palangka.
Molandia, Michael. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Dalam Memilih Jajanan Sehat Pada Murid Kelas 4 di SDN 1 Sabaru Kota Palangka Raya. Palangka
Raya: Karya Tulis Ilmiah STIKES Eka Harap.

Depkes RI. 2016. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan
PL.

World Health Organization. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia.

World Health Organization. 2016. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Petunjuk Praktis,
Diterjemahkan oleh Petrus Adrianto. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai