TINJAUAN PUSTAKA
guna menjawab rumusan masalah. Namun agaknya peneliti lebih cenderung fokus
lain terhadap perempuan. Dalam hal ini gender dan perbedaan seks akan
ditempatkan sebagai analisis utama, setelah itu faktor relasi kuasa, dan budaya
A. Perbedaan Gender
dua jenis kelamin, yaitu jantan dan betina. Beberapa spesies dikelompokkan
antara satu jenis kelamin dengan jenis kelamin lainnya. Manusia dan
tambahan kontrol pada berbagai aringan sel dalam tubuh laki-laki. Kekususan
fundamental antara laki-laki dan perempuan tidak dapat di utak atik lagi;
bahwa tidak dapat diutak-atiknya perbedaan ini biasanya dapat ditelusuri pada
1
Nasarudin Umar. Argumen Kesetaraan Jender perspektif Al Qur’an. (Jakarta: Dian
Rakyat, 2010), hlm. 36
2
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi. (Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2013), hlm. 495
19
1. Feminisme Kultural
nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-
laki. Aliran ini memuji aspek positif hal yang dipandang sebagai “karakter
merenung:
3
Sue Thornham, Teori Feminis dan Kultural Studies, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm.
30
20
Tradisi ini terus berlanjut sampai hari ini dalam argumen tentang
hidup dan mendapatkan pengetahuan bisa menjadi model yang lebih baik
2. Peran Institusional
kerja secara seksual yang mengaitkan perempuan pada fungsi sebagai istri,
4
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 418.
21
ditransformasikan
subjektivitas.5
pantulan sesuatu yang objektif yang didublikasi dalam pikiran kita, tetapi
perempuan dan cara mengetahui diri mereka sendiri pada ujung tepi
ciri yang merepresentasikan lawan dari laki-laki yang menjadi subjek dan
B. Ketimpangan Gender
7
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 497.
23
sosial, kekuasaan dan peluang bagi aktualisasi diri ketimbang laki-laki yang
bukan dari perbedaan biologis atau kepribadian signifikan antara laki-laki dan
sama lain dalam hal profit potensi dan cirinya tidak ada pola variasi alamiah
signifikan yang membedakan kedua jenis kelamin ini. Justru semua manusia
diri dan oleh daya pengaruh yang membuat mereka menyesuaikan diri dengan
mereka sendiri.8
bahwa laki-laki dan perempuan akan merespon dengan cukup mudah dan
alamiah terhadap struktur dan situasi sosial yang lebih egaliter. Dengan kata
8
Ibid., hlm. 498
24
Feminisme Liberal
Aliran ini melihat akar penindasan perempuan pada semata-mata karena tidak
moralnya.10
gender beralih pada hubungan empat faktor yakni konstruksi sosial gender,
9
Ratna Batara Munti, Demokrasi Keintiman; Seksualitas di Era Global, (Yogyakarta:
LKiS, 2005), hlm. 42-43.
10
Rosmaarie Putnam Tong, Feminist Thought; Pengantar Paling Komprehensif kepada
Arus Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 21
25
pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, doktrin dan praktik ruang publik
dan ruang privat, serta ideologi patriarkal. Perspektif liberal, seperti juga
anak.
rumah. Arena publik lebih bersifat sistematis dan rasional seperti tercermin
seperti pendidikan, kerja, politik, dan di era publik masih dibatasi oleh praktik
rumah sekembalinya dari kerja upahan, lalu melakukan kerja shift kedua di
11
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 500.
26
dihalangi oleh desakan untuk bekerja di ruang privat. Desakan dari ruang
publik yang pada dasarnya patriarkal untuk melakukan kerja ekstra dan
di rumah.
pemberian kasih sayang, menejemen emosi, dan pengaturan hal-hal rutin dan
diskriminasi kerja, dan mereka meminta keadilan upah dan nilai yang
sebanding.12
Bagi para feminis liberal, tatanan gender ideal adalah tatanan ketika
individu yang bertindak sebagai agen moral yang bebas dan bertanggung
jawab memilih gaya hidup yang paling cocok untuknya dan pilihan tersebut
diterima dan dihormati, apakah sebagai ibu rumah tangga atau bapak rumah
tangga, pengejar karier lajang dan bagian dari keluarga dengan pendapatan
ganda, punya anak atau tidak, heteroseksual atau homo seksual. Selanjutnya,
kesempatan.
C. Penindasan Gender
adalah penataan kekuasaan primer yang dilestarikan oleh kehendak yang kuat
dan cermat. Bagi para teorisi penindasan gender, perbedaan dan ketimpangan
perhatiannya pada isu ketimpangan gender, salah satu ciri utama teori feminis
menganut teori penindasan. Di sini kita akan meninjau dua varian utama teori
1. Feminisme Psikoanalisis
14
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 503
29
mereka juga mengulas arti penting masa bayi dan masa kanak-kanak
proporsional.16
seorang anak.
mendekati universal dan terpusat pada rasa takut akan kematian dan
pada salah satu kasus mereka secara fisik dibiarkan tanpa sumber energi
2. Feminisme Radikal
klasik Shulamit Firestone, The Dialectic of Sex adalah buku teks awal
18
Pat. Caplan, The Cultural Construction of Sexuality, (London: Tavistock Publication,
1987), hlm., 9-10.
19
Alison Jaggar, Feminist Politics and Human Nature, (New Jersey: Rauma and
Littlefield Publisers, 1988), hlm., 86
20
Rachmad Hidayat, Ilmu yang Seksis; Feminisme dan Perlawanan Terhadap Teori
Sosial Maskulin, (Yogyakarta: Jendela, 2004), hlm. 100
21
Rosmaarie Putnam Tong, Feminist Thought; Pengantar Paling Komprehensif kepada
Arus Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 78
31
Dengan semangat dan militansi yang mirip dengan seruan “black power”
perubahan.22
instansi serta dalam struktur paling dasar masyarakat. Dari seluruh sistem
adalah gender dan sistem patriarki. Patriarki bukan hanya yang secara
pun terus menjadi sistem ketimpangan yang paling kuat dan tahan lama,
22
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 506
32
suatu jenis “keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-laki”, yaitu rumah
tangga besar patriarch yang terdiri dari kaum perempuan, laki-laki muda,
ketimpangan sosial.
23
Kamla Bhasin, Menggugat Patriarki, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996), hlm., 1
33
tidak hanya menjadi ibu, tetapi juga budak seks, dan ideologi patriarchal
24
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 507
34
fisik selalu tetap menjadi dasarnya, dan dalam hubungan antara pribadi
kelas kedua, dan bersatu dengan perempuan lain, terlepas dari perbedaan
konfrontasi krisis terhadap setiap level dominasi patriarki ketika hal ini
25
Kamla Bhasin, Menggugat Patriarki, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996),
hlm., 9
35
D. Penindasan Struktural
hubungan sosial skala besar yang terus berulang dan rutin yang selalu
26
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 508
27
Nasarudin Umar. Argumen Kesetaraan Jender perspektif Al Qur’an. (Jakarta: Dian
Rakyat, 2010), hlm.
36
kehidupan manusia.29
perempuan tidak pernah selesai” bagi feminis Marxis adalah lebih dari
terhadap laki-laki, baik secara sosial maupun secara ekonomi. Karena itu
28
Maggie Humm, Ensiklopedia Feminise, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm.,
333.
29
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 510
30
Rosmaarie Putnam Tong, Feminist Thought; Pengantar Paling Komprehensif kepada
Arus Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 141
37
kelas Marxian dengan protes sosial feminis. Dalam buku The Origins of
the Family, Private Property, and the State (ditulis oleh Engels pada
Origins of the Family, Private Property, and the State bahwa produksi
31
Mansour Fakih, Analisi Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), hlm., 89
32
Karen Sacks, Women, Culture, and Society, (Stanford: Standford University Press,
1974), hlm., 209
33
Frederick Engles, The Origins of the Family, Private Property, and the State, (New
York: Pathfinders, 1972), hlm. 137
38
tenaga kerja yang patuh dan ahli waris yang akan berfungsi menjaga dan
34
Sneja Gunew, Reader in Feminist Knowledge, (London & New York: Routledge,
1991), hlm., 51
39
feminisme sosialis ini dalam dua hal. Pertama, jadi topik utama analisis.
35
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), hlm. 512
40
pernik yang kongrit secara historis, hal-hal spesifik dari kondisi material
dominasi, namun tetap berkomitmen pada analisis yang tepat dan secara
situasi dominasi.
rumah, dengan lingkaran tugas domestik yang tak tampak dan tidak
kerjanya tidak dapat dipisahkan baik sebagai pola sosial impersonal dan
36
Ibid., hlm. 513
42
yang mereka pelajar dan dengan cara ini mereka berharap agar individu
negara sebagai sarana bagi redistribusi efektif sumber daya sosial melalui
37
Ibid., hlm. 515
43
sadar dan peduli terhadap kondisi kehidupan orang lain maupun mereka
2. Teori Interseksionalitas
ketimpangan ini sebagai vector penindasan dan hak istimewa yang tidak
hanya termasuk gender namun juga kelas, ras, lokasi tertentu di belahan
hubungan yang tidak adil. Tema ketidak adilan selalu menandai fokus
kekayaan kultural, namun secara evaluatif dinilai lebih baik atau lebih
buruk.
kehidupan mereka dibentuk oleh titik temu vector. Titik temu yang
paling banyak dipelajari feminis adalah gender dan ras, gender dan kelas,
gender dan usia, gender dan lokasi tertentu di belahan bumi dan gender
dan strategi untuk bertahan hidup dan melawan kekuasaan tidak adil
yang lama mereka pegang teguh menyangkut iman dan keadilan. Teori
tertindas, karena hanya dalam komunitaslah orang dapat tetap setia pada
kemenangan keadilan.
39
Ibid., hlm. 517
46
E. Teori Peran
perpaduan dari berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Selain dari
psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam
peran diambil dari dunia teater.40 Dalam teater, seorang aktor harus
bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagi tokoh
dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam
dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut inilah disusun teori-teori peran.
berperilaku menuruti suatu peran tertntu. Kedua target atau orang lain,
pendengar (target).
dapat diterapkan untuk menganalisis setiap hubungan antar dua orang atau
adalah untuk membentuk identitas aktor (person, self, ego) yang dalam hal
ini dipengaruhi oleh penilaian atau sikap orang-orang lain (target) yang
berperan sebagai pasangan (patner) bagi aktor. Hal ini nampak misalnya
41
Ibid., hlm. 210
48
a. Expectation (harapan)
b. Norm (norma)
berikut:
42
Ibid., hlm. 211
49
aku telah membeli baju seharga Rp. 60. 000, 00 ini, ia tentu akan
marah sekali!” Oleh Mc David & Harari harapan jenis ini disebut
yang bersangkutan.
Perilaku yang nyata ini bervariasi berbeda dari satu aktor ke aktor lain.
50
Variasi ini dalam teori peran dipandang normal dan tidak ada
batasnya. Persis sama halnya dengan dalam teater, dimana tidak ada
motivasinya).
hasil akhirnya, terlepas dari cara mencapai tujuan atau hasil tersebut.
43
Ibid., hlm. 212
51
umumnya.44
dalam perwujudan peran? Cara itu menjadi masalh yang penting jika cara
itu bertentangan dengan aspek lain dari peran. Cara menggantung anak
kasih sayang kepada anak. Dengan demikian seorang Aktor bebas untuk
yang terendah adalah keadaan dimana diri aktor sangat tidak terlibat.
44
Ibid., hlm. 213
52
negatif terhadap suatu perilaku. Kesan positif atau negatif inilah yang
datang dari orang lain (eksternal) maupun dari dalam diri sendiri
(internal). Jika penilaian dan sanksi datang dari luar, berarti bahwa
penilaian dan sanksi terhadap peran itu ditentukan oleh perilaku orang
lain.
sedangkan penilaian dan sanksi eksternal lebih berlaku pada peran dan
anak jadi tahu mana perbuatannya yang salah dan mana yang benar.46
maka akan timbullah nilai (values) dalam diri anak. Pada tahab ini
tidak diperlukan lagi komunikasi yang terbuka karena anak sudah tahu
sendiri hal-hal apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk diajukan
kepada ibunya. Kontrol jadinya datang dari dalam diri anak sendiri.
46
Ibid., hlm. 215
54
47
Ibid., hlm. 216
55
bersama.
seperti jenis kelamin, suku bangsa, usia, atau ketiga sifat itu sekaligus.
48
Ibid., hlm. 217
56
dikambing hitamkan akan sama saja terlepas dari sifat-sifat dan perilaku
atau kambing hitam sosial (contoh: orang yang dianggap orang kampung).
Peran
definisi peran adalah yang paling tidak jelas. Menurut Biddle & Thomas,
peran ibu digabungkan dengan peran ayah (menjadi peran orang tua maka
orang lain yang menjadi target. Dengan demikian segmen target dapat
berupa:
perilaku yang yang sejenis yang dilakukan oleh semua anggota kekuatan
adalah:
50
Ibid., hlm. 219
58
adalah kaitan antara orang dengan perilaku dan perilaku dengan perilaku,
kaitan antara orang dengan orang dalam teori peran ini tidak banyak
dibicarakan.
sebagai berikut:
bagian-bagian tersebut.
(a+b).
a. Kriteria kesamaan
51
Ibid., hlm. 220
59
berupa suatu hal tertentu. Hal yang disepakati bersama itu bisa
tentang norma.
harapan tertentu.
tentang nilai.
52
Ibid., hlm. 221
60
kelas yang menilai wali kelas mereka terlalu disiplin, ada murid-
murid lain yang menilai wali kelas itu kurang sabar, ada yang
(inconsistency).
pasien.54
54
Ibid., hlm. 223
62
harga masing-masing.
deskriptif dan evaluatif terhadap tindakan dan perilaku individu, baik itu kiai,
nyai serta agen sosialisasi gender lain dalam pesantren. Tindakan dan perilaku
ditentukan oleh beberapa sapek sosial termasuk norma, tuntutan, dan tata
aturan yang ada di lingkungan pesantren. Posisi mereka juga ditentukan oleh
peran yang dijalankan orang lain pada posisi serupa pada kapasitas yang
mengamati tindakan dan perilaku orang yang lebih dewasa di sekitar mereka,
ikatan keluarga dan memasuki komunitas ynag lebih luas dimana proses
55
Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender di Pesantren, (Yogyakarta: LKIS, 2010),
hlm. 14
64
lembaga sosial di mana proses sosialisasi gender pada tahap paska anank-
anak berlangsung. Dalam proses ini, doedarkan seperangkat wacana dan ide-
ide yang yang menyediakan pengertian bagi santri mengenai identitas mereka
sebagai laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu, proses tersebut juga
gender mereka.
selanjutnya terpusat pada pelaku. Dalam hal ini pelaku atau yang oleh peneliti
disebut sebagai agen sosialisasi gender adalah kiai, nyai, badal, guru dan
teman sebaya. Adapun yang dimaksud sebagai agen sosialisasi adalah orang-
dikategorikan ke dalam dua model, yaitu strong model dan reflective model.57
Pada model yang pertama, para santri dipandang sebagai subyek yang dapat
56
Ibid., hlm. 16
57
Ibid., hlm. 18
65
sekadar penerima pasif, dan mereka juga memiliki kapasitas untuk memilih,
58
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, ( Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2013), hlm. 655
66
figur dan model-model kepercayaan tertentu. Lebih dari itu sosialisasi gender
dapat dipandang sebagai salah satu strategi atau mekanisme yang dipakai oleh
ajaran, pesan, dan pengertian laki-laki dan perempuan (diskursus gender) yang
prwujudan dari relasi kekuasaan tertentu dimana salah satu kelompok lebih
dominan daripada ynag lain. Pada saat yang sama, struktur kekuasaan dalam
tertentu yang dominan dalam pesantren. Inilah yang pada gilirannya memiliki
fungsi regulasi dan normalisasi atas segala tindakan, perilaku, dan relasi gender
dakwah islam, maka ada satu lagi kerangka teori yang perlu di terapkan yakni,
59
Aziz Talbani dan Parven Hasani, Adeolescent Females between Tradition and
Modernity; Gender Role Socialization in South Asian Immigrant Culture, hlm. 616
60
Machel Foucault, Power/Knowledge; Selekted Interviews and Other Writings,
( Bringhton: Harvester, 1980), hlm. 52
67
muatan ide dan pesan-pesan gender yang terkandung dalam diskursus gender
terdapat dorongan kuat untuk memusatkan perhatian pada beberapa hal antara
lain : (a) pesan-pesan universal kemanusiaan dalam Islam; (b) semangat moral
Islam yang menopang kesetaraan; (c) prinsip hukum yang substansial dalam
manusia.
Salah satu kerangka teori yangberada dalam haluan ini adalah konsep
adalah aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist yang menuangkan
Qur’an dan hadist yang bersifat spesifik, parsial, dan temporal. Masdar F.
Mas’udi memahami zanni sebagai aturan-aturan hukum yang parsial. Hal itu
yang berlebihan pada zanni yang selama ini terjadi pada tradisi hukum positif
diedarkan.
persoalan sosial yang ada pada masanya. Menurut Engineer, setiap ajaran
muatan hukum saja, tetapi juga prinsip-prinsip yang mendasar dari sebuah
ajaran agama, antara lain watak dasar agama yang cenderung humanistic dan
61
Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender di Pesantren, (Yogyakarta: LKIS, 2010),
hlm. 26