Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Keberadaan kawasan karst di Indonesia, dewasa ini dianggap
memiliki nilai - nilai yang sangat strategis. Di seluruh wilayah kepulauan
Indonesia, luas kawasan karst mencapai hampir 20 % dari total luas
wilayah. Nilai-nilai strategis yan dimaksud, selain merupakan kawasan
sebagai pemasok dan tandon air untuk keperluan domestik (PBB
memperkirakan persediaan air sekitar 25 % penduduk dunia merupakan
sumber air karst, Ko 1997), juga mempunyai sumberdaya alam yang
dapat dimanfaatkan menambah devisa negara seperti pariwisata,
penambangan bahan galian, penghasil sarang burung walet, bahkan
sangat terkaitpula dengan bidang HANKAM/militer, serta intelijen.
Disamping

beberapa

nilai

strategis

diatas,

oleh

para

ilmuwan/scientist, kawasan karst dianggap sebagai laboratorium alam


yang sarat akan obyek-obyek yang dapat dikaji/diteliti. Fenomena bentang
lahan permukaan karst yang sangat unik, fenomena bawah permukaan
berupa sistem pergoaan dan sungai bawah tanah merupakan obyek yang
sangat menarik untuk diteliti. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
tinggal didalamnya yang juga unik karena mampu bertahan pada kondisi
water table yang sangat dalam, dan hanya dapat memperoleh air dari goa
serta mataair juga menarik untuk selalu dikaji.
Benturan kepentingan akibat melebarnya tekanan penduduk serta
kebutuhan-kebutuhan dasar yang menyertainya juga mengimbas pada
kawasan karst. Kekayaan bentang lahan karst yang didominasi oleh

batuan karbonat merupakan bahan tambang yang sangat potensial.


Maraknya pabrik semen pada kawasan ini akan berakibat hilangnya
monumen dunia yang membutuhkan ribuan tahun untuk membentuknya.
Kasus terakhir adalah disahkannya AMDAL pendirian pabrik semen
Gombong yang berlokasi pada suatu kawasan karst yang diakui oleh para
karstologist dan speleologist termasuk kawasan karst yang lengkap dan
unik. Akhirnya makalah ini mengungkapkan pentingnya penataan
lingkungan pada kawasan ini sehingga tidak terjadi kerusakan pada
daerah karst.

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
kondisi

lingkungan

didaerah

karst

dan

hubungannya

dengan

pembangunan pada daerah tersebut. Sedangkan tujuan dari penulisan


makalai ini adalah untuk :
a. Mengetahui sumber daya alam karst dengan hubungannya
terhadap pembangunan.
b. Mengetahui permasalahan yang ditimbulkan akibat pembangunan
di daerah karst.
c. Memahami penanggulangan
daerah karst.
I.3 Batasan Masalah

permasalahan

pembangunan

di

BAB II
MATERI

II.1 Pengertian Karst


Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari
bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah krst / krast yang
merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan
Italia Utara, dekat kota Trieste. Moore and Sullivan (1978) menyebutkan
bahwa istilah karst diperoleh dari bahasa Slovenia, terdiri dari kar (batuan)
dan hrast (oak), dan digunakan pertama kali oleh pembuat peta- peta
Austria mulai tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah berbatuan
gamping berhutan oak di daerah yang bergoa di sebelah Barat laut
Yugoslavia dan sebelah Timur Laut Italia.
Beberapa ilmuwan lain menyebutkan pula bahwa asal mula
ditemukannya daerah yang akhirnya dinamakan karst adalah karena
akibat adanya perumputan (grassing) oleh ternak-ternak pada suatu
kawasan, sehingga tersingkaplah batuan dan fenomena didalamnya yang
ternyata sangat khas dan unik. Istilah karst ini akhirnya dipakai untuk
menyebut semua kawasan berbatuan gamping di seluruh dunia yang
mempunyai keunikan dan spesifikasi yang sama, karena proses pelarutan
(solusional), bahkan berlaku pula untuk fenomena pelarutan pada batuan
lain seperti gypsum, serta batuan garam dan anhidratnya. Beberapa istilah
dalam karst yang juga diambil dari daerah ini diantaranya adalah bentukan
Polje yang merupakan nama suatu kota di Yugoslavia, Beberapa istilah
bentukan karst yang lain diantaranya adalah bukit dan tower karst,

diaklas, pinacle, cockpit, uvala, doline, sinkhole, goa, lapies, speleothem,


sungai bawah tanah, dll.
Beberapa ahli menggunakan karst sebagai istilah untuk medan
dengan batuan gamping yang dicirikan oleh drainase permukaan yang
langka, solum tanah tipis dan hanya setempat-setempat, terdapatnya
cekungan-sekungan tertutup (dolin), dan terdapatnya sistem drainase
bawah tanah (Summerfield, 1991). Ford dan Wiliam (1996) mendefinisikan
secara lebih umum sebagai medan dengan karakteristik hidrologi dan
bentuklahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan mudah larut dan
mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Karst sebenarnya
tidak hanya terjadi di batuan karbonat, namun sebagian besar karst
berkembang

di

batugamping.

Ciri

utama

kawasan

karst

adalah

terdapatnya cekungan-cekungan tertutup yang disebut sebagai dolin.


Apabila dolin saling menyatu membentuk uvala. Di beberapa tempat, dolin
dapat terisi air membentuk danau dolin. Kenampakan permukaan daerah
karst selain doline dan uvala adalah polje, ponor, pinacle, menara karst,
atau kubah karst. Kombinasi dolin dan kubah menyebabkan panorama
karst menjadi unik dengan bukit-bukit yang terhampar luas.
Keunikan lain dari kawasan karst adalah keberadaan goa dan
sungai bawah tanah. Goa-goa tersebut pada umumnya bertingkat dengan
ukuran kurang dari satu meter hingga ratusan meter persegi dengan
bentuk vertikal miring maupun horisontal. Goa-goa karst hampir
semuanya dihiasi dengan ornamen (speleothem) yang sangat beragam
dari mulai yang sangat kecil (helectite) hingga yang sangat besar (column)
dengan bentuk dan warna yang bervariasi.

II.2 SEBARAN KARST DI INDONESIA

Sebagian besar kawasan karst di Indonesia tersusun oleh batuan


karbonat, dan hampir tidak ada yang tersusun oleh batuan lain seperti
gipsum, batugaram, maupun batuan evaporit. Hampir di setiap pulau di
Indonesia memiliki batuan karbonat, tapi tidak semuanya terkartsifikasi
menjadi kawasan karst. Menurut Balazs (1968) terdapat 17 lokasi yang
dapat dikategorikan sebagai kawasan karst.
Karst di indonesia seperti yang ditulis oleh Balazs tersebar di
sebagian besar pulau-pulau di Indonesia, namun demikian tidak
semuanya

berkembang

dengan

baik.

Balazs

(1968)

selanjutnya

mengidentifikasi terdapat tujuhbelas kawasan karst mayor di Indonesia


seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Diantara kawasan karst tersebut,
terdapat dua kawasan karst yang paling baik dan dianggap sebagai
prototipe dari karst daerah tropis, yaitu karst Maros dan Gunung Sewu.
Karst Maros dicirikan dengan berkembangnya Menara Karst
(Mogote), yaitu bentukan positif dengan dinding-dinding terjal yang relatif
tinggi. Ketinggian dari muka laut berkisa antara 300 550 meter,
sedangkan relief bervariasi dari 100 250 meter. Batuan gamping di karst
Maros diendapkan pada Eosen. Luas karst Maros secara keseluruhan
mencapai 650 km2 dengan intikarst sekitar 300 km2.
Karst Gunung Sewu dicirikan dengan berkembangnya kubah karst
(Kegle Karst), yaitu bentukan positif yang tumpul, tidak terjal atau sering
diistilahkan kubah sinusoidal (Lehman, 1936). Ketinggian tempat berkisar
antara 300 500 meter dari muka laut dan relief bervariasi antara 50
150 meter. Batuan gamping di Karst Gunung Sewu berumur Miosen dan
mengalami karstifikasi mulai akhir pliosen hingga awal pleistosen. Karst
gunung sewu juga dicirikan dengan bentukan doline yang setiap musim
penghujan selalu terisi air yang kemudian disebut telaga, yang jumlahnya
ratusan. Luas karst Gunung Sewu mencapai 3300 km2 yang meliputi
Propinsi DIY, Jawa Tengah, dan Propinsi Jawa Timur.

II.3 SUMBERDAYA ALAM KARST


A. Sumberdaya mineral
Salah satu sumberdaya mineral yang terbesar di kawasan karst
Indonesia

adalah

batuan

kerbonat.

Batuan

karbonat

merupakan

sumberdaya mineral yang penting baik sebagai bahan bangunan, batu


hias, dan industri. Sebagai bahan bangunan batuan karbonat digunakan
untuk fondasi rumah, jalan, jembatan, dan isian bendungan. Pemanfaatan
terbesar batugamping di Indonesia adalah sebagai bahan baku semen.
Penambangan batu gamping di Indonesia telah dilakukan besar-besaran
di Cibinang, Gresik, Tuban, Nusakambangan, Gombong, Padang, dan
Tonasa. Untuk memproduksi satu ton semen diperlukan paling sedikit satu
ton batugamping di samping lempung dan kuarsa.
Batuan karbonat juga digunakan sebagai bahan baku industri
dalam pembuatan karbid, peleburan baja, bahan pemutih, soda abu,
penggosok, pembuatan logam magnesium, pembuatan alumina, plotasi,
pembasmi hama, penjernih air, bahan pupuk, dan keramik. Manfaat
batuan karbonat terutama marmer yang tidak kalah pentingnya adalah
sebagai batu hias, yaitu sebagai lantai, dinding, atau cindera mata.
B. Sumberdaya lahan
Sumberdaya lahan di kawasan karst tidak begitu besar, namun
demikian nilai manfaatnya sangat berarti bagi penduduk yang tinggal di
tempat tersebut sebagai penghasil bahan pangan sehari-hari. Lahan yang
berpotensi cukup tinggi di kawasan karst adalah di lembah-lembah atau
dolin pada daerah karst. Potensi lahan semakin lebih baik apabila proses-

proses fluvial mulai bekerja disamping proses solusional. Tanah yang


berkembang di lembah-lembah atau dolin pada umumnya terarosa
dengan tektur lempungan, kedalaman sedang, warna kemerahmerahan.
Lahan di kawasan karst, terutama di daerah lembah dapat ditanami
tanaman semusim lahan kering atau sawah tadah hujan. Disamping itu,
lahan di daerah tersebut sangat sesuai untuk tanaman jati. Beberapa
komoditas pertanian lain saat ini banyak diusahakan oleh masyarakat
walaupun tidak sebaik di dataran aluvial, seperti jambu mete dan tanaman
buah.
C. Sumberdaya air
Sifat akifer karst yang unik dan sukar untuk diprediksi, akifer yang
berupa lorong konduit, permeabilitas batuan yang tidak seragam, serta
banyaknya retakan yang menyebabkan terjadinya kebocoran-kebocoran
dalam satuan tubuh perairan karst merupakan suatu hal yang menantang
untuk diteliti serta dikaji lebih dalam. Akifer yang unik menyebabkan
sumberdaya air di kawasan karst terdapat sebagai sungai bawah tanah,
mataair, danau dolin/telaga, dan muara sungai bawah tanah (resurgence).
Kawasan karst disinyalir merupakan akifer yang berfungsi sebagai tandon
terbesar keempat setalah dataran aluvial, volkan, dan pantai. Walaupun
saat ini dirasa masih terlalu mahal untuk memanfaatkan sungai bawah
tanah, dimasa mendatang akifer karst merupakan sumber air yang dapat
diharapkan. Kawasan karst Kabupaten Gunung Kidul misalnya memiliki
danau dolin mencapai ratusan buah, sedangkan jumlah mataair dan
sungai bawah tanah mencapai 178 buah.
Sumberdaya

air

di

kawasan

karst

pada

umumnya

belum

dimanfaatkan, baik sebagai sumber air baku maupun sebagai budidaya


perairan. Danau dolin di Kabupaten Gunung Kidul misalnya belum
dimanfaatkan untuk aqua kultur. Demikian halnya dengan mata air, pada

umumnya mataair terutama di daerah karst belum dimanfaatkan dengan


optimal. Mata air epikarst dikenal menurut studinya Linhua (1996)
mempunyai kelebihan dalam hal:
1. Kualitas air. Air yang keluar dari mataair epikarst sangat jernih karena
sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau
rekahan.
2. Debit yang stabil. Mataair yang keluar dari mintakat epikarst dapat
mengalir setelah 2-3 bulan setelah musim hujan dengan debit relatif
stabil.
3. Mudah untuk dikelola. Mataair epikarst umumnya muncul di kaki-kaki
perbukitan,

sehingga

dapat

langsung

ditampung

tanpa

harus

memompa.

D. Sumberdaya hayati
Sumberdaya hayati di kawasan karst tidaklah melimpah, hal ini
disebabkan tipisnya tanah dan langkanya air tanah di kawasan tersebut.
Kawasan karst dikenal dengan daya tahannya (resilience) yang rendah
terhadap perubahan atau gangguan (Gillieson, 1997). Namun demikian
kawasan karst yang belum terjamah oleh aktivitas manusia pada
umumnya berhutan lebat dengan segenap satwa penghuninya, seperti
Karst di Irian Jaya yang mencapai ketinggian di atas 4.000 meter dari
muka laut. Gunung Kidul yang saat ini gersang dilaporkan oleh Junghuhn
(1845) dulunya merupakan hutan yang lebat. Sekalipun telah gundul di
kawasan karst Gunung Kidul dijumpai jenis satwa dan fauna yang sangat
beragam. Satwa kawasan karst Gunung Sewu yang khas dijumpai
diantaranya adalah walet, kelelawar, dan ular kobra.
Sumberdaya

hayati

kawasan

karst

terutama

yang

telah

berkembang menjadi karst yang menonjol adalah kehidupan hayati di

ekosistem goa. Walaupun tidak melimpah, kehidupan gua memiliki arti


penting terutama dalam ilmu pengetahuan. Ekosistem goa telah menjadi
obyek kajian yang menarik bagi ahli ilmu biologi untuk mempelajari pola
adaptasi fauna dari lingkungan terang ke lingkungan gelap abadi.
Disamping itu, goa merupakan habitat burung Walet dengan sarangnya
yang sangat mahal nilai jualnya.
E. Sumberdaya lansekap
Lanksekap di kawasan karst mempunyai nilai keindahan dan
keunikan yang tinggi, baik di permukaan (eksokarst ) maupun bawah
permukaan (endokarst). Di permukaan, kawasan karst dihiasi oleh ribuan
kubah-kubah karst atau menara karst dengan sesekali ditemukan ngarai
yang terjal, dolin, dan danau dolin. Keindahan panorama karst juga dapat
dijumpai apabila karst berbatasan dengan laut dengan membentuk tebingtebing terjal (clift).
Keindahan di bawah permukaan kawasan karst didapatkan pada
goa-goa beserta ornamennya. Goa-goa tersebut dapat berupa goa vertikal
(shaft),

cimne,

maupun

goa

horinsontal.

Sedangkan

ornamen

(speleothem) yang dimiliki goa sangat bervariasi baik bentuk, warna, dan
ukurannya. Keunikan lain dari goa adalah terdapatnya ruangan bawah
tanah (chamber) dan sungai di beberapa goa dengan bendungan
alamnya. Luas ruangan bawah tanah bisa mencapai satuan hektar,
walaupun dipermukaan hanya berdiameter satu atau dua meter.

II.4 PERMASALAHAN
Kawasan karst dikenal sebagai suatu lingkungan yang memiliki
daya dukung sangat rendah, dan tidak dapat diperbaiki jika telah
mengalami kerusakan. Karena sifatnya, daerah karst dapat disebut

merupakan daerah yang sangat rentan, atau peka terhadap pencemaran.


Hal ini disebabkan banyaknya rekahan (joint) pada batuan gamping
penyusun topografi karst sehingga pori-pori yang besar, permeabilitas
sekunder yang tinggi, derajat pelarutan batuan yang tinggi, menyebabkan
terjadinya lorong-lorong conduit yang merupakan sungai bawah tanah,
sehingga masukan sekecil apapun akan diterima dan terperkolasi melaui
pori-pori dan memasuki lorong-lorong sungai bawah tanah dan tersebar
dengan mudah. Kawasan karst dapat dilihat sebagai suatu ekosistem,
yang didalamnya terdapat hubungan interaksi dan interdependensi antar
lingkungan fisik, non fisik, hayati dan non hayati, serta biogeokimia baik itu
pada eksokarst, maupun endokarst yang senantiasa berhubungan. Hal ini
menunjukkan bahwa sangat mudahnya lingkungan karst itu rusak, bila
salah satu komponen penyusunnya rusak atau tercemar. Dengan kata lain
dapat disimpulkan bahwa lingkungan karst mempunyai daya dukung yang
sangat rendah.Karena sifatnya itu, daerah karst Gunung Sewu memiliki
kerentanan yang sangat tinggi.
Benturan kepentingan untuk melakukan konservasi serta tekanan
penduduk untuk memanfaatkan sumberdaya alam karst pada akhirnya
menimbulkan beberapa permasalahan degradasi lahan karst yang
terinventarisasi sebagai berikut:
A. Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan di kawasan karst sudah dapat dikatakan
sangat intensif. Penambangan pada kawasan karst sudah menjadi
kegiatan industri, baik itu yang berskala kecil, sedang, dan besar seperti
pabrik semen. Umumnya, kegiatan penambangan adalah penambangan
terhadap batu gamping yang mengikis kubah-kubah karst. Efek yang
terjadi

sebagai

akibat

kegiatanpenambangan

diantaranya

adalah

Penurunan indeks keanekaragaman hayati , Erosi dan sedimentasi,

Penurunan tingkat kesuburan tanah, Perubahan bentang alam/ lahan, dan


Pencemaran badan udara dan perairan.

B. Penebangan vegetasi
Kegiatan penebangan di karst Gunung Sewu sudah terjadi sejak
puluhan tahun yang lalu. Hasilnya dapat dilihat bahwa sekarang sebagian
besar wilayah ini merupakan lahan kritis dan gundul. Beberapa hal yang
diakibatkan oleh penebangan vegetasi adalah penurunan penguapan
(evapotranspirasi), Peningkatan kadar C02 dalam tanah, Peningkatan
permeabilitas tanah permukaan (topsoil), dan menurunnya permeabilitas
subsoil. Beberapa akibat ini dapat menyebabkan akibat yang lebih
destruktif lagi, yaitu tingkat erosi permukaan yang sangat tinggi, yang
pada akhirnya hilangnya lapisan tanah. Pembusukan akar-akar pohon
yang terjadi telah mengakibatkan berkurangnya fungsi tanah sebagai
pengikat untuk menjaga kestabilan lereng.
C. Pertanian, Peternakan dan Perikanan
Dalam hal pemanfaatan, lahan kawasan kars tidak jauh berbeda
dengan lahan bukan-kars, yaitu bisa didayagunakan untuk lahan pertanian
dan perkebunan. Cara bertani penduduk kawasan kars yang kurang tepat
di masa lalu menyebabkan beberapa kawasan menjadi terbuka, dan
hanya dapat ditumbuhi oleh rumput dan semak-belukar saja. Sistem
perladangan berpindah, yang banyak dilakukan oleh penduduk di luar
Jawa, menyebabkan menyempitnya hutan kars karena dibabat dan
dibakar pada saat mereka membuat ladang baru.
Penduduk di beberapa kawasan kars menggantungkan hidupnya
pada lahan pertanian yang tidak begitu luas, yang terselip di antara celahcelah pebukitan berbatu yang tandus. Tanah pelapukan batugamping yang

relatif tipis dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi lahan pertanian


kering atau tegalan. Lahan itu ditanami ketela pohon, jagung dan padi
yang menjadi makanan pokok mereka. Dengan bantuan air hujan yang
jumlahnya relatif sedikit penduduk kawasan kars membudidayakan padi
gogo, varietas yang hanya membutuhkan air sedikit.
Penggembalaan ternak yang jumlahnya berlebihan di kawasan kars
dapat memberi akibat buruk. Tumbuhan yang jumlahnya relatif sedikit
akan dihabiskan untuk pakan. Kecepatan tumbuh tanaman yang relatif
lambat tidak dapat mengimbangi jumlah yang dikonsumsi ternak,
sehingga lama kelamaan daerah tersebut menjadi gundul. Istilah kars
sendiri lahir dari gejala seperti ini. Penggembalaan ternak yang jumlahnya
sangat banyak selama berabad-abad di daerah Slovenia menyebabkan
kawasan yang dulunya berumput hijau menjadi tandus dan kering. Sistem
hidrologi kars menjadi rusak karena tidak ada vegetasi yang mendukung
kelestarian sumber-sumber air. Siklus hidrologi terpotong, air larian
mengalir dengan cepat menuju daerah rendahan tanpa sempat meresap
ke dalam tanah. Air larian yang berpotensi mengikis mengangkut lapisan
tanah dan memasukkannya ke dalam celah atau retakan batuan yang
ada. Dalam waktu yang tidak begitu lama, sebagian daerah di Slovenia
tersebut berubah menjadi padang kars yang kering dan gersang.
Dari sisi perikanan, jenis ikan yang ditebar di empang-empang
buatan, telaga, atau bahkan di kolam-kolam di dalam gua harus
memperhatikan keadaan dan kualitas air kars. Secara fisik, air di kawasan
kars mengandung kalsium karbonat yang tinggi, baik berupa butiran
maupun yang terlarut di dalam air. Sedang secara kimia, air yang dipakai
untuk budidaya ikan bolehjadi mengandung polutan yang berasal dari
daerah di luar kawasan kars. Meskipun sebagian besar jenis ikan air tawar
dapat bertahan hidup di air kars, pemilihan jenis ikan unggulan akan
mempengaruhi produktifitas sektor perikanan.

D. Pembangunan jalan raya


Dalam rangka pembukaan daerah terisolir di kawasan kars,
pemerintah

telah

banyak

membangun

prasarana

jalan,

yang

menghubungkan daerah tersebut dengan kawasan lain di sekitarnya.


Tujuannya utamanya adalah meningkatkan kegiatan ekonomi lokal
penduduk setempat. Jalan raya yang memotong bukit-bukit batugamping
dibuat dengan memotong dinding bukit, sehingga sebagian lereng yang
curam kehilangan daya dukungnya. Pelongsoran sering terjadi di
beberapa ruas jalan

misal di segmen jalan. Badan jalan yang ditutupi

aspal tidak lagi dapat meresapkan air hujan, sehingga jika selokan yang
ada di sepanjang kiri dan kanan bahu jalan tidak dipelihara, proses erosi
merupakan bentuk ancaman lain di musim hujan. Erosi berlebihan yang
disebabkan oleh aliran air hujan di permukaan disebabkan karena
sebagian lahan yang dipakai untuk jalan kehilangan vegetasi penutup,
yang berfungsi meresapkan air hujan.
E. Kegiatan Parawisata
Pemanfaatan gua untuk kepentingan apapun, termasuk pariwisata,
akan menghasilkan beberapa dampak yang sifatnya negatif. Tetapi
dengan pengelolaan yang bersifat holistik, akibat negatif yang ditimbulkan
oleh industri pariwisata dapat ditekan dan diperkecil serendah mungkin.
Pengaruh tersebut antara lain (Ko, 1997; Samodra, 2000a):
(1) Menurunnya mutu lingkungan fisik gua;
(2) Menurunnya mutu dan sifat kimia air, serta sistem hidrologi gua;
(3) Menurunnya sirkulasi udara dan iklim-mikro di dalam gua;
(4) Menyebabkan terjadinya kompaksi dan pelulukan tanah di dasar
gua;
(5) Memicu terjadinya pengikisan atau gangguan terhadap endapan
gua dan unsur-unsur lain yang terdapat di dalam gua;
(6) Rusaknya lingkungan biotik gua (flora, fauna) dan abiotik
(speleotem), yang mungkin bersifat khas;

(7) Berkembangnya organisme asing yang mungkin bersifat negatif


atau merugikan.
Oleh sebab itu kesetimbangan antara pemanfaatan nilai ekonomi sisi
estetika dengan sisi pelestarian lingkungan perlu senantiasa dijaga dan
dipertahankan. Perencanaan pengembangan gua mendasarkan pada
konsep yang hakekatnya adalah mengembangkan sifat alamiah, keunikan
dan kelangkaan gua, yang diselaraskan dengan aspek ekosistem
kawasan kars yang bersifat sangat khas.

F. Aktivitas domestik lain


Bangunan sipil seperti bendungan, jembatan, jalan, lapangan
terbang, tiang listrik tegangan tinggi dan sebagainya sering dijumpai di
kawasan kars. Sifat fisik batugamping yang berongga-rongga atau
mempunyai sistem perguaan yang letaknya di dekat permukaan
merupakan masalah utama bagi kestajikan bangunan sipil yang dibangun
di atasnya. Rongga-rongga bawah-permukaan itu akan memperkecil daya
tahan batuan terhadap tekanan yang disebabkan oleh beban bangunan
yang ada di permukaan tanah. Fondasi bangunan sering ambles, yang
mungkin diikuti dengan runtuhnya sebagian bangunan. Keberadaan
retakan atau kekar yang memiliki kerapatan tinggi di sekitar tubuh
bendungan akan menyebabkan bocornya bangunan, sehingga fungsinya
menjadi berkurang. Hal yang paling buruk, jika struktur fisik lapisan batuan
tidak mendukung, adalah bobolnya bendungan yang menyebabkan banjir
bandang serta kerugian moril dan materiil yang besar.
Di dalam mengelola suatu kawasan kars, nilai-nilai ilmiah kawasan
kars yang teridentifikasi di atas tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.
Pengetahuan-pengetahuan itu harus saling terintegrasi satu sama lain,
membentuk satu kesatuan pengetahuan yang akan memecahkan semua
permasalahan yang ada di kawasan kars. Pengetahuan geologi,
paleontologi, arkeologi dan speleologi sebagaimana didiskusikan di atas
merupakan aspek nirhayati kawasan kars. Secara murni aspek-aspek

tersebut mengkaji kawasan kars sebagai sumberdaya alam yang tidak


dapat

diperbarui.

Istilah

tidak

dapat

diperbarui

muncul

karena

pembentukan kars membutuhkan waktu yang sangat lama, ribuan hingga


ratusan juta tahun

sementara umur manusia maksimum hanya puluhan

tahun. Sedang pengetahuan biologi dan ekologi merupakan aspek hayati


yang tidak kalah pentingnya dengan yang telah disebutkan sebelumnya.
Sifat holistik di dalam mengelola kawasan kars mengharuskan
aspek-aspek tersebut dikaji secara bersama-sama. Bahkan, lebih lanjut
lagi harus dipadukan dengan nilai-nilai ekonomi dan nilai kemanusiaan
dari kawasan kars itu sendiri. Untuk membangun visi dan misi yang
sifatnya menyeluruh, perlu dibentuk jaringan kerjasama yang bersifat
lintas- dan multi-sektor. Tujuannya adalah menyamakan persepsi, dengan
sasaran akhir memaksimalkan penjabaran nilai-nilai strategis kawasan
kars di dalam kegiatan usaha pengelolaan kawasan secara berkelanjutan.
Beberapa hal diatas sebagian sudah merusak ekosistem karst yang
ada. Degradasi yang ada akan menurunkan tingkat sumberdaya, baik
sumberdaya air maupun sumberdaya lahannya. Berdasarkan masalah
yang ada, perlu adanya inventarisasi masalah, inventarisasi sumberdaya
lahan, sumberdaya air, untuk kemudian dikelompokkan sesuai dengan
tingkat dan intensitasnya.

II.5 KONSERVASI DAN PERUNDANG-UNDANGAN


Pengertian Konservasi Sumberdaya Alam menurut UU LH no 4
tahun 1984 adalah pengelolaan sumberdaya alam yang menjamin
pemanfaatan secara bijaksana, dan abagi sumberdaya alam terbaharui
menjamin keseimbangan persediaan dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya. Dari pengertian ini

tampak

secara

harfiah

bahwa

kawasan

karst

dengan

segala

kerentanannya layak untuk diprioritaskan sebagai kawasan konservasi.


Peraturan perundangan lain yang berkaitan dengan konservasi
kawasan karst diantaranya adalah PP Ri No;28 tahun 1985 tentang
perlindungan hutan dimana goa, baik yang berada pada kawasan hutan
maupun non hutan dikelola oleh departemen Kehutanan bekerjasama
dengan pemerintah daerah setempat. Untuk mengatur pertambangan di
kawasan karst ada pula UU no 11 tahun 1967, Peraturan Menteri
pertambangan dan Energi no.04/P/M/1977, serta PP no 51 mengenai
AMDAL.

Semua

peraturan

perundang-undangan

ini

mendukung

konservasi kawasan karst.


Penataan kawasan konservasi karst tidak akan bisa dilaksanakan
tanpa mengetahui data-data dari segala aspek yang ada pada kawasan
ini, yang mencakup aspek eksokarst, endokarst, maupun sistem antar
keduanya. Tabel 1 berikut ini merupakan contoh penataam ruang karst
berdasar tipologi kawasan karst.
TABEL 1. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN KARST
MINTAKAT

KARAKTERISTIK

FUNGSI UTAMA

KEGIATAN

Holokarst

Karst berkembang baik,


semua ciri-ciri karst
(ponor, dolin, uvala,
kubah atau menara karst,
go-goa, dan sungai
bawah tanah) dapat
ditemukan

Fungsi
lindung,Bentangalam
dan ekosistem yang ada
di dalamnya harus tetap
dipertahankan
keasliannya

Telah berpenghuni

Karst tidak berkembang


dengan baik,
kenampakan karst
(ponor, dolin, uvala,

Fungsi penyangga,
Bentang alam dapat
dirubah dengan
pertimbangan ketat

Mesokarst

Wisata, pertanian terbatas,


perikanan danau dolin,
permukiman terbatas
Belum berpenghuni
Wisata terbatas

Pertanian,
perikanan,
tambang, permukiman atau
industri dengan skala kecil

kubah atau menara karst,


goa-goa, dan sungai
bawah tanah) jarang
ditemukan
Non karst

Batuan karbonat tidak


mempunyai ciri-ciri karst

Fungsi budidaya

Semua
kegiatan
dilakukan

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Keberadaan kawasan karst di Indonesia mencapai hampir 20 %
dari total luas wilayah Indonesia. Kawasan karst memiliki sumber daya
alam yang memiliki nilai nilai yang strategis. Nilai-nilai strategis yan
dimaksud, selain merupakan kawasan sebagai pemasok dan tandon air
untuk keperluan domestik (PBB memperkirakan persediaan air sekitar 25
% penduduk dunia merupakan sumber air karst, Ko 1997), juga
mempunyai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan menambah
devisa negara seperti pariwisata, penambangan bahan galian, dan
sebagai penghasil sarang burung wallet.

III.2 Saran
Tantangan untuk mewujudkan karst sebagai kawasan konservasi
terbentang

untuk

melestarikan

monumen

dunia

ini.

International

Geography Union (IGU) melalui komisi karst nasional, kita perlu


mengadakan

konggres

tahunan

di

Indonesia

untuk

membahas

perkembangan ilmu karst di dunia, serta menominasikan karst Gunung


Sewu sebagai Warisan Dunia (World Heritage).

dapat

Anda mungkin juga menyukai