Usulan Penelitian
Oleh :
ANNISA RHAMADANY
26020116130146
1
ESTIMASI SIMPANAN KARBON PADA EKOSISTEM
LAMUN PERAIRAN BATULAWANG DAN PULAU SINTOK,
TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
Oleh :
ANNISA RHAMADANY
26020116130146
Usulan Penelitian untuk Menyusun Skripsi Sarjana S1 sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Derajat Sarjana S1 pada Departemen Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro
Oleh:
ANNISA RHAMADANY
26020116130146
Disetujui Oleh:
2. Thalassia hemprichii
Thalassia hempricii memiliki bentuk daun seperti selendang (straplike) yang
muncul dari stem yang tegak lurus dan penutup penuh oleh sarung daun (leaf
sheath). Ujung daun tumpul dan bergerigi tajam. Rhizoma tebal dengan node scar
yang jelas, biasanya berbentuk segitiga dengan Ieaf sheath yang keras (Waycott
et al., 2004). Thalassia hemprichii termasuk ke dalam famili Hydrocharitaceae
memiliki rhizoma tebal yang panjangnya dapat mencapai 5 mm, panjang daun
pada umumnya mencapai 40 cm dan lebar 0,4 – 1,0 cm (Dahuri, 2003). Daun
berbentuk pita, terdapat sepuluh sampai tujuh belas tulang-tulang daun yang
membujur, pada helaian daun terdapat ruji-ruji hitam yang pendek, ujung
daunnya membulat (Den Hartog, 1970). Lamun jenis ini seringkali ditemukan
mendominansi vegetasi campuran dengan sebaran vertikal yang dapat mencapai
25 m atau membentuk vegetasi monospesifik, serta dapat tumbuh pada berbagai
jenis substrat seperti pasir lumpur, pasir berukuran sedang dan kasar, sampai
pecahan karang (Nienhuis et al., 1991).
Gambar 2. Thalassia hemprichii (Sumber : seagrasswatch.org)
3. Thalassodendron ciliatum
Thalassodendron ciliatum memiliki daun yang berbentuk sabit. Rhizoma
sangat keras dan berkayu. Terdapat bekas-bekas goresan di antara rhizoma dan
tunas. Di temukan di Indo-Pasifik barat di seluruh daerah tropis (Den Hartog,
1970). Ujung daun membulat seperti gigi, tulang daun lebih dari tiga, rhizomanya
sangat keras dan berkayu, daun-daunnya berbentuk sabit dimana agak menyempit
pada bagian pangkalnya (Phillips dan Menez, 1988).
4. Cymodocea rotundata
Cymodocea rotundata memiliki kantong daun yang tertutup penuh dengan
daun muda, kadang-kadang berwarna gelap, daun biasanya muncul dari vertical
stem, ujung yang halus dan bulat. Bijinya berwarna gelap dengan punggung yang
menonjol, ditemukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat di daerah tropis (Waycott et
al., 2004). Lamun ini termasuk ke dalam famili Potamogetonaceae memiliki
rhizoma berbentuk silinder, jumlah daun 3 – 4 buah, panjang daun berkisar antara
4 – 15 cm dan lebar 2 – 4 mm, pada helai daunnya terdapat 7 – 15 tulang daun,
ujung daun membulat dan tumpul, tiap fragmen (node) 1 – 4 buah, bunga tidak
nampak dan tumbuh di daerah intertidal (Dahuri, 2003). Helaian daunnya
berkembang baik dan berwarna ungu muda, memiliki rizhoma yang halus dan
bersifat herbaceous, tunas pendek dan tegak lurus pada setiap node, terdapat
lingula, ujung daunnya licin (halus) membulat dan tumpul dan terkadang
berbentuk seperti hati (Phillips dan Menez, 1988). Tipe substrat dengan tekstur
halus, sedikit berlumpur, bercampur pecahan karang yang telah mati merupakan
tipe substrat yang dapat menjadi indikator kuat tempat tumbuh lamun Cymodocea
rotundata, karena tipe substrat tersebut membantu menjadi tempat penancapan
perakaran yang kuat bagi jenis Cymodocea rotundata (Takaendengan dan Azkab,
2010).
6. Halophila ovalis
Halophila ovalis memiliki daun yang berbentuk seperti dayung dengan
pembagian yang bervariasi. Pinggiran daun memilik tekstur yang halus. Terdapat
sepasang daun pada petiole yang muncul secara langsung dari rhizoma. Daun
kadang-kadang memiliki titik-titik merah dekat bagian tengah vein. Lamun ini di
temukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat sampai ke daerah temperatur Australia
(Waycott et al., 2004). Bagian tepi daun halus, seperti tanaman semanggi,
daunnya memiliki sepasang tangkai, daunnya mempunyai 10-25 pasang tulang
daun yang menyilang, rhizomanya tipis mudah dan halus, permulaan akarnya
berkembang baik di pangkal pada setiap tunas (Den Hartog, 1970).
Gambar 6. Halophila ovalis (Sumber : seagrasswatch.org)
7. Halophila minor
Halophila minor merupakan lamun yang memiliki daun berbentuk bulat
panjang seperti telur, daun memiliki empat sampai tujuh pasang tulang daun,
pasangan daun dengan tegakan pendek, panjang daun berkisar 0,5-1,5 cm (Den
Hartog, 1970).
8. Halophila spinulosa
Halophila spinulosa merupakan lamun yang memiliki struktur daun yang
berpasangan dan sejajar dalam satu tegakan. Setiap pinggiran daun bergerigi.
Ditemukan di Australis bagian utara, daerah Malaysia dan sepanjang daerah
tropis (Waycott et al., 2004). Daun berbentuk bulat panjang, setiap kumpulan
daun terdiri dari 10-25 helaian daun yang saling berlawanan, tepi daun tajam
rhizomanya tipis dan kadang-kadang “berkayu”.
9. Halophila decipiens
Halophila decipiens lamun yang memiliki daun yang berbentuk seperti
dayung dan seluruh tepi daun bergerigi. Terdapat sepasang petiole secara
langsung dari rhizoma. Lamun jenis ini sering di temukan sepanjang daerah tropis
dan subtropis (Waycott et al., 2004). Memiliki daun yang berpasangan, helai-
helai daunnya berbulu, tembus cahaya dan tipis mencolok, pada bagian tengah
daun terdapat enam sampai sembilan pasang tulang yang menyilang, tepi daun
bergerigi, rhizomanya berbulu dan sering tampak kotor karena sedimen yang
menempel (Phillips dan Menez, 1988).
Gambar 9. Halophila decipiens (Sumber : seagrasswatch.org)
10. Halodule uninervis
Halodule uninervis merupakan lamun yang memiliki ujung daun yang
berbentuk trisula dan runcing, terdiri dari 1-3 urat halus yang jelas kelihatan,
memiliki sarung serat dan rhizoma biasanya berwarna putih dengan serat-serat
berwarna hitam kecil pada nodes-nya. Lebar dan panjang daunnya masing-
masing 0.2 – 4 mm dan 5 – 25 cm. Lamun di sepanjang Indo-Pasifik barat di
daerah tropis dan sangat umum di daerah intertidal (Waycott et al., 2004). Bagian
tengah tulang daun yang hitam biasanya mudah robek menjadi dua pada ujungnya
Tulang daun tidak lebih dari tiga, daun selalu berakhir pada tiga titik, yang jelas
pada ujung daun, ujung daun seperti trisula (Den Hartog, 1970).
2.3.3. Daun
Daun lamun berkembang dari meristem basal yang terletak pada rhizoma
dan percabangannya. Secara morfologi daun pada lamun memiliki bentuk yang
hampir sama secara umum, dimana jenis lamun memiliki morfologi khusus dan
bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Daun lamun
mudah dikenali dari bentuk daun, ujung daun dan ada tidaknya ligula (lidah
daun). Daun lamun memiliki dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun.
Sedangkan secara anatomi, daun lamun memiliki ciri khas dengan tidak memiliki
stomata dan memiliki kutikel yang tipis (Tuwo, 2011).
Adli, Andi, A. Rizal, dan Z. R. Ya’la. 2016. Profil Ekosistem Lamun sebagai
Salah Satu Indikator Kesehatan Pesisir Perairan Sabang Tende Tolitoli.
Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, 5 (1) : 49 – 62.
BTNKJ. 2018. Statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2018.
Semarang: BTNKJ.
Duarte, Carlos M., J. Borum, F. T. Short, dan D. I. Walker. 2008. Seagrass
Ecosystems: Their Global Status and Prospects. Jurnal Ekosistem Akuatik.
Fahruddin, Muhammad, F. Yulianda, dan I. Setyobudiandi. 2017. Kerapatan dan
Penutupan Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi, Sulawesi Utara. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9 (1) : 375 – 383.
Graha, Y. Ibnu, I. W. Arthana, dan I. W. G. A. Karang. 2016. Simpanan Karbon
Padang Lamun di Kawasan Pantai Sanur, Kota Denpasar. Jurnal Ecotrophic,
10 (1) : 46 – 53.
Hamuna, Baigo, R. H. R. Tanjung, Suwito, H. K. Maury, dan Alianto. 2018.
Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran berdasarkan Parameter
Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu
Lingkungan, 16 (1) : 35 – 43.
Hartati, Retno, Ali Djunaedi, Haryadi, dan Mujiyanto. 2012. Struktur Komunitas
Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. Ilmu
Kelautan, 17 (4) : 217 – 225.
Hoek, Franklyn. A. D. Razak, Hamid, Muhfizar, A. M. Suruwaky, M. A. Ulat,
Mustasim, dan A. Arfah. 2016. Struktur Komunitas Lamun di Perairan
Distirk Salawati Utara Kabupaten Raja Ampat. Jurnal Airaha, 5 (1).
Holme, M.G. and N.D. McIntyre. 1984. Methods for Study of Marine Benthos,
second edition. Blackwell Scientific Publication. Oxford.
Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut. Dalam:
Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun Tanggal 18 November
2009. Jakarta, Indonesia.
KKP. 2019. Pedoman Pengukuran Karbon pada Ekosistem Lamun. Bandung: ITB
Press.
Latuconsina, Husain, M. Sangadji, dan La Sarfan. 2014. Struktur Komunitas Ikan
Padang Lamun di Perairan Pantai Wael Teluk Kontania Kabupaten Seram
Bagian Barat. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 6 (3).
LIPI. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Bogor : Sarana Komunikasi
Utama.
LIPI. 2017. Status Padang Lamun Indonesia 2017. Jakarta: LIPI.
LIPI. 2018. Status Padang Lamun Indonesia 2018 Versi 02. Jakarta: LIPI.
Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bandung: Pakuan University Press.
Phillips, R. C. dan N. A. Milchakova. Seagrass Ecosystems. Jurnal Ekologi
Kelautan, 2 (2).
Poedjirahardjoe, E., N.P.D. Mahayani, B.R. Sidharta dan M. Salamuddin. 2013.
Tutupan Lamun dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasanger,
Jelenga, dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 5 (1) : 36 – 46.
Pratiwi, Rianta. 2010. Asosiasi Krustasea di Ekosistem Padang Lamun Perairan
Teluk Lampung. Ilmu Kelautan, 15 (2) : 66 – 76.
Rahmawati, Susi. 2011. Estimasi Cadangan Karbon pada Komunitas Lamun di
Pulau Pari, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Segara, 7 (1)
: 1 – 12.
Rahmawati, Susi dan Wawan Kiswara. 2012. Cadangan Karbon dan Kemampuan
sebagai Penyimpan Karbon pada Vegetasi Tunggal Enhalus acoroides di
Pulau Pari Jakarta. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38 (1) :
143 – 150.
Ramlan, Mohammad. 2002. Pemanasan Global (Global Warming). Jurnal
Teknologi Lingkungan, 3 (1) : 30 – 32.
Riniatsih, Ita. 2016. Struktur Komunitas Larva Ikan pada Ekosistem Padang
Lamun di Perairan Jepara. Jurnal Kelautan Tropis, 19 (1) : 21 – 28.
Runtuboi, Ferawati, J. Nugroho, Y. Rahakratat. 2018. Biomassa dan Penyerapan
Karbon oleh Lamun Enhalus acoroides di Pesisir Teluk Gunung Botak
Papua Barat. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 2 (2).
Rustam, Agustin, T. L. Kepel, M. A. Kusumaningtyas, R. N. A. Ati, A. Daulat, D.
D. Suryono, N. Sudirman, Y. P. Rahayu, P. Mangindaan, A. Heriati, dan A.
A. Hutahean. 2015. Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di
Pulau Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Biologi Indonesia, 11 (2) :
233 – 241.
Rustam, Agustin, T. L. Kepel, R. N. A. Afiati, H. L. Salim, M. Astrid, A. Daulat,
P. Mangindaan, N. Sudirman, Y. P. Rahayu, D. D. Suryono, dan A.
Hutahean. 2015. Peran Lamun sebagai Blue Carbon dalam Mitigasi
Perubahan Iklim, Studi Kasus Tanjung Lesung, Banten. Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Samawi, Muh. Farid, A. Faisal, dan C. Rani. 2015. Parameter Oseanografi pada
Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara.
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II, Universitas
Hasanuddin.
Septiani, Elga Fitria, A. Ghofar, dan S. Febrianto. 2018. Pemetaan Karbon di
Padang Lamun Pantai Prawean Bandengan Jepara. Majalah Ilmiah Globe,
20 (2) : 117 – 124.
Setiawan, Firman, S. A. Harahap, Y. Andriani, dan A. A. Hutahean. 2012. Deteksi
Perubahan Padang Lamun Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh dan
Kaitannya dengan Kemampuan Menyimpan Karbon di Perairan Teluk
Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3 (3) : 275 – 286.
Supriadi, R. F. Kaswadji, D. G. Bengen, dan M. Hutomo. 2012. Produktivitas
Komunitas Lamun di Pulau Barranglompo Makassar. Jurnal Akuatika, 3 (2)
: 159 – 168.
Supriyadi, I. Happy, M. Y. Iswari, dan Suyarso. 2018. Kajian Awal Kondisi
Padang Lamun di Perairan Timur Indonesia. Jurnal Segara, 14 (3) : 169 –
177.
Syukur, Abdul. 2015. Distribusi, Keragaman Jenis Lamun (Seagrass) dan Status
Konservasinya di Pulau Lombok. Jurnal Biologi Tropis, 15 (2) : 171 – 182.
Ulumuddin, Y.I., Sulistyawati, E., Hakim, D.M., dan Harto. A.B. 2005. Korelasi
Stok Karbon dengan Karakteristik Spektral Citra Landsat: Studi Kasus
Gunung Papandayan. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan
Bangsa” Tanggal 14 – 15 September 2005, Surabaya.
Wicaksono, S.G., Widianingsih, dan S. T. Hartati. 2012. Struktur Vegetasi dan
Kerapatan Jenis Lamun di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten
Jepara. IJMS: Vol I. (2): 1 – 7.
WMO. 2006. Green House Gas Bulletin. No. 1.
Zarfen, F. Lestari, dan L. W. Zen. 2017. Hubungan Parameter Kualitas Perairan
terhadap Kerapatan Lamun di Perairan Desa Kelong Kecamatan Bintan
Pesisir Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Zulfikar, Alfian, A. Hartoko, dan B. Hendrarto. 2016. Distribusi dan Kandungan
Karbon pada Lamun (Enhalus acoroides) di Pulau Kemujan Taman
Nasional Karimunjawa berdasarkan Citra Satelit. Diponegoro of Journal
Maquares Management of Aquatic Resources, 5 (4) : 165 – 172.