Anda di halaman 1dari 10

JURNAL LINGKUNGAN HIDUP

BUMI LESTARI LANGIT BEBAS POLUSI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN UNTUK MENGURANGI EMISI


GAS CO2 PENYEBAB EFEK RUMAH KACA ( GREEN HOUSE EFFECT )
March 25, 2010

Filed under: lingkungan — Urip Santoso @ 12:20 am


Tags: gas, green house, hutan, rumah kaca

Oleh:

Widodo

ABSTRAK

Efek rumah kaca ( Green House Effect ), diartikan sebagai naiknya suhu bumi. Naiknya suhu
bumi di sebabkan oleh terperangkapnya sinar matahari gelombang panjang ( infra merah ) oleh
gas – gas rumah kaca

( GRK) yang berada di lapisan troposfer, yang merupakan lapisan atmosfer yang berada
dipermukaan bumi sampai radius 10 Km ke angkasa. Naiknya suhu ini dapat menyebabkan
terjadinya pemanasan global. Secara total, 29 % energi matahari akan dipantulkan oleh atmosfer,
20 % di serap oleh gas-gas atmosfer, dan hanya 51 % yang sampai dipermukaan bumi.

GRK yang dapat menyebabkan efek rumah kaca adalah CO2, CH4,CFC, O3 dan N2O. Seberapa
bsar kontribusi dari masing-masing GRK tergantug kepada lama waktu tinggal GRK di atmosfer
dan besarnya nilai GWP. CO2 menjadi fenomena belakangan ini karena kontribusinya yang
sangat besar terhadap efek rumah kaca yaitu 50 % di antara GRK yang lain.

Selain itu CO2 dihasilkan dari kegiatan manusia yang akan menambah emisi CO2 yaitu,
Penggunaan Bahan Bakar Minyak ( BBM ) yang tidak efisien dan peniadaan atau pengurangan
vegetasi termasuk pembabatan hutan.

Efek rumah kaca dapat berdampak kepada rusaknya ekosistem yang akhirnya akan memutus
rantai makanan dan perpngaruh kepada seluruh kehidupan dimuka bumi.

Penghematan penggunaan BBM dan pengelolaan sumber daya hutan merupaan salah satu
tindakan prefentif terhadap peningkatan emisi gas CO2 di lapisan troposfer. Semakin banyak
luasan vegetasi dan luasan hutan maka akan semakin banyak jumlah CO2 yang bisa diambil oleh
permukaan daun untuk proses fotosintesa dan salah satu produk akhirnya adalah O2 yang
dimanfaatkan oleh makluk hidup pada saat respirasi.

I. PENDAHULUAN

Pemanasan global ( global warming ) merupakan salah satu isu inernasional yang dewasa ini
banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Pemanasan global diartikan sebagai
meningkatnya suhu bumi secara keseluruhan. Pemanasan global merupakan salah satu gejala dari
pengelolaan sumber daya hutan yang tidak berkelanjutan. Kekwatiran dunia sangat beralasan
karena pengaruh global dapat berdampak kepada kehidupan dan kondisi bentang lahan dari
semua negara baik negara penghasil ( emisi ) Gas Rumah Kaca ( GRK ) maupun bukan.
Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca dikwatirkan akan meningkatkan suhu lapisan
bawah atmosfer yaitu lapisan troposfer karena radiasi gelombang panjang yang dipancarkan
permukaan bumi ( terrestrial radiation ) sebagian akan terperangkap pada lapisan troposfer,
karena tidak dapat menembus ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi ( Lakitan, 1994 ).
Meningkatnya pemanasan global akibat GRK akan menimbulan masalah terhadap pola adaptasi
makluk hidup pada suatu ekosistem dan terputusnya rantai makanan antar organisme yang
berakibat pada menurunnya ketersediaan stok pangan dunia. Negara penghasil GRK adalah
negara-negara industri yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya.
Indonesia juga merupakan salah satu Negara emitor GRK yang terutama berasal dari pembukaan
hutan dan pengeringan gambut. Sehingga Indonesia menjadi salah satu bagian dari solusi
terhadap pengurangan pemanasan global.

Efek rumah kaca ( Green House Effect ) adalah suatu istilah yang digunakan untuk
meggambarkan betapa panasnya kondisi bumi dari akibat terperangkapnya gelombang panjang
sinar matahari dilapisan trofosfer bumi ( Fahri, 2009 ). Green House Effect di adopsi dari kondisi
rumah kaca yang biasa digunakan untuk budidaya pertanian. Pada siang hari, pada cuaca yang
cerah meskipun tanpa adanya alat pemanas suhu ruangan di dalam rumah kaca akan lebih tinggi
bila dibandingkan dengan suhu diluar rumah kaca. Hal tersebut terjadi karena sinar matahari
yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh tanaman di dalam rumah kaca yang berupa
panas. Sinar yang dipantulkan ini tidak dapat menembus kembali keluar kaca sehingga suhu di
dalam rumah kaca menjadi naik dan panas yang dihasilan akan terperangkap di dalam rumah
kaca. Efek rumah kaca juga dapat diilustrasikan sebagai sebuah mobil yang diletakkan di bawah
terik matahari dengan kodisi jendela mobil tertutup. Bagi masyarakat awam efek rumah kaca
diartikan sebagai adanya rumah-rumah yang banyak menggunakan kaca.

Iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar. Perubahan tersebut terjadi karena
adanya peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer. Salah satunya adalah gas CO2. Peningkatan
konsentrasi gas CO2 di atmosfer terjadi akibat proses pembakaran bahan bakar fosil. Sekitar
20% dari total peningkatan GRK di atmosfer disebabkan oleh emisi CO2 akibat pembakaran.

Dalam Kyoto Protokol telah disepakati untuk memberikan solusi terhadap meningkatnya GRK.
Walaupun hanya beberapa negara sebagai emitor gas CO2 terutama negara industri, tetapi
dampaknya akan terasa pada keseluruhan otmosfer bumi. Karena angin akan selalu bergerak
secara aktif sehingga akan mendistribusikan GRK secara merata. penyebaran emisi gas-gas
terutama CO2 tersebar secara sporadic di berbagai tempat, akan tetapi implementasi di lapangan
ternyata cukup sulit dan tidak adil. Karena adanya perbedaan yang cukup significant antar negara
dalam emisi GRK. Pada tingkat global pengaturan sumber daya alam yang berkelanjutan,
mempertimbangkan dua pemicu emisi GRK yaitu , penggunaan bahan bakar minyak dan
berhubungan dengan adanya alih guna lahan dan konversi hutan.

Salah satu solusi untuk mengurangi emisi GRK adalah dengan cara pembangunan dan
pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan. Dalam konteks sumber daya, paradigma
pengelolaan hutan harus bergeser dari sistem yang beorientasi pada ekonomi semata menuju
sistem yang berorientasi ekosistem. Sehingga kelestarian fungsi ekologi hutan akan tetap terjaga
sampai generasi yang akan datang. Sudah lama hutan alam tropis menjadi perhatian masyarakat
dunia sehubungan dengan penurunan kualitas maupun kuantitasnya. Kondisi yang demikian
tidak saja memberikan dampak negatif terhadap masyarakat yang berada pada wilayah negara
yang bersangkutan, tetapi juga pada masyarakat internasional berkenaan dengan pengaruhnya
terhadap perubahan cuaca ataupun iklim global, menurunnya keaneka-ragaman hayati ataupun
pengaruhnya terhadap aspek lingkungan yang lain. Sampai saat ini laju kerusakan tersebut tidak
mencapai titik setaknasi atau paling tidak melambat, melainkan justru semakin cepat. Ada
kecenderungan bahwa keadaan yang demikian adalah karena kesalahan dalam pengaturan
pengelolaan hutannya.

Tantangan ini cukup berat bagi pengelola hutan untuk mewujudkan suatu usaha pembangunan
yang berkelanjutan serta pertimbangan-pertimbangan terhadap kelestarian lingkungan yang harus
dapat merespon tekanan dari masyarakat, baik itu masyarakat lokal maupun internasional.
Semakin banyak bentangan hijau dapat diartikan sebagai semakin banyak juga luasan
permukaan daun. Kaitannya dengan pengurangan emisi gas CO2 adalah daun melakukan proses
fotosintesa untuk pembentukan dan perbanyakan biomassa di dalam pohon. Fotosintesa adalah
proses perubahan molekul anorganik oleh tumbuhan menjadi molekul organic.

Akan tetapi tumbuhan hanya melakukan fotosintesa dengan bantuan cahaya matahari.
Sebaliknya pada keadaan gelap tumbuhan mengeluarkan CO2 dan mengambil O2 untuk
respirasi.Daun-daun akan menangkap energi matahari dalam klorofil. Energi ini lalu digunakan
untuk membentuk molekul glukosa dari air dan karbon dioksida.oksigen dikeluarkan sebagai
produk sisa, sedangkan glukosa digunakan untuk memperbanyak biomassa.

Salah satu produk dari fotosintesa adalah oksigen yang merupakan kebutuhan vital bagi makluk
hidup dalam proses respirasi. Akan tetapi sering kali kita tidak sadar akan pentingnya kawasan
hijau. Perusakan hutan dan bentangan hijau sering dilakukan untuk alasan kepentingan ekonomi.
Peniadaan atau pengurangan vegetasi secara drastis dapat mengubah iklim secara lokal dan
global. Perubahan iklim lokal akan berkaitan dengan siklus hidrologi dan mengubah wilayah
yang lembab menjadi kering. Dampak global dari pengurangan vegetasi adalah berkaitan dengan
peran vegetasi dalam memanfaatkan CO2 dari atmosfer. Jika vegetasi berkurang, sedangkan
emisi CO2 terus meningkat, maka jelas akan mengakibatkan peningkatan CO2 dalam atmosfer
yang tidak terkendali ( Lakitan, 1994 ).

Negara-negara industri maju sebagai penghasil emisi GRK sering kali tidak pernah menghargai
kontribusi oksigen yang tanpa bayar dari negara-negara yang mempunyai kawasan hutan yang
cukup luas. Sebaliknya mereka malah melakukan komplain terhadap negara-negara yang
mengalami kerusakan hutan dalam bentuk pengrusakan, ekploitasi lahan gambut ataupun
kebakaran. Baru akhir-akhir ini ada perjanjian antar negara untuk melakukan perdagangan
karbon ( Carbon Trading ). Negara-negara industri maju sebagai emitor GRK akan membeli
karbon dari negara-negara produsen, termasuk Indonesia.

1. II. MEKANISME GAS RUMAH KACA

2.1 Gas- gas rumah kaca ( Green House gases )

Semua kehidupan dibumi di bangun dari unsur karbon. Karbon ada dalam semua tubuh makluk
hidup, dalam laut, dalam air dan dalam bumi itu sendiri ( Pollock, 2000). Karbon yang ada di
atmosfer jika bersenyawa dengan oksigen akan membentuk karbon dioksida ( CO2 ).

Tanpa disadari banyak kegiatan manusia yang akan mengakibatkan terjadinya emisi gas rumah
kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang dapat menyebabkan efek rumah kaca. Kegiatan
manusia yang memberikan kontribusi besar terhadap efek rumah kaca adalah proses pembakaran
bahan bakar fosil dan penebangan hutan ( Rahmadianti,dkk, 2004 ). Pada proses pembakaran
oksigen ( O2 ) akan mengoksidasi karbon ( C ) sehingga akan terbentuk karbon dioksida
( CO2).

C + O 2 CO2

Tabel 2.1. Gas rumah kaca dan kontribusinya terhadap efek rumah kaca

No Gas rumah kaca Rumus kimia Kontribusi

(%)

1 Karbon dioksida CO2 50

2 Metana CH4 13

3 Klorofluro karbon R-12 CFC R-12 12

4 Ozon O3 7

5 Kloro fluro karbon R-12 CFC R-11 5

6 Nitro oksida N2O 5

Sumber : http//www.student unimess/a.andano/global warming.

Dari table di atas jelas bahwasanya CO2 merupakan kontribusi terbanyak dalam efek rumah
kaca. Berturut-turut CH4, CFC R-12, O3, CFC R-11 dan N2O. CO2 merupakan GRK yang
banyak mendapat sorotan pada saat ini. Selain kontribusinya yang sukup besar dalam penyebab
efek rumah kaca, CO2 di hasilkan dari dmpak kegiatan manusia, yaitu terutama pembakaran
bahan bakar fosil ataupun pembakaran karbon yang masih terikat didalam kayu. Misalnya pada
kegiatan pembakaran lahan gambut ataupun pembakaran hutan. Pada proses pembakaran bahan
bakar fosil ataupun pembakaran hutan akan menghasilkan 22,02 sampai 25,69 miliar ton CO2 ke
atmosfer tiap tahunnnya. Setengah dari jumlah tersebut akan berada dilapisan atmosfer dan
setengahnya akan diserap oleh laut, dan tumbuhan darat

Metana merupakan GRK lain yang terdapat secara alami. Gas metana dihasilkan dari degradasi
anaerob terhadap bahan-bahan organic dari mikroorgnisme yang akhirnya akan terlapas ke
atmosfer. Ekploitasi rawa juga akan melepaskan gas metana karena di dalam rawa terdapat gas
rawa. Aktifitas peternakan juga akan memberikan kontribusi terhadap pelepasan gas metana yang
terdapat di dalam feses ternak.

Chlorofluorocarbon ( CFC ) bersifat tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan sangat stabil
sehingga banyak digunakan dalam berbagai peralatan. Chlorofluorocarbon yang paling banyak
digunakan mempunyai nama dagang ‘Freon’.Dua jenis chlorofluorocarbon yang umum
digunakan adalah CFC R-11 dan CFC R-12. Zat-zat tersebut digunakan dalam proses
mengembangkan busa, di dalam peralatan pendingin ruangan dan lemari es.

Ozon adalah gas rumah kaca yang terdapat secara alami di atmosfer yaitu lapisan stratosfer.
Ozon berfungsi untuk menyerap radiasi ultraviolet sehingga tidak akan sampai ke bumi. Ini yang
menyebabkan suhu di lapisan stratosfer menjadi tinggi
Di troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang terbentuk ketika sinar
matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan bermotor.

Dinitrogen oksida adalah salah satu GRK yang terdapat secara alami. Sumber utama gas ini
adalah kegiatan mikroorganisme anaerop dalam tanah yaitu bakteri Pesudomonas, Bacillus,
Chromabakteria dan Thiobacillus. Bakteri ini akan akan mengambil oksigen dari nitrat dan nitrit.
Pemakaian pupuk nitrogen yang tidak bijak akan meningkatkan jumlah gas N2O di atmosfer
( Barchia, 2009 ).

2.1 Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca

Pengaruh Gas-gas Rumah Kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca. tergantung pada besarnya
kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi.
Peningkatan kadar gas rumah kaca di atmosfer akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global. Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer juga
mempengaruhi efektivitasnya dalam menaikkan suhu bumi. Makin lama waktu tinggal GRK di
atmosfer, makin tinggi pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Kemampuan Gas-gas Rumah
Kaca dalam mengabsorbsi panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di
atmosfer disebut dengan istilah GWP ( Greenhouse Warming Potential ). GWP adalah suatu nilai
relatif dimana karbon dioksida diberi nilai 1 sebagai standar.

Tabel. 2.2. Lama waktu tinggal di atmosfer dan nilai Green House Warwing Potensial ( GWP )
gas rumag kaca
No Gas rumah kaca Lama waktu tinggal GWP ( relative )
( tahun )
1 CO2 50 – 200 1

2 CH4 10 21

3 CFC R-12 130 15.800

4 O3 0,1 2.000

5 CFC R-11 65 12.400

6 N2O 150 206

Sumber : http//www.student unimess/a.andano/global warming.

Dari tabel diatas terlihat zat-zat chlorofluorocarbon, mempunyai nilai GWP lebih tinggi dari
10.000. Itu berarti bahwa satu molekul zat chlorofluorocarbon mempunyai efek rumah kaca lebih
tinggi dari 10.000 molekul karbon dioksida. Dengan kata lain, makin tinggi nilai GWP suatu zat
tertentu, makin tinggi pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu bumi.

Secara total, 29 % energi matahari akan dipantulkan oleh atmosfer, 20 % di serap oleh gas-gas
atmosfer, dan hanya 51 % yang sampai dipermukaan bumi ( Lakitan, 1994 ). Dari sinar matahari
yang sampai ke bumi yang berupa sinar gelombang pendek, akan dipantulkan lagi oleh bumi
sebagai sinar inframerah dengan gelombang panjang. Sinar tersebut akan diserap oleh GRK yang
ada di trofosfer sehingga tidak bisa terlepas bebas ke lapisan atas, sehingga akan meningkatkan
suhu bumi akibat terperangkapnya sinar pantulan dari bumi. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya efek rumah kaca. Mekanisme terjadinya efek rumah kaca terlihat seperti gambar
berikut.

Sumber :http//www.pemanasanglobalblokspotcom

2.2 Pencegahan efek rumah kaca

Meningkatnya emisi GRK di lapisan atmosfer bisa jadi akan terus meningkat tanpa adanya usaha
pencegahan atau pengurangan emisi yang harus dilakukan oleh manusia. Hubungannya dengan
pengurangan emisi gas CO2 di atmosfer adalah, pertama menggunakan bahan bakar alternativ
akan bahan bakar minyak atau penggunaan bahan bakar minyak seefisien mungkin. Kedua,
dengan cara pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan (Sustainable development )
( Abdurahman, 2003 ) Aplikasi pada sektor kehutanan adalah pengelolaan sumber daya hutan
yang berkelanjutan yang berorientasi kepada kelestarian ekosistem.

UU No 41 tahun 1999, tentang Kehutanan pada pasal 10 ayat 2 dinyatakan bahwa pengurusan
hutan meliputi kegiatan penyelengaraan :
1. Perencanaan kehutanan

2. Pengelolaan hutan

3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan

4. Pengawasan

Sedangkan pada pasal 21 menyatakan bahwa pengelolaan hutan meliputi :

1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan

2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan

3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan

4. Perlindungan hutan dan konservasi alam

Untuk mendapatkan hasil yang optimal terhadap pengurangan emisi gas CO2 pengelolaan
sumber daya hutan harus dilakukan dengan azas demokrasi,transparasi, partisipasi dan
akuntabilitas.

Keberadaan hutan dan kelestarian vegetasi diaggap penting dalam mencegah atau mengurangi
efek rumah kaca. Hal ini karena hutan dan vegetasi lain dapat mengambil CO2 dari atmosfer
untuk proses fotosintesa dan melepaskan O2 sebagai salah satu hasil dari proses fotosintesa.
Berikut adalah reaksi fosintesa ( Burnie, 2000 ):

cahaya

6 H2 O + 6 C O2 C6 H12 O6 + 6 O2

Dari reaksi diatas jelas bahwa semakin banyak permukaan daun tumbuhan yang melakukan
proses fotosintesa akan semakin banyak pula gas CO2 yang akan dibutuhkan.

Fotosintesa mungkin merupakan fungsi yang yang terpenting dalam ekosistem karena
fotosintesa merupakan satu-satunya jalan masuknya energi matahari kedalam system kehidupan (
Wiryono, 2009 ). Lebih lanjut dijelaskan bahwa hasil dari ekosistem berupa biomassa merupakan
bahan makanan bagi manusia dan makhluk lain, bahan bangunan atau bahan pakaian. Bahkan
fosil dari biomassa tumbuhan dan hewan menjadi bahan bakar minyak, gas dan batu bara.

Tidak ada cara lain untuk mengurangi emisi GRK kecuali melalui proses fotosintesa, akan tetapi
banyak cara untuk menambah emisi GRK. Oleh sebab itu pembangunan sumber daya hutan dan
menambah bentangan hijauan adalah salah satu solusi untuk mengurangi emisi GRK.

1. III. KESIMPULAN
Konstribusi gas CO2 di dalam atmosfer terhadap efek rumah kaca adalah 50 % diantara GRK
yag lain. Penggunaan bahan bakar minyak yang tidak efisien, eksploitasi lahan gambut secara
besar-besaran, peniadaan atau pengurangan vegetasi serta pembabatan hutan akan menambah
emisi gas CO2 dalam lapisan atmosfer. Efek rumah

kaca dapat berdampak kepada semua kehidupan yang ada di permukaan bumi karena terus
meningkatnya suhu bumi akibat terperangkapnya radiasi sinar infra merah matahari oleh GRK
dalam lapisan troposfer.

Untuk menyelamatkan kehidupan bumi dan demi generasi kita dimasa yang akan datang
penerapan hidup yang tidak konsumtif dan tetap menjaga kelestarian ekologi hutan adalah suatu
tindakan prefentif akan efek rumah kaca. Pola hidup yang ddemikian merupakan salah satu
manifestasi dari prinsip etika lingkungan. Etika lingkungan adalah petunjuk atau arah perilaku
praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan(Soerjadi,M dkk, 2008 ).
Karena dengan etika lingkungan bisa membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan
berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan lingkungan hidup kita.

UCAPAN TERIMAKASIH

Di dalam penulisan ini tentunya penulis tidak terlepas dari beberapa pihak yang ikut memberikan
kontribusi besar dalam penyelesaian tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada :

1. Prof, Urip Santoso,M.Sc, S.I.Kom,Ph.D, atas bimbingannya dalam penulisan ini

2. Muhammad Nasir, S.Kom, atas penelusuran litelatur

Semoga mendapat imbalan pahala yang setimpal dari Allah Swt

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman. 2006. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di


Indonesia halaman 1. Prosiding Seminar Pembagunan Hukum Nasional. Denpasar. 14-18 Juli
2003.

Burnie, D. 2000. Kehidupan. Balai Pustaka. Jakarta.

Barchia,F,M. 2009.Agroekosistem Tanah Mineral Masam. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Dampak Pemanasan Global dapat Menyebabkan Bencana di Bumi pada tahun 2012.
Bertindaklah Sekarang. 2009. http//www.Idonbik.com.html ( 10 Maret 2010 ).

Efek Rumah Kaca/ Green House Effect ( tanpa tahun ).


http//www.Lasoneart.wordpress.com.html ( 10 Maret 2010 ).
Fahri.2009 Global Warming. http//www.fahri feblok.Norrpress.com. html ( 10 Maret 2010 ).

Green House Effect. ( tanpa tahun ). http//www.en wikipedia.org/wiki/. html ( 10 Maret 2010 ).

Global Warming. 2009. http//www.student unimess/a.andano/global warming. Html ( 10 Maret


2010 ).

Jurusan Geofisika dan Meteorologi. F MIPA-IPB. 1995. Klimatologi Dasar. Bandung.

Lakitan,B. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

PPRGT/VEDC. 1999. http//www.Pemanasan Global.blogspot com. Html ( 10 Maret 2010 ).

Pollock,S. 2000. Ekologi. Balai Pustaka. Jakarta.

Rahmadianti.Susantini, E. Suyono. Nugroho,A,N. Parlan. Sukarmin. Azizah, U.Wasis. Kusairi,


S. Kusnanto, H. Supardi, I, A, Z. Sunarti, T. 2004.Sains. Depdiknas . Jakarta.

Santoso, I. 2008. Perjalanan Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Hutan di Indonesia.


Prosiding Seminar Ten Year Along. Universitas Admajaya. Jakarta.

Serjani, M. Ahmad, R. Munir, R. 2008. Lingkungan : Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta.

Undang- Undang No 41 tahun 1999. Tentang Kehutanan.

Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. UNIB Press. Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai