Anda di halaman 1dari 12

PERUBAHAN IKLIM MAKRO

Alya Zahira Aziz1 , Nur Fitri Rahmadani2 , Sri Anriani3 , Rismayani4 , Nur Vadhya Wara5 , Rizqi
Ramadhan6 , Wardiman7
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGATUHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Abstrak
Pemanasan global disebabkan oleh suhu rata-rata permukaan bumi yang meningkat. Selain itu,
pemanasan global menyebabkan perubahan pola iklim. Perubahan iklim mempengaruhi keadaan
alam dan menyebabkan masalah aneh bagi kelangsungan hidup manusia, tumbuhan, dan hewan.
Dalam kebijakan penanganan masalah iklim, dua kerangka utama digunakan: mitigasi, yang
mencakup cara-cara untuk memperlambat atau menahan emisi gas rumah kaca melalui
pengalihan penyerapan karbon; dan adaptasi, yang mencakup cara-cara menghadapi perubahan
iklim dengan melakukan perubahan yang tepat untuk mengurangi dampak negatif dan
memanfaatkan dampak positif.

Kata kunci: Perubahan iklim, strategi mitigasi, strategi adaptasi

PENDAHULUAN
Menurut Setiadi (2018), perubahan iklim adalah masalah besar yang dapat mempengaruhi
kehidupan masyarakat dan pembangunan di masa depan. Ini dapat berdampak pada pemikiran
dalam hampir semua bidang ilmu, termasuk perencanaan wilayah dan kota. Menurut Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG, 2011), perubahan iklim adalah fenomena
yang terjadi dalam kondisi alamiah yang secara alami mengalami perubahan (rata-rata) atau
ketidaknormalan pada kebiasaan, yang dapat mengganggu perilaku hidup manusia dan aktivitas
biologis lainnya. Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA),
perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam statistik cuaca (termasuk rata-ratanya).
Menurut definisi resmi dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), perubahan
iklim disebabkan oleh peristiwa yang terjadi dalam jangka waktu di atas 30 tahun. Selain itu,
beberapa variabel perubahan iklim juga terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama, dengan
rentang waktu di atas 20 tahun. Oleh karena itu, sulit untuk menjelaskan adanya indikasi
perubahan iklim.

METODE

Metode ini menggunakan penelitian literatur. Data yang dikumpulkan melalui metode studi
literatur diambil dari berbagai sumber, termasuk internet, jurnal, dan buku. Sumber internet
termasuk Google Scholar, Google Books, dan website. Banyak literatur yang di telaah, termasuk
2 buku, 16 jurnal, dan 1 website. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan diuraikan dengan
menggunakan teknik deskriptif. Menurut Yuliani (2018), deskripsi kualitatif adalah metode yang
mendeskripsikan realitas dan sosial secara kompleks. Metode ini berpusat pada 5W +1H, yang
memungkinkan analisis lebih lanjut tentang suatu masalah untuk menemukan petunjuk dari
kejadian tersebut.

PEMBAHASAN

Pemanasan global terjadi sekitar akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 diduga mulai terjadi.
Setelah mesin uap ditemukan oleh James Watt pada tahun 1769, suhu udara di Bumi meningkat
karena emisi gas rumah kaca di atmosfer. Perubahan iklim, atau perubahSekitarPerubahan
iklim, yang dikenal sebagai perubahan iklim, akan mengikuti pemanasan global, yang mencakup
peningkatan curah hujan di beberapa wilayah, menyebabkan banjir dan erosi, dan musim kering
yang berkepanjangan di belahan bumi lain sebagai akibat dari suhu udara yang meningkat.
Menurut Laporan IPCC WG1 tahun 2007, suhu udara permukaan Bumi telah meningkat sebesar
0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus tahun terakhir. Suhu udara bahkan dapat
meningkat hingga 1,5–4,5 derajat Celsius, menurut beberapa sumber.

1. Pemanasan Suhu Global

Suhu rata-rata atmosfer dan lautan yang meningkat secara bertahap, bersama dengan perubahan
yang dianggap permanen yang mengubah iklim Bumi, dikenal sebagai pemanasan global
(widodo dan Rachmadiarti dan Hidayati, 2017: 73).

Pemanasan global terjadi ketika radiasi matahari menembus lapisan atmosfer bumi dan
meningkatkan suhu bumi. Gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana adalah jenis gas
yang apabila terkena panas akan memuai dan mudah menyebar, membuat panas matahari
terperangkap di bumi. Oleh karena itu, gas rumah kaca diperlukan di atmosfer bumi. Gas rumah
kaca membuat Bumi cukup hangat untuk manusia dan hewan lainnya. Namun, bumi akan terlalu
panas jika terlalu banyak.

Seringkali dianggap bahwa penipisan lapisan ozon Bumi dan lubang-lubang yang ada di
dalamnya akan memiliki dampak yang sangat besar pada Bumi dan segala sesuatu di sekitarnya.

Apa faktor-faktor yang dapat menyebabkan lapisan ozon menipis dan terbuka? Penipisan lapisan
ozon ini dimulai dengan emisi molekul gas yang mengandung klorin dan bromin dari berbagai
aktivitas manusia dan proses alami. Aktivitas industri dan rumah tangga adalah sumber gas yang
menyebabkan penipisan lapisan ozon ini. Di bagian bawah atmosfer, molekul gas terakumulasi
karena tidak berekasi dan tidak larut dalam air. Pergerakan udara membawa molekul gas ke
bagian atas atmosfer dan mencapai stratosfer, di mana radiasi matahari memecah molekul gas
yang mengandung klorin atau bromin.

CFC, juga dikenal sebagai chlorofluorocarbon, adalah salah satu gas yang mengandung klorin
yang dianggap sebagai gas ajaib. Seiring berjalannya waktu, CFC digunakan sebagai pelarut,
styrofoam, dan pendingin. Penggunaan AC dan spray rambut juga menyebabkan pembentukan
CFC.

1.1 Penyebab Pemanasan Global

Kehidupan di seluruh dunia sangat dipengaruhi oleh pemanasan global, yang dianggap sebagai
penyebab utama dari perubahan iklim global dengan berbagai konsekuensi yang ditimbulkannya.
Pemanasan global adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia, terutama alih
guna lahan dan penggunaan bahan fosil. Kegiatan ini menghasilkan peningkatan jumlah gas di
atmosfer, terutama gas karbon dioksida (CO2), yang merupakan penyebab pemanasan global.

Pernahkah Anda mendengar frase "efek rumah kaca"? Dalam bidang pertanian, seperti pertanian
sayuran dan bunga-bungaan, rumah kaca ini sudah lama dikenal. Tanaman itu ditanam di dinding
dan atap bangunan yang terbuat dari kaca. Jika diperlukan, alat pemanas biasanya dipasang di
dalamnya untuk menjaga suhu rumah kaca tetap panas meskipun suhu di luar dingin. Akibatnya,
petani memiliki kemampuan untuk menanam tanaman sepanjang tahun, baik musim panas
maupun musim dingin. Selain itu, Anda mungkin pernah melihat gedung konstruksi berbahan
kaca di kota-kota besar seperti Jakarta. Ketika gerakan dimaksudkan untuk mengurangi dampak
rumah kaca, itu mungkin dilakukan bukannya menanam pohon atau mengurangi penggunaan
kendaraan bermotor, tetapi justru menyalahkan mereka yang memiliki rumah yang terbuat dari
bahan kaca. Memang, mereka tidak salah jika dilihat dari ketidaktahuan atau salah pengertian
mereka. Namun, penting bagi mereka yang sudah memahaminya untuk memberi tahu orang lain
tentang hal itu agar mereka dapat memahami "efek rumah kaca" dengan benar sehingga upaya
pencegahannya dapat dilakukan secara optimal.

Ketahuilah bahwa istilah "efek rumah kaca" mengacu pada proses pemanasan permukaan benda
langit, dalam hal ini Bumi, yang disebabkan oleh akumulasi gas-gas tertentu, seperti
karbondioksida, metana, CFC, atau freon, di atmosfer bumi sebagai akibat dari asap kendaraan
bermotor, cerobong pabrik, pembakaran sampah, dan lain-lain. Akibatnya, gas-gas ini
memantulkan kembali energi panas matahari yang seharusnya keluar dari atmosfer.

Meskipun fotosintesis menyerap gas CO2 dari atmosfer, jumlah CO2 yang diserap oleh
tumbuhan di muka bumi sudah tidak seimbang lagi. Intensitas rumah kaca meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah radiasi infra merah yang diserap, yang pada gilirannya meningkatkan
suhu dipermukaan bumi.

1.2 Dampak dari pemanasan global bagi kehidupan di bumi

Kealamian gas rumah kaca di atmosfer telah diubah oleh aktivitas manusia. Banyak konsekuensi
yang sulit diprediksi dari perubahan gas rumah kaca di atmosfer, tetapi beberapa telah terjadi di
permukaan bumi, seperti peningkatan suhu bumi, hilangnya terumbu karang, dan lainnya.
Ananda dapat mempelajari tentang dampak pemanasan global pada kehidupan manusia dalam
Buku Paket Kelas 3 Tema Tiga Sub Tema 4 Pembelajaran 3 materi tentang pemanasan global.

1.Temperatur bumi semakin tinggi:

Gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana menyebabkan panas matahari terperangkap
di atmosfer bumi.

2. Curah hujan yang tinggi :

Seiring dengan masuknya gas rumah kaca ke atmosfer, suhu akan meningkat, dan peningkatan
penguapan air di atmosfer akan menyebabkan hujan yang semakin deras dan ekstrem.
3.Mencairnya glasier:

Disebabkan oleh berbagai faktor, seperti iklim, cuaca, dan arus laut, tetapi air laut hangat
adalah faktor penentunya, karena membuat glasier lebih mudah mencair.

4.Hilangnya terumbu karang:

Pemanasan global di muka Bumi mulai mengancam ekosistem laut karena suhu air laut naik.
Suhu yang naik membuat terumbu karang mengeluarkan lumut kecil yang hidup di dalam
karang, yang menyebabkan karang menjadi putihan dan akhirnya kelaparan.

5. Gagal panen:

Suhu di bumi akan menjadi lebih panas. Akibatnya, kekeringan akan terjadi dimana-mana.
Kemudian, meningkatnya suhu di bumi akan menyebabkan pergantian musim menjadi tidak
stabil.

6.Kepunahan species:

Spesies yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dapat musnah karena perubahan
lingkungan.

7.Penipisan lapisan ozon dan berlubang:

Gas yang mengandung klorin dan bromin berasal dari aktivitas manusia dan proses alamiah.
Radiasi matahari memecah molekul gas yang mengandung klorin dan bromin di lapisan
stratosfer. Kemudian, klorin dan bromin bereaksi.

1. 3 langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi pemanasan global

Penggunaan bahan bakar fosil, seperti minyak dan batu bara, untuk menghasilkan energi
menyebabkan pelepasan karbon dioksida (CO2) di udara, yang merupakan penyebab utama
pemanasan global.

Pohon sangat penting untuk meredam kenaikan gas rumah kaca, yang merupakan penyebab
utama pemanasan global dan perubahan iklim. Pohon, seperti spons dan busa, menyerap
karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Hutan melakukan
fungsi pohon ini dengan sangat baik.
Indonesia memiliki banyak wilayah hutan tropis. Meskipun demikian, sangat menyedihkan
bahwa hutan di Indonesia telah hancur karena pembalakan liar, perambahan hutan, dan
deforestasi, yang dilakukan secara massif untuk tujuan pembangunan dan penggunaan lahan,
tanpa mempertimbangkan prinsip keberlanjutan. Hutan rusak dan tidak dapat menyerap karbon
lagi.

Atmosfer bumi semakin panas dan perubahan iklim semakin cepat karena hutan semakin
menyusut dan produksi emisi semakin meningkat. Untuk menanggulangi kerusakan hutan ini,
pemerintah Indonesia mendorong orang Indonesia untuk menanam pohon.

Pada tahun 2008, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 24
untuk menetapkan tanggal 28 November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia. Ini tidak
hanya mengajak. Presiden mengatakan pada saat pencanangan bahwa setiap orang Indonesia
harus menanam setidaknya satu pohon.

Beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi pemanasan global termasuk:

a. menghasilkan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan gasoline, batu bara, kayu, dan
bahan bakar organik lainnya.

b. Meningkatkan efektivitas bahan bakar mobil.

c. Mengurangi deforestation

d. Menggunakan produk yang ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan produk yang
mengandung chlorofluorocarbons (CFCs).

e. Mengikuti dan mendukung kegiatan penghijauan.

2. Pola Curah Hujan

2.1 Jenis- Jenis Pola Curah Huajan

1. Pola Ekuatorial

Pola ekuatorial berhubungan dengan perferrakan zona konvergensi ke utara dan selatan
mengikuti pergerakan semu matahari. Pola ekuatorial dicirikan dengan adanya dua kali curah
hujan bulanan maksimum dalam satu tahun. Wilayah yang mengikuti pola curah hujan ekuatorial
di Indonesia, yaitu sebagian Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan.

2. Pola Monsun

Pola monsun dipengaruhi oleh angin laut dan angin darat dalam skala yang sangat luas. Pola
monsun dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan musim
kemarau dalam satu tahun. Wilayah yang mengikuti pola curah hujan monsun, yaitu pada Pulau
Jawa, Pulau Bali, danKepuluan Nusa Tenggara.

3. Pola Lokal

Pola lokal sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan fisiografis daerah tersebut. Faktor
pembentuk terjadinya pola curah hujan lokal, yaitu naiknya udara ke daratan tinggi atau
pegunungan serta pemanasa lokal yang tidak seimbang. Pola curah hujan lokal di Indonesia
banyak terjadi di Kepulauan Maluku, Pulau Papua, dan sebagian Pulau Sulawesi.

3. Grafik Pola Curah Hujan

Gambar 1 menunjukkan pergerakan curah hujan dalam orde per jam selama periode IOP di
wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Gambar 1 menunjukkan bahwa intensitas hujan tertinggi
terjadi pada tanggal 19 Januari 2016, ketika curah hujan mencapai 12,78 mm/jam pada pukul
14.00 WIB. Pada tanggal 2 Februari 2016, curah hujan yang lebih tinggi terjadi pada tanggal 2
Februari 2016, ketika curah hujan mencapai puncaknya pada pukul 14.00 WIB.
Gambar 2 menunjukkan distribusi curah hujan TRMM dalam orde harian di DKI Jakarta dan
wilayah sekitarnya selama periode IOP. Gambar 2 menunjukkan bahwa curah hujan harian
tertinggi terjadi pada 2 Februari 2016, dengan 77,9 mm. Selama periode IOP, persentase hari
tidak terjadi hujan adalah 10%, atau sekitar 3 hari.

Gambar 3 menunjukkan bagaimana hujan tersebar secara bertahap di wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya selama periode IOP. Gambar tersebut menunjukkan bahwa hujan mencapai
puncaknya pada pukul 14.00 WIB dengan intensitas rata-rata sekitar 2,2 mm/jam, dan puncak
hujan terjadi dari pukul 13.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB dengan intensitas rata-rata 1,5
mm/jam hingga 2,2 mm/jam. Dari siang hingga tengah malam, intensitas hujan cenderung lebih
tinggi. Dari dini hari hingga siang hari (pukul 12.00 WIB), intensitas hujan di DKI Jakarta dan
daerah sekitarnya sedikit menurun. Antara pukul 03.00 WIB dan pukul 07.00 WIB, intensitas
hujan terendah selama periode IOP terjadi. Selama periode IOP yang tinggi, pola hujan
cenderung terjadi pada siang hari hingga malam hari di DKI Jakarta. Dengan demikian, proses
pembentukan awan lebih mudah dilakukan pada kondisi atmosfer yang tidak stabil pada dini hari
hingga menjelang siang hari ketika kondisi atmosfer cenderung tidak stabil.

Gambar 3 di atas menunjukkan pola temporal curah hujan di wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya. Pola ini menunjukkan bahwa intensitas curah hujan yang tinggi diketahui terjadi
antara pukul 13.00 dan 18.00 WIB.

3. Intensitas Badai

Intensitas badai menjadi begitu dahsyat selama satu dekade terakhir. Dengan bertambahnya
kekuatan fenomena alam ini, ilmuwan berpendapat bahwa perlu kategori baru yang dapat
mencerminkan intensitas badai dengan lebih baik, yakni kategori 6. Berdasarkan Saffir-Simpson
Hurricane Wind Scale, saat ini badai dikategorikan dalam skala 1 hingga 5 berdasarkan
kecepatan angin maksimum yang berkelanjutan. Mengutip IFL Science, Rabu (7/2/2024) badai
disebut dengan kategori 5 jika kecepatan anginnya melebihi 252 kilometer per jam. Pada
intensitas kategori 5, kerusakan signifikan dapat terlihat, mulai dari properti, termasuk pohon
tumbang dan kabel listrik, serta rumah-rumah yang hancur. Sebagian besar wilayah yang terkena
dampak badai kategori 5 juga tidak dapat dihuni selama berminggu atau berbulan-bulan. Namun
dalam sebuah studi baru, para peneliti telah mencatat bagaimana beberapa tahun terakhir telah
terjadi beberapa badai yang jauh melebihi ambang batas kecepatan kategori 5.

Oleh karena itu, mereka mengusulkan agar pihak berwenang mempertimbangkan untuk
memperkenalkan badai kategori 6 untuk mendefinisikan badai yang memiliki kecepatan angin
melebihi 309 kilometer per jam. Sejak tahun 2013, setidaknya lima badai telah mencapai ambang
batas badai kategori 6. Lima badai itu adalah Badai Patricia, Topan Meranti, Topan Goni, Topan
Haiyan, dan Topan Surigae. Badai ini menyandang gelar siklon tropis paling kuat yang pernah
diamati di Belahan Bumi Barat. Perubahan iklim pun turut berperan dalam meningkatkan
keganasan badai di seluruh dunia, membuat jenis badai ini akan semakin sering terjadi pada
tahun-tahun dan dekade mendatang. Selain itu perubahan iklim juga berdampak pada badai dan
topan dalam berbagai cara. Suhu permukaan laut yang lebih hangat memberikan lebih banyak
energi untuk terjadinya badai, yang berpotensi menyebabkan peningkatan intensitas dan
kecepatan angin yang lebih cepat. Pada saat yang sama, perubahan iklim dapat memperlambat
pergerakan badai yang melintasi wilayah geografis. Hal ini memungkinkan badai mengintai di
suatu wilayah lebih lama, sehingga meningkatkan jumlah kerusakan yang ditimbulkannya. Badai
yang sangat kuat dapat menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur dan banjir yang
mengerikan, yang sayangnya seringkali mengakibatkan kematian. Selain dampak tersebut,
perubahan pola angin juga memiliki dampak terhadap distribusi suhu global. Pergeseran pola
angin dapat mengubah distribusi suhu secara signifikan di beberapa tempat di seluruh dunia,
yang dapat berdampak besar pada ekosistem dan kehidupan hewan dan tumbuhan di daerah
tersebut. Sebagai contoh, siklus hidup tumbuhan dan hewan dapat terganggu jika pola angin
membawa udara panas ke suatu tempat yang sebelumnya cenderung dingin. Hal ini karena
tumbuhan dan hewan telah beradaptasi dengan kondisi iklim tertentu di tempat tersebut. Pola
angin juga dapat mempengaruhi arus laut di samudra. Perubahan arus laut dapat mempengaruhi
laju pencairan es di kutub dan peningkatan permukaan air laut. Hal ini dapat menyebabkan
naiknya permukaan air laut, yang dapat mengakibatkan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir
yang rentan terhadap banjir. Untuk menangani dampak perubahan iklim pada pola angin dan
lingkungan global secara keseluruhan, banyak pihak perlu berkolaborasi. Untuk mengurangi
dampak negatif perubahan pola angin pada lingkungan global, sangat penting untuk melakukan
upaya untuk mitigasi perubahan iklim, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca.Melakukan
tindakan mitigasi dan adaptasi adalah satu-satunya cara kita dapat mengatasi dampak besar
perubahan iklim dan pola angina. Upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan
penggunaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan adalah bagian dari mitigasi ini. Untuk
menghadapi perubahan pola angin dan perubahan iklim, penting bagi kita untuk meningkatkan
kesadaran akan dampak mereka dan mengambil tindakan untuk mengurangi jejak karbon kita.
Untuk melindungi lingkungan dan menjaga keberlanjutan planet ini untuk generasi mendatang,
diperlukan kerja sama global dan tindakan berkelanjutan.

1) Para ilmuan cuaca telah menjelaskan prediksi mereka tentang efek pemanasan global,
menekankan bahwa bagian Utara belahan Bumi Utara akan mengalami pemanasan yang lebih
ekstrim daripada bagian lainnya. Akibatnya, gunung-gunung es yang indah di daerah ini akan
secara bertahap mencair, menurunkan ukuran daratan yang sebelumnya tertutup oleh lapisan es.
Ini juga akan berdampak pada perairan Utara, di mana jumlah es secara signifikan berkurang.
Karena kurangnya kemungkinan presipitasi salju, daerah-daerah yang dulunya memiliki salju
tipis mungkin tidak lagi dapat menikmati pemandangan indah ini. Prediksi menunjukkan bahwa
peleburan salju akan berlangsung dengan lebih cepat, mengurangi jumlah salju yang tersedia,
bahkan di wilayah pegunungan subtropis.Selain itu, durasi musim tanam mungkin berubah
secara signifikan di beberapa tempat. Pemanasan global dapat memperpanjang musim tanam,
mengubah pola pertumbuhan tanaman, dan menimbulkan masalah baru untuk mengelola sumber
daya alam.Selain itu, perubahan suhu ekstrim di malam hari dan selama musim dingin menjadi
perhatian utama. Di masa ini, temperatur cenderung meningkat secara keseluruhan, mengubah
kondisi iklim yang biasa dikenal masyarakat di daerah tersebut. Oleh karena itu, untuk
menghadapi kesulitan dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terus-menerus,
sangat penting untuk memahami dengan baik dinamika iklim ini.

2) Pemanasan atmosfer tidak hanya meningkatkan suhu udara tetapi juga mengubah lapisan
permukaan laut, yang menghasilkan perluasan volume, yang pada gilirannya menyebabkan
kenaikan permukaan laut yang lebih tinggi. Es yang mencair di kutub, terutama di sekitar
Greenland, mempercepat proses ini, meningkatkan volume air laut. Permukaan laut dunia
meningkat selama abad ke-20 sekitar 10–25 cm (4–10 inchi), menurut data sejarah. Para
ilmuwan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan peningkatan
lebih lanjut pada awal abad ke-21 hingga 9–88 cm (4–35 inchi). Kehidupan yang terkait dengan
permukaan laut sangat terpengaruh oleh perubahan tinggi permukaan laut. Kontribusi yang
paling signifikan adalah risiko pulau tenggelam, terutama di negara-negara seperti Belanda dan
Bangladesh, di mana sekitar 6% dan 17,5% wilayahnya berada di bawah 100 cm atau 40 inchi.
Tinggi permukaan laut juga dapat meningkatkan erosi di tebing, pantai, dan bukit pasir. Karena
air pasang yang tinggi mencapai puncaknya, banjir lebih sering terjadi. Konsekuensi sosial dan
ekonomi yang mungkin terjadi membuat dampak ini penting. Negara-negara dengan sumber
daya ekonomi yang kuat mungkin mengalokasikan anggaran besar untuk melindungi wilayah
pantainya dari air pasang, sementara negara-negara yang lebih miskin mungkin hanya dapat
berkonsentrasi pada evakuasi penduduknya dari pantai. Oleh karena itu, membuat kebijakan dan
strategi mitigasi yang efektif di seluruh dunia membutuhkan pemahaman mendalam tentang
perubahan tinggi permukaan laut.

KESIMPULAN

Penyebab global warming dan perubahan iklim sangat penting. Jika dibiarkan lebih lama, itu
akan semakin merugikan dan pasti akan berdampak negatif pada manusia. Pemanasan global dan
global warming tidak disebabkan oleh manusia. Kebutuhan alam dapat dipenuhi dan
dimanfaatkan oleh manusia; namun, untuk melakukannya dengan cara yang lebih cerdas,
manusia harus menyadari dan memiliki keinginan untuk melakukannya. Perubahan iklim
disebabkan oleh peningkatan suhu lingkungan yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, yang
pada klimaks menyebabkan pemanasan global. Seiring dengan peningkatan emisi gas rumah
kaca di atmosfir, peran gas rumah kaca beralih dari menjadi faktor pendukung kehidupan di
Bumi menjadi ancaman bagi kehidupan di Bumi. Pemanasan global yang semakin ekstrim
memengaruhi pola iklim yang terus berubah. Jenis curah hujan ada tiga, dan setiap jenis berbeda
dari segi kedalaman.

REFERENSI

Munawir, S.Pd., Yuniarti, S.Pd., Dra. Nuryani Agustina, Siti Umini, S.Pd., Yohanes Pujiyanto,
S.Pd., Dudyk Sunarto, S.Pd., Sekhah Efiaty, S.Pd. 2006. “Cakrawala Geografi” Buku Seri
Pengetahuan Sosial.

Fennidya Nur Pratiwi., Adnin Musadri Asbi2., Nela Agustin Kurnianingsih., 2020. “ Identifikasi
Gejala Perubahan Iklim Di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Data Iklim Makro Tahun 1998-
2020” Jurnal Reksabumi.

Kaldah, Woro Sri Hatuti. 2021. “Pemanasan Global” Buku Model Pembelajaran Sains

Monika Novena, Resa Eka Ayu Sartika. 2024. "Intensitas Makin Kuat, Ilmuwan Bakal Kenalkan
Badai Kategori 6" Artikel disajikan dalam Kompas.com.

Nuril Martha Anggraeni, Sudarti, Yushardi. 2023. “Analisis Dampak Perubahan Iklim dan Pola
Angin Pada Lingkungan Global” Makalah di sajikan Mahasiswa program studi Pendidikan
FisikaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember dalam bentuk Jurnalis.

Silfia Ainurrohmah.,Sudarti. 2022 “Analisis Perubahan Iklim dan Global Warming Yang Terjadi
Sebagai Fase Kritis” Jurnal Phi: Jurnal Pendidikan Fisika dan Fisika Terapan.

Anda mungkin juga menyukai