A template for students to complete digital trading cards about famous
people or places in reference to a particular topic. Tujuan • Mahasiswa mampu menjelaskan sistem silvikultur yang pernah di terapkan di Indonesia Sistem Silvikultur di Indonesia • Tebang Pilih Indonesia (TPI) berlaku sejak 1972 sampai 1989 di Hutan alam produksi • Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) berlaku sejak 1989 sampai sekarang di hutan alam produksi sebagai pengganti TPI • Tebang Habis Permudaan Alam (THPA) berlaku sejak 1972 sampai sekarang. Sistem ini tidak pernah secara resmi diaplikasi di lapangan • Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) berlaku sejak 1972 sampai sekarang. Sistem ini banyak diterapkan pada hutan rawang dan semak belukar menggunakan tebang habis untuk membangun hutan tanaman Sistem Silvikultur di Indonesia • Sistem Tebang Jalur terdiri dari Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) yang berlaku dalam skala uji coba tahun 1993 sampai 1994, Tebang Jalur Tanam Konservasi (TJTK) yang berlaku tahun 1994 sampai 1997, Hutan Tanaman Industri dengan Tebang Tanam Jalur (HTI-TTJ) berlaku tahun 1997 • Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) berlaku sejak tahun 1998 sampai 2002 dan dilanjutkan tahun 2009 sampai sekarang. Lebar jalur tanam 3 m dan jalur antara 22 m sehingga membentuk jarak tanam 5 m x 25 m. • Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif berlaku sejak tahun 2005 sampai sekarang. Lebar jalur tanam 3 m dan jalur antara 17 m sehingga membentuk jarak tanam 2,5 m x 20 m. Sistem Silvikultur di Indonesia • Tebang rumpang, berlaku dalam skala penelitian sejak tahun 1990 kemudian diadopsi tahun 2010. • Sistem Agroforestry atau tumpang sari. Sistem ini sangat dianjurkan untuk dikembangkan pada hutan rakyat atau pengelolaan hutan yang melibatkan secara aktif peran serta masyarakat. Sistem ini dapat meningkatkan jaringan pengaman unsur hara (Nutrient Safety Network) dan proses biogeokimia sehingga mengoptimalkan pemanfaatan ruang tumbuh dan unsur hara yang terdapat di tanah. • Multi Sistem Silvikultur. Sistem ini sangat sesuai diterapkan pada kawasan hutan yang sudah terfragmentasi dan berbentuk mosaik. Menurut Indrawan (2008) multisistem silvikultur adalah sistem pengelolaan hutan produksi lestari yang terdiri dua atau lebih sistem silvikultur yang diterapkan pada suatu unit manajemen dan merupakan multi usaha dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan lainnya serta dapat mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi SISTEM TEBANG PILIH INDONESIA Tebang Pilih Indonesia (TPI) • TPI merupakan sistem tebang pilih yang menerapkan tebang pilih (selective cutting), peremudaan (regeneration) dan Pemeliharaan (tending) • Sistem TPI mengkombinasikan beberapa prinsip Silvikultur, antara lain : a. Penebangan dengan limit diameter dari Indonesia b. Tebang pilih Pilipina (Philippine Selective Logging) c. Penyempurnaan hutan dengan penanaman sulaman (enrichment planting) d. Pembinaan permudaan dengan pembebasan dari tumbuhan pengganggu (refining) Dasar Penentuan TPI • Batas diameter minimum yang boleh ditebang adalah 50 cm • Pohon muda berdiameter 20-50 cm berada pada tahap pertumbuhan yang besar. Penebangan pohon-pohon tersebut tidak sepadan dengan kerugian pertumbuhannya. • Rotasi tebang 35 tahun di dasarkan pada riap diameter muda sebesar 1 cm pertahun, maka setelah 35 tahun pohon inti telahh mencapai diameter 55 cm (20 + 35) cm sampai 85 cm (50 + 35) cm • Etat tebang ditentukan 1/35 x 80 % x volume standing stok jenis komersial • Tidak diperkenankan melakukan tebang ulang sebelum mencapai akhir siklus tebang 35 tahun Tahapan Kegiatan Sistem TPI 1. Inventarisasi Tegakan (Et – x) 2. Persemaian (Et – x) 3. Penebangan dan Penyaradan 4. Inventarisasi Tegakan Sisa (Et + x) 5. Pembebasan (Et + x) 6. Penanaman Sulaman (Et + 1) 7. Pencegahan Erosi Parit (Gully Erosion) 8. Pengamanan Hutan 9. Pemeliharaan Permudaan 1. Inventarisasi a. Inventarisasi tegakan dan permudaan untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan ini dilakukan berdasar Rencana Tebangan dan Rencana Tahunan Pengusahaan Hutan serta dilakukan sebelum diadakan penebangan b. Penunjukan dan penandaan pohon inti. Pohon inti berukuran 35- 50 cm diberi nomor urut dan tanda cat warna kuning melingkar pada batang. Pohon inti jenis komersial berjumlah 25 pohon per Ha c. Penunjukan dan penandaan pohon tebang, yaitu pohon yang berdiameter 50 cm keatas d. Apabila keadaan hutan berpotensi lebih rendah dan jumlah kurang mempunyai diameter 50 cm keatas. 2. Persemaian • Sebelum dilakukan kegiatan penebangan harus dibuat terlebih dahulu persemaian untuk pengadaann bibit dari jenis-jenis komersial yang sesuai dengan tempat tumbuh • Bibit dapat berasal dari biji atau cabutan anakan alam • Luas persemaian harus sebanding dengan luas kesatuan operasional • Penyediaan bibit dilakukan dengan perhitungan jumlah penyulaman sebanyak 20 % • Rumus : B = T + (T x 20%), dimana 3. Penebangan dan Penyaradan • Penebangan dilakukan pada pohon-pohon yang telah diberi tanda silang • Luas tempat pengumpulan kayu (TPn) disesuaikan dengan luas penebangan Luas penebangan < 10 Ha, Luas TPn 0,22 – 0, 3 Ha Luas Penebangan 10-15 Ha, luas TPn 0,3 – 0, 35 Ha Luas Penebangan > 15 Ha, luas TPn 0,5 Ha • Penebangan dan penyaradan kayu diusahakan meminimalkan kerusakan tegakan tinggal, pohon inti dan permudaan lainnya. 4. Inventarisasi Tegakan Sisa (Et +x) a. Kegiatan inventarisasi Tegakan sisa dilakukan setelah penebangan. Pohon yang perlu diinvetarisasi adalah pohon komersial atau jenis kayu perdagangan berdiameter dibawah 50 cm khususnya pohon inti. b. Kerusakan pohon dapat dibedakan sebagai berikut: • sehat : tidak rusak atau kerusakannya sedikit sekali • Luka : ada kerusakan pada tajuk atau akar tapi dapat sembuh dan tidak mengganggu kwalitas dan kwantitas pohon di kemudian hari. • Rusak : tidak dapat baik kembali dan pertumbuhan menurun. 5. Pembebasan • Pembebasan dilakukan untuk membebaskan permudaan jenis perdagangan dari tumbuhan pengganggu • Tujuan pembebasan adalah untuk membantu pertumbuhan pohon muda dan permudaan terutama jenis kayu perdagangan dengan membebaskan dari saingan akar, ruang tumbuh dan cahaya 6. Penanaman Sulaman a. Untuk menjamin azas kelestarian maka perlu dilakukan kegiatan penanaman sulaman pada bekas tebangan 1 tahun yang lalu. b. Pada tanah terbuka seperti bekas TPn, jalan traktor, jalan kabel, jalan lori dan lain-lain perlu dilakukan penanaman sulaman dengan bibit yang berasal dari persemaian c. Pada blok tebangan (kesatuan operasional) yang tidak atau kurang mengandung permudaan tingkat semai dan pancang dari jenis komersial juga dilakukan penanaman sulaman 7. Pencegahan Erosi • Bekas jalan traktor atau kabel pada tanah yang miring yang dapat menimbulkan bahaya erosi parit harus dibuat galangan atau parit horisontal. 8. Pengamanan Hutan a. Pemangku hutan (HPH) bekerja sama dengan instansi pemerintah harus mencegah terjadinya perladangan liar, kebakaran dan penggembalaan liar pada bekas tebangan dengan mengerjakan penjaga hutan (forest guard) b. Jumlah penjaga hutan disesuaikan dengan luas areal pengelolaaan. Luas 1.000-5.000 Ha ditempatkan 1 penjaga hutan, 6.000-10.000 Ha ditempatkan 2 penjaga hutan dan setiap luas 10.000 Ha ditempatkan 2 penjaga hutan 9. Pemeliharaan Permudaan a. Pemeliharaan permudaan dilakukan 5 tahun setelah penebangan b. Kegiatan berupa pembebasan pohon muda dan permudaan jenis niagawi c. Diadakan ulangan penanaman sulaman d. Bila perlu dengan penjarangan SISTEM TEBANG PILIH TANAM INDONESIA Pengertian Sistem TPTI • Sistem TPTI adalah rangkaian kegiatan terencana tentang pengeolaan hutan. • Rangkaian kegiatan teknis dalam sistem TPTI adalah perencanaan sebelum penebangan, teknik penebangan dan kegiatan pembinaan hutan setelah penebangan, yang kesemuanya ditujukan untuk menjamin kelestarian hutan termasuk kelestarian hasil hutan baik kayu maupun non kayu. Tahapan Kegiatan Sistem TPTI 1. Penataan Areal Kerja 2. Inventarisasi Tegakan sebelum penebangan 3. Pembukaan wilayah hutan 4. Pemanenan/Penebangan 5. Penanaman dan pemeliharaan 6. Pembebasan pohon binaan 7. Perlindungan dan pengamanan hutan 1. Penataan Areal kerja (PAK) a. Penataan Areal Kerja (PAK) adalah kegiatan untuk mengatur dan membuat batas blok kerja tahunan serta petak kerja bagi kepentingan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan unit pengelolaan hutan. b. Blok kerja tahunan adalah blok yang dibuat untuk pengelolaan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Batas blok kerja tahunan dapat dibuat menggunakan batas alam atau buatan. Petak kerja adalah bagian dari blok kerja tahunan yang luasnya 100 Ha berbentuk bujur sangkar yang dibuat dengan batas buatan. c. Maksud PAK adalah membuat batas blok dan petak kerja untuk memudahkan pengelolaan unit pengelolaan hutan, dengan tujuan untuk mengatur areal kerja sehingga pengelolaan hutan dapat tertib dan efisien. d. Penetapan blok kerja tahunan berdasarkan daur yang diperkirakan mempunyai produktifitas hampir sama serta mempertimbangkan bentang alam, seperti punggung, lereng, lembah dan sungai. e. Pal batas blok kerja tahunan dibuat dengan kayu keras berukuran 10x10x180 Cm bertuliskan angka tahun RKT, Urutan blok kerja tahunan dalam RKL serta angka periode RKL 2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan a. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) adalah kegiatan pengukuran, pencatatan dan penandaan pohon dalam blok kerja tahunan untuk mengetahui jumlah, jenis, diameter dan tinggi pohon tebang, pohon inti dan pohon dilindungi serta data bentang alam seperti sungai, bukit, jurang, kawasan dilindungi. b. Maksud kegitan ITSP adalah mengetahui penyebaran pohon dalam tegakan meliputi jumlah dan komposisi jenis serta volume pohon tebang, mengetahui jumlah jenis pohon inti dan lindung yang dipelihara sampai rotasi berikutnya. c. ITSP dilakukan dalam petak ukur (PU) berukuran 20x20m. PU terletak dalam jalur sepanjang 1000m. Dalam setiap petak mengandung 50 Jalur. ITSP dilakukan dengan IS 100% terhadap semua pohon berdiameter 20 Cm ke atas. d. Pohon tebang adalah pohon berdiameter 50 cm ke atas (60 cm ke atas untuk HPT) yang diberi label 3 bagian berwarna merah berukuran 12x6 Cm. Tiap label bertuliskan identitas pohon meliputi RKT, Petak, Nomor, Jenis, Diameter dan Tinggi pohon e. Pohon inti adalah pohon komersial berdiameter 20-59 Cm (20-59 Cm untuk HPT) diberi label warna kuning bertuliskan identitas pohon. f. Pohon dilindungi adalah jenis pohon penghasil buah dan hasil hutan non kayu lainnya yang dimanfaatkan masyarakat setempat. 3. Pembukaan Wilayah Hutan a. Pembukaan Wilayah Hutan adalah kegiatan penyediaan prasarana (jalan) wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan, inspeksi, transportasi dan komunikasi antar pusat kegiatan. Hasil kegiatan PWH berupa jaringan jalan utama, cabang dan sarat, TPn, TPK, Camp dll. b. Sebelum pembuatan jalan dilakukan, didahului dengan pembuatan trace jalan, yang merupakan rintisan tempat badan jalan akan dibuat. c. alan utama mempunyai spesifikasi: umur permanen, sifat tahan cuaca, lebar permukaan jalan 6-8 m, lebar bahu jalan 2-3 m, tebal perkerasan 20-50 cm, tanjakan menguntungkan 10% dan kapasitas 60 ton. d. Pembuatan jalan diluar areal uni manajemen disebut jalan koridor. e. Teknis pembuatan jalan harus menghindari tanjakan berat, teknis punggung penyu dan membuat saluran drainase di kiri kanan jalan. 4. Penebangan a. Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohonpohon dalam tegakan yang berdiameter sama atau lebih besar dari limit diameter yang ditetapkan. Pada hutan produksi (HP) limit diameter sebesar 50 Cm, pada hutan produksi terbatas 60 cm, pada hutan rawa 40 cm, trace jalan 30 cm dan pada hutan tanaman sesuai peruntukkan/kelas perusahaan b. Tahapan kegiatan penebangan pohon adalah penentuan arah rebah, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengupasan dan pengangkutan (haulling). c. Maksud kegiatan penebangan adalah memanfaatkan kayu secara optimal dari blok tebangan yang telah disahkan atas pohon yang berdiameter sama tau lebih besar dari limit diameter serta meminimalkan kerusakan tegakan tinggal. d. Pelaksanaan penebangan berdasarkan pada buku RKT yang telah disahkan instansi berwenang, dengan peta kerja skala 1:10.000 yang memuat jaringan jalan utama, cabang (dan sarad) serta peta penyebaran pohon skala 1:1000. e. Pohon yang telah ditebang dilakukan triming. Pada tunggak pohon diberi label 1, balok diberi label 2 dan label 3 disimpan untuk laporan administrasi TUK dan pengupahan f. Penyaradan dilakukan dengan traktor melalui jalan sarad menuju TPn. g. Kayu yang telah terkumpul di TPn dilakukan pengupasan kulit, dicatat dalam buku ukur untuk pembuatan Laporan Hasil Produksi (LHP). 5. Perapihan a. Perapihan adalah kegiatan pada areal bekas tebangan dengan memperbaiki batas blok dan petak kerja agar tegakan tinggal mudah diinventarisasi, diperbaiki serta ditingkatkan produktifitasnya. b. Perapihan dilakukan dengan penebasan semak belukar yang dimaksudkan untuk membuang jenis tumbuhan yang tak berharga yang menyaingi permudaan serta mengganggu jatuhnya biji ke lantai hutan dan tempat kosong. c. Maksud kegiatan perapihan adalah untuk memudahkan kegiatan silvikultur seperti inventarisasi, pembebasan, penentuan pohon binaan serta mempertahankan permudaan dalam jumlah cukup, menyiapkan kehadiran permudaan baru. d. Perapihan dilakukan dengan menebas semak belukar yang mengganggu permudaan sampai setinggi 7 cm, menebas perambat (liana) kecuali rotan dan jensi berharga lainnya serta menebas belukar yang rapat sehingga dapat menghalangi jatunya biji ke lantai hutan. 6. Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT) a. Inventarisasi tegakan tinggal adalah kegiatan pengukuran pohon dan permudaan serta pencatatannya pada areal tegakan tinggal untuk mengetahui komposisi jenis, penyebaran dan kerapatan pohon dan permudaan serta jumlah dan tingkat kerusakan pohon inti. b. ITT dilakukan pada setiap petak kerja sesuai hasil ITSP, yang terdiri dari jalur (ada 50) dan setiap jalur terdiri dari Petak Ukur (PU) sesuai tingkat pertumbuhan pohon. c. Maksud kegiatan ITT adalah mengetahui jumlah, jenis dan mutu pohon inti dan permudaan dan mengetahui jenis dan jumlah pohon inti yang rusak serta tingkat kerusakannya pada masing-masing petak kerja. d. Suatu areal tidak perlu dilakukan perkayaan bila pada PU 20x20 m ditemukan minimal 1 pohon inti, bila tak ada turun pada PU 10x10 m minimal ada 2 tiang, bila tak ada turun pada PU 5x5 m minimal ada 4 pancang, bila tak ada turun pada PU 2x2 m minimal ada 8 semai (kaidah 1-2-4-8). 7. Pembebasan Pertama a. Pembebasan pertama adalah kegiatan pemeliharaan tegakan tinggal berupa pembebasan tajuk dari 200 pohon dan permudaan komersial (pohon binaan) per Ha (jarak antar pohon 5-9 m) dari persaingan dengan vegetasi lain. b. Kegiatan pembebasan dapat berupa penebangan pohon penyaing, peneresan yang dapat membunuh pohon tersebut dan peracunan dengan arborisida. c. Maksud pembebasan I adalah mengadakan ruang tumbuh yang optimal bagi pohon binaan. Tujuannya adalah meningkatkan riap pohon binaan untuk memperbesar produktifitas tegakan tinggal sehingga nilai komersialnya tinggi. d. Kriteria pohon binaan adalah jarak rata-rata 5-9 m, jenis komersial, ukuran terbesar disekitarnya, batang sehat, lurus, bundar/silindris, tajuk besar dan rimbun, semua jenis pohon termasuk yang dilindung. e. Dilarang membunuh pohon yang dilindungi, semua pohon yang tidak mengganggu pohon binaan, pohon yang berada dalam sempadan sungai atau danau dan pohon besar (berdiameter 50 Cm up). f. Label yang sudah ada pada saat kegiatan ITSP dan ITT tetap dilanjutkan dan diperbaiki. 8. Pengadaan Bibit a. Pembibitan adalah kegiatan dimana biji atau bibit yang berasal dari hutan / kebun bibit/ kebun pangkas dikumpulkan dan dipelihara pada suatu lokasi yang tertata dengan baik. Pengadakan bibit adalah kegiatan yang meliputi penyiapan tempat pembibitan, pengadaan sarana dan prasarana serta kegiatan lain yang berhubungan dengan pengadaan bibit. b. Bibit adalah anakan yang akan dibudidayakan. Benih adalah adalah biji yang telah diseleksi dan diperlakukan dengan baik untuk tujuan budidaya. Benih dikatakan baik apabila mempunyai kemurnian dan daya kecambah tinggi (>80%). c. Bedeng tabur adalah bedengan yang berisi media/tanah untuk membiakkan benih. d. Persemaian adalah areal pembuatan dan pemeliharaan bibit yang lokasinya tetap dan dibangun dengan penataan yang sesuai serta berhubungan dengan penghutanan kembali areal kosong dan hutan rusak. Persemaian ada 3 tipe, yaitu persemaian sederhana, semi permanen dan permanen e. Maksud pengadaan bibit adalah untuk memperoleh bibit yang bermutu tinggi dalam jumlah yang memadai dan tata waktu yang tepat. Tujuannya adalah meningkatkan produktifitas hutan berupa kayu dengan menggunakan bibit berkualitas. 8. Pengadaan Bibit f. Pada prinsipnya pengadaan bibit dapat berasal dari benih, cabutan dan stek (vegetatif). g. Pengadakan bibit dari biji dan stek sungkai dapat berumur 3-5 bulan, dari cabutan anakan alam berumur 5-8 bulan dan dari stek pucuk Dipterocarp dapat berumur sekitar 1 tahun. h. Perawatan bibit dapat dilakukan dengan penyiraman, pemupukan, penyiangan, pendangiran, pemberantasan hama dan penyakit serta perenggangan. Sebelum bibit diangkut dan ditanam di lapangan, terlebih dahulu harus diadaptasikan dengan cara mengeluarkan dari bedengan untuk disusun dalam kotak bibit. i. Bibit dikatakan baik mempunyai ciri-ciri sehat, segar, daun lebat, tinggi sekitar 25-40 Cm, kokoh/ tidak ceking, perakaran kompak, lurus, tidak patah. 9. Pengayaan dan Rehabilitasi a. Pengayaan adalah kegiatan penanaman pada areal bekas tebangan yang kurang cukup mengandung permudaan jenis niagawi dengan tujuan untuk memperbaiki komposisi jenis, penyebaran pohon dan nilai tegakan. Jarak tanam pengayaan adalah 5x5 m. b. Rehabilitasi adalah kegiatan penanaman pada bidang kosong di dalam kawasan hutan agar setiap bidang hutan memiliki produktifitas dan nilai maksimum. Jarak tanam kegiatan rehabilitasi adalah 3x3 m. c. Areal yang perlu dikayakan adalah areal yang kurang permudaan yang luasnya lebih dari 1 Ha atau kumpulan dari 25 PU hasil ITT yang kurang permudaan secara mengelompok. d. Kegiatan penanaman harus didahului dengan persiapan lapangan, pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam. e. Maksud kegiatan rehabilitasi/pengayaan adalah menambah jumlah anakan semai dengan cara menanam pada areal bekas tebangan yang tidak atau kurang memiliki permudaan jenis niagawi serta menanam pada areal terbuka seperti bekas Tpn dan TPK, bekas jalan sarad serta area terbuka lainnya. Tujuannya adalah memperbaiki komposisi jenis dan penyebaran permudaan jenis niagawi serta meningkatkan nilai dan produktifitas tegakan tinggal. 10. Pemeliharaan a. Pemeliharaan adalah kegiatan perawatan tanaman, baik tanaman hasil pengayaan maupun rehabilitasi, dengan cara membersihkan jalur penanaman (penyiangan), membunuh gulma dan pohon penyaing, memperbaiki sifat fisik tanah dan tempat penanaman (pendangiran dll) serta penyulam. b. Maksud kegiatan pemeliharaan adalah membebaskan tanaman baru hasil pengayaan rehabilitasi dari berbagai bentuk gangguan tumbuhan pengganggu serta menyulam tanaman mati dengan bibit sehat. Tujuannya adalah mempertahankan jumlah tanaman pohon niagawi dan memacu pertumbuhan dan produktifitasnya 11. Pembebasan kedua a. Pembebasan Kedua dan Ketiga adalah pengulangan seperlunya pembebasan pertama agar tajuk pohon binaan selalu menerima cahaya matahari langsung dari atas atau samping serta memiliki ruang rumbuh tajuk yang baik. b. Pohon binaan yang dibebaskan ini adalah 200 pohon niagawi terpilih per Ha, termasuk 25 pohon inti. Kriteria pohon binaan adalah jarak 5-9 m, jenis niagawi, ukuran terbesar dalam kelompoknya, tajuk dan batang sehat, semua pohon berdiameter di atas 40 cm yang sehat dan baik serta pohon dilindungi. c. Maksud kegiatan ini adalah memelihara kebebasan sinar dan ruang dari tajuk pohon binaan agar riap pohon binaan maksimal. Tujuannya memusatkan riap tegakan kepada pohon binaan yang merupakan pohon niagawi terbaik dalam tegakan tinggal dan letaknya tersebar merata. d. Yang perlu dibunuh dalam kegiatan pembebasan ini adalah semua liana kecuali rotan dan jenis niagawi serta pohon yang mengganggu pohon binaan. 12. Penjarangan I, II dan III a. Penjarangan adalah kegiatan penyingkiran penyaing pohon binaan bilamana pohon binaan telah berupa tiang dan pohon. Penjarangan sebaiknya difokuskan pada penjarangan tajuk, yaitu penjarangan untuk membuang penaung dan pendesak tajuk pohon binaan. Pohon binaan adalah 200 pohon binaan per Ha termasuk pohon inti (sama dengan pembebasan II dan III). b. Maksud kegiatan penjarangan adalah untuk mempertahankan riap pohon binaan yang tinggi. Tujuannya adalah untuk memusatkan riap tegakan tinggal kepada pohon-pohon binaan yang merupakan pohon terbaik dalam tegakan tinggal. c. Penjarangan I (Et+10) dibebaskan minimal 200 tajuk pohon binaan. Penjarangan II (Et+15) dibebaskan minimal 150 tajuk pohon binaan. Penjarangan I (Et+20) dibebaskan minimal 100 tajuk pohon binaan. Evaluasi Sistem TPTI • Sistem TPTI diharapkan mengadakan perbaikan komposisi jenis dengan melakukan kegiatan penanaman/pengkayaan pada areal yang kurang permudaan. • Penanaman dapat menggunakan jenis pionir, domestik (seperti jabon, sungai), eksotik (Sengon, akasia dan ampupu) yang ditanam pada area terbuka. • Kelebihan TPTI dibandingkan dengan TPTI adalah pemisahan dan memberikan porsi kegiatan pembinaan huta sejajar dengan pemanenan dengan membuat organisasi pembinaan hutan. • Sistem TPTI dengan penebangan menggunakan limit diameter 50 cm menimbulkan kerusakan 25-40 % (Inhutani II, 1992) atau 15-25 % bila menerapkan RIL (Sukanda, 1998). • Menurut Triyono (1995) kerusakan tegakan akibat pemanenan sebesar 36,1% yang terdiri dari kerusakan akibat penebangan sebesar 5,25% dan kerusakan akibat penyaradan sebesar 30,98%. Prinsip-Prinsip Sistem TPTI 2009 1. Sistem silvikultur untuk tegakan tidak seumur 2. Teknik pemanenan dengan tebang pilih 3. Meningkatkan riap sebagai aset 4. Mempertahankan keanekaragaman hayati