PORSEC2020 MENTOR:
Dr. NURUL H. IDRIS
Dr. STEFANO VIGNUDELLI
(Group Project)
Abstract:
1. Introduction:
Pemanasan global (global warming) merupakan fenomena
peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan darat secara global dalam
jangka waktu yang panjang (Khasanah dan Marzuki, 2017). National
Aeronautics and Space Administration (NASA) (2010) menyatakan bahwa
terjadi peningkatan kenaikan suhu global dari 0.1°C pada periode tahun
1951-1981 menjadi 0.5°C pada periode tahun 1981-2009. Salah satu
dampak peningkatan suhu global adalah mencairnya lapisan es dan
gletser pada daratan Greenland, Artik dan Antartika akibat ekspansi
termal sehingga berimbas langsung terhadap pertambahan volume dan
kenaikan muka air laut (Sea Level Rise) (Ginanjar, 2019). Kenaikan muka
air laut secara konstan dalam rentang waktu yang panjang dapat
menyebabkan terjadinya intrusi air laut ke wilayah daratan (Wuriatmo dkk,
2012). Intrusi air laut ke wilayah daratan akan berdampak terhadap
tergenangnya kawasan pesisir sehingga dapat mengurangi luasan
daratan dan merusak fasilitas maupun sumberdaya alam yang ada
maupun fasilitas-fasilitas pada kawasan pesisir umum, situs sejarah, situs
kebudayaan, kawasan wisata dan lain sebagainya (Snoussi dkk, 2011;
Syah, 2013; Sidabutar dkk, 2016).
Nababan et al, 2015 menyatakan bahwa pada periode tahun 1992-
2012, rata-rata laju kenaikan muka air laut perairan Indonesia adalah
sebesar 5,84 mm/tahun dimana nilai ini hampir dua kali lebih cepat
dibandingkan laju kenaikan muka air laut global, yakni sebesar 3,1
mm/tahun. Gugusan Kepulauan Banda secara administratif terletak pada
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Kawasan pemukiman pada
Gugusan Kepulauan Banda secara keseluruhan bersinggungan sebagian
atau seluruhnya secara langsung dengan laut Banda dalam bentuk pantai
maupun tebing karang, dengan rata-rata ketinggian kawasan pemukiman
berkisar antara 0 hingga 117 mdpl (Kecamatan Banda Dalam Angka,
2018). Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan pada waktu yang akan
datang, efisiensi keberlanjutan pemanfaatan lahan pesisir kepulauan
Banda akan semakin menurun akibat intrusi air laut. Perancangan dan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jangka panjang perlu
mempertimbangkan laju kenaikan muka air laut untuk memproyeksikan
tinggi genangan. Proyeksi tinggi genangan dilakukan guna mengestimasi
sebaran dan luasan daerah yang berisiko tergenang pada zona pesisir,
agar dapat mengantisipasi dampak negatif dari bencana tersebut
(Anggriani dkk, 2012).
Proyeksi tinggi genangan dapat diperoleh melalui analisa variable
hasil regresi data fluktuasi tinggi muka air laut berdasarkan rekaman
satelit altimetri yang divalidasi dengan perhitungan komponen harmonik
pasang surut pada periode waktu tertentu. Proses tersebut sering
terkendala tidak tersedianya data pengukuran muka air secara in-situ
(pengukuran pasut) secara periodik dan dalam jangka waktu yang
panjang seperti pada Kawasan kepulauan Banda dimana, Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan menggunakan data satelit altimeter yang
lebih independen dan akurat karena satelit ini dapat merekam data dalam
waktu singkat, cakupan luas dan berulang (Nababan dkk, 2015).
Pengolahan dan pengintegrasian data-data untuk mengestimasi
sebaran dan luasan daerah yang berisiko tergenang pada zona pesisir
dapat dilakukan mengunakan pemodelan statis pada Sistem Informasi
Geografis (SIG). Penggunaan SIG memungkinkan dilakukannya
pemodelan statis berupa skenario penggenangan kawasan berbasis
analisa spasial kerentanan kawasan pesisir terhadap kenaikan permukaan
laut (Snoussi dkk, 2011). Pemodelan statis dalam mengestimasi kawasan
berpotensi tergenang dilakukan dengan asumsi bahwa naiknya muka air
laut akan menggenangi daerah yang secara topografi berdasarkan data
DEM lebih rendah dibandingkan proyeksi tinggi genangan (Syah, 2013).
Sehingga riset ini penting untuk dilakukan guna mengestimasi sebaran
spasial dan luasan daerah berpotensi tergenang akibat kenaikan muka air
laut pada gugusan kepulauan Banda sebagai bahan acuan dan kajian
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pesisir di waktu yang
akan datang secara efektif.
Data satelit altimetri tersebut telah diolah dan dikoreksi oleh AVISO
dan merupakan kompilasi data SSH hasil perekaman oleh satelit
TOPEX/POSEIDON, JASON-1, ENVISAT, GFO, ERS 1, ERS 2, dan
GEOSAT.
2. Data topografi menggunakan data Digital Elevation Model dari
Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) Kepulauan Banda yang
diunduh pada website https://earthexplorer.usgs.gov/ dengan
resolusi spasial 30 meter (1-arcsecond).
3. Data citra Landsat 8 OLI/TIRS digunakan sebagai citra acuan analisa
tutupan lahan. Data citra Landsat 8 OLI/TIRS diunduh pada situs
https://earthexplorer.usgs.gov/ .
4. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Maluku tahun 2016 skala 1:50.000.
5. Data Pasang Surut perekaman tide guide bulan Maret, 2008.
3. Methodology
Tide Harmonic
Component
Calculation of Coastal
Inundation Area and Land Land Cover Images
Cover area
y = ax + b
ymax− ymin
Laju kenaikan muka air laut =
Total tahun pengamatan
Dimana:
t0 = tahun awal
t1 = tahun akhir
Con(Con("DEM"<=X,X),Con("DEM"<=X,X)"DEM",0)
Keterangan:
X: Angka Prediksi tinggi genangan
DEM: Digital Elevation Model
CON: Conditional.
Hasil dari perhitungan tersebut masih berupa piksel dimana nilai
piksel tersebut tidak dapat dianggap sebagai area tergenang karena piksel
tersebut masih terdiri dari beberapa range kontur ketinggian yang
berbeda. Untuk memperoleh range nilai prediksi tinggi muka air laut,
dilakukan ekstraksi nilai kontur dari piksel tersebut sehingga nilai
ketinggian air laut akan lebih akurat. Proses ekstraksi kontur dapat
dilakukan dengan menggunakan toolbox 3D analyst tools kemudian pada
toolset raster surface dan dipilih contour dan dimasukan nilai tinggi
genangan pada contour interval.
4. Results and Discussion
4.1 Fluktuasi Tahunan SSH Perairan Kepulauan Banda
Variasi tinggi muka air laut tahunan hasil pengolahan data satelit
altimetri pada kawasan perairan Kepulauan Banda, diperoleh nilai
maksimum tinggi muka air laut rata-rata terdapat pada bulan Desember
hingga Maret sedangkan nilai tinggi muka air laut minimum rata-rata
terdapat pada bulan Juni hingga September yang dicontohkan dengan
grafik SSH tahun 2001.
S S H F l u c t u a ti o n i n 2 0 0 1
1.2
1
0.983567
0.982635
0.930903
0.80.897988 0.868241
0.833569
0.775832 0.787104
0.771699
0.6 0.745912 0.729944
SSH
0.672147
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Figure 2. Pola fluktuasi tinggi muka air laut musiman Perairan Laut Banda
ymax− ymin
Laju kenaikan muka air laut (SLR)=
Total tahun pengamatan
Dimana:
Ymax = 0,0076 x (18) + 0.7789
Ymin = 0,0076 x (1) + 0.7789
Total waktu pengamatan = 18 tahun
5. Future Planning
We need to develop methods to obtain more detailed topographical data
such as the use of UAVs to obtain Digital Terrain Model data with high
resolution and accuracy to model coastal inundation due to sea level rise.
6. Conclusions
Acknowledgment
We would like to thanks the Asia Pacific Network for Global Change
Research (APN; Funder ID: https://doi.org/10.13039/100005536; Award
Ref: CBA2020-08SY-Idris) for providing the support funding for attending
the capacity building development program.
References