Anda di halaman 1dari 17

ESTIMASI KAWASAN POTENSI TERGENANG AKIBAT KENAIKAN

MUKA AIR LAUT MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI,


DIGITAL ELEVATIOM MODEL (DEM) DAN TIDE GUIDE
PADA GUGUSAN KEPULAUAN BANDA

FAREL AHADYATULAKBAR ADITAMA


THEO IMANUEL NOYA

FACULTY OF FISHERIES AND MARINE SCIENCES


IPB UNIVERSITY
BOGOR - INDONESIA

PORSEC2020 MENTOR:
Dr. NURUL H. IDRIS
Dr. STEFANO VIGNUDELLI

(Group Project)
Abstract:

Keyword: Altimeter, Digital Elevation Model (DEM), Tide Guide, Coastal


Inundation.

1. Introduction:
Pemanasan global (global warming) merupakan fenomena
peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan darat secara global dalam
jangka waktu yang panjang (Khasanah dan Marzuki, 2017). National
Aeronautics and Space Administration (NASA) (2010) menyatakan bahwa
terjadi peningkatan kenaikan suhu global dari 0.1°C pada periode tahun
1951-1981 menjadi 0.5°C pada periode tahun 1981-2009. Salah satu
dampak peningkatan suhu global adalah mencairnya lapisan es dan
gletser pada daratan Greenland, Artik dan Antartika akibat ekspansi
termal sehingga berimbas langsung terhadap pertambahan volume dan
kenaikan muka air laut (Sea Level Rise) (Ginanjar, 2019). Kenaikan muka
air laut secara konstan dalam rentang waktu yang panjang dapat
menyebabkan terjadinya intrusi air laut ke wilayah daratan (Wuriatmo dkk,
2012). Intrusi air laut ke wilayah daratan akan berdampak terhadap
tergenangnya kawasan pesisir sehingga dapat mengurangi luasan
daratan dan merusak fasilitas maupun sumberdaya alam yang ada
maupun fasilitas-fasilitas pada kawasan pesisir umum, situs sejarah, situs
kebudayaan, kawasan wisata dan lain sebagainya (Snoussi dkk, 2011;
Syah, 2013; Sidabutar dkk, 2016).
Nababan et al, 2015 menyatakan bahwa pada periode tahun 1992-
2012, rata-rata laju kenaikan muka air laut perairan Indonesia adalah
sebesar 5,84 mm/tahun dimana nilai ini hampir dua kali lebih cepat
dibandingkan laju kenaikan muka air laut global, yakni sebesar 3,1
mm/tahun. Gugusan Kepulauan Banda secara administratif terletak pada
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Kawasan pemukiman pada
Gugusan Kepulauan Banda secara keseluruhan bersinggungan sebagian
atau seluruhnya secara langsung dengan laut Banda dalam bentuk pantai
maupun tebing karang, dengan rata-rata ketinggian kawasan pemukiman
berkisar antara 0 hingga 117 mdpl (Kecamatan Banda Dalam Angka,
2018). Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan pada waktu yang akan
datang, efisiensi keberlanjutan pemanfaatan lahan pesisir kepulauan
Banda akan semakin menurun akibat intrusi air laut. Perancangan dan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jangka panjang perlu
mempertimbangkan laju kenaikan muka air laut untuk memproyeksikan
tinggi genangan. Proyeksi tinggi genangan dilakukan guna mengestimasi
sebaran dan luasan daerah yang berisiko tergenang pada zona pesisir,
agar dapat mengantisipasi dampak negatif dari bencana tersebut
(Anggriani dkk, 2012).
Proyeksi tinggi genangan dapat diperoleh melalui analisa variable
hasil regresi data fluktuasi tinggi muka air laut berdasarkan rekaman
satelit altimetri yang divalidasi dengan perhitungan komponen harmonik
pasang surut pada periode waktu tertentu. Proses tersebut sering
terkendala tidak tersedianya data pengukuran muka air secara in-situ
(pengukuran pasut) secara periodik dan dalam jangka waktu yang
panjang seperti pada Kawasan kepulauan Banda dimana, Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan menggunakan data satelit altimeter yang
lebih independen dan akurat karena satelit ini dapat merekam data dalam
waktu singkat, cakupan luas dan berulang (Nababan dkk, 2015).
Pengolahan dan pengintegrasian data-data untuk mengestimasi
sebaran dan luasan daerah yang berisiko tergenang pada zona pesisir
dapat dilakukan mengunakan pemodelan statis pada Sistem Informasi
Geografis (SIG). Penggunaan SIG memungkinkan dilakukannya
pemodelan statis berupa skenario penggenangan kawasan berbasis
analisa spasial kerentanan kawasan pesisir terhadap kenaikan permukaan
laut (Snoussi dkk, 2011). Pemodelan statis dalam mengestimasi kawasan
berpotensi tergenang dilakukan dengan asumsi bahwa naiknya muka air
laut akan menggenangi daerah yang secara topografi berdasarkan data
DEM lebih rendah dibandingkan proyeksi tinggi genangan (Syah, 2013).
Sehingga riset ini penting untuk dilakukan guna mengestimasi sebaran
spasial dan luasan daerah berpotensi tergenang akibat kenaikan muka air
laut pada gugusan kepulauan Banda sebagai bahan acuan dan kajian
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pesisir di waktu yang
akan datang secara efektif.

2. DATA AND STUDY AREA

2.1 Study Area

Lokasi riset pemetaan estimasi sebaran spasial kawasan tergenang


meliputi 3 pulau pada gugusan Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku
Tengah, yakni Pulau Gunung Api, Pulau Naira dan Pulau Banda Besar.
Data perubahan tinggi muka air laut hasil perekaman satelit altimetri yang
digunakan dalam riset ini yakni selama 18 tahun pada periode tahun 1993
hingga 2011 (229 bulan).

Figure 1. Peta lokasi riset.


2.2 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
yakni, data tinggi muka air laut/sea surface hight (SSH), data topografi,
data Citra Landsat 8 OLI/TIRS dan peta dasar RBI. Data-data tersebut
diperoleh dari sumber data:
1. Data tinggi muka air laut (SSH) diunduh pada situs
https://coastwatch.pfeg.noaa.gov/. Data satelit altimetri diunduh
dengan title Sea Surface Height, Absolute, Aviso, 0.25 degrees,
Global, 1992-2012, Science Quality (1 Day Composite), Lon+/-180.
Pengunduhan data SSH dilakukan pada area sampel perairan sekitar
kepulauan banda dengan luasan 195 x 111 km 2 dengan batasan area
sampling:

Tabel 1. Batasan area sampling SSH.


Batasan Koordinat
Utara -4.0
Selatan -5.0
Timur 129.0
Barat 130.75

Data satelit altimetri tersebut telah diolah dan dikoreksi oleh AVISO
dan merupakan kompilasi data SSH hasil perekaman oleh satelit
TOPEX/POSEIDON, JASON-1, ENVISAT, GFO, ERS 1, ERS 2, dan
GEOSAT.
2. Data topografi menggunakan data Digital Elevation Model dari
Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) Kepulauan Banda yang
diunduh pada website https://earthexplorer.usgs.gov/ dengan
resolusi spasial 30 meter (1-arcsecond).
3. Data citra Landsat 8 OLI/TIRS digunakan sebagai citra acuan analisa
tutupan lahan. Data citra Landsat 8 OLI/TIRS diunduh pada situs
https://earthexplorer.usgs.gov/ .
4. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Maluku tahun 2016 skala 1:50.000.
5. Data Pasang Surut perekaman tide guide bulan Maret, 2008.
3. Methodology

Pengolahan data diawali dengan menyamakan sistem koordinat


seluruh data spasial maupun lembar kerja menggunakan sistem koordinat
WGS 1984, proyeksi: UTM, zona 52S. Pengolahan data selanjutnya
mengacu pada Anggraini dkk, (2012) yang dimodifikasi dengan tahapan-
tahapan seperti pada diagram berikut:

SSH Data SRTM Data of Landsat 8


(Altimeter and tide Banda Island OLI/TIRS Images
guide data)

Linear Regression Analysis

SLR Trend and SLR Rate

Land Height Classification Image Enhancement

Tide Harmonic
Component

Coastal Inundation Height Coastal Inundation Area Image Retifitacion

Coastal Inundation Scenario

Calculation of Coastal
Inundation Area and Land Land Cover Images
Cover area

Coastal Inundation Area Mapping


3.1 Pengolahan Data Tinggi Muka Air Laut (SSH)
Pengolahan data SSH hasil perekaman satelit altimetri untuk
memperoleh tren dan nilai laju kenaikan muka air laut dilakukan
menggunakan analisa regresi linier menggunakan persamaan menurut
Walpole (1992) sebagai berikut:

y = ax + b

Dimana nilai y merupakan variable dependen atau tak bebas yakni


tren kenaikan muka air laut. Sedangkan x merupakan variable bebas yang
menyatakan waktu, dalam hal ini adalah jumlah bulan. Kemudian untuk
memperoleh nilai laju SLR digunakan persamaan menurut Cahyadi dkk.
(2016) sebagai berikut:

ymax− ymin
Laju kenaikan muka air laut =
Total tahun pengamatan

3.1.1 Perhitungan Komponen Harmonik Pasang Surut


Perhitungan data pasang surut untuk memperoleh komponen
harmonik pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode admiralti.
Metode admiralti merupakan metode yang menganalisa data pasang surut
selama 29 hari dengan interval waktu 1 jam dengan hasil dari pengolahan
data adalah besarnya amplitudo (Z) dan undur fase (g) untuk 9 komponen
pasang surut (M2, S2, O1, P1, N2, K2, M4, MS4) serta harga rata-rata
muka air laut (mean sea level) (Ginanjar dkk, 2019). Pada riset ini, data
pasang surut yang digunakan merupakan data pasut pada bulan Maret
2008 dimana pada periode tersebut berdasarkan rekaman satelit altimetri
tinggi muka air laut perairan Banda memiliki nilai maksimal dibandingkan
dengan periode bulan lainya pada kurum waktu tahun 1993-2011.
Selanjutnya dari hasil tersebut digunakan nilai amplitudo untuk
menentukan nilai tinggi muka air laut tertinggi atau High Higher Water
Level (HHWL) dan nilai tinggi muka air laut rata-rata atau mean sea level
(MSL) dengan menggunakan persamaan:
Highest High Water Level (HHWL) = AS0 + A(M2 + S2 + K1 + O1
+ P1 + K2 + M4 + MS4)

Mean Sea Level (MSL) = S0

3.2 Pengolahan Data SRTM (Topografi)


Data topografi dilakukan dengan pengkelasan dimana nilai topografi
yang lebih tinggi dibandingkan tinggi genangan akan dihilangkan sehingga
data topografi yang lebih rendah dari nilai genangan akan digunakan
sebagai acuan area tergenang.

3.3 Retifikasi Citra Landsat 8 OLI/TIRS


Retifikasi citra Landsat 8 OLI/TIRS merupakan bagian dari proses
koreksi geometrik dimana proses ini dilakukan untuk mengoreksi
geometrik citra dengan acuan Ground Control Point (GCP) dan Image
Control Point (ICP). Titik GCP mengacu pada peta dasar RBI Maluku
tahun 2016 sehingga dalam proses ini menggunakan cara Image to Map.

3.4 Proyeksi Tinggi Genangan


Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa nilai rata-rata muka air laut /
mean sea level (MSL) dianggap sebagai titik 0 sehingga wilayah
genangan merupakan kawasan yang berada setelah tinggi muka air laut
rata-rata. Prediksi tinggi genangan Kepulauan Banda dihitung
menggunakan formula menurut Gianajar dkk, (2019):

• Proyeksi tinggi genangan tahun 2058 menggunakan formula:

HHWL + (Nilai Laju SLR x (t1-t0)) … (6)

Dimana:
t0 = tahun awal
t1 = tahun akhir

3.5 Skenario Pemodelan Genangan Akibat Kenaikan Muka Air Laut


Pemodelan genangan dilakukan dengan mengintegrasi data tinggi
permukaan tanah dan proyeksi tinggi genangan. Dalam pemodelan ini
hanya mempertimbangkan variable ketinggian permukaan tanah dan
ketinggian genangan air laut, sehingga diasumsikan bahwa daerah yang
diestimasi akan tergenang adalah daerah yang memiliki ketinggian
permukaan tanah lebih rendah mengacu pada data SRTM dibandingkan
nilai prediksi ketinggian genangan hasil pengolahan data SSH.
Selanjutnya untuk mendapatkan sebaran spasial nilai permukaan tanah
yang lebih rendah dibandingkan nilai prediksi tinggi genangan, dilakukan
pengkondisian dengan menggunakan raster Calculator pada software
arcGIS 10.7 dengan rumus sebagai berikut (Rasyda dkk, 2015):

Con(Con("DEM"<=X,X),Con("DEM"<=X,X)"DEM",0)

Keterangan:
X: Angka Prediksi tinggi genangan
DEM: Digital Elevation Model
CON: Conditional.
Hasil dari perhitungan tersebut masih berupa piksel dimana nilai
piksel tersebut tidak dapat dianggap sebagai area tergenang karena piksel
tersebut masih terdiri dari beberapa range kontur ketinggian yang
berbeda. Untuk memperoleh range nilai prediksi tinggi muka air laut,
dilakukan ekstraksi nilai kontur dari piksel tersebut sehingga nilai
ketinggian air laut akan lebih akurat. Proses ekstraksi kontur dapat
dilakukan dengan menggunakan toolbox 3D analyst tools kemudian pada
toolset raster surface dan dipilih contour dan dimasukan nilai tinggi
genangan pada contour interval.
4. Results and Discussion
4.1 Fluktuasi Tahunan SSH Perairan Kepulauan Banda
Variasi tinggi muka air laut tahunan hasil pengolahan data satelit
altimetri pada kawasan perairan Kepulauan Banda, diperoleh nilai
maksimum tinggi muka air laut rata-rata terdapat pada bulan Desember
hingga Maret sedangkan nilai tinggi muka air laut minimum rata-rata
terdapat pada bulan Juni hingga September yang dicontohkan dengan
grafik SSH tahun 2001.

S S H F l u c t u a ti o n i n 2 0 0 1
1.2
1
0.983567
0.982635
0.930903
0.80.897988 0.868241
0.833569
0.775832 0.787104
0.771699
0.6 0.745912 0.729944
SSH

0.672147
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan

Figure 2. Pola fluktuasi tinggi muka air laut musiman Perairan Laut Banda

Variasi tinggi muka air laut tersebut dipengaruhi oleh pola


pergerakan angin muson yang menggerakan massa air permukaan pada
Perairan Indonesia (ICSSR, 2010). Pada periode pergerakan angin muson
barat (Oktober-Maret), pola pergerakan angin muson bertiup dari arah
barat laut kawasan Indonesia kemudian mengalami perubahan arah ke
tenggara saat melewati khatulistiwa. Peristiwa tersebut menyebabkan
pergerakan massa air permukaan dari Laut Cina Selatan menuju Selat
Karimata kemudian ke Laut Flores hingga Perairan Laut Banda. Hal
tersebut menyebabkan tinggi muka air laut pada Perairan Laut Banda
menjadi lebih tinggi. Sebaliknya pada musim timur (April-September) pola
pergerakan angin muson bertiup dari arah tenggara kawasan Indonesia
kemudian mengalami perubahan menuju barat laut saat melewati
khatulistiwa. Pada periode tersebut, angin yang bertiup menyebabkan
pergerakan massa air permukaan dari Laut Banda menuju Laut Flores,
kemudian ke Selat Karimata hingga ke Laut Cina Selatan sehingga tinggi
muka air laut pada Perairan Laut Banda menjadi lebih rendah.
4.2 Tren Perubahan Mean Sea Level dan Laju Sea Level Rise
Data fluktuasi muka air laut rata-rata periode tahun 1993-2011 yang
dianalisa menggunakan metode regresi linear, diperoleh persamaan
fungsional y = 0.0066x +0.9877, dimana y merupakan fungsi kenaikan
muka air laut dan x merupakan fungsi waktu (18 tahun).

SSH TREND 1993-2011


1
0.9
f(x) = 0.00755105719773393 x + 0.77886207058845
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
TAHUN

Gambar 10. Grafik tren perubahan MSL tahun1993-2011

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat kecendrungan kenaikan nilai


rata-rata muka air laut, meskipun pada tahun 1997 terlihat anomali muka
air laut yang disebabkan oleh fenomena ENSO yang menyebabkan
penurunan tinggi muka air laut rata-rata tahun 1997. Nilai laju kenaikan
muka air laut selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2 sebagai berikut:

ymax− ymin
Laju kenaikan muka air laut (SLR)=
Total tahun pengamatan
Dimana:
Ymax = 0,0076 x (18) + 0.7789
Ymin = 0,0076 x (1) + 0.7789
Total waktu pengamatan = 18 tahun

((0,0076 x(18)+0,7789) –( 0,0076 x(1)+0.7789))


Laju SLR =
18
= 0.0071 m/tahun.
= 7.1 mm/tahun.
Sehingga diperoleh hasil nilai kenaikan muka air laut perairan
Kepulauan Banda adalah 7.1 mm/tahun yang berarti setiap tahunnya
terjadi kenaikan muka air laut pada perairan Kepulauan Banda sebesar
7.1 mm. Hasil ini tidak memiliki nilai yang berbeda jauh dengan penelitian
Nababan dkk, 2015 yang mengunakan data tinggi muka laut hasil
perekaman satelit altimeter periode tahun 1992-2012 dengan hasil nilai
laju kenaikan muka air laut pada Perairan Banda sebesar 8.16 mm/tahun.

4.3 Komponen Harmonik Pasut Perairan Kepulauan Banda


Pengolahan data pasang surut menggunakan metode admiralti pada
bulan maret 2008 menghasilkan konstanta harmonik dan nilai formzahl.
Konstanta pasang surut yang dihasilkan antara lain: S0, M2, S2, N2, K2,
K1, O1, P1, M4, dan MS4 yang selanjutnya digunakan untuk
menenetukan nilai MSL dan HHWL. Hasil pengolahan data diperoleh nilai
konstanta harmonik pasang surut sebagai berikut:

Tabel 5. Komponen harmonic pasut kepulauan Banda.


KOMPONEN HARMONIK PASUT
MS
  S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 K2 P1
4
A 140.3 57.8 40.2 12.2 15.8 18.8 0.0 0.3 10.8 5.2
cm 8 1 5 2 3 7 3 4 7 2
136
g0 0 863 162 101 284 173 783 162 284
6

Berdasarkan komponen harmonik tersebut, diperoleh nilai MSL (S0)


adalah 140.38 cm sedangkan nilai tinggi muka air laut tertinggi (HHWL)
adalah:

HHWL = 140.38 + (57.81 + 40.25 + 12.22 + 18.87 + 5.22 + 10.87)


= 301.82 cm.
= 3.182 meter
4.4 Proyeksi Tinggi Genangan
Tinggi genangan merupakan hasil dari pengurangan nilai tinggi muka
air laut tertinggi dengan rata-rata tinggi muka air laut selama periode
pengamatan. Selisih antara nilai rata-rata tinggi muka air laut dengan
tinggi muka air laut tertinggi merupakan genangan yang diakibatkan oleh
pasang air laut (Ginanjar, 2019). Hasil pengolahan data pasang surut
perairan Kepulauan Banda periode tahun 1993 hingga 2011, diperoleh
nilai rata-rata tinggi muka air laut/mean sea level (MSL) adalah 1.63
meter. Sedangkan nilai tinggi muka air laut tertinggi/ high higher water
level (HHWL) adalah 3.29. Sedangkan laju kenaikan muka air laut
berdasarkan pengolahan data satelit altimetri adalah 7.29 mm/tahun
sehingga, berdasarkan hasil- hasil tersebut dapat dihitung proyeksi nilai
tinggi gananggan tahun 2111 dengan perhitungan sebagai berikut:

Tinggi Genangan 2058 = (301.82 + (kenaikan muka laut x (t1-t0))


= (301.82) + (0.0071 x (2111-2011))
= 3.37 meter.

Hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai proyeksi tinggi genangan pada


tahun 2111 setinggi 3.37 meter., sehingga wilayah dengan nilai ketinggian
tanah ≤ 3.37 meter diasumsikan akan tergenang.
4.5 Sebaran Spasial Estimasi Kawasan Berpotensi Tergenang
Sebaran spasial estimasi kawasan berpotensi tergenang yang
diperoleh dari pemodelan statis dengan mengintegrasi proyeksi tinggi
genangan dengan nilai 3.37 meter tahun 2058 dan ketinggian permukaan
tanah, diperoleh hasil secara keseluruhan jumlah lokasi, luasan, dan
tutupan lahan kawasan estimasi tergenang sebagai berikut:

Tabel 9. Detail informasi lokasi tergenang.

Pulau Luasan (Ha) Tutupan Lahan

Gunung Api 0.000599 Vegetasi,Pemukiman

Banda Naira 0.000274 Vegetasi,Pemukiman

Banda Besar 0.000206 Vegetasi,Pemukiman


Pulau Gunung Api diestimasi memiliki kawasan berpotensi tergenang
terluas yakni 0.000599 Ha dengan tutupan lahan berupa vegetasi dan
kawasan pemukiman. kemudian pulau Naira dengan estimasi kawasan
tergenang seluas 0.000274 Ha, kemudain Pulau Banda Besar dengan
total luasan yang diestimasi akan tergenang pada tahun 2058 yakni
0.000206 Ha. Area dengan tutupan lahan berupa vegetasi pada kawasan
merupakan area yang paling rawan terintrusi oleh kenaikan muka air laut.

5. Future Planning
We need to develop methods to obtain more detailed topographical data
such as the use of UAVs to obtain Digital Terrain Model data with high
resolution and accuracy to model coastal inundation due to sea level rise.

6. Conclusions

Kesimpulan pada riset ini adalah:


1. Pada periode tahun 1993-2011, laju kenaikan rata-rata muka air laut
adalah sebesar 7.1 mm/tahun.
2. Tinggi genangan yang diestimasi adalah 3.182 meter
2. Pulau Gunung Api diestimasi memiliki kawasan berpotensi tergenang
terluas pada tahun 20158 yakni 0.000599 Ha kemudian pulau Naira
seluas 0.000274 Ha, dan Pulau Banda Besar yakni seluas 0.000206 Ha

Acknowledgment

We would like to thanks the Asia Pacific Network for Global Change
Research (APN; Funder ID: https://doi.org/10.13039/100005536; Award
Ref: CBA2020-08SY-Idris) for providing the support funding for attending
the capacity building development program.
References

Amarrohman F. J, Sasmito B, Sidabutar Y. L., 2016. Analisis sea level rise


dan komponen pasang surut dengan mengunakan data satelit
almtimetri Jason-2. Jurnal Geodesi Undip Vol. 5 No. 1 halaman: 243-
252.
Ambon. M. I. R., Roychansyah. M. S., Herwangi. Y. 2019. Dampak dari
Event Sail Banda 2020 Terhadap Perkembangan Wilayah
Kecamatan Banda. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Vol.15
No.1 halaman 20-32.
Anggriani. N., Trisakti. B., Soesilo. T. E. B. 2012. Pemanfaatan Data Satelit
Untuk Analisis Potensi Genagan dan Dampak Kerusakan Akibat
Kenaikan Muka Air Laut. Jurnal Penginderaan Jauh. Vol.9 No.2
halaman 140-151.
Ginanjar. S., Putri. C. K., Nurhakim. R. 2019. Kajian Kenaikan Muka Air
Laut dan Tinggi Genangan (Rock) Pada Tahun 2023, 2028 dan 2033
di Kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Jurnal
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Volume 6, nomor 2.
Khasanah. U.N., Marzuki. M.I. 2017. Analisis Kenaikan Muka Air Laut
Menggunakan Data Altimetri Untuk Aplikasi Mitigasi Perubahan Iklim
di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573. Seminar Nasional
Penginderaan Jauh ke-4.
Nababan. B., Hadianti. S., Natih. N.M.N. 2015. Dinamika Anomali Paras
Laut Perairan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
Vol.7 No.1 halaman 259-272.
Snoussi. M., Niazi. S., Khouakhi. A., Raji. O. 2011. Climate Change and
Sea Level Rise : AGIS-Based Vulnerability and Impact Assessment,
The Case Of The Moroccan Coast. Geometic Solution For Coastal
Enviroment.
Syah. A.F. 2013. Pengukuran Daerah Genangan di Pesisir Bangkalan
Akibat Naiknya Muka Air Laut. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Vol.5 No.1 halaman 67-71.
Tang, F. 2012. Coastal sea level change from satellite altimetry and tide.
Calgary: University Of Calgary Geomatics Engineering.
Walpole, R. E. 1993. Pengantar statistik edisi ke-3. Diterjemahkan oleh
B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta.
Wuriatmo. H., Koesuma. S., Yuniato. M. 2012. Analisa Sea Level Rise dari
Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2 di
Perairan Laut Pulau Jawa Periode 2000-2010. Indonesia Journal of
Applied Physics. Vol.2 No.7 halaman 65.

Anda mungkin juga menyukai