Anda di halaman 1dari 10

TUGAS APLIKASI GEODESI SATELIT

“Resume Tentang Satelit Altimetri SARAL/AltiKa,


Cryosat-2, dan Sentinel-3”

Dosen:
Dr. Eko Yuli Handoko, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Nabil Amirul Haq (6016202002)

PROGRAM MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2021
I. PENDAHULUAN
1.1 Satelit Altimetri
Teknologi satelit altimetri merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang
digunakan untuk mengamati dinamika topografi permukaan laut yang tereferensi terhadap suatu
bidang tertentu. Bidang tertentu tersebut dapat berupa suatu bidang referensi tinggi yang dapat
berupa ellipsoid, geoid, atau mean sea surface. Dalam penggunaannya bidang-bidang referensi
tersebut menjadi acuan untuk menentukan kedudukan tinggi muka air laut. Satelit Altimetri
mulai berkembang sejak 1973, dengan satelit pertama ciptaan NASA, yaitu Skylab. Pada
dasarnya, satelit altimetri ini bertujuan untuk memahami lebih dalam sistem iklim global serta
peran yang dimainkan lautan (Abidin, 2001). Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri
mempunyai tiga obyektif ilmiah jangka panjang, yaitu:
 Mengamati sirkulasi lautan global,
 Memantau volume dari lempengan es kutub, dan
 Mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global.
Obyek-obyektif di atas dimaksudkan untuk memahami secara lebih mendalam sistem iklim
global serta peran yang dimainkan oleh lautan di dalamnya. Dengan kemampuannya untuk
mengamati topografi dan dinamika dari permukaan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri
tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan bermanfaat
untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi lainnya seperti
 penentuan topografi permukaan laut (SST),
 penentuan topografi permukaan es,
 penentuan geoid di wilayah lautan,
 penentuan karakteristik arus dan eddies,
 penentuan tinggi (signifikan) dan panjang (dominan) gelombang,
 studi pasang surut di lepas pantai,
 penentuan kecepatan angin di atas permukaan laut,
 penentuan batas wilayah laut dan es,
 studi fenomena El Nino, dan
 unifikasi datum tinggi antar pulau.
1.2 Prinsip Dasar Satelit Altimetri
Prinsip dasar dari satelit altimetri adalah mengukur jarak (R) dari sensor satelit ke
permukaan air laut yang telah tereferensi pada suatu bidang referensi tertentu (Fu & Cazenave,
2001). Satelit altimetri merupakan salah satu teknologi yang terus dikembangkan sampai saat ini
untuk mengetahui dan mendapatkan data permukaan laut serta fenomenanya. Sistem satelit
altimetri terdiri atas tiga komponen utama yaitu radar altimeter, radiometer, dan Positioning
System. Radar altimeter digunakan untuk mengamati tinggi satelit di atas permukaan laut dan
sistem pelacak yang berfungsi untuk menentukan tinggi satelit diatas elipsoid referensi tertentu
dengan teknik penentuan tinggi teliti. Radar altimeter akan mengukur jarak dari satelit ke
permukaan target dengan memanfaatkan informasi waktu tempuh, radar altimetri memanfaatkan
gelombang elektromagnetik. Radiometer berfungsi untuk mengukur kondisi atmosfer, sedangkan
Positioning System berfungsi untuk menentukan posisi satelit yang presisi pada bidang orbitnya.
Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh Radar Altimetri akan dipantulkan
oleh permukaan air laut, dan kemudian pantulan tersebut diterima oleh satelit altimetri, data
waktu tempuh gelombang pantul tersebut dikonversi menjadi data jarak dengan persamaan
sebagai berikut:
c ∆t
R=
2
di mana:
R = jarak antara satelit dengan permukaan laut sesaat
Δt = perbedaan waktu tempuh saat pemancaran dan saat penerimaan sinyal
c = kecepatan rambat sinyal
Ilustrasi dari prinsip dasar satelit altimetri dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Prinsip Pengukuran Jarak Satelit Altimetri


(Scharoo, 2002)
Satelit altimetri dilengkapi dengan sistem penentuan posisi yang terikat dengan bidang
ellipsoid bumi, dengan diketahuinya tinggi satelit di atas bidang ellipsoid, maka ketinggian
permukaan laut di atas ellipsoid dapat di hitung. Tinggi muka air laut yang sudah tereferensi
dengan bidang ellipsoid dapat disebut dengan Sea Surface Height (SSH). Formula sederhana
untuk menghitung SSH adalah sebagai berikut:
SSH=H−R
di mana:
SSH = Tinggi muka air laut pada bidang ellipsoid
H = Tinggi satelit di atas bidang ellipsoid
R = Jarak satelit dengan permukaan air laut sesaat
Jika diketahui undulasi geoid (hg) di daerah tersebut, maka tinggi permukaan laut di atas
geoid (hd) atau bisa disebut Sea Surface Topography (SST). Bidang geoid secara praktik
dianggap berhimpit dengan MSL atau MSS (Mean Sea Surface) maka dari itu SST juga dapat
dikatakan sebagai tinggi permukaan laut di atas MSS. SST dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
h d=H −R−h g
di mana:
hd = Tinggi muka air laut di atas geoid (SST)
H = Tinggi satelit di atas bidang ellipsoid
R = Jarak satelit dengan permukaan air laut sesaat
Hg = Undulasi geoid
Ilustrasi dari SSH dan SST dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penentuan SST
Topografi muka laut (SST) dapat diklasifikasikan ke dalam dua komponen yaitu:
1. Komponen statik, disebabkan oleh adanya arus laut, efek meteorologis, salinitas, dan
temperatur air laut.
2. Komponen dinamik, disebabkan oleh adanya gelombang laut, pasang surut air laut, da
variasi tekanan udara.

Gambar 3. Komponen Statik dan Dinamik


Dari dua komponen topografi muka laut tersebut yang ingin diketahui pada umumnya
adalah komponen statik dari topografi muka laut. Dengan demikian untuk mendapatkan tinggi
muka laut yang hanya memiliki komponen statik, maka komponen dinamik harus dihilangkan
dengan cara mengeliminir efek gelombang, pasang surut, dan variasi tekanan udara.
Untuk mendapatkan topografi muka laut komponen statik yang terhindar dari kesalahan
dan bias maka diterapkan koreksi-koreksi pada hasil pengukurannya. Dengan demikian tinggi
permukaan laut di atas geoid (hd) yang efek dinamisnya sudah dihilangkan atau yang bisa disebut
dengan Sea Level Anomaly (SLA) dapat ditentukan dengan persamaan (Naeije dkk, 1994).
ℎSLA = H - 𝑅 - Σ∆𝑅- ℎd
dimana:
ℎSLA = tinggi permukaan laut diatas ellipsoid/SSH
H = tinggi satelit diatas ellipsoid
𝑅 = jarak observasi antena altimeter satelit dengan permukaan air sementara
Σ∆𝑅 = jumlah koreksi jarak dan koreksi efek dinamis
hd = Tinggi muka air laut di atas geoid (SST)
1.3 Koreksi-Koreksi
Nilai ketinggian permukaan laut yang sudah bisa dianggap benar umumnya sudah
melewati proses koreksi yang terdiri dari koreksi jarak dan koreksi efek dinamis (koreksi
geofisika yang terdiri dari pasang surut, efek gelombang, dan variasi tekanan udara). Berikut
penjelasan mengenai koreksi – koreksi tersebut (Moody et al, 1996).
a. Koreksi Troposfer Kering (Dry Tropospheric correction /DTC)
Jalur sinyal radar yang melalui atmosfer atmosfer akan terhambat oleh gas – gas
(nitrogen, oksigen, dll) yang berada di lapisan troposfer. Keterlambatan sinyal tersebut
akan memberikan efek jarak yang lebih panjang, sehingga perlu dikoreksi dengan DTC.
Terdapat dua jenis model yang sering digunakan untuk DTC, yakni: European Centre for
Medium-Range Forecasts (ECMWF) dan U.S. National Centers for Environmental
Prediction (NCEP). Keduanya menyajikan grid reguler pada interval reguler dan tekanan
permukaan akan diinterpolasi dari grid ini.
b. Koreksi Troposfer Basah (Wet Tropospheric correction /WTC)
Refraksi akibat wet troposphere terkait dengan keberadaan uap air di lapisan
troposfer, dan kandungan air di dalam awan. Keterlambatan akibat refraksi ini dapat
dikoreksi menggunakan WTC. Meskipun lebih kecil dari DTC, koreksi ini lebih rumit
kerena tingginya variasi temporal dalam ruang dan waktu yang cepat. WTC dapat
dihitung menggunakan on-board microwave radiometer (MWR) pada satelit atau
kumpulan pengamatan ground-base seperti ECMWF. Kandungan uap air ini dapat
dideteksi secara akurat menggunakan tiga frekuensi microwave yang terdapat dalam
satelit seperti TOPEX/Poseidon (TMR) dan Jason (JMR).
c. Koreksi Ionosfer (Ionospheric Correction)
Pembiasan terhadap gelombang elektromagnetik di lapisan ionosfer bumi
berhubungan dengan keberadaan elektron bebas dan ion pada altitude diatas 100 km
seperti H+, N+, O+, dan He+. Refraksi pada lapisan ionosfer ini dapat dikoreksi
menggunakan model JPL (Jet Propulsion Laboratory) GIM (Global Ionosphere Map),
model NIC09 (NOAA Ionosphere Climatology 2009), serta koreksi dual-frequency
ionosphere.
d. Koreksi Sea State Bias (SSB)
SSB merupakan bias dari perhitungan jarak altimeter terhadap gelombang laut.
Pembiasan semakin meningkat karena tiga hal, yakni: electromagnetic (EM) bias,
skewness bias, dan instrument tracker bias. Koreksi SSB didapatkan menggunakan
model BM4 parametric dan model non-parametric sea state.
e. Koreksi Pasang-Surut (Tides correction)
Koreksi pasang surut terdiri dari Ocean Tide, Loading Tide, Solid Earth Tide, dan
Pole Tide. Dari koreksi tersebut, Ocean Tide yang paling mendominasi.
f. Koreksi Dinamika Atmosferik (Dynamic Atmospheric correction/DAC)
Lautan akan bereaksi terhadap kondisi tekanan udara (inverted barometer) yang
besar, laut akan naik ketika tekanan rendah dan turun ketika tekanan tinggi. Model two-
dimensional Gravity wave (MOG2D) digunakan sebagai koreksi DAC.
Gambar 4. Koreksi Pada Altimetri
II. SARAL/ALtiKa
2.1 Overview
TOPEX/Poseidon merupakan misi satelit altimetri gabungan antara NASA (Amerika)
dengan CNES (Prancis) untuk memetakan topografi permukaan laut yang diluncurkan pada 10
Agustus 1992 dan berakhir pada 18 Januari 2006. Satelit ini membantu merevolusi penyediaan
data oseanografi yang sebelumnya sangat tidak mungkin untuk didapatkan (Munk, 2002).
Radar altimetri dari TOPEX/Poseidon adalah yang pertama kali menyediakan cakupan
global data topografi muka air laut secara kontinyu. Satelit ini memiliki tinggi orbit 1336km di
atas bumi periode orbit 112,4 menit, inklinasi 66 o, serta 10 kali repeat cycle, sehingga dapat
menghasilkan pengukuran tinggi muka air laut sebesar 95% dari luas lautan tanpa es di bumi ini,
dengan resolusi 3,3cm.
Misi dari TOPEX/Poseidon adalah untuk menentukan:
 Mengukur permukaan air laut dengan akurasi yang sangat teliti dibanding satelit altimetri
sebelumnya.
 Memetakan pasut global untuk pertama kalinya.
 Memonitor efek dari arus laut terhadap perubahan iklim dan memproduksi tampilan
global perubahan musiman dari arus laut.
 Memonitor fitur laut dengan skala besar.
 Memetakan variasi arus basin-wide.
 Memetakan perubahan panas yang disimpan di permukaan laut.
 Menambah pengetahuan tentang medan gravitasi Bumi.
 Mengamati suhu laut selama periode 10 tahun.
2.2 Sistem
1. Radar Altimeter
Satelit TOPEX/Poseidon memiliki 2 altimeter yang terdiri dari:
 TOPEX: Merupakan radar altimeter ciptaan NASA yang dirancang mengarah ke nadir dan
menggunkanan C-Band (5,3GHz) dan Ku-Band (13,6GHz) untuk mengukur jarak satelit ke
permukaan air laut.
 Poseidon: Merupakan radar altimeter ciptaan CNES, radar ini juga mengarah ke nadir dan
menggunakan Ku-Band pada frekuensi 13,65GHz.
2. Radiometer
Radiometer pada satelit ini menggunakan TOPEX Microwave Radiometer (TMR) yang
beroperasi pada frekuensi 18, 21, dan 37 GHz yang berfungsi sebagai koreksi atmosfer.
3. Positioning System
Satelit TOPEX/Poseidon memiliki 3 sistem penentuan posisi yang beroperasi sendiri-
sendiri yang berfungsi untuk menentukan posisi satelit, berikut ini adalah macam-macamnya:
 NASA Laser Retroreflector Array (LRA) merupakan sinar laser yang dipantulkan oleh
satelit dari pemancar yang berada di Stasiun Laser Ranging.
 CNES DORIS merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi microwave
doppler untuk melacak satelit, DORIS terdiri dari receiver yang dipasang di satelit dan
juga jaringan global yang terdiri dari 40 sampai 50 Stasiun Transmisi yang berbasis di
bumi.
 GPS, walaupun saat itu masih dalam demonstrasi, tapi receiver GPS ini dapat menentukan
posisi dengan sangat teliti secara terus menerus. Satelit TOPEX/Poseidon ini merupakan
satelit pertama yang digunakan GPS untuk uji coba penggunaan GPS untuk penentuan
posisi secara teliti dari wahana antariksa.
III. JASON-1
3.1 Overview
Pada tahun 2001, setelah peluncuran TOPEX/Poseidon, NASA dan CNES kemudian
meluncurkan satelit altimetri baru Bernama Jason-1 untuk melanjutkan misi oseanografi.
TOPEX/Poseidon dan Jason-1 selama 3 tahun melakukan pengukuran secara bersamaan,
sehingga mengakibatkan tersedianya dua kali cakupan permukaan laut, sehingga para ilmuan dan
peneliti dapat mempeajari fitur yang jauh lebih detil jika dibandingkan hanya diamati satu satelit.
Jason-1 memiliki tinggi orbit 1336km, periode orbit 2 jam, inklinasi 66o, dan9,9 hari repeat
cycle.
Jason-1 dirancang untuk mengukur perubahan iklim dengan pengukuran perubahan muka
air laut global tahunan yang memiliki presisi hingga 1mm. Sama seperti TOPEX/Poseidon,
Jason-1 menggunakan altimeter untuk mengukur ‘bukit’ dab ‘lembah’ pada permukaan laut, dari
pengukuran tersebut, ilmuan dapat menghitung kecepatan dan arah arus laut dan mengamati
sirkulasi laut global. Karena Sebagian besar panas dari sinar matahari disimpan di permukaan
laut, maka dari itu hasil pengukuran Jason-1 dapat menunjukkan dimana posisi panas tersebut
disimpan, bergerak mengikuti arus laut, dan dampaknya bagi iklim.
Pada 21 Juni 2013, kontak satelit Jason-1 terputus, beberapa cara untuk menghubungkan
kembali komunikasi dengan satelit Jason-1 gagal, dan akhirnya pada 1 Juli 2013 Operator
mengirimkan perintah untuk mematikan Jason-1, dan bangkai satelitnya akan tetap ada pada
orbit kurang lebih 1000 tahun.
3.2 Sistem
Sama seperti TOPEX/Poseidon, Jason-1 juga memiliki 3 komponen sitem utama seperti
pada satelit altimetri lainnya, yaitu:
1. Radar Altimeter
Berbeda dengan TOPEX/Poseidon, Jason-1 hanya mempunyai 1 radar altimeter, yaitu
Poseidon-2 yang merupakan radar altimeter yang mengarah ke nadir, dan dengan
menggunakan C-band serta Ku-band untuk mengukur jarak antara sensor di satelit dengan
muka air laut.
2. Radiometer
Radiometer pada satelit ini menggunakan Jason Microwave Radiometer (JMR) yang
mengukur uap air sepanjang jalur yang ditempuh gelombang radar altimeter untuk
mengoreksi delay pengukuran.
3. Positioning System
Satelit Jason-1 memiliki 3 sistem penentuan posisi yang beroperasi sendiri-sendiri yang
berfungsi untuk menentukan posisi satelit, berikut ini adalah macam-macamnya:
 NASA Laser Retroreflector Array (LRA) merupakan sinar laser yang dipantulkan oleh
satelit dari pemancar yang berada di Stasiun Laser Ranging.
 CNES DORIS merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi microwave
doppler untuk melacak satelit dan penentuan orbit dengan ketelitian 10cm atau kurang,
serta untuk koreksi ionosfer pada pengukuran radar altimeter Poseidon-2, DORIS terdiri
dari receiver yang dipasang di satelit dan juga jaringan global yang terdiri dari 40 sampai
50 Stasiun Transmisi yang berbasis di bumi.
 Black Jack GPS, berbeda dengan TOPEX/Poseidon, pada Jason-1 sudah menggunakan
receiver GPS yang jauh lebih presisi karena evaluasi pada saat penerapan di misi
TOPEX/Poseidon.
IV. Ocean Surface Topography Mission/JASON-2
4.1 Overview
Ocean Surface Topography Mission (OSTM) atau bisa disebut Jason-2 merupakan seri
satelit ketiga yang diluncurkan pada 20 Juni 2008 oleh NASA/CNES setelah TOPEX/Poseidon
dan Jason-1, selain kerjasama antara NASA dengan CNES, pada jason-2 juga menggandeng
NOAA dan EUMETSAT. Sama seperti pendahulunya, Jason-2 juga menggunakan altimeter
dengan presisi tinggi untuk mengukur jarak antara satelit dengan muka air laut. Observasi variasi
tinggi muka air laut yang sangat akurat ini menyediakan informasi muka air laut secara global,
kecepatan dan arah arus, serta distribusi panas yang disimpan di laut. Jason-2 memiliki orbit
1336km, inklinasi 66o, periode orbit 112 menit, dan 9,9 hari repeat cycle (NASA, 2008).
Pada Jason-2, terdapat beberapa tujuan yang harus diselesaikan, antara lain:
 Menyambung deret waktu pengukuran topografi muka air laut yang telah dilakukan
TOPEX/Poseidon dan Jason-1, untuk menyelesaikan pengamatan selama dua dekade
 Menyediakan data pengukuran topografi muka air laut global minimal 3 tahun
 Menjelaskan variabilitas dari sirkulasi laut pada skala waktu decade dari data yang
dikombinasikan dengan pendahulunya
 Meningkatkan rata-rata waktu pengukuran sirkulasi laut
 Meningkatkan pengukuran perubahan muka air laut global
 Meningkatkan model pasang surut air laut global
Satelit OSTM/Jason-2 dapat bertahan hingga 11 tahun, 3 bulan, dan 18 hari, dimana
melebihi perkiraan yang direncanakan yang hanya 3 tahun, dan Jason-2 dimatikan pada 9
Oktober 2019.
4.2 Sistem
Sama seperti TOPEX/Poseidon dan juga Jason-1, Jason-2 juga memiliki 3 komponen sitem
utama seperti pada satelit altimetri lainnya, yaitu:
1. Radar Altimeter
Berbeda dengan TOPEX/Poseidon, Jason-2 hanya mempunyai 1 radar altimeter, yaitu
Poseidon-3 yang merupakan radar altimeter yang mengarah ke nadir, dan dengan
menggunakan C-band serta Ku-band untuk mengukur jarak antara sensor di satelit dengan
muka air laut.
2. Radiometer
Radiometer pada satelit ini menggunakan Advanced Microwave Radiometer (AMR) yang
mengukur uap air sepanjang jalur yang ditempuh gelombang radar altimeter untuk
mengoreksi delay pengukuran dengan frekuensi 18,7, 23,8, and 34 GHz.
3. Positioning System
Satelit Jason-2 memiliki 3 sistem penentuan posisi yang beroperasi sendiri-sendiri yang
berfungsi untuk menentukan posisi satelit, berikut ini adalah macam-macamnya:
 NASA Laser Retroreflector Array (LRA) merupakan sinar laser yang dipantulkan oleh
satelit dari pemancar yang berada di Stasiun Laser Ranging.
 CNES DORIS merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi microwave
doppler untuk melacak satelit dan penentuan orbit dengan ketelitian 10cm atau kurang,
serta untuk koreksi ionosfer pada pengukuran radar altimeter Poseidon-3, DORIS terdiri
dari receiver yang dipasang di satelit dan juga jaringan global yang terdiri dari 40 sampai
50 Stasiun Transmisi yang berbasis di bumi.
 GPS, pada Jason-2 sudah menggunakan receiver GPS untuk menentukan posisi satelit
dengan cara triangulasi, dengan begitu, posisi satelit Jason-2 ini bisa terus dipantau secara
kontinyu.
V. JASON-3
5.1 Overview
Jason-3 merupakan satelit altimetri yang diciptakan oleh kerja sama antara European
Organisation for the Exploitation of Meteorogical Satellites (EUMETSAT), NASA, NOAA, dan
CNES yang sudah bekerja sama sejak proyek TOPEX/Poseidon. Satelit ini mempunya misi
untuk mensupply data untuk kegiatan penelitian, komersil dan aplikasi praktis pada kenaikan
muka air laut, suhu permukaan air laut, sirkulasi suhu air laut, dan perubahan iklim. Sama seperti
pendahulunya, Jason-3 juga menggunakan altimeter dengan presisi tinggi untuk mengukur jarak
antara satelit dengan muka air laut dengan ketelitian sekitar 3,3cm. Jason-3 memiliki orbit
1331,7km, inklinasi 66o, periode orbit 112,42 menit, dan 9,9 hari repeat cycle (CNES et al,
2018).
Pengguna utama data Jason-3 adalah orang-orang yang bergantung pada ramalan cuaca
dan kondisi laut untuk tujuan keselamatan navigasi, perdagangan, serta lingkungan. Pengguna
tersebut termasuk para ilmuan yang peduli dengan pemanasan global dan hubungannya dengan
kondisi laut. NOAA dan EUMETSAT menggunakan data Jason-3 secara umum untuk
monitoring angin dan gelombang laut, intensitas badai, arus permukaan laut, prediksi El Nino
dan La Nina, kondisi lingkungan seperti menyebarnya alga, serta monitoring muka air danau dan
sungai. NASA dan CNES lebih tertarik untuk penggunaan dibidang riset untuk perencanaan
mengatasi perubahan iklim.
5.2 Sistem
Sama seperti pendahulunya, Jason-3 juga memiliki 3 komponen sitem utama seperti pada
satelit altimetri lainnya, yaitu:
1. Radar Altimeter
Berbeda dengan TOPEX/Poseidon, Jason-3 hanya mempunyai 1 radar altimeter, yaitu
Poseidon-3B yang merupakan radar altimeter yang mengarah ke nadir, dan dengan
menggunakan C-band serta Ku-band untuk mengukur jarak antara sensor di satelit dengan
muka air laut.
2. Radiometer
Radiometer pada satelit ini menggunakan Advanced Microwave Radiometer 2 (AMR-2)
yang mengukur uap air sepanjang jalur yang ditempuh gelombang radar altimeter untuk
mengoreksi delay pengukuran.
3. Positioning System
Satelit Jason-3 memiliki 3 sistem penentuan posisi yang beroperasi sendiri-sendiri yang
berfungsi untuk menentukan posisi satelit, berikut ini adalah macam-macamnya:
 NASA Laser Retroreflector Array (LRA) merupakan sinar laser yang dipantulkan oleh
satelit dari pemancar yang berada di Stasiun Laser Ranging.
 CNES DORIS merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi microwave
doppler untuk melacak satelit dan penentuan orbit dengan ketelitian 10cm atau kurang,
serta untuk koreksi ionosfer pada pengukuran radar altimeter Poseidon-3B, DORIS terdiri
dari receiver yang dipasang di satelit dan juga jaringan global yang terdiri dari 40 sampai
50 Stasiun Transmisi yang berbasis di bumi.
 GPS, pada Jason-3 sudah menggunakan receiver GPS untuk menentukan posisi satelit
dengan cara triangulasi, dengan begitu, posisi satelit Jason-2 ini bisa terus dipantau secara
kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z. 2001. Geodesi Satelit. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
CNES, EUMETSAT, NASA, and NOAA. 2018. Jason-3 Products Handbook.
Moody, J., et al. 1996. Atmospheric deposition of nutrients to the North Atlantic basin.
Biogeochemistry 35: 25-73.
Munk, Walter. 2002. The U.S. Commission on Ocean Policy. San Diego: University of
California.
Naeije, M. C. 1994, Ocean dynamics from the ERS-1 35-day repeat mission. Hamburg:
Proceeding of Second ERS-1 Symposium.
NASA. 2008. Ocean Surface Topography Mission/ Jason-2 Launch. Washington: NASA
PressKit

Anda mungkin juga menyukai