Anda di halaman 1dari 11

TUGAS APLIKASI GEODESI SATELIT

“Resume Tentang Satelit Altimetri GOCE dan


CHAMP”

Dosen:
Dr. Eko Yuli Handoko, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Nabil Amirul Haq (6016202002)

PROGRAM MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2021
I. PENDAHULUAN
1.1 Satelit Altimetri
Teknologi satelit altimetri merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang
digunakan untuk mengamati dinamika topografi permukaan laut yang tereferensi terhadap suatu
bidang tertentu. Bidang tertentu tersebut dapat berupa suatu bidang referensi tinggi yang dapat
berupa ellipsoid, geoid, atau mean sea surface. Dalam penggunaannya bidang-bidang referensi
tersebut menjadi acuan untuk menentukan kedudukan tinggi muka air laut. Satelit Altimetri
mulai berkembang sejak 1973, dengan satelit pertama ciptaan NASA, yaitu Skylab. Pada
dasarnya, satelit altimetri ini bertujuan untuk memahami lebih dalam sistem iklim global serta
peran yang dimainkan lautan (Abidin, 2001). Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri
mempunyai tiga obyektif ilmiah jangka panjang, yaitu:
 Mengamati sirkulasi lautan global,
 Memantau volume dari lempengan es kutub, dan
 Mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global.
Obyek-obyektif di atas dimaksudkan untuk memahami secara lebih mendalam sistem iklim
global serta peran yang dimainkan oleh lautan di dalamnya. Dengan kemampuannya untuk
mengamati topografi dan dinamika dari permukaan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri
tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan bermanfaat
untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi lainnya seperti
 penentuan topografi permukaan laut (SST),
 penentuan topografi permukaan es,
 penentuan geoid di wilayah lautan,
 penentuan karakteristik arus dan eddies,
 penentuan tinggi (signifikan) dan panjang (dominan) gelombang,
 studi pasang surut di lepas pantai,
 penentuan kecepatan angin di atas permukaan laut,
 penentuan batas wilayah laut dan es,
 studi fenomena El Nino, dan
 unifikasi datum tinggi antar pulau.
1.2 Prinsip Dasar Satelit Altimetri
Prinsip dasar dari satelit altimetri adalah mengukur jarak (R) dari sensor satelit ke
permukaan air laut yang telah tereferensi pada suatu bidang referensi tertentu (Fu & Cazenave,
2001). Satelit altimetri merupakan salah satu teknologi yang terus dikembangkan sampai saat ini
untuk mengetahui dan mendapatkan data permukaan laut serta fenomenanya. Sistem satelit
altimetri terdiri atas tiga komponen utama yaitu radar altimeter, radiometer, dan Positioning
System. Radar altimeter digunakan untuk mengamati tinggi satelit di atas permukaan laut dan
sistem pelacak yang berfungsi untuk menentukan tinggi satelit diatas elipsoid referensi tertentu
dengan teknik penentuan tinggi teliti. Radar altimeter akan mengukur jarak dari satelit ke
permukaan target dengan memanfaatkan informasi waktu tempuh, radar altimetri memanfaatkan
gelombang elektromagnetik. Radiometer berfungsi untuk mengukur kondisi atmosfer, sedangkan
Positioning System berfungsi untuk menentukan posisi satelit yang presisi pada bidang orbitnya.
Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh Radar Altimetri akan dipantulkan
oleh permukaan air laut, dan kemudian pantulan tersebut diterima oleh satelit altimetri, data
waktu tempuh gelombang pantul tersebut dikonversi menjadi data jarak dengan persamaan
sebagai berikut:
c ∆t
R=
2
di mana:
R = jarak antara satelit dengan permukaan laut sesaat
Δt = perbedaan waktu tempuh saat pemancaran dan saat penerimaan sinyal
c = kecepatan rambat sinyal
Ilustrasi dari prinsip dasar satelit altimetri dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Prinsip Pengukuran Jarak Satelit Altimetri


(Scharoo, 2002)
Satelit altimetri dilengkapi dengan sistem penentuan posisi yang terikat dengan bidang
ellipsoid bumi, dengan diketahuinya tinggi satelit di atas bidang ellipsoid, maka ketinggian
permukaan laut di atas ellipsoid dapat di hitung. Tinggi muka air laut yang sudah tereferensi
dengan bidang ellipsoid dapat disebut dengan Sea Surface Height (SSH). Formula sederhana
untuk menghitung SSH adalah sebagai berikut:
SSH=H−R
di mana:
SSH = Tinggi muka air laut pada bidang ellipsoid
H = Tinggi satelit di atas bidang ellipsoid
R = Jarak satelit dengan permukaan air laut sesaat
Jika diketahui undulasi geoid (hg) di daerah tersebut, maka tinggi permukaan laut di atas
geoid (hd) atau bisa disebut Sea Surface Topography (SST). Bidang geoid secara praktik
dianggap berhimpit dengan MSL atau MSS (Mean Sea Surface) maka dari itu SST juga dapat
dikatakan sebagai tinggi permukaan laut di atas MSS. SST dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
h d=H −R−h g
di mana:
hd = Tinggi muka air laut di atas geoid (SST)
H = Tinggi satelit di atas bidang ellipsoid
R = Jarak satelit dengan permukaan air laut sesaat
Hg = Undulasi geoid
Ilustrasi dari SSH dan SST dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penentuan SST
Topografi muka laut (SST) dapat diklasifikasikan ke dalam dua komponen yaitu:
1. Komponen statik, disebabkan oleh adanya arus laut, efek meteorologis, salinitas, dan
temperatur air laut.
2. Komponen dinamik, disebabkan oleh adanya gelombang laut, pasang surut air laut, da
variasi tekanan udara.

Gambar 3. Komponen Statik dan Dinamik


Dari dua komponen topografi muka laut tersebut yang ingin diketahui pada umumnya
adalah komponen statik dari topografi muka laut. Dengan demikian untuk mendapatkan tinggi
muka laut yang hanya memiliki komponen statik, maka komponen dinamik harus dihilangkan
dengan cara mengeliminir efek gelombang, pasang surut, dan variasi tekanan udara.
Untuk mendapatkan topografi muka laut komponen statik yang terhindar dari kesalahan
dan bias maka diterapkan koreksi-koreksi pada hasil pengukurannya. Dengan demikian tinggi
permukaan laut di atas geoid (hd) yang efek dinamisnya sudah dihilangkan atau yang bisa disebut
dengan Sea Level Anomaly (SLA) dapat ditentukan dengan persamaan (Naeije dkk, 1994).
ℎSLA = H - 𝑅 - Σ∆𝑅- ℎd
dimana:
ℎSLA = tinggi permukaan laut diatas ellipsoid/SSH
H = tinggi satelit diatas ellipsoid
𝑅 = jarak observasi antena altimeter satelit dengan permukaan air sementara
Σ∆𝑅 = jumlah koreksi jarak dan koreksi efek dinamis
hd = Tinggi muka air laut di atas geoid (SST)
1.3 Koreksi-Koreksi
Nilai ketinggian permukaan laut yang sudah bisa dianggap benar umumnya sudah
melewati proses koreksi yang terdiri dari koreksi jarak dan koreksi efek dinamis (koreksi
geofisika yang terdiri dari pasang surut, efek gelombang, dan variasi tekanan udara). Berikut
penjelasan mengenai koreksi – koreksi tersebut (Moody et al, 1996).
a. Koreksi Troposfer Kering (Dry Tropospheric correction /DTC)
Jalur sinyal radar yang melalui atmosfer atmosfer akan terhambat oleh gas – gas
(nitrogen, oksigen, dll) yang berada di lapisan troposfer. Keterlambatan sinyal tersebut
akan memberikan efek jarak yang lebih panjang, sehingga perlu dikoreksi dengan DTC.
Terdapat dua jenis model yang sering digunakan untuk DTC, yakni: European Centre for
Medium-Range Forecasts (ECMWF) dan U.S. National Centers for Environmental
Prediction (NCEP). Keduanya menyajikan grid reguler pada interval reguler dan tekanan
permukaan akan diinterpolasi dari grid ini.
b. Koreksi Troposfer Basah (Wet Tropospheric correction /WTC)
Refraksi akibat wet troposphere terkait dengan keberadaan uap air di lapisan
troposfer, dan kandungan air di dalam awan. Keterlambatan akibat refraksi ini dapat
dikoreksi menggunakan WTC. Meskipun lebih kecil dari DTC, koreksi ini lebih rumit
kerena tingginya variasi temporal dalam ruang dan waktu yang cepat. WTC dapat
dihitung menggunakan on-board microwave radiometer (MWR) pada satelit atau
kumpulan pengamatan ground-base seperti ECMWF. Kandungan uap air ini dapat
dideteksi secara akurat menggunakan tiga frekuensi microwave yang terdapat dalam
satelit seperti TOPEX/Poseidon (TMR) dan Jason (JMR).
c. Koreksi Ionosfer (Ionospheric Correction)
Pembiasan terhadap gelombang elektromagnetik di lapisan ionosfer bumi
berhubungan dengan keberadaan elektron bebas dan ion pada altitude diatas 100 km
seperti H+, N+, O+, dan He+. Refraksi pada lapisan ionosfer ini dapat dikoreksi
menggunakan model JPL (Jet Propulsion Laboratory) GIM (Global Ionosphere Map),
model NIC09 (NOAA Ionosphere Climatology 2009), serta koreksi dual-frequency
ionosphere.
d. Koreksi Sea State Bias (SSB)
SSB merupakan bias dari perhitungan jarak altimeter terhadap gelombang laut.
Pembiasan semakin meningkat karena tiga hal, yakni: electromagnetic (EM) bias,
skewness bias, dan instrument tracker bias. Koreksi SSB didapatkan menggunakan
model BM4 parametric dan model non-parametric sea state.
e. Koreksi Pasang-Surut (Tides correction)
Koreksi pasang surut terdiri dari Ocean Tide, Loading Tide, Solid Earth Tide, dan
Pole Tide. Dari koreksi tersebut, Ocean Tide yang paling mendominasi.
f. Koreksi Dinamika Atmosferik (Dynamic Atmospheric correction/DAC)
Lautan akan bereaksi terhadap kondisi tekanan udara (inverted barometer) yang
besar, laut akan naik ketika tekanan rendah dan turun ketika tekanan tinggi. Model two-
dimensional Gravity wave (MOG2D) digunakan sebagai koreksi DAC.
Gambar 4. Koreksi Pada Altimetri
II. SARAL/ALtiKa
2.1 Overview
SARAL atau bisa disebut The Satellite for Argos and ALtiKa merupakan misi gabungan
yang dijalankan oleh ISRO dan CNES yang bertujuan untuk melakukan observasi laut
menggunakan sistem altimetri dan untuk mempromosikan penggunaan sistem pengumpul data
ARGOS secara maksimal (Jacques et al, 2015).

Gambar 5. Satelit SARAL


SARAL diluncurkan pada 25 Februari 2013. Peluncuran SARAL adalah untuk
melanjutkan akuisisi data kelautan yang telah dilakukan oleh ENVISAT, maka dari itu SARAL
diterbangkan pada orbit yang sama dengan ENVISAT. SARAL memiliki ketinggian orbit 786
km pada Perigee dan 814 km pada Apogee, jenis orbitnya adalah sun-synchronous orbit,
inklinasi orbitnya sebesar 98,54o, dan periode orbitnya 100,54 menit dengan 35 hari repeat cycle
(CNES & ISRO, 2021).
SARAL didesain dengan perkiraan jangka hidup 5tahun, akan tetapi misinya akan
diteruskan jika satelit dan segmen daratnya dapat terus beroperasi setelah 5 tahun.
Tujuan saintifik utama dari SARAL adalah untuk menentukan (CNES & ISRO, 2021):
 Mendapatkan data topografi permukaan air laut dengan akurasi tinggi, resolusi tinggi,
dan dengan observasi near real-time.
 Sebagai pengisi kekosongan data altimetri antara ENVISAT yang hilang pada April 2012
dan Sentinel-3 yang akan diluncurkan pertengahan 2015.
 Meningkatkan pemahaman tentang komponen laut pada sistem iklim.
 Sebagai studi proses dinamika pantai, khususnya pada fenomena dengan skala kecil atau
sedang.
 Berkontribusi untuk operasional data oseanografi yang membutuhkan banyak data
dengan jumlah yang besar.
 Memonitor in-land waters seperti danau, sungai dan laut pedalaman.
 Monitoring variasi MSL.
 Observasi laut dan gunung es di kutub.
 Analisis dan peramalan gelombang dan angin.
2.2 Sistem Instrumen
1. Radar Altimeter
Satelit SARAL memiliki altimeter bernama ALtiKa, radar altimeter tersebut merupakan
hasil pengembangan dari konsep altimeter Poseidon-3 milik Jason-3 dan Siral milik Cryosat.
ALtiKa hanya menggunakan satu frekuensi pada Ka-band dengan frekuensi sangat tinggi,
yaitu 35,75GHz. Meskipun hanya menggunakan satu frekuesnsi, akan tetapi bias ionosfer
sudah dapat dihilangkan dengan menggunakan frekuensi yang sangat tinggi, akan tetapi
terdapat kelemahan dari penggunaan frekuensi tersebut, yaitu terlalu sensitive kondisi hujan
maupun awan.
2. Radiometer
Radiometer pada satelit ini menggunakan dual frekuensi microwave radiometer dengan
frekuensi bi (23.8GHz/ 37GHz) untuk mengoreksi pengukuran radar altimeter dari efek
troposfer.
3. Positioning System
Satelit SARAL/ALtiKa memiliki 2 sistem penentuan posisi yang berfungsi untuk
menentukan posisi satelit pada orbit, berikut ini adalah macam-macamnya:
 CNES Laser Retroreflector Array (LRA) merupakan sinar laser yang dipancarkan oleh
stasiun pemancar dibumi, dan kemudian dipantulkan oleh satelit.
 DORIS on-board Package merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi
microwave doppler untuk melacak satelit, DORIS terdiri dari receiver yang dipasang di
satelit dan juga jaringan global yang terdiri dari 60 Stasiun Transmisi yang berbasis di
bumi dan sebuah ground system.

III. CryoSat-2
3.1 Overview
Satelit CryoSat-2 merupakan satelit altimetri dengan misi untuk menambah pemahaman
kita tentang hubungan antara es dengan iklim global. CryoSat-2 dibangun dan diluncurkan pada
8 April 2010 untuk melanjutkan misi CryoSat-1 yang hilang pada 8 Oktober 2005.

Gambar 6. Satelit CryoSat-2


Untuk memenuhi misi utama, yaitu untuk menambah pemahaman tentang hubungan es
dengan iklim global, satelit CryoSat memiliki misi yang lebih terperinci, yaitu untuk memonitor
ketebalan daratan es dan es di laut, sehingga dari situ dapat dicari hubungannya dengan
melelehnya es di kutub beserta naiknya muka air laut (Fernandes & Lazaro, 2016).
CryoSat-2 memiliki orbit circular yang terletak di LEO dengan ketinggian orbit rata-rata
717 km, inklinasi orbit 92o, periode orbit 99,16 menit, dan repeat cycle 369 hari.
3.2 Sistem Instrumen
1. Radar Altimeter
Radar altimeter pada CryoSat-2 adalah SIRAL-2 (SAR/Interferometric Radar Altimeter-
2) yang memiliki kemampuan yang ditingkatkan dibanding generasi sebelumnya untuk
memenuhi kegiatan pengukuran ketinggian lapisan es di daratan maupun lapisan es di laut.
SIRAL-2 beroperasi pada Ku-band yang memiliki frekuensi 13,575GHz.
Yang membedakan SIRAL-2 dengan radar altimeter lainnya adalah terdapat mode SAR,
di mana radar ini dapat memancarkan pulsa radar dengan interval 500 microdetik. Selain itu
juga terdapat mode SAR Interferometer untuk mengukur sudut datangnya pulsa radar yang
telah dipantulkan oleh laut atau es.
2. Radiometer
CryoSat-2 tidak memiliki Radiometer yang terpasang pada sistem satelitnya, sehingga
koreksi troposfer wet dilakukan dengan menggunakan hasil pemodelan yang disediakan oleh
ECMWF (European Centre for Medium Range Weather Forecast) (Fernandes & Lazaro,
2016).
3. Positioning System
Satelit CryoSat-2 memiliki 2 sistem penentuan posisi yang berfungsi untuk menentukan
posisi satelit, berikut ini adalah macam-macamnya:
 Laser Retroreflector (LRR) merupakan sebuah cermin yang menjadi target sinar laser
yang dipancarkan dari bumi yang berfungsi untuk mengetahui lokasi satelit pada orbit.
 DORIS merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi microwave doppler
untuk melacak satelit dan penentuan orbit dengan ketelitian 10cm atau kurang, serta untuk
koreksi ionosfer pada pengukuran radar altimeter.

IV. Sentinel 3
4.1 Overview
Sentinel 3 merupakan sebuah satelit observasi bumi yang bertujuan untuk observasi
daratan dan lautan. Sentinel 3 terdiri dari 2 satelit, yaitu Sentinel 3A dan Sentinel 3B yang
menjalankan misi secara berpasangan dengan selisih 30 detik. Sentinel 3 terbang pada ketinggian
orbit 814 km, inklinasi 98,6o, periode orbit 100 menit, dan jenis orbit adalah Sun-Synchronous
(Dolon et al, 2012).

Gambar 7. Satelit Sentinel 3


Tujuan utama dari Sentinel 3 adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan kelanjutan tipe data pengukuran laut seperti ENVISAT yang memiliki
kualitas yang lebih bagus, memiliki akurasi dan reliabilitas tinggi, dan memiliki tingkat
ketersediaan yang tinggi (>95%). Data pengukuran laut yang terdapat pada Sentinel 3
adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran warna laut, laut pedalaman, dan daerah pantai yang setidaknya setara
dengan kualitas instrument MERIS pada satelit ENVISAT.
b. Pengukuran suhu permukaan air laut yang memiliki kualitas setidaknya seperti
pada instrument AATSR miliki ENVISAT.
c. Pengukuran topografi muka air laut dengan kualitas yang setidaknya sama dengan
sistem altimetri ENVISAT, termasuk kemampuan SAR milik CryoSat untuk
melakukan pemetaan daerah pesisir dan lautan es.
2. Sentinel 3 menyediakan data pengukuran daratan pada resolusi medium setara dengan
ENVISAT untuk menentukan suhu permukaan daratan dan warna permukaan daratan.
3. Sentinel 3 menyediakan Produk citra Level-1B, citra thermal infra-red, dan topografi
Level-2.
4. Sentinel 3 menyediakan produk geofisika dengan level tinggi seperti
a. Data SSH global untuk lautan dan perairan pantai.
b. Data SSH yang sudah ditingkatkan kualitasnya pada bagian pantai dan daerah es.
c. Data suhu permukaan air laut global dan suhu permukaan laut es.
d. Data warna laut global dan kualitas air.
e. Data pengukuran kecepatan angin permukaan laut global.
f. Data tinggi glombang global.
g. Data aerosol di atmosfer dengan cakupan global (daratan dan lautan).
h. Data kolom penguapan air yang terjadi di laut maupun daratan dengan cakupan
global.
i. Data vegetasi global.
j. Data kebumian kutub.

4.2 Sistem Instrumen


Berbeda dari Sebagian besar satelit altimetri pada umumnya, Sentinel 3 memiliki
beberapa macam sensor utama selain sebuah radar altimeter, karena selain untuk mengamati laut,
Sentinel 3 juga mempunyai misi lainnya (ESA, 2019).

Gambar 8. Instrumen Sentinel 3


Berikut ini merupakan bagian-bagian instrument pada Sentinel 3 beserta penjelasannya.
1. SRAL (Synthetic Aperture Radar Altimeter)
Merupakan instrument utama untuk pengukuran topografi permukaan laut yang akurat.
Radar altimetri ini menggunakan dual frekuensi Ku dan C band. Mode pengukuran pada radar
ini ada dua, yaitu LRM (low resolution mode) dan SAR.
2. Microwave Radiometer
Radiometer pada satelit ini menggunakan Microwave Radiometer (MWR) yang
mengukur uap air sepanjang jalur yang ditempuh gelombang radar altimeter untuk
mengoreksi delay pengukuran dengan frekuensi 23,8 GHz dann 36,5 GHz.
3. SLSTR (Sea and land Surface Temperature Radiometer)
Merupakan radiometer yang berfungsi untuk menentukan suhu permukaan di laut dan
darat dengan cakupan global dengan akurasi 0,3oC. SLSTR ini merupakan instrumen optis,
memiliki 9 spectral band dan 2 band tambahan untuk monitoring api/kebakaran.
4. OCLI (Ocean and Land Color Instrument)
Merupakan instrumen dengan 5 kamera untuk mendapatkan citra spectrometer dengan
resolusi sedang dan juga menyediakan tampilan field of view yang luas. OCLI memiliki 21
spectral band dengan panjang gelombang optis sampai dengan mendekati infra merah
(400nm sampai 1020nm) yang berfungsi untuk kebutuhan mengukur uap air, aerosol, dan
klorofil.
5. Positioning System
 LLR (Laser Retroreflector) merupakan sinar laser yang dipantulkan oleh satelit
dari pemancar yang berada di Stasiun Laser Ranging, fungsinya untuk menentukan
posisi satelit di orbit.
 DORIS merupakan sebuah perangkat yang menggunakan teknologi microwave
doppler untuk melacak satelit dan penentuan orbit satelit.
 GPS untuk mendapatkan informasi orbit yang presisi, dan juga dapat melacak
beberapa satelit GPS lainnya secara bersamaan.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z. 2001. Geodesi Satelit. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
CNES & ISRO. 2021. SARAL/ALtiKa Products Handbook 3 rev.1.
https://www.aviso.altimetry.fr/fileadmin/documents/data/tools/SARAL_Altik
a_products_handbook.pdf. Diakses pada 7 Juni 2021 pukul 19.00 WIB.
Donlon, C., Berruti, B., Buongiorno, A., Ferreira, M. H., Féménias, P., Frerick, J., … Sciarra, R.
(2012). The Global Monitoring for Environment and Security (GMES)
Sentinel-3 mission. Remote Sensing of Environment, 120(2012), 37–57.
ESA Copernicus. 2019. SENTINEL-3 Instruments Payload.
https://sentinel.esa.int/web/sentinel/missions/sentinel-3/instrument-payload.
Diakses pada 7 Juni 2021 pukul 21.00 WIB.
Fernandes, M Joanna., and Lazaro, Clara. 2016. GDP+ Wet Tropospheric Corrections for
CryoSat-2 and GFO Altimetry Mission. Remote Sensing, 8(10), 815.
Jacques Verron, Pierre Sengenes, Juliette Lambin, Jocelyne Noubel, Nathalie Steunou,
Amandine Guillot, Nicolas Picot, Sophie Coutin-Faye, Rashmi Sharma, R.
M. Gairola, D. V. A. Raghava Murthy, James G. Richman, David Griffin,
Ananda Pascual, Frédérique Rémy & P. K. Gupta. 2015. The SARAL/AltiKa
Altimetry Satellite Mission. Marine Geodesy, 38:sup1, 2-21.
Moody, J., et al. 1996. Atmospheric deposition of nutrients to the North Atlantic basin.
Biogeochemistry 35: 25-73.
Munk, Walter. 2002. The U.S. Commission on Ocean Policy. San Diego: University of
California.
Naeije, M. C. 1994, Ocean dynamics from the ERS-1 35-day repeat mission. Hamburg:
Proceeding of Second ERS-1 Symposium.
NASA. 2008. Ocean Surface Topography Mission/ Jason-2 Launch. Washington: NASA
PressKit
Scharoo, R. 2002. A Decade of ERS Satellite Orbits and Altimetry-Dissertation. Delft: Delft
University of Technology.

Anda mungkin juga menyukai