Anda di halaman 1dari 12

SURVEY TOPOGRAFI

Survei topografi adalah suatu metode untuk menentukan posisi tanda-tanda (features) buatan manusia maupun alamiah diatas permukaan tanah. Survei topografi juga digunakan untuk menentukan konfigurasi medan (terrain). Kegunaan survei topografi adalah untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk gambarpeta topografi. Gambar peta dari gabungan data akan membentuk suatu peta topografi. Sebuah topografi memperlihatkan karakter vegetasi dengan memakai tanda-tanda yang sama seperti halnya jarak horizontaldiantara beberapa features dan elevasinya masing-masing diatas datum tertentu. Metode-metode yang umum digunakan untuk pemetaan topografi antara lain adalah : 1. Metode tachymetri 2. Metode offset 3. Fotogrametri 4. Pengukuran meja lapangan Survei topografi memiliki beberapa penyebab terjadinya kesalahan, terutama sebagai berikut : 1. Kontrol tidak diperiksa dan disesuaikan sebelum topografi diambil 2. Jarak titik kontrol terlalu besar 3. Titik-titik kontrol tidak dipilih dengan cermat 4. Pemilihan titik-titik penggambaran kontur tidak baik Kesalahan tipikal dalam survei topografi adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan interval kontur tidak tepat 2. Peralatan untuk survei utama dan kondisi medan tidak memadai 3. Kontrol horizontal dan vertikal tidak cukup 4. Kontur yang diambil tidak cukup 5. Beberapa rincian topografi hilang, seperti misalnya batas lereng atau titik tinggi atau titik rendah setempat.

Proses pemetaan topografi sendiri adalah proses pemetaan yang pengukurannya langsung dilakukan di permukaan bumi dengan peralatan survei teristris. Teknik pemetaan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan perkembangan peralaatan ukur tanah secara elektronis, maka proses pengukuran menjadi semakin cepat dengan tingkat ketelitian yang tinggi, dan dengan dukungan teknologi GIS maka langkah dan proses perhitungan menjadi semakin mudah dan cepat serta penggambarannya dapat dilakukan secara otomatis.

Demikian pula wahana pemetaan tidak hanya dapat dilakukan secara teristris, namun dapat pula secara fotogrametris radargrametris, videografis, bahkan sudah merambah pada wahana ruang angkasa dengan teknologi satelit dengan berbagai kelebihannya. Setiap wahana mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing masing, sehingga pemilihannya sangat tergantung dari tujuan pemetaan, tingkat kerinciaan obyek yang harus disajikan, serta cakupan wilayah yang akan dipetakan. Secara garis besar langkah-langkah pemetaan secara teristris adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Dalam proses pemetaan teristris, banyak hal yang harus dipersiapkan agar pemetaan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Persiapan dalam hal ini adalah persiapan peralatan, perlengkapan dan personil. 1. Survei Pendahuluan Survei pendahuluan maksudnya adalah peninjauan lapangan lebih dahulu untuk melihat kondisi medan secara menyeluruh, sehingga dari hasil survey ini akan dapat ditentukan: 1. Teknik pelaksanaan pengukurannya 2. Penentuan posisi titik-titik kerangka peta yang representative dalam arti distribusinya merata, intervalnya seragam, aman dari gangguan, mudah untuk mendirikan alat ukur, mempunyai kapabilitas yang baik untuk pengukuran detil, saling terlihat dengan titik sebelum dan sesudahnya, dan lain-lain. A. Survei Pengukuran Survei pengukuran dalam hal ini meliputi: 1. Pengukuran kerangka peta 2. Pengukuran detil 3. Pengolahan data (perhitungan) Setelah dilakukannya pengukuran, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang sudah di dapat dari lapangan. Beberapa hal yang dilakukan dalam pengolahan data adalah: 1. Perhitungan kerangka peta (X, Y, Z) 2. Perhitungan detil (X, Y, Z) atau cukup sudut arah / azimuthnya, jarak datar, dan beda tinggi dari titik ikat. 3. Plotting atau penggambaran Beberapa hal yang dilakukan pada proses penggambaran adalah: 1. Penggambaran Titik-titik kerangka peta 2. Penggambaran titik-titik detil

3. Penarikan garis kontur 4. Editing 5. Simbolisasi

BATRIMETRI SURVEY
Bathimetri adalah studi tentang kedalaman air danau atau dasar lautan. Dengan kata lain, bathimetri adalah setara dengan hypsometry bawah air. Bathimetri berasal dari bahasa Yunani a???, et???, deep dan mengukur. Peta bathimetri (hidrografi) biasanya diproduksi untuk mendukung keselamatan navigasi permukaan atau subpermukaan, dan biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur (isodepth) dan pemilihan kedalaman (sounding), dan biasanya juga menyediakan informasi mengenai navigasi permukaan . Peta Bathimetri dapat juga dibuat dengan menggunakan Digital Terrain Model dan teknik pencahayaan buatan untuk menggambarkan kedalaman yang digambarkan. Paleobathimetri adalah studi tentang masa lalu kedalaman air. Awalnya, batimetri mengacu pada pengukuran kedalaman laut dengan sounding kedalaman. Teknik awal yang digunakan dalam pengukuran bathimetri adalah dengan tali yang diberikan pemberat. Keterbatasan terbesar dari teknik ini adalah bahwa metode ini hanya mengukur kedalaman pada satu titik pada satu waktu, dan sangat tidak efisien. Selain itu metode ini juga sangat dipengaruhi oleh pergerakan kapal dan arus terhadap tali, sehingga membuatnya tidak akurat. Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetrik hari ini biasanya berasal dari echosounder (sonar) yang dipasang di bawah atau di samping kapal, ping berkas suara ke dasar laut atau dari penginderaan jarak jauh LIDAR atau sistem LADAR (Olsen, 2007). Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara atau cahaya melakukan perjalanan melalui air, memantul dari dasar laut, dan kembali ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut. Survei LIDAR / LADAR ini biasanya dilakukan dengan pesawat udara (Airborne). Sejak awal 1930-an, dan lebih umum dari tahun 1940-an dan seterusnya, satu kali pingsingle-beam dirata-ratakan untuk membuat peta. Hari ini, multibeam echosounder (MBES) dapat digunakan, dengan ratusan beam yang sangat sempit dan berdekatan diatur seperti kipas sehingga mampu menyapu 90-170 derajat. Dengan paket array yang rapat dari beam yang sempit memberikan resolusi angular dan akurasi yang sangat tinggi. Secara umum lebar sapuan, bergantung pada kedalaman, sehingga memungkinkan sebuah kapal untuk memetakan dasar laut lebih banyak dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan single-beam echosounder. Pemancaran ping oleh Beam dilakukan berkali-kali per detik (biasanya 0,1-50 Hz tergantung pada kedalaman air), sehingga dengan kapal cepat tetap dapat memetakan 100% tutupan dasar laut. Sensor ketinggian memungkinkan untuk mengkoreksi gerakan kopel (rolling, pitching dan yawing) kapal di permukaan laut, dan gyrocompass menyediakan informasi yang lebih akurat untuk mengoreksi gerakan yawing kapal. Kebanyakan sistem MBES modern mengunakan sistem sensor gerak dan posisi yang terintegrasi untuk mengukur yawing serta dinamika dan posisi lain. Global Positioning System (Global Navigation Satellite System/GNSS) digunakan untuk mengetahui posisi sounding di permukaan bumi. Profil kecepatan suara (kecepatan suara dalam air sebagai fungsi kedalaman) dari kolom air digunakan untuk mengkoreksi pembiasan atau ray-bending dari gelombang suara karena karakteristik kolom air yang tidak seragam seperti suhu, konduktivitas, dan tekanan. Sebuah sistem komputer memproses semua data, mengoreksi untuk semua faktor di atas serta sudut dari masing-masing beam. Hasil pengukuran sounding kemudian diproses secara manual, semi-otomatis atau secara otomatis untuk menghasilkan peta di daerah yang di-sounding. Sejumlah output yang dihasilkan saat ini, termasuk sub-set pengukuran asli yang memenuhi beberapa kondisi (misalnya, mungkin paling representatif soundings, dangkal di suatu daerah, dll) atau terintegrasi dengan Digital

Terrain Model (DTM). Secara historis, Selection Measurement umum dilakukan pada aplikasi hidrografi sementara konstruksi DTM digunakan untuk survei teknik, geologi, pemodelan aliran arus, dll. Sejak 2003-2005, DTM lebih diterima dalam praktek hidrografi. Satelit juga digunakan untuk mengukur bathimetri. Satelit radar memetakan topografi laut dalam dengan mendeteksi variasi halus di permukaan laut yang disebabkan oleh tarikan gravitasi bawah gunung, pegunungan, dan massa lainnya. Umumnya permukaan laut lebih tinggi di atas gunung an ridge dibandingkan dengan dataran abyssal dan trench (Thurman, 1997). Sebagian besar survei jalur pelayaran di Amerika Serikat dilakukan oleh United States Army Corps of Engineers untuk perairan pedalaman. Sedangkan National Oceanic and Atmospheric Administration melakukan survey untuk lautan. Data batimetri pantai tersedia dari NOAA National Geophysical Data Center (NGDC). Data bathimetri biasanya bereferensi pada datum pasang vertikal. Untuk bathimetri perairan dalam, umumnya digunakan Mean Sea Level (MSL), namun sebagian besar data yang digunakan untuk membuat peta nautika (pelayaran) menggunaan referensi Mean Lower Low Water (MLLW) dalam survei Amerika, dan Lowest Astronomical Tide (LAT) di negara-negara lain. Datum-datum lain yang digunakan dalam survei, tergantung pada otoritas lokal (pemerintah) dan pasang surut. Beberapa pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri adalah studi tentang lautan, batu-batuan dan mineral di dasar laut, studi tentang gempa bumi atau gunung berapi bawah laut. Pengukuran dan analisis pengukuran bathymetri adalah salah satu inti (core area) dari Hidrografi modern, dan komponen fundamental dalam memastikan keselamatan angkutan barang di seluruh dunia

Apa sih survei batimetri itu? . Survei batimetri adalah survei yang dilakukan untuk mengetahui nilai kedalaman dari dasar laut. Lalu tujuan nya buat apa ??.. Tujuan nya macam2.. ada yang untuk pengerukan pelabuhan, perencanaan bangunan di laut ( pelabuhan, Platform, sumur minyak), dll. Alat yang dibutuhkan untuk pengukuran dasar laut ini ada dua macam, diantaranya Echosounder Single Frekwensi dan Echosounder Double Frekwensi .Instalasi Alat yang dipergunakan untuk pengukuran batimetri adalah : a. GPS Antena : Untuk mendapatkan data posisi koordinat b. Tranducer : Alat yang memancarkan sinyal akustik ke dasar laut untuk data kedalaman c. Echosounder : Alat yang menampilkan angka kedalaman d. Laptop : Untuk pengoperasian yang mengintegrasikan GPS, tranducer, dan echosounder.

HIDRO-OSEANOGRAFI SURVEY
Survey hidro-oseanografi atau sering disebut site-survey merupakan salah satu kegiatan survey kelautan yang bertujuan untuk mengetahui topografi dasar laut, kenampakan bawah dasar laut dan mengetahui ada tidaknya objek-objek yang berbahaya di dasar laut. Tujuan survey hidro-oseanografi diantaranya untuk mendukung pekerjaan : - Rencana penentuan dan pemasangan jalur kabel dan pipa bawah laut - Pencarian pesawat dan kapal-kapal yang tenggelam - Penentuan pengeboran sumur minyak (well rig)

- Operasi pencarian ranjau dan bahan peledak di bawah laut - Investigasi pipa dan kabel bawah laut, dll. Adapun kegiatan survey hidro-oseanografi meliputi : 1. Survey Titik Kontrol Geodetik Referensi titik kontrol geodesi yang merupakan bagian dari Jaringan Kerangka Kontrol Horizontal Nasional yang terletak di dekat atau di lokasi survei diperlukan untuk penentuan posisi DGPS menggunakan Shorebase Station (Reference Point) dan untuk verifikasi alat DGPS yang akan digunakan untuk survey. Point of Origin untuk kerangka kontrol horisontal tersebut diperoleh dari instansi resmi, seperti Bakosurtanal. Jika diperlukan, penentuan point of origin dapat dilaksanakan sendiri, dengan referensi salah satu titik yang sudah ada, baik dengan mengadakan pengamatan GPS secara relatif maupun secara konvensional dengan melakukan pengukuran traverse. Jika titik referensi tambahan dibutuhkan, maka titik tersebut harus dibangun semi-permanen yang dapat mewakili daerah survei yang telah ditentukan. Semua ketinggian (elevasi) dan kedalaman air, akan dihubungkan dengan suatu datum yang direferensikan ke Mean Sea Level (MSL) atau Chart Datum (Low Water Spring: LWS), atau datum tertentu yang sudah mendapatkan persetujuan. Semua elevasi dan kedalaman harus dihubungkan dengan benchmark tertentu yang terletak di darat, atau direferensikan kepada elipsoid tertentu yang ditentukan dengan GPS. 2. Sistem Navigasi Survey Penentuan posisi kapal survei dilaksanakan menggunakan GPS receiver dengan metode Real Time Differential (DGPS) dengan mengikuti prinsip survei yang baik dan menjamin tidak adanya keraguan atas posisi yang dihasilkan. Lintasan kapal survei dipantau setiap saat melalui layarmonitor atau diplot pada kertas dari atas anjungan. Sistim komputer navigasi memberikan informasi satelit GPS seperti: nomer satelit yang digunakan, PDOP dan HDOP. Elevation mask setiap satelit diset pada ketinggian minimum 10 derajat. Bila DGPS yang digunakan menggunakan shore base station, satu GPS receiver dipasang di atas kapal survei dan satu lagi di atas titik berkoordinat di darat (shore base station). Selama akuisisi data, koreksi differential dimonitor dari atas kapal pada sistim navigasi. Sistim komputer navigasi menentukan posisi setiap detik, dan jika perlu,logging data ke hardisk komputer dapat ditentukan setiap 1, 5 atau 10 detik sebagai pilihan. 3. Pengamatan Pasang Surut Laut Pengamatan pasang surut dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan Muka Surutan Peta (Chart Datum), memberikan koreksi untuk reduksi hasil survei Batimetri, juga untuk mendapatkan korelasi data dengan hasil pengamatan arus. Stasiun pasang surut dipasang di dekat/dalam kedua ujung koridor rencana jalur survey dan masing-masing diamati selama minimal 15 hari terus-menerus dan pengamatan pasang surut dilaksanakan selama pekerjaan survei berlangsung. Secepatnya setelah pemasangan, tide gauge/staff dilakukan pengikatan secara vertikal dengan metode levelling (sipat datar) ke titik kontrol di darat yang terdekat, sebelum pekerjaan survei dilaksanakan dan pada akhir pekerjaan survey dilakukan. 4. Survey Batimetri Survei batimetrik dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Survei Batimetri dilaksanakan mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama harus dijalankan dengan interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter. Kemudian setelah rencana jalur kabel ditetapkan, koridor baru akan ditetapkan selebar 1.000 meter. Lajur utama dijalankan dengan interval 50 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 500 meter. Peralatan echosounder digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile

(SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat gelombang suara dalam air laut, dan juga untuk menentukan index error correction. Kalibrasi dilaksanakan minimal sebelum dan setelah dilaksanakan survei pada hari yang sama. Kalibrasi juga selalu dilaksanakan setelah adanya perbaikan apabila terjadi kerusakan alat selama periode survei. Pekerjaan survei Batimetri tidak boleh dilaksanakan pada keadaan ombak dengan ketinggian lebih dari 1,5m bila tanpa heave compensator, atau hingga 2,5m bila menggunakan heave compensator. 5. Survey Topometri Pada bagian koridor survey yang tidak dapat dicakup oleh survei menggunakan kapal, pengukuran profil dasar perairan dilaksanakan dengan metode topometrik untuk menjamin tidak terdapat kekosongan atas data yang diperlukan. Detail topometri diukur menggunakan sistem DGPS Real Time atau dengan alat Total Station yang didirikan di atas titik kontrol yang telah dibangun sebelumnya. Hasil survei topometrik direferensikan pada datum vertikal yang sama dengan hasil survei Batimetri. 6. Survey Side Scan Sonar Survei investigasi bawah air (side scan sonar) dimaksudkan untuk mendapatkan kenampakan dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Dual-channel Side Scan Sonar System dengan kemampuan cakupan jarak minimal hingga 75m digunakan untuk mendapatkan data kenampakan dasar-laut (seabed features) di sepanjang koridor yang sama dengan survei Batimetri. Skala penyapuan yang digunakan diatur sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal 50% untuk area survei yang direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar dapat dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan survei Batimetri dan/atau disesuaikan dengan kedalaman laut sehingga cakupan minimal tersebut dapat terpenuhi. Apabila menggunakan towfish yang ditarik, panjang kabel towfish tersedia cukup agar tinggi towfish di atas dasar laut dapat dijaga kira-kira 10% dari lebar cakupan/ penyapuan yang dipilih. Towfish sebaiknya dioperasikan dari winch bermotor lengkap dengan electrical slip rings. Rekaman data sonar dikoreksi untuk tow fish lay back dan slant range. Apabila menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal (vessel-mounted), sistim dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi pengaruh gelombang. Sistem yang digunakan mampu menghasilkan clear record dari keadaan dasar laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves, rock outcrops, mud flows atau slides dan sedimen. Kemungkinan adanya bahaya atau keadaan dasar laut yang perlu mendapatkan perhatian khusus dilakukan investigasi untuk memperjelas jenis dan ukuran bahaya tersebut. Investigasi tersebut dapat dilaksanakan dengan menjalankan lajur yang lebih rapat pada arah yang berbeda dengan lajur umum yang telah dijalankan sebelumnya. Penentuan posisi menggunakan jarak atau waktu tertentu ditandai pada rekaman sonar. Data jarak antara towfish dan antena GPS, termasuk setiap perubahan jarak ini, harus dicatat secara tertib pada Operators Log selama survei berlangsung untuk keperluan pengolahan data lebih lanjut. 7. Survey Sub Bottom Profiller Tujuan dari Survei Sub-bottom Profiling (SBP) adalah untuk investigasi dan identifikasi lapisan sedimen dekat dengan permukaan dasar-laut (biasanya hingga 10m) dan untuk menentukan informasi penting yang berhubungan dengan stratifikasi dasar laut. Survei SBP dapat dilaksanakan bersamaan dengan survei Batimetri dan Side Scan Sonar. Survei SBP dilaksanakan mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama dijalankan dengan interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter. Kemudian setelah rencana jalur ditetapkan, lajur utama kembali dijalankan sebanyak 3 lajur dengan interval 50 meter, dimana satu lajur dijalankan tepat di tengah-tengah rencana jalur kabel. System Parametric Subbottom Profiling (atau system lain yang dapat memberikan data sepadan) digunakan untuk mendapatkan rekaman data permanent secara grafis atas profil dasar laut dan perlapisan di bawahnya dengan penetrasi dan resolusi optimum di seluruh kedalaman sepanjang koridor rencana jalur kabel. Untuk mencapai maksud ini, peralatan dioperasikan sesuai dengan petunjuk pabrik dan diset untuk mendapatkan rekaman data optimum. Sub-bottom profiler memberikan rekaman data secara grafis dengan jelas pada skala dan resolusi yang jelas.

Jarak antara transducer/hydrophone dan antena GPS dicatat secara tertib pada Operators Log dan kemudian diperhitungkan pada saat pekerjaan interpretasi. Survei Sub-bottom Profiling tidak boleh dilaksanakan pada cuaca berombak karena sangat mempengaruhi kualitas data, kecuali apabila menggunakan heave compensator. Kemungkinan terjadinya noise yang bersumber dari mesin atau kapal survei harus diupayakan seminimal mungkin dengan berbagai cara. Panjang kabel seismic source dan hydrophone (bila menggunakan sistem demikian) disediakan cukup sehingga memungkinkan diulur pada jarak yang dapat memberikan rekaman data optimum. 8. Survey Magnetik Survei magnetik dilaksanakan untuk mendeteksi adanya obyek-obyek metal pada atau dekat permukaan dasar laut yang mungkin akan membahayakan. Bahaya yang dimaksud antara lain berupa : wrecks, sunken buoys, steel cables maupun bahaya lain yang terdapat di area survei yang telah ditentukan. Survei magnetik disarankan dilaksanakan bersamaan dengan survei Batimetri, dengan interval lajur survei sebagaimana menjalankan lajur-lajur batimetrik. Survei magnetometer tidak disarankan untuk dilaksanakan bersamaan dengan survei Side Scan Sonar karena dikawatirkan terjadi gangguan yang bersumber dari towfish Side Scan Sonar kecuali dapat dibuktikan memang tidak terjadi gangguan. Panjang kabel disediakan cukup agar dapat dioperasikan secara optimum sesuai dengan kedalaman air laut selama pelaksanaan survei. Untuk mendapatkan rekaman (secara grafis atau digital) yang memberikan anomali jelas dan pada skala optimum, sensor unit dipasang sedemikian rupa sehingga berada dalam jangkauan deteksi optimum. Jika terdapat indikasi adanya obyek metal yang cukup signifikan di suatu area tertentu, maka dilakukan survei investigasi lebih lanjut dengan cara menjalankan lajur survei dengan interval lebih rapat. 9. Pengukuran Arus Pengamatan arus diperlukan dengan tujuan untuk mendapatkan data arah dan kecepatan arus. Data tersebut akan dikorelasikan dengan data pengamatan pasang surut. Pengamatan arus dilaksanakan dengan 2 metode yaitu; 2 stasiun tetap yaitu pada perairan dekat kedua pantai di mana landing point akan ditempatkan selama sekurang-kurangnya 30 hari pengukuran pada 3 lapisan kedalaman sebesar 0.2, 0.6 dan 0.8m di bawah permukaan air. Pengukuran dengan metode transek sepanjang jalur poros rencana survey selama sekurang-kurangnya 25 jam saat periode Spring Tide dengan menggunakan peralatan pengukur arus hidro-akustik. Pembacaan atau pengumpulan data harus dilaksanakan dengan interval tidak lebih dari 60 menit. 10. Survey Transpor Sedimen Dinamika badan air dan dasar perairan di wilayah survei dikenal sebagai daerah dengan tingkat dinamisasi dasar perairan yang tinggi. Hal tersebut diperkirakan akibat aktifitas eksploitasi pasir di sekitar area survei. Perubahan kedudukan dasar laut akan berakibat pada perubahan kedudukan kabel yang telah digelar. Survei distribusi sedimen di sepanjang jalur survey minimum dilakukan di tiga tempat mewakili pantai dan tengah-tengah antara keduanya. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu 30 hari. Peralatan utama berupa sediment trap (jebakan sedimen). Sedimen yang terjebak selanjutnya diukur dan diteliti di laboratorium mengenai total berat, ukuran sedimen (grain size) dan dominasi komposisi sedimen dalam arah dan volume sedimen per satuan waktu. Hasil ini nantinya akan digunakan dalam menentukan model arus untuk membentuk model traspor sedimen yang tepat. 11. Pengadaan Data Gelombang Pengadaan data gelombang laut dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengadaan data tidak langsung atau data sekunder. Pada metode pengukuran langsung, pengamatan gelombang dilakukan dengan mengamati karakter gelombang pada kedua perairan dekat pantai. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan wave-staff atau peralatan perekam gelombang automatis (self recording). Metode pengukuran tidak langsung dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang berasal dari dinas meteorologi setempat. Data tersebut dapat digunakan dalam pembangunan model gelombang. 12. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh dasar laut (seabed sampling) dilaksanakan dengan menggunakan salah satu dari alat berikut: Grab Sampler atau Gravity Corer. Grab/ gravity coring dilaksanakan sepanjang rencana jalur survey hingga kedalaman maksimum 10m dari permukaan dasar laut, dan dengan interval jarak 2,0km atau di lokasi di mana terdapat perubahan litology yang signifikan yang diindikasikan dari hasil survei SSS ataupun survei SBP. Pengambilan contoh tanah dilakukan dari atas kapal survei dan dilaksanakan setelah adanya hasil interpretasi sementara di atas kapal survei atas hasil survei Side Scan Sonar dan Sub-bottom Profiling. Setiap pengambilan contoh tanah harus diusahakan agar memperoleh penetrasi optimum. Setiap kali contoh tanah telah diambil harus dicatat dan dideskripsikan secara visual di lapangan tentang: posisi, jenis, ukuran butir, warna, dan lain-lain yang berhubungan.

GEOTEKNIK SURVEY
1. PENDAHULUAN Untuk dapat melakukan analisis-analisis geoteknik (mekanika tanah dan teknik pondasi) yang benar dan baik, sangat diperlukan data tanah bawah permukaan yang lengkap. Data-data tersebut ada yang diperoleh langsung dari survey geoteknik lapangan, ada yang diperoleh dari hasil uji laboratorium terhadap contoh-contoh tanah yang diambil dari bawah permukaan. Kedalaman di bawah permukaan tanah dari mana data-data tersebut diperlukan dapat beberapa meter bahkan puluhan meter di bawah permukaan tanah, sehingga dengan demikian diperlukan survey lapangan yang mampu mendeteksi bahkan mengambil contoh-contoh tanah, dan melakukan pengetesan di/dari kedalaman tersebut di atas. Survey lapangan tersebut dapat berupa penggunaan dan interpretasi foto udara dan remote sensing, metode geofisik, metode geolistrik, sumur uji (test pit) (dangkal), pemboran (boring)), dangkal sampai dalam, uji penetrasi (uji sondir- cone penetration test CPT), uji penerasi baku (standard penetration test SPT), uji vane shear test, dan lain-lain. 2. PETA GEOLOGI dan FOTO UDARA Direktorat Geologi mempunyai dan menerbitkan peta geologi untuk hampir seluruh Indonesia. Peta geologi permukaan dapat dipesan pada Direktorat Geologi untuk daerah yang diperlukan. Pada peta tersebut ditunjukkan usia, nama batuan, dan formasi batuan atau jenis tanah permukaan. Dari pengalaman, dapat diduga jenis tanah di bawah permukaan dan bahkan kedalamannya secara garis besar. Dalam peta geologi diperlihatkan juga lokasi sungai, jalan desa, dan jalan besar sehingga sangat berguna untuk menentukan lokasi-lokasi survey sebelum topografi dibuat yang sering dibuat bersamaan dengan survey geoteknik. Dari foto udara yang biasanya dibuat overlapping kalau dilihat dan diinterpretasikan denganstereoskop dapat memperlihatkan relief tanah permukaan.

3. METODE GEOFISIK Berbeda dengan pemboran, metode ini dapat mencakup area yang luas secara cepat dan relatif murah. Metoda ini tepat sekali digunakan untuk memilih lokasi yang tepat sebuah bendungan, terowongan, jalan raya, dan bangunan-bangunan besar lainnya. Dapat juga digunakan untuk menentukan lokasi deposit material bangunan seperti kerikil atau batu. Metode geofisik ada 2 macam yaitu metode seismik dan metode geolistrik. 3.1 METODE SEISIMIK Dalam metode ini, pada suatu titik yang direncanakan akan dibuat sebuah ledakan, atau palu yang besar dipukulkan pada permukaan tanah dan waktu yang diperlukan untuk gelombang akibat ledakan atau pukulan tadi mencapai beberapa Geophone yang ditempatkan pada jarakjarak yang berbeda-beda kemudian diukur. Sifat elastis lapisan-lapisan tanah yang berbeda adalah berbeda pula dan atas dasar refraksi dan refleksi gelombang melalui lapisan yang berbeda-beda sifat elastisitasnya ini akan dapat dibuat profil lapisan-lapisan tanah di bawah permukaan. 3.2 METODE GEOLISTRIK (Resistivity Method) Sebuah alat resistimeter diletakkan di tengah kabel-kabel penghubung yang menghubungkan alat resistimeter dengan titik-titik duga dan pada jarak-jarak tertentu ditanam sebuah elektroda untuk menyalurkan arus listrik ke dalam tanah. Arus listrik yang disalurkan biasanya antara 150 600 Volt, tergantung dari kondisi tanah bawah permukaan dalam menyalurkan arus listrik. Dari berbagai jarak yang berbeda-beda diperoleh data-data mengenai harga-harga tahanan listrik dari tanah. Atas dasar perbedaan dari konduktivity dan resistivity listrik dari lapisan-lapisan tanah dari kedalaman-kedalaman yang berbeda-beda, yang diukur dari potensial dan pengaliran arus listrik antar elektroda - elektroda tersebut di atas dari arus listrik yang disalurkan dari sumber listrik yang dipakai(accu), dengan cara-cara analisis yang baku dapat ditentukan pelapisanpelapisan tanah bawah permukaan ke arah vertikal maupun horizontal sampai kedalaman maksimum. 30 m. Dapat dipakai untuk membuat prakiraan kasar jenis pondasi Dam atau struktur bangunan. 4. SUMUR UJI (Test Pit) Biasanya sumur uji dimaksudkan untuk melihat secara langsung kondisi tanah di lapangan: caranya denga menggali lubang yang cukup besar sehingga orang bisa masuk sampai kedalaman air tanah atau sampai kedalaman 1 2 m saja, dapat juga dilakukan dengan mesin

seperti BackHoe dan Shovel. Dari pengamatan pada bidang vertikal di dalam lubang dapat diidentifikasi jenis-jenis tanah, warna, bau, kedalamam muka air tanah dan struktur umumnya dapat juga diambil contoh tanah asli dengan memasukkan tabung sampler ke dalam tanah. Di dalam lubang dapat juga dilakukan uji penetrasi dengan alat pocket penetrometer. 5. PEMBORAN dan PENGAMBILAN CONTOH TANAH Pemboran tanah adalah pembuatan lubang ke dalam tanah dengan menggunakan alat bor manual maupun alat bor mesin untuk tujuan sebagai berikut: 1) Mengindentifikasi jenis tanah sepanjang kedalaman bor 2) Untuk mengambil contoh tanah asli 3) Untuk melakukan uji SPT, Vane Shear Test, Pressumeter Test dll. 6. PENGAMBILAN CONTOH TANAH (Soil Sampling) Ada dua jenis contoh tanah yang dikenal yaitu yang contoh tanah asli (tidak terganggu) dan tidak asli (terganggu), tergantung dari cara pengambilannya. Contoh tanah asli adalah contoh tanah yang struktur butiran dan kadar airnya sama dengan struktur dan kadar air ditempat aslinya didalam tanah. Contoh tanah asli harus mewakili dengan baik tanah dikedalaman tempat asalnya (representative sample). Untuk mempertahankan kondisi tersebut pengambilan dan penyimpanannya memerlukan teknik tertentu. Uji laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter kekuatan geser, konsolidasi dan kompresibilitas dan untuk mengukur berat volumenya harus dilakukan terhadap contoh tanah asli. Contoh tanah asli diambil dari dalam lubang bor dari kedalaman yang direncanakan atau dari kedalaman dimana terdapat perubahan jenis, karena warna, bau, kekerasan, butiran dari tanah selama pengeboran. Biasanya, contoh tanah asli diambil dari setiap perubahan kedalaman 2 s/d 3 meter, dan dari setiap ada perubahan jenis tanah, yang dipantau selama pengeboran. 7. UJI PENETRASI (Penetration Test) Uji penetrasi yang banyak digunakan adalah uji penetrasi baku (standart penetration test). Uji penetrasi baku ini telah diatur menurut ASTM D-1586. Yang dimaksud dengan N pada SPT adalah jumlah tumbukan yang diperlukan untuk memasukkan tabung Split Spoon kedalam tanah sedalam 12 inchi disebut nilai N SPT. Yang disebut tabung Split Spoon adalah tabung yang berdiameter 2 in dan diameter dalam 1,5 in panjang 18 s/d 30 in yang dibelah menjadi dua bagian kearah memanjangnya. Peralatan lainnya adalah palu pancang atau hammer yang beratnya 63,5 kg dan tinggi jatuhnya selama menunggu adalah 30 in.

Cara kerja SPT sebagai berikut : Lakukan pemboran sampai kedalaman dimana akan diuji SPT. Kemudian bersihkan lubang bor dari tanah lepas. Pasang Split Spoon pada pipa bor, dan masukkan kedalam tanah hasil pengeboran diatas. Pada bagian atas pipa bor, pasangkan hammer beserta bagian-bangian pelengkapnya. Lakukan penumbukan, sehingga split spoon masuk (terpenetrasi) sedalam 3 x 6 in dan hitung jumlah tumbukan untuk penetrasi pertama, kedua dan ketiga. Jumlah tumbukan untuk penetrasi 2 x 6 in, kedua dan ketiga disebut nilai N (SPT).

8. UJI SONDIR (Cone Penetration Test-CPT) Komponen utama dari uji sondir adaolah konus yang dimasukkan kedalam tanah dengan cara ditekan. Tekanan pada ujung konus pada saat konus bergerak kebawah karena ditekan dan tekanan geser pada dinding konus pada saat dinding konus bergeser kebawah karena ditekan, diukur dan pada manometer diatas permukaan tanah pada setiap kedalaman tertentu didalam tanah. Uji sondir ini relatif murah dan cepat memberikan hasil dibanding dengan uji geoteknik lapangan lainnya. Di Indonesia, uji sondir telah dikenal sejak tahun 1950-an, dan di Indonesia pula konus Begemann pertama ditemukan oleh Prof. Begemann yang saat itu adalah dosen di ITB. Sampai sekarang ini hasil uji sondir dipakai untuk tujuan-tujuan seperti di bawah ini : 1). Evaluasi kondisi tanah bawah pemukaan di lapangan, atau stratigrafi (menduga struktur lapisan tanah bawah permukaan), klasifikasi lapisan tanah (menduga jenis-jenis tanah di bawah permukaan), kekuatan lapisan-lapisan tanah, kedalaman lapisan keras dan lain-lain. 2). Menentukan lapisan tanah yang harus dibuang dan diganti dengan tanah yang lebih baik lalu dipadatkan serta kontrol pemadatan. 3). Perencanaan fondasi, baik fondasi dangkal maupun tiang pancang dan perhitungan settlement. 4). Perencanaan lereng dan timbunan dan lain-lain. Keterbatasan uji sondir yang paling jelas adalah jika konus bertemu dengan butir batu yang cukup besar atau pasir padat akan menunjukkan tekanan konus yang cukup besar dan bahkan tidak dapat diteruskan, seolah-olah pada kedalaman tersebut terdapat lapisan tanah keras atau pasir padat yang luas dan merata. Selain hal tersebut, kalau dijumpai lapisan keras dan uji sondir menunjukkan tekanan yang besar, uji sondir terhenti, dan dapat dikatakan bahwa pada kedalaman tersebut dijumpai lapisan keras; tetapi tidak dapat memberi informasi berapa tebal

lapisan tersebut; apa jenis batuan lapisan keras tersebut; dan apakah di bawah lapisan keras tersebut terdapat lapisan tanah yang terus keras atau ada lapisan lunak.

Anda mungkin juga menyukai