Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI HIDROGRAFI

Disusun oleh :

Salsabila Diyah Rahmawati (117180019)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan laut yang diperkirakan sebesar
5,1 juta kilo meter persegi dan garis pantai sepanjang kurang lebih 80.791 kilo meter.
(Soeprapto, 2001). Dalam kondisi wilayah perairan ini banyak aktivitas masyarakat yang
terfokus pada bidang kelautan, tetapi aktivitas tersebut senantiasa menuntut ketersediaan sumber
informasi kelautan yang akurat. Salah satu bentuk dari informasi kelautan adalah pasang surut
(pasut). Data pasang surut di Indonesia disediakan oleh dua instansi pemerintah yaitu Badan
Informasi Geospasial (BIG) dan Dinas Hidro-Oseanogtafi (DISHIDROS) TNI AL. Kejadian
pasang surut ini dalam sehari rata-rata akan terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang
dan surut air laut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan, bumi dan matahari.

Teknik penentuan posisi suatu titik di lautan adalah melalui suatu survei.Survei khusus
dalam bidang keilmuan Geodesi/Geomatika yang membahas penentuan posisi suatu titik di
lautan adalah Survei Hidrografi (HydrographicSurvey). Survei hidrografi ini memiliki tujuan
utama mendapatkan Peta Batimetri(Sciortino 2010), yaitu peta yang menggambarkan bentuk
konfigurasi dasar laut yang dinyatakan dalam angka dan garis kedalaman (Atmadilaga 2010).
Secara umum peta batimetri memuat garis-garis kedalaman laut (kontur), dan detil situasi daerah
pesisir.

Pembuatan peta batimetri merupakan salah satu bidang kajian hidrografi. Batimetri
adalah ukuran dari tinggi rendahnya dasar iaut yang merupakan sumber informasi utama
mengenai dasar laut. Perubahan kondisi hidrografi di wiiayah perairan laut dan pantai, disamping
disebabkan oleh faktor alam, juga disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di
wilayah tersebut dan proses-proses yang terjadi di wilayah hulu sungai.Survei batimetri
dilakukan dengan cara mengukur kedalaman pada titik-titiktertentu berdasarkan jalur yang telah
direncanakan. Sebelum pengukuran harusdibuat rencana jalur survei sesuai wilayah yang akan
dipetakan, agar kerepetandata yang diperoleh memenuhi syarat skala peta yang akan dihasilkan
dan syaratlainnya.
Peralatan dan metode yang digunakan dalam pemetaan dasar perairanbermacam-macam
jenisnya, secara umum berbasis pada sistem akustik sebagaipengukur kedalaman dan
dikombinasikan dengan metode penentuan posisi. Jenis alat akustik yang dapat digunakan untuk
survei hidrografi adalah jenis Singebeam Echosounder dan Multibeam Echosounder (Anonim,
2008),sementara peralatan penentuan posisi yang dapat digunakan adalah GPS (Abidin, 2007),
peralatan Echosounderdan GPS dipasang secara bersama pada kapal survei.

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, hal ini membuat survey hidrografi
sangat diperlukan. Oleh karena itu, dengan adanya praktikum survey hidrografi diharapkan
mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara mengolah data survey hidrografi.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Survei Topografi

2.1.1 Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)

Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal (KKH) sendiri terdiri dari suatu rangkaian
pengukuran, yaitu pengukuran sudut dan pengukuran jarak, dimana kedua pengukuran ini
dilaksanakan secara bersamaan.

a. Pengukuran Sudut
Pengukuran sudut merupakan suatu pekerjaan untuk menentukan besar suatu sudut dalam hal
ini menentukan besarnya sudut antara dua titik poligon. Cara pengukuran sudut dapat dibagi
dalam 4 macam, yaitu :
- Cara pengukuran sudut tunggal
- Cara pengukuran seri (rangkap)
- Cara pengukuran repetisi
- Cara pengukuran reiterasi

b. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dalam pengukuran poligon menggunakan alat Total Station yang telah
terintegrasi dengan alat pengukur jarak elektronis (EDM). Setiap Total Station mempunyai
jenis EDM tersendiri, ada jenis Total Station yang dapat menggunakan mode Reflector Less
(RL), dimana saat mode ini digunakan, maka pengukuran jarak menggunakan LASER. Secara
umum Total Station menggunakan gelombang cahaya, dimana dalam pengukurannya
membutuhkan reflektor yang mampu memantulkan kembali cahaya yang dipancarkan oleh
Total Station. Pengukuran jarak dalam keperluan surveying menggunakan konsep beda fase.
Konsep dasarnya berupa suatu gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari suatu alat,
dalam hal ini Total Station, akan dipantulkan oleh suatu reflektor dan oleh alat akan dicatat
total waktu pergi-pulang yang dibutuhkan suatu gelombang. Hasil pencatatan tersebut akan
didapatkan jaraknya menggunakan rumus sebagai berikut (Basuki, 2006):
D = 1/2 . t . v

Dimana :

D = lintasan yang diukur jaraknya

T = waktu lintasan sinyal pergi – pulang

V = kecepatan sinyal
2.1.2 Kerangka Kontrol Vertikal (KKV)

Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal (KKV) menggunakan metode Trigonometrik.


Pengukuran KKV dengan metode ini dilakukan serempak saat pengukuran Kerangka Kontrol
Horizontal (KKH). Pengukuran beda tinggi dengan cara trigonometrik, adalah suatu proses
penentuan beda tinggi dari titik-titik pengamatan dengan cara mengukur sudut miring atau
vertikalnya dengan jarak yang diketahui, baik jarak dalam bidang datar maupun jarak geodetik.

2.1.3 Detil Situasi

Pengukuran detil merupakan suatu rangkaian pemetaan yang dilaksanakan setelah


pengukuran kerangka control. Detil adalah semua objek yang terdapat di lapangan, baik yang
bersifat alamiah seperti sungai, lembah, bukit, alur dan rawa, maupun objek buatan manusia,
seperti jalan, jembatan, gedung, lapangan, stasiun, selokan, rumah yang akan dijadikan isi dari
peta yang akan dibuat. Tidak semua detil dapat diukur dan dicantumkan dalam peta semua
tergantung dari skala dan tujuan penggunaan peta tersebut. Metode yang digunakan dalam
pengukuran detil dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :

- Metode Offset.
- Metode Polar atau Koordinat Kutub.
- Metode Pemotongan ke muka.

2.2 Survei GNSS

GNSS yang merupakan singkatan dari Global Navigation Satellite System merupakan
sistem sateli navigasi dan penentuan posisi. Sistem ini dapat memberikan informasi mengenai
posisi tiga dimensi dan ditambah dengan informasi waktu. Tidak terbatas oleh kedua hal
tersebut, penggunaan teknologi GNSS dapat digunakan untuk mengetahui keadaan
metereologi (troposfer dan ionosfer), deformasi, dan banyak hal turunan lainnya. Satelit akan
mentransmisikan sinyal radio dengan frekuensi tinggi yang berisi data waktu dan posisi yang
dapat diambil oleh penerima yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi tepat
mereka dimanapun di permukaan bumi. Sampai saat ini, terdapat 4 macam GNSS yang telah
dan akan beroperasi secara penuh pada beberapa tahun kedepan, yaitu :

1. GPS (Global Positioning System)

Merupakan sistem navigasi berbasis satelit yang dibangun dengan awalnya


menggunakan 24 satelit yang diletakkan di orbit bumi oleh Departemen Pertahanan Amerika
Serikat. Untuk saat ini, satelit yang digunakan GPS sudah mencapai 31 satelit, GPS
dikembangkan pertama kali untuk tujuan militer, namun pada tahun 1980, pemerintah
membuat GPS terbuka untuk digunakan oleh masyarakat sipil. GPS dapat bekerja pada
musim apapun dan dimanapun diseluruh permukaan bumi selama 24 jam sehari. Penggunaan
GPS tidak dikenakan biaya apapun. Satelit GPS memancarkan dua sinyal yaitu frekuensi L1
(1575.42 MHz) danL2 (1227.60 MHz). sinyal L1 dimodulasikan dengan dua sinyal
pseudorandom yaitu kode P (protected) dan kode C/A (coarse/acquisition). Sinyal L2 hanya
membawa kode P. setiap satelit mentranmisikan kode yang uni sehingga penerima
(GPS receiver) dapat mengidentifikasi sinyal dari setiap satelit. GPS receiver menghitung
jarak antara GPS receiver dengan satelit (pseudorange). Sebuah GPS receiver
setidaknya harus memastikan minimal membutuhkan tiga buah kanal satelit untuk
menghitung posisi 2D (Latitude dan Longitude) dan melacak perpindahan. Dengan
menggunakan 4 kanal satelit atau lebih, GPS receiver dapat menghitung posisi 3D.namun
pada prakteknya GPS receiver dapat menangkap sampai dengan 12 kanal satelit. Semakin
banyak kanal satelit yang berhasil diterima oleh GPS receiver maka akurasi yang diberikan
akan semakin tinggi.

2. GLONASS (Global Navigation Satellite System)

Merupakan sebuah sistem navigasi satelit yang dibangun oleh pemerintah Rusia. Saat
ini telah memiliki 24 satelit aktif. Namun GLONASS tidak sepopuler GPS, perangkat
GLONASS-Only yang dikembangkan sangat terbatas. Mengenai sistem kerja, GLONASS
memiliki kriteria kerja yang identik dengan GPS. Teknologi saat ini memungkinkan untuk
mengkombinasi dua sistem navigasi satelit yaitu GPS dan GLONASS. Dengan memadukan
kedua satelit tersebut, total satelit yang tersedia adalah 55 satelit dan sesuai dengan teori
triangulasi maka tangka keakuratan dari perpaduan ini akan bertambah sampai 50 %.
Kombinasi saat ini sudah diimplementasikan pada perangkat bergerak seperti smartphone.

3. Galileo

GNSS berasal dari Eropa, dan masih dalam tahap pengembangan. Untuk dapat
operasikan, setidaknya satelit ini memerlukan 30 satelit dan beberapa stasiun bumi yang
tersebar di beberapa lokasi didunia. GIOVE-B, satelit percobaan kedua Galileo, telah
diluncurkan dan diprediksikan dapat beroperasi secara penuh pada tahun 2013.

4. Beidou

Beidou merupakan GNSS buatan China. Konstelasi satelit 30-MEO merupakan


satelit yang kini telah diluncurkan, dan direncanakan antara 2015 dan 2020 konstelasi 5-GEO
akan menyusul untuk diorbitkan. Keseluruhan satelit Beidou yang mengorbit direncanakan
berjumlah 30 satelit MEO dan 5 satelit GEO.

2.2.1 Metode Penentuan Posisi RTK (Real Time Kinematic)

Didalam pengukuran area dengan menggunakan GPS atau GNSS, ada metode yang
disebut dengan RTK. RTK memiliki kepanjangan Real Time Kinematic yang artinya
koordinat titik dapat kita peroleh secara Real Time dalam koordinat UTM ataupun lintang dan
bujur tanpa melalui pemroresan baseline. Metode RTK ini berbeda dengan metode statik,
karena pada metode static koordinat baru diperoleh setelah dilakukan pemrosesan baseline
(Post Processing). GPS RTK memiliki ketelitian yang tinggi yaitu dalam fraksi centimeter (1–
5 cm). Setiap pengukuran koordinat titik menggunakan GPS metode RTK, harus
menggunakan minimal 2 buah alat yaitu base dan rover. Pada alat GPS yang berfungsi
sebagai base, maka alat GPS tidak digerakkan posisinya (diam). Base didirikan
diatas titik yang sudah diketahui secara pasti nilai koordinatnya dan koordinat titik
bakosurtanal tersebut diinputkan dalam alat GPS base. Pada alat GPS yang berfungsi sebagai
rover, posisi GPS dapat digerakkan sesuai dengan detil yang diinginkan oleh surveyor. Yang
menghubungkan antara base dan adalah sinyal radio. Sinyal radio berfungsi untuk
memancarkan nilai koreksi dari base ke rover. Saat ini, sinyal radio bisa dipancarkan
menggunakan berbagai macam cara yaitu menggunakan antenna radio, GSM,ataupun sinyal
internet. Jika menggunakan antenna radio, maka usahakan dahulu sebelum pengukuran,
frekuensi radio di base dan rover sudah disamakan terlebih dahulu. Antennaradio hanya
mampu memancarkan sinyal sejauh 3 km saja. Alat utama dalam GPS RTK adalah receiver
GPS, pada alat ini terdapat beberapa slot yang menghubungkan kabel kebeberapa
perlengkapan pendukung GPS. Selain itu pada alat ini juga terdapat card yang mampu
menyimpan data hasil perekaman satelit (dalam format RINEX atau DAT).

Aplikasi yang dilayani oleh GPS RTK cukup beragam diantaranya adalah stake out,
penentuan dan rekontruksi batas persil tanah, survei pertambangan, survei rekayasa,
danaplikasi lainnya yang membutuhkan posisi titik koordinat secara tepat dan dalam ketelitian
centimeter. Karena untuk melakukan pengukuran GPS RTK, harus digunakan minimal 2
buahalat GPS yaitu base dan rover, dimana satu alat GPS saja memiliki harga yang terbilang
mahal yaitu berkisar antara 150 juta sampai 300 juta. Maka saat ini dikembangkanlah
GPSCORS yaitu suatu GPS yang memiliki fungsi sebagai base yang dapat menangkap sinyal
satelit secara kontinu dalam 24 jam.

2.3 Pasang Surut

Pasang surut adalah proses naik turunnya muka air laut secara periodik(hampir
teratur), dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari. Pasang merupakan
perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda-benda astronmis lainnya
yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada. Gelombang
pasang (tidal waves) adalah gelombang yang mempunyai periode antara 12 jam sampai
dengan 24 jam, disebabkan adanya gaya gravitasi dan percepatan gaya coriolis, tumbuh akibat
gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan. (Yogi,2010). Bulan dan matahari
keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada
besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik
(gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa
bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini
mengakibatkan airlaut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu
yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah
muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan
laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang
sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali
pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Rio, 2012). Pasang surut
terjadi disebabkan gaya tarik menarik antara matahari dan bumi, bumi dan bulan, serta
matahari-bulan dan bumi. Gaya tarik menarik antara bumi dan palnet lainnya kecil, sehingga
bisa diabaikan. Gerakan-gerakan yang penting dalam sistem matahari-bumi-bulan adalah
revolusi dari bumi mengitari matahari dan revolusi bulan mengelilingi bumi. Bidang dimana
bumi mengitari matahari disebut bidang “ecliptic”, sumbu roasi bumi membuat sudut dengan
bidang Ecliptic ini sebesar (Soebyakto, 2009). Pasang surut merupakan sebuah fenomena
yang terjadi sehari-hari. Pasang surut dapat dijumpai di sekitar kita setiap harinya. banyak
ilmuwan yang meneliti tentang pasang surut. Dengan melakukan pengamatan pasang surut
kita dapat memperoleh data sifat dan fenomena perairan yang berbeda-beda di tiap
tempat,tergantung pada topografi tempat, letak geografis, sifat masing-masing lautan maupun
karakteristik tempat tersebut (Wibowo, 2007).

Dengan waktu selama 15 atau 29 piantan (hari) pengamatan pasang surut dilakukan.
Hasilnya kemuudian dianalisis dengan metode Admiralty dengan pertimbangan unsur bulan
dan matahari. Metode Admiralty dilakukan dengan per-hitungkan unsur bulan dan matahari.
Dari perhitungan dengan metode ini akandidapatkan data pasang surut. Data pasang surut
dimanfaatkan sebagai referensi pembangunan daerah pantai, seperti coastal engineering,
pengerukan (dredging), keselamatan pelayaran (safety of navigation), untuk pembangunan
pertambakan. Selain itu dapat digunakan untuk mengetahui dampak dari Sea Level Rise
terhadap pesisir. Selain itu dapat juga digunakan sebagai upaya perencanaan proteksi terhadap
bahaya tsunami dan abrasi (Wibowo, 2007).

Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala
akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa
air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu
fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh
kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya
lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.

2.3.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727).
Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang
seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori
ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit pasang surut dilakukan
dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-
bulan dan sistem bumi matahari (Pond danPickard, 1978). Pada teori kesetimbangan bumi
diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut
sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu
Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara
laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan
air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).

2.3.2 Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)

Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen
masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya
tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-
konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Laplace(1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga
sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit
pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya
pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat factor lain yang perlu
diperhitungkan selain GPP.Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :

1. Kedalaman perairan dan luas perairan

2. Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)

3. Gesekan dasar Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi
akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok kekanan,
sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di
equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada
kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
(Yogi,2010). Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya
Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut
dan menyebabkan keterlambatan fase (Phaselag) serta mengakibatkan persamaan gelombang
pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya
(Pond dan Pickard, 1978).

2.3.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori


kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi
bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat
beberapa factor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar
laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang
surut yang berlainan (Khayana, 2012).

2.3.4 Tipe Pasang Surut

Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers
(1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :

1. Pasang surut diurnal, yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali
surut. Biasanyaterjadi di lautsekitar katulistiwa.

2. Pasang surut semi diurnal, yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
yang hampirsama tingginya.

3. Pasang surut campura, yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi
khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan
mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.

Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :

1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata.

Gambar 1. Pasang surut harian ganda

2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) Merupakan pasut yang terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat
Malaka hingga Laut Andaman.

Gambar 3. Pasang surut bercampur, harian ganda dominan


3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, PrevailingDiurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang
dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini
terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan PantaiUtara Jawa Barat.

Gambar 3. Pasang surut bercampur, harian ganda dominan

4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda,
ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia BagianTimur.

Gambar 4. Pasang surut bercampur, harian tunggal dominan

Tipe pasang surut dapat ditentukan menggunakan rumus Formzahl

dimana:

AO1 = unsur pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan

AK1 = unsur pasut tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari

AM2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan

AS2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
Dimana :

F ≤ 0.25 : Pasut ganda

0.25 < F ≤ 1.5 : Pasut tunggal

1.5 < F ≤ 3.0 : Pasut campuran dominan ganda

F > 3.0 : Pasut campuran dominan tunggal

2.3.5 Pasang Surut di Perairan Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu
Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada digaris katulistiwa
sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil
pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah
lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Beberapa wilayah
lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut
ditimur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di
sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai diselatan pulau Papua
(muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).

2.4 Pengukuran Kedalaman

Batimetri merupakan salah satu bagian dari oseanografi. Oseanografi dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan. Ilmu ini semata-mata bukanlah
merupakan suatu ilmu murni, tetapi merupakan perpaduan berbagai macam-macam ilmu dasar
yang lain. Ilmu lain ini termasuk didalamnya ialah ilmu tanah, ilmu bumi, ilmu fisika, ilmu
kimia, ilmu hayat, dan ilmu iklim (Kanginan, 2011).

Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditunjukan untuk memperoleh gambaran
(model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses penggambaran
dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya) disebut sebagai
survei batimetri.

Pemeruman dialakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman. Lajur


perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran kosentrik, atau lainnya sesuai
metode yang digunakan untuk penentuan posisi fiks perumnya. Lajur-lajur perum didesain
sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih
ekstrim. Untuk itu, desain lajur-lajur perum harus memperlihatkan kecendrungan bentuk dan
topografi pantai di sekitar perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan
kedalaman yang lebih ekstrim lajur perum dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap
kecendrungan arah garis pantai (Bambang Triatmodjo, 2010).
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik
awal bathimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal.
Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu
sehingga dianggap tidak efisien. teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal
dan arus (Nontji.A, 2014).

Batimetri (dari bahasa Yunani: bathy, berarti “kedalaman”, dan metry, berarti “ukuran”)
adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relif lantai atau dataran
dengan garis-garis kontor (countour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau
isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasin permukaan (
Anonim, 2014).

Berdasarkan Kementrian Perhubungan 68 tahun 2011 mendefinisikan bahwa alur


pelayaran dilaut adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut. Alur pelayaran bertujuan
untuk mengarahkan kapal-kapal yang akan keluar masuk ke pelabuhan sehingga pelabuhan bisa
lebih teratur. Alur pelayaran harus memiliki kedalaman dan lebar cukup agar bisa dilalui kapal-
kapal yang direncanakan akan berlabuh. Alur pelayaran di dalam pelabuhan bertujuan sebagai
penghubung antara daerah tempat kapal melempar sauh (kapal menunggu biasanya di luar
breakwater apabila ada) dengan daerah perairan dekat dermaga (biasanya di dalam breakwater,
kolam pelabuhan). Keberadaan alur pelayaran di pelabuhan salah satunya ditandai dengan
adanya Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), yang berfungsi sebagai penanda batas dari
alur pelayaran.
BAB III

LANGKAH KERJA

3.1 Langkah Kerja Pengolahan Data Topografi

3.1.1 Langkah Perhitungan Kerangka Dasar Horizontal

1. Masukkan data pengukuran pada Ms. Excel


2. Mencari kesalahan sudut menggunakan rumus ∑ [ ]
3. Menghitung koreksi sudut dengan
4. Mencari sudut terkoreksi dengan rumus
5. Cari azimuth titik dengan azimuth awal yang sudah diketahui, yaitu

6. Mencari ∆x menggunakan rumus


7. Mencari ∆y dengan rumus
8. Cari k∆x menggunakan rumus ∑ ∑

9. Cari k∆x menggunakan rumus ∑ ∑


10. Cari ∆x tekoreksi menggunakan rumus
11. Cari ∆yterkoreksi menggunakan rumus
12. Mencari koordinat x menggunakan rumus
13. Mencari koordinat y menggunakan rumus

3.1.2 Langkah Perhitungan Kerngaka Dasar Vertikal

1. Masukan data pengukuran pada Ms. Excel


2. Mencari jarak menggunakan rumus (BA-BB)×100
3. Mencari beda tinggi menggunakan rumus BTbelakang-BTmuka
4. Cari beda tinggi rata-rata menggunaakn rumus
5. Menjumlahkan besar ∆H rata-rata
6. Cari koreksi menggunakan rumus
7. Cari ∆h terkoreksi menggunakan rumus ∆h+koreksi
8. Hitung tinggi titik menggunakan rumus H=Hawal+ ∆hi terkoreksi

3.1.3 Langkah Perhitungan Situasi/Detail

1. Masukan data pengukuran pada Ms. Excel


2. Menghitung azimuth disetiap titik menggunakan rumus Azi=Hzi-Hz awal+α awal
3. Menghitung jarak datar menggunakan rumus
4. Menghitung ∆x,∆y,dan ∆z menggunakan rumus ∆x=dx sinα,∆y=dxcosα,dan
∆z=BTbelakang-BTmuka
5. Menghitung koordinat x, y, z dengan rumus :
xi∶Xbm+∆xi
yi∶Ybm+∆yi
zi∶Zbm+∆zi

3.2 Langkah Kerja Pengolahan Data GNSS

1. Membuka Software Compass Solution

2. Kemudian Klik file dan atur sebagai berikut

3. Kemudian pilih tempat penyimpanan data setelah diolah > klik oke

4. Klik Import file > Pilih data Rinex > pilih file rinexnya

5. Klik kanan pada masing masing data rinex untuk mengatur ketinggian antena tiap
pengukuran
6. Mengganti Tinggi Antena sebagai berikut sesuai tinggi dilapangan

7. Lakukan pada ketiga file data tersebut

8. Klik Static Baseline > Parameter > atur satelit yang akan digunakan
9. Kemudian Klik Process

10. Pilih menu adjusment > Klik kanan data yang menjadi acuan pengukuran dan klik
properties

11. Masukan Koordinat yang diketahui


12. Klik Adjustment Parameter > Free Adjustment > pilih nama pilih fixed station in free
adjustment yang BM01 PLTMG

13. Klik Run Adjustment

14. Kemudian tahap terakhir klik Adjustment Repot, maka akan keluar hasil
pengolahan data GNSS sebagai berikut :
3.3 Langkah Kerja Pengolahan Data Pasang Surut

1. Buka data pasut yang sudah diberikan

2. Lakukan filtering data di perangkat lunak microsoft excel agar didapatkan data pasut tiap
jam. Filtering data dilakukan dengan menggunakan menu number filters. Jika data sudah
terfilter perjam maka lanjutkan ke tahap skema 1

Data Tide Gauge di Stasiun Sagero

3. Susun data pasut yang telah di-filter menjadi tabel jam dan tanggal, tabel tersebut
merupakan skema I
Tabel di Ms. Excel Skema I

4. Buat tabel konstanta pengali untuk menyusun skema II

Konstanta Pengali

5. Kalikan nilai pengamatan dengan harga pengali untuk setiap hari pengamatan. Karena pada
X4 ada bilangan 0 yang dimasukan dalam perkalian, maka lakukan perhitungan dengan
menjumlahkan bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan diisikan pada kolom bertanda
positif (+) di bawah kolom X1, Y1, X2, Y2, X3, Y3, X4, Y4. Lakukan hal yang sama untuk
pengali -1 dan isikan di bawah kolom yang bertanda negatif (-).
Skema II

6. Lakukan penjumlahan pada kolom-kolom di skema II untuk mendapatkan skema III,


adapun ketentuan penambahan tersebut adalah sebagai berikut:

- Untuk Xo (+) adalah penjumlahan antara X1 (+) dengan X1 (-) tanpa melihat tanda (+) dan
(-)

- Untuk X1, Y1, X2, Y2, X4, Y4 merupakan penjumlahan dengan melibatkan tanda (+) dan (-
). Agar hasil dari penjumlahan tersebut tidak ada yang bernilai negatif, maka semua operasi
harus ditambahkan dengan ketentuan 100. Hal ini berlaku pada semua kolom.

*Catatan

Nilai 100 didapatkan berdasarkan kriteria apabila nilai absolut minimum dari suatu kolom di
skema II adalah: “nilai ≥ 0” dan “nilai ≤ 100”.
Skema III

7. Buat tabel konstanta pengali untuk skema IV

Konstanta Pengali Skema IV

8. Lakukan operasi pada skema III dengan tabel konstanta pengali, berikut hasil dari skema
IV

*Catatan:

Indeks pada skema IV menunjukan aturan operasi yang melibatkan skema III dan tabel pada
gambar F.9. Contohnya indeks 10, artinya penjumlahan semua harga untuk tiap tiap kolom
X1 dan Y1 pada skema III yang sebelumnya telah dikalikan dengan faktor pengali dari tabel
di gambar F.9 di baris dengan indeks 0. Faktor 29 menunjukan berapa kali harus dikurangi
dengan faktor nilai ketentuan, dalam hal ini 100.

Skema IV

9. Susun skema V dan skema VI dengan cara mengoperasikan nilai nilai pada skema IV dan
juga dibantu dengan konstanta pengali yang telah ditetapkan. Untuk skema V, lakukan
pengurangan dari nilai X(jumlah) dan Y(jumlah) pada skema IV. Untuk skema VI, lakukan
penjumlahan dari nilai X (jumlah) dan Y (jumlah). Operasi pada kedua skema tersebut
nantinya dibantu dengan konstanta pengali juga. Penyusunan kedua skema tersebut telah
didasarkan pada perhitungan sembilan komponen utama pembangkit pasut.
Skema IV dan V

10. Susun skema VII dengan melakukan penjumlahan dari skema V dan VI dan dibantu
dengan konstanta pengali yang telah ditetapkan dan hasil perhitungan f, V, u, dan r.

Skema VII
11. Susun skema VIII dengan melakukan perhitungan dari nilai V dan u pada skema VII dan
dibantu dengan konstanta pengali yang telah ditetapkan dan hasil perhitungan f, V, u, dan r.

Skema VIII

12. Susun tabel hasil hitungan akhir dari metode admiralty yang berupa nilai konstanta
harmonik utama pasut.

13. Cari nilai ketinggian pasut serta formzahlnya.

3.4 Langkah Kerja Pengolahan Data Kedalaman

1. Membuka Aplikasi NavEdit, kemudian klik Open. Maka akan muncul jendela beriku, lalu
klik next
2. Kemudian memilih echosounder, dan klik next lagi
3. Kemudian akan muncul jendela berikut, klik next.

4. Muncul jendela ini, lalu piluh Finish.


5. Maka akan muncul data yang akan diolah, data sudah disiapkan sebelumnya

6. Klik pada menu survey untuk mengedit anomali pada jalur


6. Misal pada jalur SR041 akan muncul seperti berikut

7. Lalu akan muncul data yang didapatkan dari pengukuran yang akan diedit anomalinya.
Jangan lupa menarik Time Selection ke paling ujung, sehingga dapat dilihat data seperti
berikut.
8. Ketika di zoom, maka akan terlihat data seperti ini, masih banyak anomalinya

9. Untuk mengedit anomalinya, maka klik salah satu anomali yang akan diedit. Lalu lihat
poin Ch1 Depth pada tabel di sebelah kiri.
10. Cek ketinggian diantara titik tersebut. Kemudian select ketiga titik tersebut.

11. Kemudian klik icon interpolasi, maka data akan berubah anomalinya, dan pada data akan
terlihat berwarna merah.
12. Ketika di zoom out, maka akan terlihat anomali sudah tidak begitu terlihat.

13. Lakukan pada semua titik anomali hingga semua titik berubah, agar tidak terlalu banyak
anomali.

14. Untuk mengexport data, klik export dan klik parameter.


15. Maka akan muncul jendela berikut, memasukkan data interval pada kolom Data Section
16. Pada tab Costumize pilih sesuai ketentuan. Kemudian Klik OK.

3.5 Langkah Kerja Reduksi Data Pasang Surut

Langkah Reduksi Kedalaman

1. Berdasarkan hasil pengolahan pada perangkat lunak hydropro didapatkan data hasil
pengukuran kedalaman menggunakan echosounder sebagai berikut.

RUNLINE SR025 0 6 1
0,00 749923,26 9887029,67
0,00 749681,12 9887467,13
EVENT Fix.540 20191020 02:38:02 749651,33 9887421,08 -6,13
EVENT Fix.560 20191020 02:38:53 749731,80 9887376,89 -15,15
EVENT Fix.580 20191020 02:39:31 749783,91 9887293,10 -11,67
EVENT Fix.600 20191020 02:40:15 749823,57 9887202,93 -1,78
749651,35 9887421,10 -6,13 20191020 02:38:02 Survey_Boat SR025 -48,34 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749652,40 9887421,88 -6,08 20191020 02:38:03 Survey_Boat SR025 -47,04 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749653,45 9887422,67 -5,92 20191020 02:38:04 Survey_Boat SR025 -45,74 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749654,50 9887423,46 -6,01 20191020 02:38:06 Survey_Boat SR025 -44,44 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749655,85 9887424,17 -6,06 20191020 02:38:07 Survey_Boat SR025 -42,91 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749657,71 9887424,78 -6,03 20191020 02:38:08 Survey_Boat SR025 -40,99 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749659,58 9887425,39 -6,06 20191020 02:38:09 Survey_Boat SR025 -39,06 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749661,65 9887425,61 -5,99 20191020 02:38:10 Survey_Boat SR025 -37,14 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749663,85 9887425,59 -6,12 20191020 02:38:12 Survey_Boat SR025 -35,23 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749666,15 9887425,58 -6,00 20191020 02:38:13 Survey_Boat SR025 -33,22 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749668,66 9887425,57 -6,23 20191020 02:38:14 Survey_Boat SR025 -31,02 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749671,38 9887425,34 -6,21 20191020 02:38:15 Survey_Boat SR025 -28,76 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749673,95 9887424,63 -6,34 20191020 02:38:16 Survey_Boat SR025 -26,85 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749676,51 9887423,94 -6,25 20191020 02:38:18 Survey_Boat SR025 -24,95 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749679,06 9887423,27 -6,41 20191020 02:38:19 Survey_Boat SR025 -23,05 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
749681,58 9887422,61 -6,50 20191020 02:38:20 Survey_Boat SR025 -21,16 6 Ch1 0,00 0,00 0,00
2. Lakukan filtering data yang dibutuhkan untuk perhitungan reduksi kedalaman. Pada
kesempatan ini dilakukan filter data sebagai berikut pada perangkat lunak Ms. Excel.

749651,35 9887421,10 -6,13 20191020 02:38:02


749652,40 9887421,88 -6,08 20191020 02:38:03
749653,45 9887422,67 -5,92 20191020 02:38:04
749654,50 9887423,46 -6,01 20191020 02:38:06
749655,85 9887424,17 -6,06 20191020 02:38:07
749657,71 9887424,78 -6,03 20191020 02:38:08
749659,58 9887425,39 -6,06 20191020 02:38:09
749661,65 9887425,61 -5,99 20191020 02:38:10
749663,85 9887425,59 -6,12 20191020 02:38:12
749666,15 9887425,58 -6,00 20191020 02:38:13
749668,66 9887425,57 -6,23 20191020 02:38:14
749671,38 9887425,34 -6,21 20191020 02:38:15
749673,95 9887424,63 -6,34 20191020 02:38:16
749676,51 9887423,94 -6,25 20191020 02:38:18
749679,06 9887423,27 -6,41 20191020 02:38:19
749681,58 9887422,61 -6,50 20191020 02:38:20
749684,07 9887421,97 -6,58 20191020 02:38:21
749686,34 9887421,26 -6,70 20191020 02:38:22
749688,41 9887420,50 -6,66 20191020 02:38:24
749690,36 9887419,64 -6,85 20191020 02:38:25
749692,13 9887418,63 -6,96 20191020 02:38:26
749693,88 9887417,60 -7,12 20191020 02:38:27
749695,03 9887415,96 -7,09 20191020 02:38:28

1) 2) 3) 4) 5)
Pilah data yang akan digunakan 1) Koordinat X ukuran, 2) Koordinat Y ukuran, 3) Z ukuran
(kedalaman), 4) Tanggal pemeruman, dan 5) Waktu pemeruman (global).

3. Selanjutnya lengkapi data pasang surut sesuai dengan waktu dan tanggal pengamatan.
Waktu disesuaikan berdasarkan local time.
0:00 1.89
1:00 1.64
2:00 1.46
3:00 1.31
4:00 1.24
5:00 1.27
6:00 1.36 X Y Z yy/mm/dd Time TWLt MSL Z0 rt Z (real) Z (-)
7:00 1.46
750298.38 9887341.09 2.71 20191020 4:28:03 2 1.81 2.1 2.29 0.42 -0.42
8:00 1.64 750292.92 9887344.97 3.18 20191020 4:28:06 2 1.81 2.1 2.29 0.89 -0.89
9:00 1.82 750284.08 9887352.23 3.64 20191020 4:28:11 2 1.81 2.1 2.29 1.35 -1.35
10:00 1.97 750277.42 9887359.56 4.02 20191020 4:28:15 2 1.81 2.1 2.29 1.73 -1.73
750271.42 9887366.77 4.24 20191020 4:28:18 2 1.81 2.1 2.29 1.95 -1.95
11:00 2
20-Okt-19 750268.95 9887371.67 4.07 20191020 4:28:21 2 1.81 2.1 2.29 1.78 -1.78
12:00 1.97 750267.57 9887375.01 4.11 20191020 4:28:22 2 1.81 2.1 2.29 1.82 -1.82
13:00 1.9 750266.18 9887379.89 4.06 20191020 4:28:24 2 1.81 2.1 2.29 1.77 -1.77
14:00 1.82 750264.99 9887383.87 4.02 20191020 4:28:25 2 1.81 2.1 2.29 1.73 -1.73
15:00 1.78 750263.64 9887387.40 4.04 20191020 4:28:27 2 1.81 2.1 2.29 1.75 -1.75
750261.11 9887392.45 4.15 20191020 4:28:29 2 1.81 2.1 2.29 1.86 -1.86
16:00 1.72
750257.32 9887399.79 4.29 20191020 4:28:32 2 1.81 2.1 2.29 2.00 -2
17:00 1.73 750253.08 9887409.17 4.48 20191020 4:28:36 2 1.81 2.1 2.29 2.19 -2.19
18:00 1.86 750250.15 9887415.01 4.57 20191020 4:28:38 2 1.81 2.1 2.29 2.28 -2.28
19:00 1.97 750248.38 9887418.33 4.59 20191020 4:28:39 2 1.81 2.1 2.29 2.30 -2.3
20:00 2.12 750246.46 9887421.72 4.70 20191020 4:28:41 2 1.81 2.1 2.29 2.41 -2.41
750244.48 9887424.92 4.70 20191020 4:28:42 2 1.81 2.1 2.29 2.41 -2.41
21:00 2.19 750242.10 9887428.33 4.72 20191020 4:28:43 2 1.81 2.1 2.29 2.43 -2.43
22:00 2.2 750239.44 9887432.38 4.70 20191020 4:28:45 2 1.81 2.1 2.29 2.41 -2.41
23:00 2.14 750237.35 9887435.59 4.56 20191020 4:28:46 2 1.81 2.1 2.29 2.27 -2.27

*contoh data diatas, pukul 04:00:00 global time adalah 11:00 local time.

4. Berikan nilai Zo dan MSL hasil perhitungan data pasang surut.


X Y Z yy/mm/dd Time TWLt MSL Z0

750298.38 9887341.09 2.71 20191020 4:28:03 2 1.81 2.1


750292.92 9887344.97 3.18 20191020 4:28:06 2 1.81 2.1
750284.08 9887352.23 3.64 20191020 4:28:11 2 1.81 2.1
750277.42 9887359.56 4.02 20191020 4:28:15 2 1.81 2.1
750271.42 9887366.77 4.24 20191020 4:28:18 2 1.81 2.1
750268.95 9887371.67 4.07 20191020 4:28:21 2 1.81 2.1
750267.57 9887375.01 4.11 20191020 4:28:22 2 1.81 2.1
750266.18 9887379.89 4.06 20191020 4:28:24 2 1.81 2.1
750264.99 9887383.87 4.02 20191020 4:28:25 2 1.81 2.1
750263.64 9887387.40 4.04 20191020 4:28:27 2 1.81 2.1
750261.11 9887392.45 4.15 20191020 4:28:29 2 1.81 2.1
750257.32 9887399.79 4.29 20191020 4:28:32 2 1.81 2.1
750253.08 9887409.17 4.48 20191020 4:28:36 2 1.81 2.1
750250.15 9887415.01 4.57 20191020 4:28:38 2 1.81 2.1
750248.38 9887418.33 4.59 20191020 4:28:39 2 1.81 2.1
750246.46 9887421.72 4.70 20191020 4:28:41 2 1.81 2.1
750244.48 9887424.92 4.70 20191020 4:28:42 2 1.81 2.1
750242.10 9887428.33 4.72 20191020 4:28:43 2 1.81 2.1
750239.44 9887432.38 4.70 20191020 4:28:45 2 1.81 2.1
750237.35 9887435.59 4.56 20191020 4:28:46 2 1.81 2.1

5. Lakukan perhitungan nilai reduksi dengan rumus

rt = TWLt – MSL +Z0


6. Kemudian hitung nilai kedalaman sesungguhkan (berdsarkan chart datum) dengan rumus Z

(real) = Z (before) – rt
7. Kalikan nilai Z dengan -1 untuk mendefinisikan kedalaman dibawah chart datum bernilai
negatif sebagai bentuk integrasi data topografi. Maka contoh hasil akhir perhitungan reduksi
dapat dilihat sebagai berikut.
`

X Y Z yy/mm/dd Time TWLt MSL Z0 rt Z (real) Z (-) X Y Z

750298.38 9887341.09 2.71 20191020 4:28:03 2 1.81 2.1 2.29 0.42 -0.42 750298.38 9887341.09 -0.42
750292.92 9887344.97 3.18 20191020 4:28:06 2 1.81 2.1 2.29 0.89 -0.89 750292.92 9887344.97 -0.89
750284.08 9887352.23 3.64 20191020 4:28:11 2 1.81 2.1 2.29 1.35 -1.35 750284.08 9887352.23 -1.35
750277.42 9887359.56 4.02 20191020 4:28:15 2 1.81 2.1 2.29 1.73 -1.73 750277.42 9887359.56 -1.73
750271.42 9887366.77 4.24 20191020 4:28:18 2 1.81 2.1 2.29 1.95 -1.95 750271.42 9887366.77 -1.95
750268.95 9887371.67 4.07 20191020 4:28:21 2 1.81 2.1 2.29 1.78 -1.78 750268.95 9887371.67 -1.78
750267.57 9887375.01 4.11 20191020 4:28:22 2 1.81 2.1 2.29 1.82 -1.82 750267.57 9887375.01 -1.82
750266.18 9887379.89 4.06 20191020 4:28:24 2 1.81 2.1 2.29 1.77 -1.77 750266.18 9887379.89 -1.77
750264.99 9887383.87 4.02 20191020 4:28:25 2 1.81 2.1 2.29 1.73 -1.73 750264.99 9887383.87 -1.73
750263.64 9887387.40 4.04 20191020 4:28:27 2 1.81 2.1 2.29 1.75 -1.75 750263.64 9887387.40 -1.75
750261.11 9887392.45 4.15 20191020 4:28:29 2 1.81 2.1 2.29 1.86 -1.86 750261.11 9887392.45 -1.86

3.6 Integrasi Data Topografi dengan Data Kedalaman

3.6.1 Langkah Kerja Intergrasi Data Topografi dengan Data kedalaman

1. Siapkan data hasil pengolahan topografi dan hasil pengolahan survei bathimetri yang
sudah direduksi berupa data X,Y, dan Z
2. Import Point tersebut ke dalam ArcMap dengan pilih menu add data add XY data

3. Pilih file dan sesuaikan kolom X,Y, dan Z

4. Selanjutnya digitasi objek dari titik titik detail seperti pagar dan jalan
5. Buat raster Interpolasi dengan mnggunakan toolbox 3D analysis toolRaster
Interpolation dan pilih Natural Network

6. Pilih data shapefile point, kolom elevasi dan lokasi penyimpanan file nya

7. Buat kontur pada toolbox 3D analysis tools  raster surface contour


8. Input file interpolasi raster, interval kontur dan lokasi penyimpanan
3.6.2 Langkah Kerja Kartografi Peta

1. Pilih tab layout view

2. Pilih menu file dan pilih page and print setup

3. Atur ukuran kertas yang akan digunakan

4. Lakukan Layouting pada peta menggunakan kaidah-kaidah kartografi


5. Jika sudah selesai export peta pada menu file pilih export map
BAB IV

HASIL PENGOLAHAN

4.1 Hasil Pengolahan Data Topografi

4.1.1 Tabel Perhitungan Poligon di Excel

Dari Hasil Pengolahan tersebut dapat diketahui informasi yaitu :

1. Diketahui Kerangka Horizontal yaitu Koordinat X, Y setiap BM yang telah diukur


dengan Metode Poligon Tertutup.

2. Diketahui Kerangka Vertikal yaitu elevation setiap BM yang digunakan.


3. Dari poligon yang dibuat diketahui total jaraknya yaitu 472.838 m

4. Nilai Fl yaitu 0.056106

5. Nilai Ketelitian Linier Jarak Yaitu 1 : 8428

4.2 Hasil Pengolahan Data GNSS

Analisis dari pengolahan GNSS

- Didapatkan dengan menggunakan Sistem Koordinat UTM Zona 52S

- Dengan Nilai Rms yang baik rata – rata ketelitian cm bearti sudah memenuhi syarat.

BM02 - BM01 PLTMG

PDOP : 0.0029 HDOP : 0.0027 VDOP : 0.0010

BM01 PLTMG – BM01

PDOP : 0.0018 HDOP : 0.0018 VDOP : 0.0003

 Koordinat BM 01 PLTMG

X : 750028.7820

Y : 9887028.4620

Z : 2.099

 Koordinat BM 01

X : 749590.7276

Y : 9886734.6589

Z : 3.3544

 Koordinat BM 02

X : 749581.5110

Y : 9887766.4300

Z : 3.560
4.3 Hasil Pengolahan Data Pasang Surut

Pada praktikum pengolahan data pasut menggunakan metode admiralty ini, data yang
digunakan merupakan data pasut dari Stasiun Sagero. Stasiun Sagero. Stasiun tersebut
memiliki enam sensor, dimana yang nantinya akan diambil datanya adalah sensor pressure
(PRS). Sensor tersebut dipilih karena kelengkapan datanya relatif lebih baik daripada sensor
lain. Berikut metadata dari Stasiun Sagero.

Data Pasut Sagero

Data yang digunakan adalah data dari tanggal 11 Oktober 2019 data tiap jam saja yang
akan diolah. Data-data yang akan diolah ditunjukan pada skema I.

Pengolahan data pasut pada praktikum kali ini dilakukan dengan metode admiralty,
formula yang dipakai mengacu pada modul praktikum survei hidrografi I minggu ke-7 yang
telah disediakan. Pengolahan tersebut, dilakukan dengan bantuan perangkat lunak microsoft
excel. Berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan, didapatkan nilai hitungan konstanta
harmonik pasut sebagai berikut.
Data di atas memiliki keterangan sebagai berikut:

- S0 = Muka air laut rerata

- M2 = Konstanta yang dipengaruhi oleh bulan

- S2 = Konstanta yang dipengaruhi oleh matahari

- N2 = Konstanta ini dipengaruhi oleh perubahan jarak yang disebabkan oleh lintasan
bulan yang berbentuk elips

- K1 = Konstanta yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari dan deklinasi bulan.

- O1 = Konstanta yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan saja

- M4 = Konstanta yang kecepatan sudutnya dua kali kecepatan sudut M2.

- MS4 = Konstanta yang dihasilkan oleh interaksi M2 dan S2, dimana kecepatan
sudutnya sama dengan jumlah kecepatan sudut M2 dan S2.
- K2 = Konstanta ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan matahari yang
berbentuk elips.

- P1 = Konstanta yang hanya dipengaruhi oleh deklinasi matahari

Dari data di atas, didapatkan beberapa nilai antara lain:

- Nilai maksimum

HWL (High water level) merupakan nilai muka air tertinggi dalam satu siklus pasang surut.
Didapatkan nilai HWL sebesar 24 m

- Nilai minimum

LWL (Low water level) meruapakan nilai muka air terendah dalam satu siklus pasang surut.
Nilai yang didapatkan adalah sebesar 17 m

- Duduk tengah

MSL (Mean sea level) adalah nilai rerata tinggi permukaan air dalam rentang waktu tertentu,
dimana pada kali ini adalah dari tanggal 11 Oktober 2019 hingga 11 Desember 2019. Nilai
MSL pada stasiun sagero berdasarkan perhitungan tersebut adalah 21 m

- Tunggang pasut

Merupakan nilai selisih antara HWL dan LWL, berdasarkan data di atas, didapatkan nilai
tunggang pasut sebesar 7 m.

- Chart Datum

Chart datum merupakan bidang referensi yang berupa permukaan terendah air laut yang
digunakan sebagai acuan kedalaman dalam pembuatan peta laut, nilai yang didapatkan
adalah 17 m

Metode admiralty dapat digunakan juga untuk menentukan tipe pasut, hal ini didasarkan
pada nilai formzahl yang didapatkan. Adapun ketentuan dari klasifikasi tipe pasut
berdasarkan nilai formzahl adalah sebagai berikut

F < 0.25 = Pasang Surut Semi Diurnal

0.25 < F < 1.5 = Pasang Surut Campuran Dominasi Ganda

1.5 < F < 3.5 = Pasang Surut Campuran Dominasi Tunggal

F > 3.5 = Pasang Surut Diurnal

Nilai formzahl yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut
F = A(K1) + A(O1) / A(M2) + A(S2)

F = (0.224+0.290)/(0.478+0.164)

F = 0.801

Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jeni pasut di stasiun Sagero
pada periode 11 Oktober 2019 sampai 25 Oktober 2019 adalah pasang surut campuran
dominasi tunggal. Hal ini berarti pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda
dalam tinggi dan waktu di daerah stasiun Sagero.

4.4 Hasil Pengolahan Data Kedalaman

Berikut merupakan salah satu hasil dari pengolahan data filter Jalur SR041-SR027

Sebelum di filter :

Sesudah di filter :
4.5 Hasil Pengolahan Reduksi Data Pasang Surut

Analisis Hasil Reduksi

Reduksi kedalaman dilakukan untuk mereferensikan nilai kedalaman terhadap surutan


terendah/chart datum/LAT. Besar nilai reduksi kedalaman bervariasi yaitu senilai 2,11; 2,26;
dan 2,29 meter bergantung besar nilai kedudukan laut sesungguhnya (TWLt). TWLt yang
digunakan adalah nilai pengamatan pasang surut pada saat pemeruman, yaitu pukul 09:00
hingga 12:00 pada 20 Oktober 2019. Nilai kedalaman hasil reduksi Z(real) dibawah chart
datum bernilai negatif dan positif diatas chart datum. Nilai kedalaman terdalam bernilai
16,94 meter dibawah chart datum sedangkan terendah bernilai 1,91 meter diatas chart
datum.
4.6 Hasil Pengolahan Data Topografi dengan Data Kedalaman

Analisa Integrasi data topografi dengan data kedalaman

Pada pengukuran batimetri dilakukan peengukuran dengan luas area sekitar 26 hektar dengan
panjang bibir pantai sepanjang 1 km dan lebar 250-450m menjauhi daratan. sedangkan untuk
topografi dilakukan pada daerah sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG)
wilayah sagero dengan luas sekitar 27 hektar. hasil kondisi permukaan yang didapat, topografi
bawah laut cenderung memiliki kemiringan curam pada bagian selatan dengan kedalaman
mencapai 16 meter sedangkan dibagian utara cenderung landai. untuk hasil pengukuran topografi
daratan secara keseluruhan memiliki kondisi permukaan yang landai
4.7 Hasil Kartografi Peta
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan Praktikum Survei Hidrografi Pengolahan
Data Pengukuran Batimetri adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal (KKH) diukur menggunakan metode poligon terikat
sempurna yang diikatkan pada benchmark hasil ukuran GNSS. Ketelitian linier poligon bernilai
1 : 8428.

2. Hasil olahan pengukuran data GNSS metode statik BM 01 dan BM 02 menunjukkan nilai
RMS yang baik dan memenuhi syarat.

3. Analisis data pasang surut berdasarkan nilai formzhal menunjukkan tipe pasang surut wilayah
pesisir sagero termasuk kedalam tipe pasut campuran condong harian ganda.

4. Data kedalaman hasil pengukuran echosounder memerlukan proses editing karena masih
terdapat anomali. Hasil reduksi data kedalaman terhadap chart datum bervariasi, bergantung nilai
kedudukan laut pada saat pemeruman. Nilai kedalaman terdalam bernilai 16,94 meter dibawah
chart datum sedangkan terendah bernilai 1,91 meter diatas chart datum.

5. Pada pengukuran batimetri di pesisir PLTMG sagero didapati kondisi permukaan dasar bawah
laut cenderung memiliki kemiringan curam pada bagian selatan dengan kedalaman mencapai 16
meter sedangkan dibagian utara cenderung landai. untuk hasil pengukuran topografi daratan
secara keseluruhan memiliki kondisi permukaan yang landai.
DAFTAR PUSTAKA

A, Juaini Anggraini. 2013. Data Pasang Surut Tanjung Pandan. Indralaya : Universitas
Sriwijaya. https://www.academia.edu/9145491/laporan_praktikum_pasang_surut diakses
pada 29 Juli 2021 pukul 15.04.

Suci, Putu Okta, dkk. 2019. Metode Real Time Kinematik (RTK). Institut Teknologi Sumatera.
https://pdfcoffee.com/laporan-praktikum-rtk-survei-gnss-rckelompok-7-pdf-free.html
diakses pada 29 Juli 2021 pukul 15.17.

Anda mungkin juga menyukai