Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Survei Hidrografi


Survei merupakan kegiatan terpenting untuk menghasilkan informasi
hidrografi, seperti penentuan posisi laut dan penggunaan sistem referensi, pengukuran
kedalaman (batimetri), pengukuran arus, pengukuran sedimen, pengamatan pasang surut,
pengukuran detail situasi secara rinci dan garis pantai [1].Data yang diperoleh dari
kegiatan di atas dapat disajikan sebagai informasi dalam bentuk peta dan non peta
disusun dalam bentuk basis data kelautan.
Kata hidrografi merupakan serapan dari kata bahasa Inggris 'hydrography',
'hidrografi' berasal dari kata sifat Perancis abad pertengahan ‘hydrographique’,
merupakan kata yang berkaitan dengan sifat dan pengukuran massa air, misalnya :
kedalaman dan arus [1]. Hidrografi merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan
pengukuran dan deskripsi karakteristik serta struktur dasar perairan dan pergerakan air.
Informasi tentang fenomena dasar perairan dan pergerakan air diperoleh melalui kegiatan
pengukuran yang disebut sebagai survei hidrografi [2]. Survei hidrografi adalah disiplin
ilmu yang terkait dengan pengukuran serta penjelasan karakteristik dan struktur dasar
perairan, serta pergerakan badan air. Dengan kata lain, hidrografi adalah bidang ilmu
praktis yang fokus pada pengukuran dan penjelasan objek-objek fisik di bawah
permukaan laut, dengan tujuan digunakan dalam navigasi [3].
Survei hidrografi menurut IHO adalah ilmu mengenai pengukuran dan
pendeskripsian parameter yang diperlukan untuk menggambarkan secara akurat sifat dan
bentuk dasar laut, hubungan geografisnya dengan daratan, serta karakteristik-karakteristik
dan dinamika-dinamika lautan. Dalam survei hidrografi ini, juga diikutsertakan dalam
pengukuran batimetri. Survei batimetri merupakan survei pemerumam, khususnya proses
pengukuran kedalaman untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan dasar
perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud hanya sebatas pada
permukaannya, bukan pada kandungan material atau biota yang tumbuh di atasnya,
semata-mata pada bentuk atau topografinya saja (Poerbandono dan Djunarsah, 2005).
Tujuan dari survei hidrografi menurut IHO adalah untuk mengumpulkan data
georeferensing mengenai konfigurasi garis pantai (termasuk infrastruktur buatan untuk
navigasi maritim yang akan digunakan untuk navigasi), kedalaman zona navigasi
(termasuk semua potensi bahaya navigasi dan kegiatan lainnya), eksplorasi, eksploitasi
sumber daya kelautan, perlindungan lingkungan hidup, dan pertahanan laut. Salah satu
kegiatan survei hidrografi adalah pemeruman. Pemeruman merupakan suatu proses dan
kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bentuk permukaan air di
bawahnya. Proses representasi dasar perairan (mulai dari pengukuran, pengolahan hingga
tampilan atau visualisasi) disebut survei batimetri. Model batimetri (kontur kedalaman)
diperoleh dengan menginterpolasi titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala
model yang hendak dibuat [4].

2.2. Lajur
Lajur adalah garis atau jalur yang digunakan untuk menghimpun data dan
informasi mengenai kedalaman laut, karakteristik dasar laut, dan elemen-elemen terkait
dalam penelitian dan survei di perairan. Dalam hidrografi, lajur ini merupakan jalur
survei yang dilakukan oleh kapal atau peralatan khusus untuk mengumpulkan data
hidrografi yang akan digunakan dalam pembuatan peta laut atau untuk tujuan lain dalam
mengelola sumber daya laut dan navigasi kapal. Penentuan lajur survei ini biasanya
dilakukan dengan perencanaan yang akurat dan baik untuk mencakup area tertentu di laut
atau perairan yang memerlukan survei. Lajur terbagi atas tiga jenis yaitu, lajur perum,
lajur utama, dan lajur silang [5].
Lajur perum merujuk pada garis yang menggambarkan jalur pergerakan kapal
selama survei perum. Lajur perum utama sebaiknya sejajar dengan garis pantai dan
memiliki interval maksimum satu cm pada skala survei. Jarak yang memadai antara lajur
perum dari berbagai tingkat survei sudah diatur dalam SP-44. Berdasarkan prosedur
tersebut, penelitian dasar laut mungkin diperlukan atau memperlebar lajur perum dapat
menjadi pilihan, tergantung pada kebutuhan [5].
Lajur utama adalah lajur perum yang digunakan sebagai jalur utama dalam proses
survei perum. Lajur utama adalah garis atau jalur yang berperan sebagai jalur utama
dalam suatu konteks tertentu, umumnya dalam hidrografi berperan untuk melakukan
survei atau pengumpulan data. Lajur utama biasanya memegang peran utama dalam
proses survei dan pengumpulan informasi dalam kerangka penelitian atau tugas tertentu
[6]. Dalam survei hidrografi, lajur utama sering menjadi jalur yang sangat signifikan atau
sering digunakan untuk mengukur kedalaman laut, karakteristik dasar laut, atau unsur-
unsur lain yang relevan.
Lajur silang adalah lajur perum yang berperan dalam memvalidasi data perum
dengan melakukan cek silang. Titik perum adalah lokasi di mana data kedalaman
direkam. Lajur silang penting untuk memastikan akurasi posisi perum dan pengurangan
pasang surut. Jarak antara lajur silang seharusnya 10 kali lebar lajur utama, membentuk
sudut antara 60 hingga 90 derajat terhadap lajur utama. Lajur silang tambahan dapat
ditambahkan di area yang disarankan atau ketika ada ketidakpastian. Jika perbedaan yang
melebihi toleransi yang ditentukan (sesuai dengan tingkat survei) terjadi, maka
diperlukan analisis yang sistematis terhadap penyebab kesalahan. Setiap ketidakcocokan
harus segera ditangani melalui analisis atau survei ulang selama survei berlangsung [5].

2.3. GNSS
GNSS merupakan singkatan dari Global Navigation Satellite System. GNSS
merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi atau lokasi (lintang,
bujur dan ketinggian) dan waktu sebagai satuan ilmiah di bumi. Satelit memancarkan
sinyal radio frekuensi tinggi yang berisi informasi waktu dan lokasi yang dapat ditangkap
oleh penerima, sehingga memungkinkan pengguna mengetahui lokasi persisnya di mana
pun di Bumi [7]. Saat ini terdapat empat jenis GNSS yang beroperasi penuh, yaitu:
1. GPS - Global Positioning System (Amerika)
2. GLONASS - Global Navigation Satellite System (Rusia)
3. Beidou (Kompas - Tiongkok)
4. Galilea (Uni Eropa)
Sistem-sistem ini terus dikembangkan agar lebih memenuhi standar keakuratan
informasi yang dihasilkan dan keandalan untuk pemenuhan kebutuhan. Beberapa negara
juga memiliki satelit navigasi yang beroperasi secara regional pada wilayah tertentu saja
seperti IRNSS (India), QZSS (Jepang) dan DORIS (Prancis) (Buletin Gambaran, Opini,
dan Informasi Kehutanan, Edisi 3, 2017). Pada dasarnya GPS terdiri dari tiga segmen
utama, yaitu segmen luar angkasa yang terdiri dari satelit GPS, segmen sistem kendali
atau kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun pelacak dan kendali satelit,
dan sistem pengguna (user segment) yang terdiri dari pengguna GPS, termasuk perangkat
(receiver) penerima dan pengelola sinyal dan data GPS (Hasanudin Abidin, Penentuan
dengan GPS dan Aplikasinya, 2000). Penerima sinyal (GPS) merupakan alat yang
menerima sinyal GPS dari satelit GPS dan memproses sinyal tersebut untuk mendapatkan
data koordinat. Ada tiga kategori penerima GPS sipil (non-militer): Receiver GPS Tipe
navigation, Receiver GPS tipe mapping, dan Receiver GPS tipe geodetic.

2.4. Metode Penentuan Posisi


2.4.1. Metode kinematik
Metode pengukuran kinematik adalah cara untuk menentukan pergerakan
(kinematik) dari titik-titik tertentu. Selain digunakan untuk menentukan posisi,
Global Navigation Satellite System (GNSS) juga bisa digunakan untuk mengukur
kecepatan, percepatan, dan ketinggian (altitude). Pengukuran ini dapat dilakukan
dengan menggunakan data pseudorange dan/atau fase, baik secara absolut
maupun diferensial. Hasil dari penentuan posisi ini dapat digunakan baik dalam
pengamatan secara real-time maupun setelah pengamatan (post-processing).
Untuk pengamatan diferensial secara real-time, komunikasi data antara stasiun
referensi dan penerima yang bergerak diperlukan. Untuk menentukan posisi
kinematik secara akurat, data fase digunakan dengan penentuan ambiguitas fase
secara langsung. Metode kinematik ini umumnya digunakan dalam berbagai
aplikasi seperti navigasi, pemantauan (surveillance), panduan (guidance),
fotogrametri, gravimetri udara, survei hidrografi, dan lain-lain [8].
Penentuan posisi kinematik dapat dilakukan melalui dua metode yang
berbeda: (1) dengan metode pengamatan absolut, di mana tidak diperlukan titik
referensi yang telah diketahui posisinya, dan satu receiver saja digunakan. Posisi
yang dihasilkan dalam metode ini didasarkan pada data pseudorange; dan (2)
dengan metode pengamatan relatif atau diferensial, di mana penentuan posisi
kinematik melibatkan titik referensi yang posisinya sudah diketahui dalam tiga
dimensi, sehingga setidaknya dibutuhkan dua penerima. Posisi yang diperoleh
dalam metode ini bergantung pada pengamatan carrier beat phase atau data
pseudorange.

Gambar 1. Metode Pengukuran Kinematik secara post-proses maupun


real-time (doi: 10.24912/jmts.v2i3.7886)

2.4.2. Metode Differential


Metode ini juga dikenal sebagai positioning relatif, memerlukan
setidaknya dua perangkat GNSS geodetik, di mana salah satu perangkat
ditempatkan di titik referensi yang memiliki koordinat diketahui, sementara
perangkat lainnya ditempatkan pada posisi yang ingin ditentukan relatif terhadap
titik referensi tersebut. Prinsip dasarnya melibatkan proses diferensial untuk
menghilangkan dan mengurangi beberapa kesalahan dan bias, sehingga
menghasilkan posisi yang lebih tepat. Efektivitas dari proses diferensial ini sangat
tergantung pada jarak antara titik referensi dan titik yang ingin ditentukan
posisinya (baseline), semakin dekat jaraknya maka akan lebih efektif [8]. Titik
yang ingin ditentukan posisinya bisa dalam keadaan diam atau bergerak, dan data
yang digunakan meliputi pseudorange, fase, atau pseudorange dengan fase yang
telah diolah. Metode pengamatan ini digunakan dalam kegiatan survei dan
pemetaan geodetik, serta navigasi presisi.
Sistem DGPS (Differential Global Positioning System) digunakan untuk
menentukan posisi secara real-time dengan menggunakan data pseudorange.
Dalam sistem ini, diperlukan suatu sistem komunikasi data khusus untuk
mengirimkan Koreksi Diferensial. Koreksi Diferensial dapat berupa koreksi
pseudorange (yang paling umum) atau koreksi koordinat (yang jarang
digunakan). Tingkat ketepatan yang dapat dicapai berkisar antara 1 hingga 3
meter. Metode ini digunakan untuk menentukan posisi obyek yang bergerak atau
untuk survei di wilayah perairan.
Sistem DGPS dapat dibedakan berdasarkan cakupan koreksi sebagai
berikut:
1. LADGPS (Local Area DGPS)
Menggunakan satu stasiun referensi dengan koreksi pseudorange, dan
validitas koreksi biasanya berlaku untuk jarak kurang dari 100 kilometer
(lokalisasi).
2. WADGPS (Wide Area DGPS)
Menggunakan beberapa stasiun referensi dengan koreksi vektor (termasuk
informasi waktu satelit, kesalahan orbit tiga komponen, parameter model
ionosfer, dan troposfer), dan validitas koreksi bersifat regional. Sistem ini
memanfaatkan satelit komunikasi untuk mengirimkan koreksinya. Layanan
WADGPS umumnya tersedia secara komersial dan mencakup wilayah
regional di seluruh dunia.

Gambar 2. Metode pengamatan differensial (doi: 10.24912/jmts.v2i3.7886)

Efisiensi proses differential sangat bergantung pada jarak antara stasiun


pemantau dengan titik yang akan ditentukan posisinya (semakin pendek jaraknya,
semakin efisien). Titik yang akan menentukan posisinya dapat berada dalam
keadaan diam (statis) atau bergerak (kinematik). Data yang digunakan dapat
mencakup pseudorange dan/atau data fase. Tingkat ketelitian posisi yang biasanya
dicapai berkisar antara milimeter hingga beberapa desimeter. Aplikasi utama dari
metode ini adalah survei pemetaan, survei geodesi, dan navigasi dengan ketelitian
tinggi [8].

Gambar 3. Penentuan posisi Differensial (doi: 10.24912/jmts.v2i3.7886)

2.4.3. Metode PPK


PPK (Post Processed Kinematic) adalah salah satu metode penentuan posisi
dimana titik dan alat bergerak sesuai dengan area pengukuran. Pada metode ini hasil
terkoreksi diperoleh setelah observasi dilakukan dengan melakukan pengolahan atau
post-processing. Base station berada dalam posisi diam sedangkan rover station berada di
wahana dan merekam data GNSS yang selanjutnya di proses untuk mendapatkan jalur
posisi yang akurat. Kelebihan metode ini tidak ada resiko hilangnya data karena koneksi
radio yang terputus. Kekurangan tidak terdapat akses data langsung (Marbawi, Yuwono,
& Sudarsono, 2015).
Proses pengolahan data PPK dibagi menjadi tiga tahap, yaitu konversi data
mentah dari u-blox menjadi RINEX, pengolahan integrasi data receiver base dari base
station PPK dan data receiver rover dari modul skytraq UAV, dan geotagging foto udara.
Proses pengolahan data ini menggunakan Software RTKLIB yang terdiri dari
RTKCONV sebagai raw data converter dan RTKPOST sebagai pengolah data base
dan rover. Software GeoSetter digunakan sebagai pengolahan geotagging foto udara.
Konversi data mentah dari u-blox menjadi RINEX menghasilkan data observation file
(.obs) dan navigation file (.nav). Observation file mengandung tiga data pokok penting
dalam pengukuran GPS yang terdiri dari data ukuran waktu, data kode, dan data fase.
Navigation file menyimpan pesan navigasi pengamatan satelit GPS berupa informasi
mengenai koefisien koreksi jam satelit, parameter posisi satelit saat bergerak dalam
orbitnya, dan parameter koreksi ionosfer. Pengolahan data secara Post-Processed
Kinematic dilakukan melalui RTKPOST dengan memberikan data input berupa data
observasi dan navigasi dari rover serta data observasi dari base. Proses pengolahan data
secara PPK memiliki output berupa nmea file. Data hasil PPK inilah yang akan
digunakan dalam proses geotagging [9].
[1] A. Hidayat., B. Sasmito, and B. Sudarsono., “Survei Bathimetri Untuk Pengecekan
Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal,” J. Geod. Undip, vol. 5, no. 2, pp. 1–8,
2016.

[2] E. D. ; E. R. H. Poerbandono, Survei hidrografi. 2005. [Online]. Available:


http://opac.lib.um.ac.id/index.php?
s_data=bp_buku&s_field=0&mod=b&cat=3&id=33281

[3] A. Syetiawan, “PASUT BERBASIS WEB ( Web Based Application Development to


Process Harmonic Tide Components ),” J. Ilm. Geomatika, vol. 20, no. 2, pp. 95–102,
2014.

[4] A. P. Setiadarma, B. Sasmito, and F. J. Amarrohman, “Analisis Pengaruh Data Svp


(Sound Velocity Profiler) Pada Hasil Pengolahan Data Multibeam Echosounder
Menggunakan Perangkat Lunak Eiva (Studi Kasus : Marine Station Teluk Awur, Jepara),”
J. Geod. Undip Januari, vol. 8, no. 1, pp. 83–92, 2019.

[5] B. S. Nasional, “Survei Hidrografi Menggunakan Singlebeam Echosounder,” Standar


Nas. Indones., pp. 1–25, 2010, [Online]. Available: www.bsn.go.id

[6] D. Atunggal, A. Basith, and C. A. Rokhmana, “Aplikasi RTK GPS menggunakan receiver
OEM GPS untuk penentuan posisi lajur perum USV dalam survei batimetri Aplikasi RTK
GPS menggunakan receiver OEM GPS untuk penentuan posisi lajur perum USV dalam
survei batimetri,” no. August, 2016, [Online]. Available:
https://www.researchgate.net/profile/Dedi-Atunggal/publication/326508169_Aplikasi_RT
K_GPS_menggunakan_receiver_OEM_GPS_untuk_penentuan_posisi_lajur_perum_USV
_dalam_survei_batimetri/links/6050b407299bf173674aa92b/Aplikasi-RTK-GPS-
menggunakan-receiver-OEM-G

[7] F. Maulana, “Peta Perencanaan Perumahan Menggunakan UAV dan Geodetic Untuk Uji
Akurasi Serta Studi Komparasi Biaya Pengukuran Dengan Theodolite TS,” 2018.

[8] E. B. Wahyono and M. A. Suhattanto, “Survey Satelit Pertanahan,” JMTS J. Mitra Tek.
Sipil, vol. 2, no. 3, 2019, doi: 10.24912/jmts.v2i3.7886.
[9] P. Diodemus, E. B. Wahyono, and Y. Sufyandi, “Analisis Pemanfaatan Foto Udara Hasil
Pemotretan Unmanned Aerial Vehicle (Uav) Tipe Post-Processed Kinematic (Ppk) Untuk
Pemetaan Topografi,” Semin. Nas. Geomatika, p. 885, 2021, doi: 10.24895/sng.2020.0-
0.1204.

Anda mungkin juga menyukai