Anda di halaman 1dari 45

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemanfaatan data Citra Landsat dan Digital Elevation Model (DEM)
dipadukan dengan data lapangan, pada intinya dapat memberikan kemudahan, efisien
dan akurat dalam pembuatan peta-peta tematik baik sebagai parameter pembatas
maupun parameter penimbang dalam analisis arahan penataan lahan usaha tambang.
Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau
keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau
diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat digunakan peta
topografi. Peta ini memetakan tempat-tempat di permukaan bumi yang berketinggian
sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur.
Batimetri adalah kesamaan topografi namun untuk lokasi di bawah laut atau
air. Peta batimetri memberi informasi mengenai kedalaman kontour pasir, bebatuan,
tanah dan sejenisnya yang ada di dasar laut atau air seperti danau dan sungai. Peta
batimetri berguna untuk informasi navigasi Sedangkan dalam navigasi laut digunakan
peta bathimetri. Peta ini memetakan tempat-tempat di dalam/dasar laut yang
berkedalaman sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur.
Peta topografi adalah peta yang memiliki informasi tentang ketinggian
permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan
dengan garis-garis kontur. Informasi topografi yang terdapat pada peta topografi
dapat digunakan untuk membuat model tiga dimensi dari permukaan tanah pada peta
tersebut.

1.2. Tujuan Praktikum


Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menganalisa morfologi dasar laut menggunakan data bathimetri berbasis raster


dengan menggunakan perangkat lulnak ER Mapper 7.0.
2. Melakukan teknik color dropping pada citra yang diolah konturnya dengan
menggunakan perangkat lulnak ER Mapper 7.0..
3. Melakukan teknik ekstraksi bathimetri pada citra dengan menggunakan perangkat
lulnak ER Mapper 7.0..
4. Melakukan teknik pebuatan profil dasar laut pada citra dengan menggunakan
perangkat lulnak ER Mapper 7.0.
5. Pemetaan Kedalaman Laut dengan menggunakan perangkat lunak ER Mapper
7.0..
6. Pemodelan 3 dimensi Dasar Laut dengan menggunakan perangkat lulnak ER
Mapper 7.0.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peta Batimetri

Batimetri adalah kesamaan topografi namun untuk lokasi di bawah laut atau air.
Peta batimetri memberi informasi mengenai kedalaman kontour pasir, bebatuan, tanah
dan sejenisnya yang ada di dasar laut atau air seperti danau dan sungai. Peta batimetri
berguna untuk informasi navigasi (Anonim,2012).
Peta batimetri disajikan dalam proyeksi Mercator, Spheroida WGS 84 bersekala 1
: 250.000 dengan klasifikasi terbatas. Informasi utama yang disajikan berupa kedalaman
laut (topografi dasar laut) juga tanda-tanda (benda-benda) di darat, pelampung-
pelampung, lampu-lampu suar sesuai dengan standar internasional. Peta ini dapat
digunakan untuk bernavigasi selain kegunaan utama untuk kepentingan ilmiah
(Anonim,2012).
Survei dan pemetaan batimetri menjadi sangat penting kaitannya dengan masalah
perbatasan maritim baik melalui survey titik dasar untuk menentukan garis pangkal,
survei batimetri untuk mengetahui kondisi topografi dasar laut di perbatasan, dan survei
batimetri untuk menentukan batas landas kontinen yang lebih dari 200 mil sesuai dengan
UNCLOS (Anonim,2012).
Menurut Davis (1974), peta batimetri adalah peta kedalaman laut yang
dinyatakan dalam angka kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap datum
vertikal. Peta batimetri disajikan dalam proyeksi Mercator, Spheroida WGS 84 dengan
klasifikasi terbatas. Informasi utama yang disajikan berupa kedalaman laut (topografi
dasar laut) juga tanda-tanda (benda-benda) di darat, pelampung-pelampung, lampu-
lampu suar sesuai dengan standar imternasional (Davis, 1974).

2.2 Garis Kontur Kedalaman (Bathimetri)

Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau
keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau diperkecil
dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi laut digunakan peta bathimetri. Peta ini
memetakan tempat-tempat di dalam/dasar laut yang berkedalaman sama dari permukaan
laut menjadi bentuk garis kontur (Anonim,2012).
Data satelit beresolusi moderat dan tinggi (Landsat dan NOAA) dan data
sekunder (Peta Bathimetri dan Peta Rupa Bumi) dapat dimanfaatkan untuk mengamati
parameter fisik perairan (Bathimetri, Suhu Permukaan Laut (SPL), Massa Padatan
Tersuspensi (MPT), Kecerahan, parameter fisik daratan (Landuse, sungai, DEM),
sumberdaya alam (terumbu karang, pasir, mangrove, lamun) dan parameter sosek
(sarana/prasarana) di wilayah pesisir. Parameter-parameter tersebut akan digunakan
untuk menganalisis dan menilai potensi wilayah pesisir sebagai informasi awal berbasis
teknologi penginderaan jauh bagi pengembangan budidaya ikan karang menggunakan
keramba jaring apung dan pariwisata bahari di wilayah pesisir (Sutanto, 1986).

2.3 Peta Topografi


Peta topografi adalah peta yang memiliki informasi tentang ketinggian
permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan dengan
garis-garis kontur. Informasi topografi yang terdapat pada peta topografi dapat
digunakan untuk membuat model tiga dimensi dari permukaan tanah pada peta tersebut.
Dengan model tiga dimensi maka objek pada peta dilihat lebih hidup seperti pada
keadaan sesungguhnya di alam, sehingga untuk menganalisa suatu peta topografi dapat
lebih mudah dilakukan (Lillesand, Thomas M. dan Ralph W. Kiefer, 1997).
Peta topografi adalah peta yang menampilkan, semua unsur yang berada di atas
permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia, sehingga disebut juga peta
umum. Unsur alam antara lain meliputi: relief muka bumi, unsur hidrografi (sungai,
danau, bentuk garis pantai), tanaman, permukaan es, salju, dan pasir. Adapun unsur
buatan manusia di antaranya adalah : sarana perhubungan (jalan, rel kereta api, jembatan,
terowongan, kanal), konstruksi (gedung, bendungan, jalur pipa, jaringan listrik), daerah
khusus (daerah yang ditanami tumbuhan, taman, makam, permukiman, lapangan olah
raga), dan batas administratif. Selain menyajikan data keruangan, peta topografi juga
memuat data non-keruangan, antara lain grid, graticul (garis lintang dan bujur), arah
utara, skala, dan legenda (keterangan mengenai simbol-simbol yang digunakan pada
peta) (Anonim,2012).
Peta topografi dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, serta dapat
digunakan sebagai peta dasar (base map) dalam pembuatan peta tematik, seperti peta
arkeologi dan peta turis (Anonim,2012).
Peta topografi senantiasa harus dimutakhirkan atau direvisi, karena muka bumi
berubah makin lama makin cepat dikarenakan kegiatan manusia. Metode revisi peta
secara digital sementara ini dianggap sebagai metode yang terbaik. Dalam penelitian ini
dilakukan revisi penggunaan lahan di peta topografi skala 1 : 25.000 dengan kategori
revisi dasar, unsur peta direvisi terhadap perubahan jenis penutup dan penggunaan lahan.
Revisi peta menggunakan citra Landsat Enhanched Thematic Mapper 7 (Landsat ETM
7), dengan cara menggabungkan citra multispektral resolusi 30 m dan citra pankhromatik
resolusi 15 m. Penggabungan citra dilakukan dengan metode Intensity Hue Saturation
(IHS). Uji akurasi peta dilakukan dengan cara membandingkan posisi dan luas di tanah
dengan hasil digitasi di atas citra. Posisi di tanah diukur dengan GPS (Global
Positioning System) dan luas ditanah dihitung dari data koordinat hasil pengukuran GPS
(Anonim,2012).
Peta topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan
posisi di peta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada
peta. Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat.
Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara
garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua
macam yaitu :
1. Koordinat Geografis (Geographical Coordinate).
Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak
lurus dengan garis khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan)
yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam
satuan derajat, menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan
koordinat geografis sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering
disebut satu karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama
dengan 30 detik (30), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1
menit (60).

2. Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM) .

Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap
titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60
LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan
horizontal dari barat ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6
angka dan 8 angka. Pada peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu
karvak sebanding dengan 2 cm. Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat
grid 4 angka, dapat langsung ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu
karvak dibagi terlebih dahulu menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan
koordinat grid 8 angka dibagi menjadi sepuluh bagian (per 1mm)
(www.gappala.or.id).

Pada era komputerisasi pada saat ini, kebutuhan akan informasi geografi untuk
menganalisa permukaan tanah dari suatu daerah juga dapat dilakukan dengan bantuan
komputer. Peta topografi memiliki informasi tentang ketinggian permukaan tanah pada
suatu tempat dari permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis topografi.
Informasi topografi yang terdapat pada peta topografi ini dapat digunakan untuk
membuat model tiga dimensi dari permukaan bumi pada peta tersebut. Dengan model
tiga dimensi, maka objek pada peta dapat dilihat lebih hidup seperti pada keadaan
sesungguhnya di alam, sehingga untuk menganalisa suatu peta topografi dapat lebih
mudah dilakukan (Anonim,2012).

2.4 Digital Elevation Model (DEM)

Pemanfaatan data Citra Landsat dan Digital Elevation Model (DEM)


dipadukan dengan data lapangan, pada intinya dapat memberikan kemudahan, efisien
dan akurat dalam pembuatan peta-peta tematik baik sebagai parameter pembatas maupun
parameter penimbang dalam analisis arahan penataan lahan usaha tambang. Demikian
pula dalam proses analisis morfometrik dapat memasukkan analisis tiga dimensi (3D)
sehingga visualisasi hasil kajian lebih nyata (Lillesand, Thomas M. dan Ralph W. Kiefer,
1997).
Kajian kemampuan sensor ASTER dan SPOT-5 yang dilakukan berkaitan dengan
pembuatan informasi ketinggian DEM (Digital Elevation Model) menggunakan data
stereo satelit ASTER, selanjutnya data DEM yang diperoleh akan digunakan untuk
mengkaji proses orthorektifikasi (koreksi terhadap citra karena perbedaan ketinggian
permukaan bumi) dan juga membuat tampilan citra 3D dan animasi. Hasil dari kajian
terhadap model pembuatan dan pengolahan data DEM ini akan memberikan informasi
yang sangat bermanfaat pada kegiatan selanjutnya dalam kaitannya dengan pengelolaan
wilayah pesisir, seperti: informasi DEM dapat digunakan untuk penyusunan tata ruang
wilayah pesisir, dan sebagai parameter penentu untuk daerah rawan bencana
(Vulnerability Assessment) dan lain-lain. Kegiatan berikutnya adalah melakukan kajian
tingkat akurasi dari sensor ASTER dan SPOT untuk proses ekstraksi secara digital garis
batas wilayah air dan darat (garis sungai atau garis pantai), di mana pada kegiatan ini
dilakukan pembuatan data fusi (citra MS dan Pan) dan pengkajian tingkat akurasi dan
error dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan citra IKONOS. Pembuatan
tampilan komposit natural color untuk citra SPOT dikaji karena SPOT memiliki karakter
panjang gelombang yang berbeda dengan satelit resolusi sangat tinggi lainnya (seperti
IKONOS) sehingga tidak dapat menampilkan citra sebaik tampilan IKONOS. Kegiatan-
kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan menghasilkan tingkat akurasi dari proses
pemisahan secara digital wilayah air dan darat (garis sungai dan garis pantai) yang
merupakan salah satu parameter yang penting dalam pengelolaan wilayah pesisir. Dan
diperolehnya tampilan kenampakan natural color data SPOT yang sangat berguna untuk
monitoring tutupan lahan di wilayah pesisir (Davis, 1974).
2.5 Perbedaan Peta Bathimetri dan Topografi

Peta Bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut sekitar


lokasi suatu perairan. Peta ini digunakan untuk mengetahui kondisi gelombang dilokasi
suatu perairan . (Triatmodjo, Bambang,1999)

Pengukuran bathimetri menggunakan Fishfinder untuk melihat kedalaman dasar


dibantu dengan GPS (Global Position System) dalam penentuan koordinatnya. Titik
pengambilan data bathimetri di sepanjang pesisir sampai daerah offshore .
(DKPSemarang,2007)

Peta topografi adalah peta yang memiliki informasi tentang ketinggian permukaan
tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut,yang digambarkan dengan garisgaris
kontur.Informasi topografi yang terdapat pada peta topografi dapat digunakan untuk
membuat model tiga dimensi dari permukaan tanah pada peta tersebut. Dengan model
tiga dimensi maka objek pada peta dilihat lebih hidup seperti pada keadaan
sesungguhnya dialam, sehingga untuk menganalisa suatu peta topografi dapat lebih
mudah dilakukan (Rostianingsih dan Gunadi,2004).

Peta topografi / peta dasar memuat keadaan permukaan bumi beserta informasi
ketinggiannya menggunakan garis kontur (Lillesand, T.Mdan R.W. Kiefer. 1994).

Beberapa ketentuan pada peta topografi (Romenah,2008).:

1. Makin rapat jarak kontur yang satu dengan yang lainnya menunjukkan daerah
tersebut semakin curam.Sebaliknya semakin jarang jarak antara kontur menunjukkan
daerah tersebut semakin landai.
2. Garis kontur yang diberi tanda bergerigi menunjukkan depresi (lubang/cekungan) di
puncak, misalnya puncak gunung yang berkawah.
3. Peta topografi menggunakan skala besar,antara1:50.000 sampai1:100.000

Peta topografi dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan,serta dapat digunakan sebagai
peta dasar (basemap) dalam pembuatan peta tematik, seperti peta arkeologi dan peta turis.
Dalam survey arkeologi ,peta topografi berguna untuk memperoleh gambaran umum tentang
wilayah yang diteliti. Dalam kondisi tertentu, misalnya medan survey yang terlalu berat,peta
yang sudah ada dapat dipakai untuk memplotkan temuan arkeologis. Pemetaan
tersebut,meskipun hanya bersifat sementara, sangat efektif untuk menyimpan dan
menyelamatkan data arkeologis (Anggraeni, 2004)

2.6 Color Dropping

Suatu tipe data diatas tipe data lain , sehingga membentuk kombinasi tampilan yang
memungkinkan analis terhadap dua atau tiga variabel . Tampilan 3D juga dapat menyajikan
permukaan dan informasi pada birds eyes view , azimuth , attitude dengan permukaan dapat
ditentukan . ( Davis 1974)
III. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum penginderaan jauh dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Senin, 13 Mei 2013
Waktu : 11.00 wib - Selesai
Tempat : Laboratorium Komputasi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

3.2 Materi
Menganalisa morfologi dasar laut (menggunakan data bathimetri berbasis raster) dengan
menggunakan perangkat lunak ER Mapper 7.0.
1. Color Dropping
Color Dropping merupakan metode untuk mengubah warna pada citra. Pemberian
warna ini dilakukan dengan tujuan melihat adanya perbedaan wilayah (lautan atau
daratan), kedalaman ataupun ketinggian dari suatu daerah tertentu.
2. Ekstraksi Garis Bathimetri
Pada materi ekstraksi batimetri, dilakukan metode pendefinisian kedalaman laut
dengan menggunakan garis-garis kontur. Dengan menggunakan garis kontur kita
dapat mengetahui titik-titik dari suatu daerah dengan kedalaman yang sama.
3. Pembuatan Profil Dasar Laut
Pada materi ini, kita akan membuat profil dasar laut secara melintang. Dengan
menggunakan metode ini kita dapat melihat muka dasar laut antara 2 titik dari suatu
daerah laut.
4. Pemetaan Kedalaman Laut
Pemetaan kedalaman dilakukan dengan tujuan untuk memetakan kedalaman dari
daerah perairan yang berada di sekitar dan sela-sela daratan (pulau-pulau). Sebagai
penunjuk variasi kedalaman, digunakan warna sebagai pembedanya, yang
diidentikan dengan karakteristik kedalamannya (perbedaan kontur kedalmannya).

5. Pemodelan 3 dimensi Dasar Laut


Dengan metode ini kita dapat melihat topografi kedalaman laut dan topografi daratan
dalam bentuk 3 dimensi sehingga dapat membantu dalam indentifikasi citra.
3.3 Metode
3.1.1. Color Dropping
1. Membuka program ER-Mapper.
2. Kemudian pada window ER-Mapper, Edit Algorithm.

3. Klik Load Data Set pada window Algorithm, kemudian buka data
Bathi_Indonesia_Timur.ers pada folder penyimpanan, kemudian klik OK.

Maka akan muncul tampilan citra seperti dibawah ini:

4. Kemudian pada window Algorithm pilih icon Edit Transform Limits , klik Limits,
lalu pilih Limit to actual. Maka tampilan citra akan berubah menjadi seperti gambar
dibawah ini.
5. Duplikasi pseudo layer menjadi 3, kemudian klik kanan pada pseudo layer pertama
pilih Classification Layer.

Tampilan citra akan hilang seperti berikut.


6. Kemudian pilih icon , masukkan rumus pada window Formula Editor. Rumusnya
yaitu if i1>0 then 1 else null, kemudian klik Apply Changes.

Tampilan citra berubah seperti berikut ini :


7. Ubah nama layer, untuk Classification Layer menjadi Land, Pseudo Layer kedua
diubah menjadi Ocean Basin, dan Pseudo Layer ketiga diubah menjadi Sun Angle
Shading.

8. Klik kanan pada Sun Angle Shading, ubah layer menjadi Intensity. Maka tampilan
citra berubah menjadi:
9. Kemudian pada window Algorithm, pilih Edit Real Time Sun Shading .
Kemudian beri tanda check pada Do Sun Shading. Sehingga citra berubah menjadi
seperti berikut:

10. Untuk melihat nilai limit pixel-nya maka pilih View kemudian pilih Cell Values
Profile. Pilih tiga titik piksel yang mewakili tiga daerah (daratan, slope, laut dalam)
dengan meng-klik satu-persatu pada window citra. kemudian lakukan analisa terhadap
setiap nilai setiap piksel tersebut.

Pada Slope:

Pada Daratan:
Pada lautan:

3.1.2. Ekstraksi Garis Batimetri


1. Klik Edit pada window Algorithm, kemudian pilih Add Vector Layer. Pilih Contour,
akan muncul tampilan contour di bawah layer sebagai berikut.
2. Kemudian klik icon Dynamic Link , lalu pilih Make Contour Multicolor.

3. Kemudian klik Next, akan muncul tampilan window Set Contour Style. Pada First
contour level (0 for automatic), isikan -8000 dan Contour interval isi dengan
nilai 100, Every Nth isi dengan nilai 5, Secondary contour style pilih nomor
4(.....). Klik Next.
4. Kemudian akan muncul window Set Labels Style, akan muncul format dari kontur
yang akan ditampilkan. Pada Label Font Color pilih Red, kemudian Label Font
Size diganti 10, Label Front Style diubah menjadi Times New Roman. Klik
Finish.

5. Akan muncul tampilan garis kontur pada peta yang menyatakan kedalaman.
6. klik icon Dynamic Link lagi, untul melakukan penyimpanan data. Klik Save
as dengan nama Bathi_Indonesia_Timur_nova putri
dewanti_26020211120002.erv. Akan muncul window Contour Wizard, untuk
menunjukkan proses penyimpanan data.

7. Pada window Algorithm, klik EditAdd vector layer Annotation Map


composition. Muncul Annotation layer dibawah layer Contours

8. Klik load dataset pada Annotation layer, pilih file


Bathi_Indonesia_timur_nova putri dewanti_26020211120002.erv, maka
tampilan citranya kan seperti berikut.
3.1.3. Pembuatan Profil Dasar Laut
1. Zoom yang ingin dibuat profil dasar lautnya, kemudian pilih View, klik
TraverseOKClose. Muncul window Traverse.
2. Pilih tool Polyline, plotkan 2 buah titik pada citra.

3. Maka akan muncul tampilan tranverse seperti gambar dibawah ini

3.1.4. Pemetaan Kedalaman Laut


1. Klik Load Data Set pada window Algorithm, kemudian buka data
Bathi_Indonesia_Timur.ers pada folder penyimpanan, kemudian klik OK.
Maka akan muncul tampilan citra seperti dibawah ini:
2. Kemudian pada window Algorithm pilih icon Edit Transform Limits , klik Limits,
lalu pilih Limit to actual. Maka tampilan citra akan berubah menjadi seperti gambar
dibawah ini.

3. Duplikasi pseudo layer menjadi 3, kemudian klik kanan pada pseudo layer pertama
pilih Classification Layer.

4. Kemudian pilih icon , masukkan rumus pada window Formula Editor. Rumusnya
yaitu if i1>0 then 1 else null, kemudian klik Apply Changes.

Tampilan citra berubah seperti berikut ini :


5. Ubah nama layer, untuk Classification Layer menjadi Land, Pseudo Layer kedua
diubah menjadi Ocean Basin, dan Pseudo Layer ketiga diubah menjadi Sun Angle
Shading.

6. Klik kanan pada Sun Angle Shading, ubah layer menjadi Intensity. Maka tampilan
citra berubah menjadi:
7. Kemudian pada window Algorithm, pilih Edit Real Time Sun Shading .
Kemudian beri tanda check pada Do Sun Shading. Sehingga citra berubah menjadi
seperti berikut:

8. Buat window baru, dengan klik New.

9. Klik pada icon Edit Algorithm lalu klik load dataset, dan buka file
Bathi_Indonesia_Timur.ers.
10. Lalu ubah Pseudo Layer menjadi Classification layer.

11. Klik Default Surface dan klik cut.

12. Kemudian lakukan Paste pada data 1.

13. Pindah layer Classification ke atas Default surface citra pertama dengan klik ikon
Move up.
14. Pada Classification Layer pilih icon Edit TransformLimitLimit to actualClose.

15. Pada window algorithm, klik Formula Editor kemudian masukkan rumusan umum ;
If i1>=depth1 and i1<depth2 then i1 else null. Dengan depth1 dan depth2 adalah
variabel.
16. Pada Classification layer, lakukan penggandaan hingga didapat 6 layer baru,
kemudian, masing-masing dengan; 0-200m; 201-500m; 501-700m; 701-1000m; 1001-
2500m; dan >2500m.

17. Klik bagian Variable masukan pada rumusan umum,


a. Layer pertama, masukkan depth1 -200 dan depth2 0.000
If i1>-200 and i1<0 then i1 else null

b. Layer kedua, masukkan variabel depth1 -500 dan depth2 -200


If i1>-500 and i1<-200 then i1 else null

c. Layer ketiga, masukkan variabel depth1 -700 dan depth2 -500


If i1>-700 and i1<-500 then i1 else null
d. Layer keempat, masukkan variabel depth1 -1000 dan depth2 -700 (If i1>-
1000 and i1<-700 then i1 else null)

e. Layer kelima, masukkan variabel depth1 -2500 dan depth2 -1000


If i1>-2500 and i1<-1000 then i1 else null
f. Layer terakhir, masukkan rumusan, If i1<2500 then i1 else null

18. Klik Edit Layer Color. Lalu berikan warna yang berbeda-beda untuk tiap layernya.
Layer 1

Layer 2
Layer 3

Layer 4

Layer 5

Layer 6
19. Kemudian untuk melihat perubahan citra, maka pada bagian Surface, tranparency
diubah secara bertahap 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Untuk 0%:

Untuk 25%

Untuk 50 %
Untuk 75 %

Untuk 100%

3.1.5 Pemodelan 3 Dimensi Dasar Laut


1. Klik pada icon Edit Algorithm lalu klik load dataset, dan buka file
Bathi_Indonesia_Timur.ers.
2. Kemudian klik icon Edit Transform dan pada bagian Limits, pilih Limit to
Actual.

3. Kemudian gandakan layer menjadi 3.

4. Ubah layer pertama dengan klk kanan Classification Layer.

5. Kemudian dengan Formula Editor, masukkan rumusan;


If i1>0 then i1 else null. Klik Apply changes.
6. Pada layer ketiga, masukkan rumus; If i1>0 then 1 else i1. Apply changes.

7. Kemudian klik kanan layer ketiga, pilih Height

8. Lalu pada window Algorithm, klik bagian 3D Perspective, maka akan tampil
gambaran 3 dimensinya.

9. Pilih layer height, dan di bagian surface, perbesar z scale-nya menjadi 500000
sehingga tampilan tampak lebih terjal.
10. Di bagian 3D View, pada Draw Mode, pilih Wireframe.

11. Perbesar nilai pada Terrain Detail menjadi 31 Mb.

12. Pada bagian Bounding Box, berikan tanda centang.


13. Ubah View Mode menjadi 3D Flytrought, ubah terrain detailnya untuk 3 mb dan
18 mb.
Untuk 3 Mb:

Untuk 18 Mb:
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Color Dropping
Identifikasi nilai piksel:
Pada Slope:

Pada Daratan:

Pada lautan:
4.1.2 Ekstraksi Batimetri
Sebelum Add Vector Layer

Setelah Add Vector Layer


4.1.3 Pembuatan Profil Dasar Laut

4.1.4 Pemetaan Kedalaman Laut


Untuk transparency 0%:
Untuk transparency 25%

Untuk transparency 50 %

Untuk transparency 75 %

Untuk transparency 100%


4.1.5 Pemodelan 3D Dasar Laut
Untuk 3D Perspective
a.Wiveframe

b.Bounding Box

Untuk 3D Flytrough
Untuk 3 Mb:
Untuk 18 Mb:
4.2 Pembahasan
4.2.1 Color Dropping
Metode Color Dropping dilakukan dengan memunculkan warna yang
berbeda-beda pada suatu citra. Pemunculan warna ini ditujukan untuk mengetahui
karakteristik kontur muka bumi dan bentang alam yang berbeda, baik berupa di
daratan (ketinggian), maupun di lautan (kedalaman).
Pada metode ini dilakukan identifikasi nilai piksel pada citra peta bathymetri
Indonesia. Nilai piksel diambil dari 3 titik yaitu titik daratan, titik lautan dan titik
slope (transisi daratan dan lautan). Hasil yang didapatkan yaitu nilai pixel untuk
daratan menunjukkan angka positif, sedangkan nilai pixel untuk lautan dan slope
menunjukkan angka negatif.
4.2.2 Ekstraksi Garis Bathimetri

Ekstraksi Bathimetri dilakukan dengan menampilkan garis kontur pada citra.


Dengan adanya garis kontur batimetri, maka akan tampak nilai yang menunjukkan
kedalaman suatu laut. Selain itu kita dapat mengetahui titik di lautan yang memiliki
kedalaman yang sama.

Dari gambar dapat dilihat bahwa garis kontur batimetri untuk daerah yang
terjal dan curam ditunjukkan oleh garis kontur yang rapat contohnya palung laut.
Sedangkan jika jarak antar garis kontur renggang berarti daerah tersebut merupakan
daerah yang landai contohnya bukit laut.

4.2.3 Pembuatan Profil Dasar Laut


Pada pembuatan profil dasar laut ini memiliki tujuan untuk melihat struktur
atau morfologi dari dasar lautan antara dua titik dari suatu daerah lautan dengan
tampilan penampang melintang. Pada metode ini kita akan mengidentifikasi 4 profil
dasar laut. Kita dapat melihat bahwa dari keempat profil dasar laut menunjukkan
dasar laut yang curam dan terjal terutama untuk profil antara titik dari pulau kecil
menuju Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa dasar laut curam tersebut
didefinisikan untuk sebuah palung laut.
4.2.4 Pemetaan Kedalaman Laut
Pemetaan kedalaman laut dilakukan dengan memberikan warna pada citra
untuk masing-masing kedalaman yang berbeda. Pemberian warna ini ditujukan untuk
membedakan antara kedalaman satu dengan kedalaman yang lain.
4.2.5 Pemodelan 3D Dasar Laut
Pada metode ini kita dapat melihat morfologi dasar laut dalam bentuk tiga
dimensi. Kita menggunakan 2 view mode yaitu mode 3D Perspective dan 3D
Flytrough. Dari hasil yang didapat kita dapat mengetahui perbedaan antara kedua
mode tersebut. Untuk 3D Perspective, dapat dilihat bahwa tampilan model dasar laut
yang lebih tajam dan terjal. Sedangkan untuk 3D Flytrough, dapat dilihat model 3D
dasar laut seolah-olah melayang dari bawah, dan dapat juga dilihat dari atas.

IV. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Metode Color Dropping digunakan untuk untuk mengetahui karakteristik kontur


muka bumi dan bentang alam yang berbeda, baik berupa di daratan (ketinggian),
maupun di lautan (kedalaman).
2. Metode Ekstraksi Garis Batimetri digunakan untuk menampilkan garis kontur
kedalaman dari laut.
3. Pembuatan profil dasar laut digunakan untuk mengetahui dan mengidentifikasi
struktur dasar laut antara 2 titik kedalaman yang ditampilkan pada penampang
melintang.
4. Pemetaan Kedalaman Laut diilakukan dengan memberi warna yang berbeda pada
suatu citra. Dimana setiap warna memiliki nilai kedalaman yang berbeda.
5. Pemodelan 3D dasar laut akan menampilkan struktur dasar laut dalam bentuk 3
dimensi.

DAFTAR PUSTAKA

Davis. 1974. Information Technology, John Wiley and Sons. New York.

Lillesand, Thomas M. dan Ralph W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Diterjemahkan oleh Dulbahri, Prapto Suharsono,

Hartono, Suharyadi ; Sutanto (penyunting). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh jilid 1. UGM Press : Yogyakarta.


http://www.lapanrs.com/diakses pada tanggal 17 Mei 2013 : 19.45

http://www.petra.ac.id/diakses pada tanggal 17 Mei 2013: 19.54

http://www.ict@ugm.ac.id/diakses pada tanggal 17 Mei 2013 : 20.05

http://www.digilib.itb.ac.id/diakses pada tanggal 17 Mei 2013 : 20.09

http://www.gappala.or.id/diakses pada tanggal 17 Mei 2013: 20.21

http://www.lapanrs.com/diakses pada tanggal 17 Mei 2013: 19.30

Anda mungkin juga menyukai