Anda di halaman 1dari 22

DAMPAK TERJADINYA LUBANG OZON

TERHADAP PRODUKTIVITAS PRIMER


PERAIRAN

COVER

DISUSUN OLEH :

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penipisan lapisan ozon menjadi salah satu isu kerusakan lingkungan hidup yang sedang
dihadapi oleh seluruh masyarakat dibelahan bumi ini. Penipisan lapisan ozon menjadi perhatian
masyarakat internasional berawal sejak tahun 1970-an, para ilmuwan sudah mencurigai bahwa
lapisan ozon stratosfer berada dalam bahaya. Menipisnya lapisan ozon diduga ada kaitannya
dengan gas CFC (Cholorofluorocarbon), dugaan tersebut ternyata benar sejak Sherwood
Rowland dan Mario Molina mengumumkan hasil penelitiannya. Kedua ilmuwan dari Universitas
California ini yang pertama kali menemukan bahwa 99 persen dari gas CFC yang teremisi ke
atmosfer akan mencapai stratosfer dan akan tetap tinggal di sana sampai puluhan tahun, mereka
juga menduga bahwa akumulasi gas CFC dan Halon inilah yang menyebabkan kerusakan lapisan
ozon.

Ozon (O3) adalah suatu senyawa yang terdiri dari 3 (tiga) atom oksigen. Sebagai gas
alam, ozon terdapat di atmosfer, sedangkan sebagai produk aktifitas manusia ozon terkonsentrasi
di dekat permukaan bumi. Ozon terdapat pada dua lapisan atmosfer, yakni lapisan troposfer dan
lapisan stratosfer. Ozon pada lapisan troposfer merupakan gas rumah kaca, karena dapat
menyerap radiasi sinar matahari. Sedangkan, ozon di stratosfer terbentuk secara alamiah akibat
reaksi radiasi matahari dengan molekul oksigen. Lapisan ozon berfungsi sebagai payung
pelindung bumi dari radiasi sinar ultraviolet (UV) yang berbahaya karena sebagian sinar ini
diserap olehnya.

Kerusakan lapisan ozon menyebabkan terjadinya pemanasan suhu di bumi, mencairnya


es di kutub, dan peningkatan permukaan air laut beberapa kali lipat. Menipisnya lapisan ozon
meningkatkan paparan radiasi sinar ultraviolet terutama UV-B yang masuk ke permukaan bumi.
Peningkatan radiasi sinar UV-B ini menyebabkan masalah pada kesehatan manusia, antara lain,
kerusakan jaringan kulit, seperti kanker kulit dan penuaan dini, kerusakan pada mata seperti
katarak, dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan berbagai penyakit infeksi.
Selain merusak bagian tubuh manusia, radiasi ultraviolet juga dapat merusak sensitivitas
tanaman dan mengurangi produksi tanaman, khususnya produktivitas perairan.

2
Produktivitas perairan merupakan laju penambatan atau penyimpanan energi (cahaya
matahari) oleh komunitas autotrof di dalam sebuah ekosistem perairan. Produktivitas itu sendiri
terdiri dari produktivitas primer (produsen) dan produktivitas skunder (konsumen: zoo plankton,
ikan, benthos, dll) (Asriana & Yuliana, 2012). Nybakken (1992), Odum (1996), dan Wetzel
(2001), menjelaskan produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh
organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu merombak bahan anorganik menjadi bahan
organik yang langsung dapat dimanfaatkan oleh organisme itu sendiri maupun organisme lain
dengan bantuan energi matahari maupun melalui mekanisme kemosintesis. Lebih lanjut Kirk
(2011); Lee et al. (2014); Mercado-Santana et al. (2017); Chen et al. (2017), menyebutkan bahwa
produktivitas primer merupakan laju produksi karbon organik (karbohidrat) per satuan waktu dan
volume melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme tumbuhan hijau. Dalam
konsep produktivtas, dikenal istilah produktivitas primer kotor (gross primary productivity) dan
produktivitas primer bersih (net primary productivity). Produktivitas primer kotor merupakan
laju total fotosintesis, termasuk bahan organik yang dimanfaatkan untuk respirasi selama jangka
waktu tertentu disebut juga produksi total atau asimilasi total. Produktivitas bersih merupakan
laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan setelah dikurangi untuk pemanfaatan untuk
respirasi selama jangka waktu tertentu (Nyabakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Asriyana
& Yuliana, 2012).

Produktivitas primer perairan memiliki peran penting dalam siklus karbon dan rantai
makanan (Nyabakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Ma et al., 2014; Lee et al., 2014; Xiao
et al., 2015) serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan (Hariyadi et
al., 2010; Zang et al., 2014). Pengukuran produktivitas primer merupakan satu syarat dasar untuk
mempelajari struktur dan fungsi ekosistem perairan (Tamire & Mengistou, 2014; Xiao et al.,
2015). Bahkan (Behrenfald et al. 2005) menyebutkan bahwa produktivitas primer bersih
merupakan kunci pengukuran kesehatan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya laut. Lebih
lanjut Hariyadi et al. (2010) menjelaskan, tingkat produktivitas primer suatu perairan
memberikan gambaran bahwa, suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa
tumbuhan, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Dengan
tersedianya biomassa tumbuhan dan oksigen yang cukup dapat mendukung perkembangan
ekosistem perairan (Hariyadi et al. 2010; Rahayu et al. 2017). Produktivitas perairan yang terlalu
tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi (Hariyadi et al, 2010; Filippino et al.,

3
2011; Chen et al., 2017; Vallina et al., 2017), sedangkan yang terlalu rendah dapat memberikan
indikasi bahwa perairan tidak produktif atau miskin (Hariyadi et al, 2010; Vallina et al., 2017).
Dengan kata lain produktivitas perairan juga dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya
perairan dan pemantaun kualitas perairan (Zhang & Han, 2015; Mercado-Santana et al., 2017).
Dalam kaitannya dengan produksi (stok) ikan maupun budidaya penting untuk mempelajari
produktivitas perairan (Rahayu et al., 2017; Mercado-Santana et al., 2017; Chen et al., 2017).

Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer perairan dilakukan oleh
fitoplankton/miro algae (Reeder, 2017; Chen et al., 2017; Vallina et al., 2017) dan sebagian kecil
oleh tumbuhan air/makro algae (Litler & Muray, 1974; Silva et al., 2009; Kirk, 2011). Akan
tetapi, Tamire & Mengistou (2014) menyebutkan bahwa produktiviats perairan danau lebih
banyak disumbang oleh makrofita, terutama danau-danau dangkal dengan litoral yang luas.
Kondisi lingkungan dan distribusi biomassa organisme autotrof (makro maupun mikro algae)
mempengaruhi produktivitas primer perairan (Alianto et al., 2008; Mercado-Santana et al., 2017;
Vallina et al., 2017). Pada daerah estuari dan daerah tropis (termasuk ekosistem mangrove),
memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding ekosistem perairan lainnya (Tabel 1).
Hal ini karena ketersediaan nutrien yang tinggi dan cahaya yang cukup sepanjang tahun di
daerah estuari. Dengan demikian organisme autotrof dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
(Rangkuti et al., 2017). Distribusi biomassa organisme autotrof juga dapat terjadi secara
temporal dan spatial. Distribusi temporal sangat dipengaruhi siklus matahari tahunan dan harian,
misalnya alga motil yang melakukan migrasi vertikal harian. Distribusi temporal juga disebabkan
siklus reproduksi, seperti peningkatan jumlah beberapa jenis fitoplankton pada bulan-bulan
tertentu (Alianto et al., 2008; Mercado-Santana et al., 2017).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
apakah dampak terjadinya lubang ozon dapat merusak ekosistem produktivitas primer khususnya
di perairan?

1.3. Tujuan Penelitian

4
Untuk mengetahui dampak lubang ozon terhadap kelangsungan produktivitas primer perairan,
cara penanganan apa saja yang harus dilakukan untuk melakukan perlindungan lapisan ozon
tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanasan Global Dan Penyebab Pemanasan Global


Pemanasan global terjadi ketika konsentrasi gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca
(GRK), yang terus bertambah di udara. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan
industri khususnya karbon dioksida (CO2) dan chlorofluorocarbon. Karbon dioksida yang
umumnya dihasilkan oleh penggunaan batu bara, minyak bumi, gas dan penggundulan dan
pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi
metan disebabkan oleh aktifitas industri dan pertanian (Budianta, 2010).
Menurut Fadilah (2008) dalam (Yusuf, 2016), pemanasan global dapat disebabkan beberapa
faktor Yaitu:
a). Efek Rumah Kaca
Pemanasan global telah menjadi masalah bersama Negara-negara di seluruh dunia, karena
pemanasan global yang telah menimbulkan dampak pada perubahan iklim dan memicu
terjadinya bencana alam berupa banjir, angin puting beliung, gempa bumi, dan banyak gejala
alam lainnya yang membahayakan kehidupan manusia di muka bumi disebabkan efek rumah
kaca.
b). Menipisnya lapisan ozon
Lapisan Ozon menipis Indikasi kerusakan lapisan ozon pertama kali ditemukan sekitar tiga
setengah dekade yang lalu oleh tim peneliti Inggris, British Antarctic Survey (BAS), di Benua
Antartika. Beberapa tahun kemudian hasil pantauan menyimpulkan bahkan ozon melindungi
kehidupan yang berada di bumi dari radiasi ultraviolet matahari. Semakin membesarnya lubang
ozon di kawasan kutub bumi akhir-akhir ini sungguh menghawatirkan karena semakin besar
lubang ozon maka suhu akan meningkat. Hal tersebut tidak diantisipasi, maka dapat
menimbulkan bencana lingkungan yang luar biasa. Beberapa polutan (zat pencemar)
memberikan kontribusi yang sama terhadap penipisan lapisan ozon dan pemanasan global.

5
Penipisan ozon mengakibatkan masuknya lebih banyak radiasi sinar ultraviolet (UV), yang
berbahaya bagi kehidupan di bumi ketika lapisan ozon menipis dan peninaran matahari masuk ke
permukaan bumi.

2.2. Faktor- Faktor yang mempengaruhi produktivitas primer perairan


2.2.1 Penetrasi cahaya
Kebutuhan cahaya merupakan suatu batas fundamental distribusi seluruh organisme
fotosintesis. Untuk hidup, organisme ini harus berada pada daerah lapisan permukaan
(zona fotis) sehingga energi matahari diperoleh lebih banyak untuk berfotosintesis
(Nybakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001). Kedalaman zona fotik ditentukan oleh
kapasitas cahaya matahari menembus air, hal ini dipengaruhi kondisi yang beragam yaitu
penyerapan cahaya di atmosfer, sudut datangnya sinar dan transparansi air. Peningkatan
jumlah energi di permukaan air bergantung pada kondisi atmosfer seperti debu, awan,
waktu dan gas-gas yang mengabsorbsi, memantulkan, dan meneruskan (transmisi) radiasi
matahari yang datang, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang, lintang geografi, dan
musim.
Wetzel (2001) dan Kirk (2011) menjelaskan bahwa cahaya matahari yang
memasuki suatu medium optik seperti air intensitasnya akan berkurang atau mengalami
peredupan (extinction attenuation) seiring dengan bertambahnya kedalaman di perairan.
Besarnya tingkat peredupan ini bergantung pada materi yang terdapat pada suatu
perairan. Pada kolom air yang meiliki tingakat kekeruhan yang tinggi, maka tingkat
peredupannya juga kan tinggi. Tingkat perdupan ini disebabkan oleh materi tersuspensi,
terlarut, dan partikel-partikel yanga ada di kolom air termasuk plankton.

6
Gambar 1. Kemampuan fitoplankton dalam menyerap cahaya di perairan (sumber: Kirk,
2011)

Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya


sampai pada nilai optimum tertentu (cahaya saturasi). Di atas nilai tersebut, cahaya
merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi), sedangkan di bawahnya
cahaya merupakan pembatas sampai suatu kedalaman di mana fotosintesis sama dengan
respirasi (Wetzel, 2001; Kirk, 2011; Vallina et al., 2017). Oleh karena itu laju fotosintesis
ini sangat berhubungan dengan laju produktivitas primer di perairan, dimana laju
fotosintesis yang hubungannya dengan cahaya sama dengan hubungan cahaya dengan
produktivitas primer di perairan (seperti terlihat dari Gambar 1). Pada gambar tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi cahaya produktivitas perairan semakin tinggi sampai
pada batas tertentu, akan menurun seiring dengan menurunnya intensitas cahaya matahari
(Alianto et al., 2008).
Berdasarkan penelitian Abigail et al. (2015) menunjukkan bahwa produktivitas
primer di perairan sangat tergantung pada intensitas cahaya yang masuk ke perairan. Pada
permukaan menunjukkan nilai produktivitas primer cenderung rendah kemudian pada
kedalaman di bawahnya sampai kedalaman tertentu akan menurun seiring sesuai dengan
penurunan intensitas cahaya yang masuk ke perairan.

2.2.2. Nutrien
Pada ekosistem perairan alami, siklus produksi dimulai oleh produser yang mampu
mensintesa bahan organik yang berasal dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis
(beberapa jenis bakteri melakukan kemosintesis) dengan bantuan cahaya matahari
(Odum, 1996; Wetzel, 2001). Odum (1996) membagi nutrien yang bdibutuhkan oleh
tumbuhan menjadi makro nutrien (terdiri dari unsur: O, C, N, P, S, K, Mg, dan Ca) dan
mikro nutrien (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Si, Mo,Cl, Co, dan Na) . Menurut Filippino et al.
(2011); Qurban et al. (2017), nutrien yang paling berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan plankton adalah nitrogen (dalam bentuk NO3) dan
fosfor (dalam bentuk PO4). Kedua unsur ini sangat penting yang merupakan faktor
pembatas bagi produktivitas plankton di perairan. Menurut Reeder (2017), nutrien yang

7
tinggi dengan alkalinitas yang rendah menjadi faktor pembatas produktivitas primer di
perairan.
Ketersediaan nutrien di perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan
organisme autotrof (Odum, 1996; Nybakken, 1992; Wetzel, 2001). Dengan demikian
efisiensi daur nutrisi dalam ekosistem peraairan akan menjadi sangat penting untuk
memelihara produktivitas primer (Kirk, 2011). Oleh karena itu, besarnya produktivitas
primer suatu perairan dapat mengindikasikan besarnya ketersediaan nutrien terlarut di
perairan tersebut (Alianto et al., 2008). Keberadaan nutrien di perairan sangat di
pengaruhi oleh aktivitas menusia di daratan, gerakan massa air (terutama di perairan laut),
maupun aktivitas pembusukan bahan-baahan organik. Adanya penyebaran nutrien dan
organisme autotrof (fitoplankton) di perairan yang berbeda-beda sangat mempengaruhi
produktivitas primer di perairan (Filippino et al., 2011; Vallina et al., 2017). Perairan
yang kaya nutrien dan biota autotrof akan memiliki produktivitas primer yang tinggi
(Filippino et al., 2011; Vallina et al., 2017). Oleh karena itu perairan estauri memiliki
produktivitas yang tinggi jika dibanding dengan perairan laut lepas dan perairan perairan
tawar karena menjadikan daerah sebagai trap nutrien.

2.2.3. Klorofil
Konsentrasi klorofil-a merupakan indikator utama untuk mengestimasi
produktivitas primer dan merupakan variabel penting dalam proses fotosintesis
(Nybakken, 1992; Odum, 1996; Wetzel, 2001; Asriyana & Yuliana, 2012; Ma et al.,
2014; Lee et al., 2014; Xiao et al., 2015; Chen et al., 2017). Klorofil–a fitoplanton adalah
suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting didalam proses
berlangsungnya fotosintesis diperairan semua sel berfotosintesis mengandung satu atau
beberapa pigmen klorofi l ( hijau coklat, merah atau lembayung) (Wetzel, 2001; Kirk,
2011).

8
Gambar 2. Hubungan klorofil dengan total fosfat di periaran tawar (Wetzel, 2001).

Pada umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai


akibat dari tingginya masukan nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air
sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian
pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi,
meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi
massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti
yang terjadi pada daerah upwelling (Qurban et al., 2017).

2.2.4. Suhu
Suhu pada perairan sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan
(Odum, 1996; Wetzel, 2001). Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat
dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai
suatu titik suhu tertentu (Zang et al., 2014; Vallina et al., 2017). Hal ini disebabkan
karena setiap spesies fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu
(Vallina et al., 2017). Pada daerah subtropis, pada musim panas tingkat produktiviats
perairan akan lebih tinggi dibandingan pada musim dingin (Mercado-Santana et al.,
2017).

2.2.5 Kekeruhan
Tingginya kekeruhan akan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan
yang akan berdampak pada penurunan produktivitas primer perairan (Hariyadi et al.,

9
2010). Lebih lanjut Hariyadi et al. (201) melaporkan di Muara Sungai Cisadane
ditemukan kondisi yang ekstrim, yakni perairan keruh dan kondisi mendung, kecerahan
hanya sampai belasan centimeter saja, ini berarti lapisan produktif hanya sekitar 30-40
cm di lapisan permukaan dibandingkan dengan kedalaman rata-rata perairan yang sebesar
5,3 m. Kedalaman lapisan produktif ini, yang hanya sekitar 6 - 8% dari kedalaman
perairan, tergolong sangat rendah.

2.2.6 Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh
tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut, maupun oleh gerakan bergelombang
panjang, misalnya pasang surut (Nybakken, 1992; Wetzel, 2001). Salah satu fenomena
arus adalah front. Front merupakan daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai
karakteristik berbeda, misal pertemuan antara massa air dari Laut Jawa yang agak panas
dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin. front penting dalam hal
produktivitas perairan laut karena cenderung membawa bersama-sama dengan air yang
dingin kaya akan nutrien dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi miskin
zat hara (Mercado-Santana et al., 2017; Vallina et al., 2017). Kombinasi dari temperatur
dan peningkatan kandungan hara yang timbul dari percampuran ini akan meningkatkan
produktivitas plankton yang berdampak pada peningkatan produktivitas primer di laut
(Mercado-Santana et al. 2017; Vallina et al., 2017). Hal ini akan ditunjukkan dengan
meningkatnya stok ikan di daerah tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi arus menyebabkan tingkat produktivitas perairan yang rendah (Gambar 4).
Hal ini tidak terlepas dari tidak adanya kesempatan nutrien untuk digunakan oleh
organisme autotrof sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis (Wetzel, 2001).

10
Gambar 3. Sebaran klorofil dan produktivitas perairan di Laut Merah (Sumber: Qurban et al.,
2017)

Gambar 4. Hubungan antara produktivitas perairan dengan kecepatan arus (Zang et al., 2014)

2.2.7. Kedalaman
Kedalaman akan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya yang masuk ke suatu perairan. Pada
umumnya seiring dengan bertambahnya kedalaman maka penetrasi cahaya yang masuk akan
semakin berkurang, sehingga akan berdampak pada produktivitas primer di perairan. Pada
permukaan pada umumnya produktivitas primer masih kecil karena intensitas cahaya yang
masuk teralalu tinggi dan akan meningkat pada kolm perairan dengan intensitas yang sesuai
dengan klorofil pitoplankton sehingga meningkatkan produktivitas primer. Seiring bertambahnya
kedalaman maka akan mernrunkan penetrasi cahaya yang semakin berkurang sehingga
produktivitas primer akan berkuran. Perbedaan kedalaman dapat mengakibatkan perbedaan nilai

11
produktivitas primer (Rahman, 2016; Qurban et al., 2017). Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan intensitas cahaya matahari yang dapat menembus setiap kedalaman pada umumnya
menurun seiring dengan bertambahnya ke dalaman perairan, sehingga aktifitas fotosintesis akan
menurun, dan menurunkan pula nilai produktivitas primer pada setiap kedalaman (Qurban et al.,
2017).

Gambar 5. Penetrasi cahaya yang masuk ke perairan berdasarkan kedalaman (Nuzapril et al,
2017).

Gambar 6. Hubungan kedalaman dengan kandungan klorofil (produktivitas primer) (sumber:


Kahru et al., 2015)

2.3. METODE PENGUKURAN


Produktivitas primer dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan metode C14, metode
klorofil, dan metode oksigen (Nybakken, 1992; Odum, 1996; Astriana & Yuliana, 2012).
Pengukuran produktivitas primer lebih dikembangkan dengan menggunakan sensor satelit (Ma et
al., 2017; Nuzapril et al. 2017).

2.3.1 Metode Botol Gelap-Botol Terang


Metode yang umum digunakan dalam mengukur nilai produktivitas primer adalah metode
oksigen dengan metode botol gelap dan terang (Odum, 1996; Wetzel, 2001). Oksigen merupakan

12
hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan
oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat sebagian oksigen di manfaatkan
oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di perhitungkan dalam penentuan
produktivitas.
Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan
fitoplankton sebagai produsennya. Tiga contoh airdi ambil pada kedalaman yang sama. Satu
contoh di simpan di dalam botol terang (LB) dan satunya lagi pada botol gelap (DB), dan saatu
lagi diukur sebagai DO inisial (IL). Selanjutnya kedua botol (LB dan DB) diinkubaasi pada
sesuai dengan tempat pengambilan air contoh (3-6 jam).
Penggunaan botol terang dipakai untuk mengukur laju fotosintesis yang disebut juga sebagai
produktivitas primer kotor (jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya
cahaya). Sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi Produktivitas primer
dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan atau produktivitas bersih.

2.3.2 Metode Klorofil


Pengukuran produktivitas primer dengan klorofil dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu ekstrak
klorofil dari organisme autotrof dan menggunakan citra satelit.
1) Menyaring plankton
Metode kerja pengukuran konsentrasi klorofil-a yaitu diambil 1000 ml sampel air, disaring
dengan menggunakan kertas saring Whatman CNM 0, 45 µm, Selanjutnya dimasukkan ekstrak
dengan 10 ml larutan aseton, diaduk sampai campuran berwarna hijau, diukur absorban klorofil-a
dengan Spektrofotometer pada ƛ = 665.2 dan 652.4 nm.
2) Citra satelit
Pengukuran produktivitas primer lebih dikembangkan dengan menggunakan sensor satelit (Ma et
al., 2017; Nuzapril et al. 2017). Estimasi produktivitas primer perairan berdasarkan nilai
konsentrasi klorofil-a dapat ditentukan dengan ektrak dari citra satelit (Ma et al., 2014;
Shuchman et al., 2013; Kahru et al., 2015). Satelit secara rutin telah menyediakan beberapa
variabel biofisik seperti variabel konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. Data yang telah
didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan untuk membuat model estimasi produktivitas primer,
sehingga estimasi produktivitas primer lebih cepat dan efisien (Ma et al. 2014). Keakuratan

13
pengukuran dengan metode ini tergantung pada citra satelit yang digunakan dalam analisis data
(Zhang & Han 2015; Nuzapril et al. 2017).
Distribusi produktivitas primer dari analisis citra satelit menunjukkan bahwa nilai produktivitas
primer lebih tinggi berada di sekitar perairan yang dekat dengan daratan dan semakin rendah ke
arah laut lepas (Gambar 7). Asriyana dan Yuliana, (2012); Ma et al. (2017); Nuzapril et al.
(2017) menyatakan bahwa perairan laut lepas lebih sedikit menerima pasokan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tumbuhan laut untuk menghasilkan produksi primer.

Gambar 7. Peta sebaran spasial produktivitas primer insitu (kanan) dan citra satelit (kiri)
(sumber: Nuzapril et al. 2017)

2.3.3. Metode Radioaktif


Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam sistem. Misalnya karbon
aktif (14C) dapat di introduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya di asimilasikan oleh
tumbuhan dan di pantau untuk mendapatkan perkiraan produktivitas. Tehnik ini sangat mahal
dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode lainya, yaitu
dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap
ekosistem.

2.3.4 Metode Panen


Metode panen biasanya dilakukan untuk tubuhan tingkat tinggi. Dalam hal ini diperairan
digunakan untuk makrofita, seperti tumbuhan air di danau/ rawa, lamun, dan rumput laut
(Wetzel, 2001; Hasegawa et al., 2007; Rasheed et al., 2008; Silva et al., 2009). Cara ini di
tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Metode ini merupakan metode paling
awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya adalah dengan memotong bagian
tumbuhan. Bagian yang di potong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau

14
beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan prodiktivitas primer di nyatakan dalam
biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram berat kering/ m2 /tahun. Metode
ini menunjukkan perubahan berat kering selama priode waktu tertentu. Metode panen ini tidak
cocok untuk mengukur produktivitas primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan
misalnya perubahan biomasa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga
berkurangnya fitoplankton oleh hewan – hewan pada tropik diatasnya, atau mungkin jumlah
fitoplankton berubah karena gerakan air dan pengadukan.

2.3.5 Metode Dekomposisi Serasah (Pendugaan pada daerah mangrove)


Produksi serasah mangrove merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari
tumbuhan ke perairan (Mahmudi, 2010; Danielson et l., 2017). Unsur hara yang dihasilkan dari
proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan
sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai
organisme akuatik. Pendugaan produktivitas periran di ekosistem hutan mangrove secara khusus
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelepasan nutrien dari serasah daun mangrove
yang dihasilkan. Dari produksi serasah daun mangrove yang dihasilkan, setelah mengalami
proses grazing, ekspor dan dekomposisi, serasah daun akan menghasilkan nutrien (N, P) ke
lingkungan perairan (Mahmudi, 2010).

2.4. Produktivitas Perairan pada Berbagai Ekosistem

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa produktivitas primer perairan saangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan perairan serta komposisi organisme dan distribusi orgnisme autotrof. Itu
artinya perbedaan tipe habitat akan memberikan produktivitas primer yang berbeda-beda.
Bahkan pada habitat atau ekosoistem yang sama, perbedaan waktu dapat memberikan nilai
produktivitas yang berbeda-beda. Mengacu pada pada Gambar 8 (Wetzel, 2001) bahwa
produktivitas tahunan ekosistem perairaan lebih tinggi dibanding hutan dan padang rumput
(rerumputan). Pada ekosistem tawar, terutama danau dangkal dan rawa produktivitas dari
tanaman air lebih tinggi dibanding produktivitas plankton. Hal ini juga seperti yang
dikemukakan dan ditemukan oleh Tamire & Mengistou (2014), bahwa produktivitas tumbuhan
air pada danau-danu dangkal dan rawa lebih tinggi daripada produktivitas plankton.

15
Gambar 8. Produktivitas organik pada berbagai habitat (Wetzel, 2001)

Akan tetapi sebenarnya kurang tepat jika produktivitas primer antar ekosistem karena metode
pengukuran yang berbeda-beda. Misalnya pada table 1. dibawah disajikan produktivitas primer
perairan dari berbagai hasil penelitian dan metode yang berbeda-beda.

Pada ekositem mangrove nilai produktivitas primer perairan paling tinggi ditemukan di hutan
mangrove Miami (USA) dibanding ekosistem mangrove lainnya. Tingginya produktivitas
tersebut tidak terlepas dari rtingkat kerapatan dan penutupan mangrove Miami yang lebih tinggi
dibanding lainnya (karean lokasi penelitian tersebut merupakan daerah konservasi). Nilai
tersebut masih lebih tinggi daripada mangrove di Jawa Timur yang merupakan mangrove
rehabilitasi. Selain itu Danielson et al. (2017) menjelaskan bahwa adanya badai didaerah USA
juga dapat meningkatkan meningkatnya gugur daun sehingga laju dekomposisi serasah pun
meningkat. Ada satu hasil riset yang sangat bagus dari Alikunhi and Kathiresan (2012) di India
yang mengukur produktivitas perairan dengan berbagai tipe habitat yang berbeda dan metode
pengukuran yang sama (pengukuran dengan 14C, pada palnkton). Hasilnya menunjukkan bahwa
produktivitas primer perairan pada ekosistem mangrove lebih tinggi dibanding produktivitas
lamun dan karang serta asosiasi mangrove dan lamun dan lamun dan karang (Tabel 1 dan
Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa pada ekosistem mangrove memberikan kontribusi
nutrien yang besar ke parairan. Selain itu, lokasi mangrove yang dekat dengan muara sungai juga
memberikan kontribusi terhadap nutrien ke perairan laut/ pesisir (Muhtadi et al., 2017).

16
Gambar 9. Produktivitas perairan pada ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang
(sumber: Alikunhi and Kathiresan, 2012)

Tabel 1. Hasil penelitian produktivitas perairan pada berbagai eksosistem perairan

17
BAB III

18
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penipisan ozon mengakibatkan masuknya lebih banyak radiasi sinar ultraviolet (UV), yang
berbahaya bagi kehidupan di bumi ketika lapisan ozon menipis dan penyinaran matahari masuk
ke permukaan bumi. Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas primer perairan adalah
ketersedian cahaya, nutrient, klorofil, suhu, kekeruhan, arus dan kedalaman di perairan.
Produktivitas primer dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan metode C14, metode
klorofil, dan metode oksigen serta metode sensor satelit.

Agar mengurangi dampak dari menipisnya lapisan ozon di perairan dapat dilakukan dengan
melakukan produktivitas primer bersih yang merupakan kunci pengukuran kesehatan lingkungan
dan pengelolaan sumberdaya laut. Sebagian besar produktivitas primer perairan dilakukan oleh
fitoplankton/miro algae dan sebagian kecil oleh tumbuhan air/makro algae. Suatu perairan cukup
produktif apabila menghasilkan biomassa tumbuhan, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan
dari proses fotosintesis. Dengan tersedianya biomassa tumbuhan dan oksigen yang cukup dapat
mendukung perkembangan ekosistem perairan.

3.2. Saran

Menipisnya lapisan ozon disebabkan karena sebagian besar dari aktivitas manusia misalnya asap
kendaraan bermotor, asap pabrik dan penggundulan hutan. Disarankan untuk dapat mengurangi
aktivitas tersebut atau mengganti dengan aktivitas lain yang ramah lingkungan. Agar kedepan
produktivitas primer dapat meningkat khususnya di perairan, dengan menjaga perairan tetap
bersih dan terhindar dari sampah sampah anorganik, tidak menggunakan illegal fishing
penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem di laut.

DAFTAR PUSTAKA

19
Alikunhi N.M., & K. Kathiresan. 2012. Phytoplankton productivity in interlinked mangroves,
seagrass and coral reefs and its ecotones in Gulf of Mannar Biosphere Reserve South east
India. Marine Biology Research, 8: 61-73.
http://dx.doi.org/10.1080/17451000.2011.596544

Alianto, E. M. Adiwilaga, & A. Damar. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan


Keterkaitannya dengan Unsur Hara dan Cabaya di Perairan Teluk Banten. Jurnal
Ilmu·Ilmu Perairan Dan Peri Kanan Indonesia, 15 (1): 21-26

Asriyana dan Yuliana, 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta

Behrenfald M.J., Boss E, Siegel DA, Shea DM. 2005. Carbon-based ocean productivity and
phytoplankton physiology from space. Global Biogeochemical Cycles. Vol 19. GB1006,
doi:10.1029/2004GB002299

Danielson et al., 2017. Assessment of Everglades mangrove forest resilience: Implications for
above-ground net primary productivity and carbon dynamics. Forest Ecology and
Management, 404 : 115–125. http://dx.doi.org/10.1016/j.foreco.2017.08.009

Filippino K.C., Margaret R. Mulholland, Peter W. Bernhardt. 2011. Nitrogen uptake and primary
productivity rates in the Mid-Atlantic Bight (MAB). Estuarine, Coastal and Shelf Science,
91 : 13-23

Hariyadi S, E. M. Adiwilaga, T. Prartono, S. Hardjoamidjojo & A. Damar. 2010. Produktivitas


Primer Estuari Sungai Cisadane Pada Musim Kemarau. Limnotek, 17 (1) : 49-57

Hasegawa N., M. Hori, H. Mukai. 2007. Seasonal shifts in seagrass bed primary producers in a
cold-temperate estuary: Dynamics of eelgrass Zostera marina and associated epiphytic
algae. Aquatic Botany, 86 : 337– 345

Kahru et al. 2015. Optimized multi-satellite merger of primary production estimates in the
California Current using inherent optical properties. Journal of Marine Systems, 147 : 94–
102

20
Kirk JTO, 2011. Light and Photosynthesis in Aquatic Ecosystems. Third Edition. New York:
Cambridge University Press

Ma S., Tao Z., Yang X., Member, IEEE, Yu Y., Zhou X., Ma W, Li Z.. 2014. Estimation of
Marine Primary Productivity from Sattelite-Derived Phytoplankton Absorption Data. IEEE
J Select Topics Apl Earth Observ Remote Sens, 7(7): 3084-3092.

Mahmudi M. 2010. Estimasi Produksi Ikan Melalui Nutrien Serasah Daun Mangrove di
Kawasan Reboisasi Rhizophora, Nguling, Pasuruan, Jawa Timur. Ilmu Kelautan, 15 (4) :
231-235

Mercado-Santana J.A., et al. 2017. Productivity in the Gulf of California large marine ecosystem.
Environmental Development, 22 : 18–29. http://dx.doi.org/10.1016/j.envdev.2017.01.003

Nuzapril M, Setyo Budi Susilo, James P. Panjaitan. 2017. Hubungan Antara Konsentrasi
Klorofil-A Dengan Tingkat Produktivitas Primer Menggunakan Citra Satelit Landsat-8.
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 8 (1) : 105-114

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

Odum EP. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T. Samingan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta

Qurban M.A., M. Wafar, R. Jyothibabu, K.P.Manikandana. 2017. Patterns of primary production


in the Red Sea. Journal of Marine Systems, 169 : 87–98.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jmarsys.2016.12.008

Silva Thiago S.F., Maycira P.F. Costa, & John M. Melack. 2009. Annual Net Primary
Production Of Macrophytes In The Eastern Amazon Floodplain. Wetlands, 29 (2) : 747–
758

Tamire G., & S. Mengistou. 2014. Biomass and net aboveground primary productivity of
macrophytes in relation to physico-chemical factors in the littoral zone of Lake Ziway,
Ethiopia. Tropical Ecology, 55(3): 313326.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystem Third Edition. Academic Press,
London.

21
22

Anda mungkin juga menyukai