Anda di halaman 1dari 142

BAB FAKTA DAN ANALISIS

IV

4. 1 KEBIJAKAN TERKAIT PENYUSUNAN INSTRUMEN PENGENDALIAN


PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN DANAU RAWA PENING

4.1.1. Tinjauan Kebijakan Pembangunan


4.1.1.1 Rencana Pembangunan Nasional (RPJMN 2015-2019)
Kawasan Danau Rawa Pening secara geografis berada di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah,
Sehingga dalam kaitannya dengan Kebijakan pembangunan nasional, tinjauan kebijakan nasional dapat
dilihat dari kebijakan pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali. Dalam RPJMN 2015-2019 pembangunan
Wilayah Pulau Jawa-Bali sebagai "lumbung pangan nasional dan pendorong sektor industri dan jasa nasional
dengan pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, otomotif, alutsista, telematika, kimia, alumina dan
besi baja; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan ekonomi kreatif;
serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri
perkapalan dan pariwisata bahari.
strategi pembangunan perkotaan tahun 2015-2019 adalah :
1. Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) dengan mengembangkan 5 Kawasan Strategis
Nasional (KSN) 18 salah satunya perkotaan KEDUNGSEPUR

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-1


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
2. Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desa-kota melalui pengembangan
klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi.
3. Menerapkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri
pengolahan dan jasa.
4. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota
Adapun sasaran pengembangan wilayah Jawa-Bali tahun 2015-2019 yang terkait dengan Kawasan Danau
Rawa Pening adalah Point (iii) yaitu untuk mendukung pemerataan pembangunan kawasan perkotaan di
Jawa-Bali makan akan dipercepat peningkatan efisiensi pengelolaan 5 kawasan perkotaan metropolitan yang
sudah ada saat ini salah satunya adalah Kedungsepur. Yang mana kawasan Danau Rawa Pening berada di
dalamnya. arah kebijakan tata ruang wilayah jawa –bali sebagai berikut:
1. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi dan
adaptasi bencana meliputi:
 Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional yang menjalar (urban sprawl); dan
 Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional di kawasan rawan bencana.
2. Kebijakan untuk mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan daya saing
melalui pengembangan dan pemantapan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan
keterkaitan antarwilayah dan efisiensi ekonomi; dan
3. Kebijakan untuk mewujudkan lumbung pangan nasional yang berkelanjutan, meliputi:
 pemertahanan lahan pertanian untuk tanaman pangan, termasuk lahan pertanian pangan
berkelanjutan; dan
 pengembangan dan pemertahanan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan
luasan lahan pertanian untuk tanaman pangan.
4. Kebijakan untuk mewujudkan peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat industri industri yang
berdaya saing dan ramah lingkungan.
5. Kebijakan untuk mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang
memadai untuk pembangunan, meliputi:
 peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30 persen dari luas Pulau Jawa-
Bali sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan
 pengembangan kawasan lindung dan kawasan budi daya untuk meningkatkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup.
6. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam rangka menjaga momentum
fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu
bersaing dalam perekonomian internasional dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan
hidup.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-2


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Strategi Pengembangan Tata Ruang Wilayah Jawa-Bali
A. Struktur Ruang Pulau Jawa-Bali
1. Strategi pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional yang menjalar (urban
sprawl) meliputi:
 mengendalikan perkembangan kawasan permukiman, perdagangan, jasa, dan/atau industri
di kawasan perkotaan nasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup; dan
 mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan nasional yang berdekatan dengan
kawasan lindung.
2. Strategi pengembangan dan pemantapan jaringan transportasi yang terpadu untuk
meningkatkan keterkaitan antarwilayah dan efisiensi meliputi:
 mengembangkan dan/atau memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat,
laut, dan/atau udara yang menghubungkan antarkawasan perkotaan nasional dan
memantapkan koridor ekonomi Pulau Jawa-Bali; dan
 memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat yang meliputi jaringan jalan,
jaringan jalur kereta api, serta jaringan transportasi penyeberangan yang menghubungkan
kawasan perkotaan nasional dengan sentra produksi, pelabuhan, dan/atau bandar udara;
dan
B. Pengembangan Kawasan Lindung , Strategi terkait Arah Kebijakan dalam rangka mewujudkan
kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan
adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30 persen dari luas Pulau Jawa-
Bali sesuai dengan kondisi ekosistemnya meliputi:
 Pertahanan luasan kawasan berfungsi lindung dan merehabilitasi kawasan berfungsi
lindung yang terdegradasi;
 Pengendalian dan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) kritis;
 Pengendalian dan rehabilitasi kawasan lindung di bagian hulu Wilayah Sungai (WS),
kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, dan kawasan konservasi;
2. Pengembangan kawasan lindung dan kawasan budidaya untuk meningkatkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup, meliputi: pengembangan pengelolaan kawasan lindung
dan kawasan budi daya melalui kerja sama antardaerah untuk kelestarian pemanfaatan sumber
daya alam.
3. Strategi pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional di kawasan rawan bencana
meliputi:

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-3


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 menetapkan zona-zona rawan bencana beserta ketentuan mengenai standar bangunan
gedung yang sesuai dengan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana di kawasan
perkotaan nasional; dan
 mengendalikan perkembangan kawasan budi daya terbangun di kawasan perkotaan
nasional yang berpotensi terjadinya bencana
C. Pengembangan Kawasan Budidaya
1. Strategi pemertahanan lahan pertanian untuk tanaman pangan, termasuk lahan pertanian
pangan berkelanjutan meliputi:
 Pengembangan dan pemeliharaan bendungan beserta waduknya untuk mempertahankan
daya tampung air yang menjamin penyediaan air baku bagi kegiatan pertanian tanaman
pangan; dan
 Pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi teknis pada daerah irigasi (DI) untuk
meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan.
2. Strategi pengembangan dan pemertahanan jaringan prasarana sumber daya air untuk
meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan meliputi:
 Pemertahanan luas lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan mengendalikan kegiatan
budi daya lainnya;
 Pengendalian alih fungsi peruntukan lahan pertanian untuk tanaman pangan; dan
 Pengendalian perkembangan fisik kawasan perkotaan nasional untuk menjaga keutuhan
lahan pertanian tanaman pangan.
3. Strategi peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat industri industri yang berdaya saing dan
ramah lingkungan meliputi:
 Peningkatkan penataan lokasi kegiatan industri di dalam kawasan industri; dan
 Peningkatkan kegiatan industri yang benilai tambah tinggi dengan penggunaan teknologi
tinggi dan ramah lingkungan.

4.1.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Tengah 2005-2025


Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 3 tahun 2008 tentang RPJPD Provinsi Jawa Tengah 2005-
2025, visi pembangunan daerah tahun 2005-2025 adalah Jawa Tengah yang mandiri, maju, sejahtera dan
lestari. RPJPD Provinsi Jawa Tengah, masuk pada periode ke –IV yaitu tahun 2020-2025), yang memiliki
keterkaitan dengan pengembangan kawasan Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut:
1. Point ii. Terwujudnya perekonomina daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dengan
dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan, dengan fokus pada hal-hal
sebagai berikut:

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-4


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Pemantapan struktur perekonomian yang didukung oleh produk-produk unggulan yang
mempunyai nilai ekonomi strategis, berkualitas serta mempunyai keunggulan komparatif
dan kompetitif di pasar global
 Pemantapan pembangunan pertanian, perikanan, kelautan dan kehutanan yang diarahkan
untuk menghasilkan produk-produk yang bertumpu pada sistem agribisnis guna menjamin
ketahanan dan swasembada pangan serta peningkatan nilai tambah produk
 Pemantapan kualitas dan pemasaran produk pada sektor perindustrian, perdagangan dan
pariwisata
2. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal dengan tetap
menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan, dengan fokus pada hal-hal sebagai
berikut:
 Pemantapan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup berbasis kelembagaan
masyarakat dalam rangka menjaga keberlanjutan fungsi dalam menopang kehidupan
 Pelestarian sumber daya genetis berbasis masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
 Pemantapan manajemen pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dalam
rangka menjaga dan meningkatkan kualitas daya tampung dan daya dukung lingkungan
 Pemantapan fungsi kelembagaan dan sisyem pengurangan risiko bencana
3. Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana yang meninjang pengembangan wilayah, penyediaan
pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi daerah
 Pemantapan sistem Pemantapan sistem transportasi yang berorientasi pada keamanan
dan kenyamanan serta pemenuhan kebutuhan transportasi massal yang andal
 Pemenuhan kebutuhan rumah dan permukiman yang berkualitas dalam menunjang
perekonomian daerah, kesejahteraan masyarakat, dan lingkungan hidup
 Pemantapan Prasarana dan sarana sumberdaya air dan irigasi untuk mendukung aktivitas
produksi yang handal dan berdaya saing, dan terpenuhinya secara mantap kebutuhan
prasarana dasar perdesaan dan perkotaan dalam rangka meningkatkan kemandirian,
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat
 Pemantapan penatagunaan pertanahan, administrasi, dan hukum, pemanfaatan dan
pengendalian pertanahan untuk menunjang perekonomian daerah dan kesejahteraan
masyarakat
 Pemantapan sistem penetaan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan melalui
pemantapan penerapan perencanaan tata ruang, pemantapan dan pengembangan
pemanfaatan ruang dan meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menunjang
perekonomian daerah, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-5


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.1.1.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Semarang
Rencana pembangunan jangka menengah Kabupaten Semarang tertuang dalam Perda Nomor 15 Tahun 2016
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2016-2021. Visi Kabupaten
Semarang 2016-2021 Peneguhan Kabupaten Semarang Yang Maju, Mandiri, Tertib, Dan Sejahtera, dengan misi
yang terkait dengan pengembangan kawasan Danau Rawapening sebagai berikut:
1. Point ii. Mengembangkan produk unggulan berbasis potensi lokal yang bersinergi dan berdaya saing
serta berwawasan lingkungan untuk menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Pengembangan produk unggulan daerah meliputi produk industri, pertanian dan pariwisata.
Pemanfaatan sumber daya daerah terutama yang rentan terhadap kelestarian/kerusakan lingkungan
seperti air, bahan tambang dan lain dilakukan secara terpadu sehingga dapat dijaga kelestariannya.
Sasaran :
 Terwujudnya kawasan industri yang dapat menyerap Tenaga kerja lokal
 Berkembangnya industri pariwisata yang berbasis masyarakat, budaya lokal dan potensi
sumber daya alam serta industri kreatif yang dipatenkan
2. Point iv. Menyediakan infrastruktur daerah yang merata guna mendukung peningkatan kualitas
pelayanan dasar dan percepatan pembangunan. infrastruktur yang memadai, layak dan merata
diseluruh wilayah dibutuhkan dalam rangka mendukung peningkatan kualitas pelayanan public dan
memperkuat pembangunan daerah.
Sasaran:
 Tersedianya dokumen tata ruang sebagai acuan pemanfaatan ruang
 Meningkatnya pelayanan perizinan yang tertib, tepat waktu, transparan, dan akuntabel
 Tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang berkualitas dan merata
 Tersedianya jaringan irigasi dan sumber-sumber air untuk pertanian
 Tersedianya prasarana olahraga, ruang public dan RTH
 Tersedianya sarana dan prasarana air bersih yang memadai
 Tersedianya rumah layak huni dan rumah bersanitasi
 Terpenuhinya sarana dan prasarana perdagangan
3. Point vi. Mendorong terciptanya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap
menjaga kelestariannya
 Terwujudnya jejaring kerjasama dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang
berkelanjutan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-6


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.1.2. Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang
4.1.2.1 Tinjauan Kebijakan RTRWN
Dalam sistem rencana tata ruang wilayah nasional yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 13
tahun 2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya termasuk ke dalam Sistem Perkotaan Nasional (KSN)
Kendal-Semarang-Salatiga-Demak-Ungaran-Purwodadi (Kedungsepur), Kawasan Andalan Kedungsepur
dengan sektor unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan, panas bumi, pertambangan, minyak dan
gas bumi, dan Wilayah Sungai (WS) Nasional Jratunseluna. Adapun arahan kebijakan terkait pengembangan
Kawasan Danau Rawapening dsk dalam RTRWN terlihat pada tabel berikut.

Tabel IV .1
Arahan Kebijakan RTRWN terkait Pengembangan Kawasan Danau
Rawapening, dsk
N Sistem
Jenis Wilayah Arahan Pengembangan
o Perwilayahan
1 Sistem Perkotaan PKN Kawasan Perkotaan  Tahapan Pengembangan/ Revitalisasi dan
Nasional Semarang-Kendal-Demak- Percepatan Pengembangan Kota-Kota
Ungaran- Purwodadi Pusat/Pertumbuhan atau Revitalisasi kota-kota
(Kedungsepur) (II/C/3) yang telah berfungsi.
2 Wilayah Sungai Jratunseluna (I-IV/A/1)  Strategis Nasional
 Tahapan Pengembangan/ Perwujudan Sistem
Jaringan SDA/Konservasi Sumber Daya Air,
Pendayagunaan SDA, dan Pengendalian Daya
Rusak Air
3 Kawasan Andalan Kawasan Kedungsepur  Sektor unggulan (pertanian, industri, pariwisata,
(Kendal, Demak, Ungaran, perikanan, panas bumi, pertambangan, minyak dan
Salatiga, Semarang, gas bumi)
Purwodadi) - (II/A/2) -  II/A/2: Tahapan Pengembangan/ Pengembangan
(II/D/1) - (II/E/2) - (I/F/2) – dan Pengendalian Kawasan Andalan untuk Sektor/
(II/I/2), - (II/C/2), - (II/J/2) Pengembangan Kawasan Andalan untuk Pertanian.
 II/D/1: Tahapan Pengembangan/ Rehabilitasi dan
Pengembangan Kawasan Andalan untuk industri
pengolahan/Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk
Industri Pengolahan.
 II/E/2: Tahapan Pengembangan/ Rehabilitasi dan
Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor/
Pengembangan Kawasan Andalan untuk
Pariwisata.
 II/F/2: Tahapan Pengembangan/ Rehabilitasi dan
Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor
Perikanan /Pengembangan Kawasan Andalan
untuk Perikanan.
 II/I/2: Tahapan Pengembangan/ Rehabilitasi dan
Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor
panas bumi /Pengembangan Kawasan Andalan
untuk panas bumi
 II/C/2: Tahapan Pengembangan/ Rehabilitasi dan
Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor
pertambangan /Pengembangan Kawasan Andalan
untuk pertambangan
 II/J/2: Tahapan Pengembangan/ Rehabilitasi dan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-7


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
N Sistem
Jenis Wilayah Arahan Pengembangan
o Perwilayahan
Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor
minyak dan gas bumi /Pengembangan Kawasan
Andalan untuk minyak dan gas bumi
Sumber: PP 13 Tahun 2017 tentang Perubahan PP 26 tahun 2008

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya
termasuk ke dalam Kawasan Perkotaan Semarang – Kendal – Demak – Ungaran – Purwodadi
(Kedungsepur) dalam tatanan Sistem Perkotaan Nasional yang ditetapkan sebagai PKN dalam wilayah
Provinsi Jawa Tengah. Pengembangan PKN Kedungsepur ini melalui Revitalisasi dan Percepatan
Pengembangan Kota-Kota Pusat berupa Pertumbuhan atau Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi.
Selain itu, Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya juga termasuk ke dalam Kawasan andalan yang
merupakan bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya
diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.
Kawasan andalan yang termasuk ke dalam Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya adalah kawasan
andalan Kedungsepur yang di dalam RTRWN memiliki sektor unggulan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi kawasan, yaitu : pertanian, industri, pariwisata, perikanan, panas bumi, pertambangan, minyak dan
gas bumi.
Dilihat dari pengembangan per sektor, sektor unggulan pertanian dilakukan melalui tahapan
pengembangan dan pengendalian kawasan untuk pengembangan pertanian; Sektor unggulan industri
melalui tahapan pengembangan rehabilitasi dan pengembangan kawasan untuk industri pengolahan, sektor
unggulan pariwisata melalui tahapan pengembangan rehabilitasi dan pengembangan kawasan untuk
pengembangan pariwisata, sektor unggulan perikanan melalui tahapan pengembangan rehabilitasi dan
pengembangan kawasan untuk pengembangan sektor perikanan, sektor unggulan panas bumi melalui
tahapan pengembangan rehabilitasi dan pengembangan kawasan untuk pengembangan sektor panas bumi,
sektor unggulan pertambangan melalui tahapan pengembangan rehabilitasi dan pengembangan kawasan
untuk pengembangan sektor pertambangan, sektor unggulan minyak dan gas bumi melalui tahapan
pengembangan rehabilitasi dan pengembangan kawasan untuk pengembangan sektor minyak dan gas bumi.

4.1.2.2 Tinjauan Kebijakan RTRW Provinsi Jawa Tengah


RTRW Provinsi Jawa Tengah telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 merupakan
rencana turunan rencana tata ruang nasional yang telah diamanatkan dalam undang-undang penataan ruang
sebagaimana tertuang pada pasal 10 ayat (2). RTRW Provinsi Jawa Tengah merupakan pedoman dalam
kegiatan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di provinsi, yang dilakukan oleh pemerintah
daerah provinsi dan para pemangku kepentingan lainnya.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-8


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Terkait dengan pengembangan Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya, dalam RTRW Provinsi Jawa
Tengah diarahkan untuk menjadi kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan.
Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya ini menjadi strategis untuk perlindungan cadangan air dan
pengendali banjir bagi kawasan di sekitarnya terutama yang masuk ke dalam sub-das Rawapening sehingga
kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya berpengaruh terhadap keseimbangan tataguna air yang setiap
tahun menimbulkan kerugian. Untuk itu, terdapat kebijakan dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah untuk dapat
mempertahankan kelangsungan daya dukung lingkungan dari kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya
ini.

Gambar 4.1
Kawasan Strategis Provinsi untuk Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Kawasan strategis provinsi merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki
pengaruh yang sangat penting secara regional. Program pemanfaatan kawasan Danau Rawapening dan
sekitarnya dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah melalui tahapan rehabilitasi dan pengembangan kawasan
strategis provinsi dengan sudut rehabilitasi atau revitalisasi atau pengembangan/peningkatan kualitas
kawasan.

Tabel lV.2
Arahan RTRW Provinsi Jawa Tengah terkait Pengembangan
Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya dalam
No Uraian Arahan Pengembangan Keterangan
1 Sistem Jaringan a. Pengelolaan DAS dan  Revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk alam
Sumberdaya Air sub DAS Rawapening
b. Pengembangan waduk  Konservasi sumberdaya air waduk Rawapening
c. Sistem Pengendalian  Pendayagunaan sumberdaya air waduk
Banjir Rawapening
d. Jaringan Air Baku untuk  Pengendalian daya rusak air waduk Rawapening
Air Minum  Pengendalian banjir melalui pembangunan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-9


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
No Uraian Arahan Pengembangan Keterangan
infrastruktur pengendali banjir pada dataran banjir
sekitar Rawapening
 Pembangunan bendungan di sungai – sungai yang
potensial sebagai upaya memperbanyak
tampungan air bagi keperluan cadangan air baku
 Pembangunan jaringan air bersih di kawasan
perkotaan
 Pembangunan jaringan perpipaan mandiri di
pedesaan dari sumber air tanah dan air permukaan
2 Kawasan Lindung Kawasan perlindungan  Kawasan sekitar waduk atau danau
setempat  Inventarisasi dan pengelolaan kawasan waduk
provinsi Jawa Tengah
 Termasuk dalam pengembangan konservasi
kawasan sekitar mataair dan sempadan sungai
Kawasan Rawan Bencana  Kawasan rawan banjir
Alam  Kawasan rawan longsor
 Kawasan rawan angin topan
Kawasan Lindung Geologi  Kawasan imbuhan air tanah sebagai resapan air
tanah melipiti Cekungan Rawapening guna
menambah cadangan air tanah
3 Kawasan Peruntukan pertanian  Pertanian lahan basah dan lahan kering
Budidaya  Peruntukan perkebunan
 Peruntukan peternakan besar dan kecil
 Peternakan unggas
Peruntukan perikanan  Perikanan tangkap di perairan umum
 Budidaya perikanan tangkap berbasis budidaya
pada perairan waduk dan sungai
Peruntukan pariwisata  Pengelolaan kawasan pariwisata pada indikasi
program
Peruntukan Permukiman Permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan

4.1.2.3 Tinjauan Kebijakan RTRW Kabupaten Semarang


Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya dalam arahan pemanfaatan ruang Kabupaten Semarang
memiliki peranan yang cukup penting. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Semarang,
pemanfaatan ruang pada Kawasan Danau Rawapening dipengaruhi oleh adanya Perkotaan Ambarawa yang
ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Selain itu, Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya ini
dikelilingi pula oleh beberapa sistem Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) yaitu PPK Sumowono, PPK
Bandungan, PPK Jambu, PPK Banyubiru, PPK Tuntang, dan PPK Getasan.
Rencana struktur ruang RTRW Kabupaten Semarang menyebutkan bahwa Danau Rawapening
dimanfaatkan untuk keperluan irigasi (termasuk untuk kebutuhan air baku pada kawasan agropolitan di
Kecamatan Sumowono, Kecamatan Bandungan, Kecamatan Jambu, Kecamatan Tuntang, dan Kecamatan
Getasan), perikanan, dan air baku bagi penyediaan air minum perkotaan dan perdesaan. Selain sumber air
baku bagi wilayah sekitarnya, pengembangan Kawasan Danau Rawapening juga diarahkan sebagai sistem

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-10


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
pengendali banjir. Dalam rencana struktur ruang juga disebutkan bahwa pemanfaatan Kawasan Danau
Rawapening, terdapat upaya yang bersifat konservatif guna menjaga kualitas hidrologi kawasan tersebut.
Rencana pola ruang RTRW Kabupaten Semarang mencantumkan Kawasan Danau Rawapening
sebagai kawasan perlindungan setempat (sempadan sekitar waduk atau danau), kawasan rawan bencana
banjir, serta kawasan lindung geologi.

Tabel IV.3
Arahan Kebijakan RTRW Kabupaten Semarang terkait
Pengembangan Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya
Sistem
No Perwilayaha Jenis Wilayah Arahan Pengembangan
n
1 Sistem a. Pengelolaan DAS dan  Revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk alam
Jaringan Sub-DAS Rawapening
Sumber Daya b. Pengembangan  Pemanfaatan air permukaan untuk keperluan irigasi,
Air Jaringan Air Baku Untuk perikanan, dan air baku bagi penyediaan air minum
Air Minum perkotaan dan perdesaan
c. Pengembangan Sistem  pengendalian banjir melalui pembangunan infrastruktur
Pengendali Banjir pengendali banjir pada dataran banjir sekitar
Rawapening
 Upaya konservasi tanah dan air berupa terasiring,
bangunan terjun, check dam, dam pengendali sedimen,
reboisasi serta pembuatan sumur resapan di sub-DAS
Rawapening
 Menata ruang dan rekayasa pada sub-DAS Rawapening
2 Kawasan Kawasan Perlindungan  Kawasan Sekitar Waduk Atau Danau
Lindung Setempat  Luasan kurang lebih 24 hektar
 Termasuk dalam arahan pengembangan konservasi
kawasan sekitar mata air dan sempadan sungai
Kawasan Rawan Bencana  Kawasan rawan banjir
Alam  Kawasan rawan tanah longsor
Kawasan Lindung Geologi  Cekungan Air Tanah Rawapening
3 Kawasan Peruntukan Pertanian  Pertanian lahan basah dan lahan kering
Budidaya  Peternakan yang meliputi ternak besar dan ternak kecil
 Hortikultura seluas kurang lebih 9.046 hektar
 Perkebunan seluas kurang lebih 12.140 hektar
Peruntukan Perikanan  Budidaya perikanan tangkap berbasis budidaya pada
perairan waduk dan sungai
 potensi kawasan minapolitan pada kecamatan di
sekitarnya (Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Tuntang,
Kecamatan Bawen, Kecamatan Jambu, Kecamatan
Banyubiru)
Peruntukan Pertambangan  Kawasan Ungaran
 Pertambangan panas bumi meliputi Wilayah Kerja
Pertambangan Panas Bumi Gunung Telomoyo dan
Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi Gunung
Ungaran
 potensi pertambangan minyak dan gas bumi
(Kecamatan Bancak dan Kecamatan Bringin)
Peruntukan Industri  meliputi kawasan peruntukan industri, kawasan industri,
dan kawasan berikat
Peruntukan Pariwisata  Pengelolaan kawasan pariwisata pada Indikasi Program

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-11


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Sistem
No Perwilayaha Jenis Wilayah Arahan Pengembangan
n
Peruntukan Permukiman  Permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan
Sumber: Perda RTRW Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031

Karena mendapat pengaruh dari kawasan sekitarnya yang merupakan sistem perkotaan dan sistem
perdesaan, dalam RTRW Kabupaten Semarang dicantumkan rencana pengembangan infrastruktur pada
Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya. Rencana pengembangan infrastruktur pada kawasan sekitar
Danau Rawapening dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jaringan transportasi darat meliputi:
a. rencana pengembangan jaringan jalan arteri primer meliputi Jalan Ungaran – Bawen, Jalan
Bawen – Salatiga, Jalan Salatiga – Boyolali, dan jalan lingkar Ambarawa
b. rencana pengembangan jalan kolektor primer, meliputi Jalan Lemahbang – Kaloran, Jalan
Ambarawa – Bandungan, Jalan Sumowono - Kemawi – Kendal, Jalan Ambarawa - Banyubiru -
Kecandran – Salatiga, Jalan Tuntang – Karanglo, Jalan alternatif Kelurahan – Bedono, Jalan
Kelurahan – Banyubiru, Jalan Butuh – Getasan
c. rencana pengembangan meliputi jalan tol Semarang – Bawen, Jalan tol Bawen – Surakarta,
Jalan tol Bawen – Yogyakarta.
d. pengembangan terminal tipe B di Bawen dan Ungaran
e. pengembangan terminal tipe C di Banyubiru, Ambarawa, kawasan pariwisata Bandungan, Candi
Gedongsongo
f. pengembangan terminal angkutan barang dan/atau terminal peti kemas di Bawen, Tuntang
2. jaringan perkeretaapian meliputi:
a. pengembangan prasarana transportasi kereta api commuter dan wisata meliputi:
1) jalur kereta api wisata dan komuter ruas Kedungjati - Bringin - Tuntang - Ambarawa
2) jalur kereta api wisata ruas Bedono - Jambu - Ambarawa – Tuntang
b. pengembangan dan revitalisasi stasiun kereta api adalah peningkatan infrastruktur pendukung
dan pelayanan di Stasiun Kereta Api Bedono, Jambu, Ambarawa dan Tuntang.
3. Sistem jaringan energi berupa pengoptimalan PLTA Jelok dan Timo di Kecamatan Tuntang

4.1.3. Arahan Kebijakan Sektoral Terkait Pengembangan Kawasan Danau Rawapening dan
sekitarnya
Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) I yang dilaksanakan di Denpasar, Bali, 13-15 Agustus 2009
dengan tema Pengelolaan Danau dan Antisipasi Perubahan Iklim menjadi peristiwa penting untuk upaya
penyelamatan ekosistem danau yang lebih serius. KNDI I ini telah menghasilkan suatu Kesepakatan Bali
tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani oleh 9 Menteri antara lain Menteri Lingkungan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-12


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri
Kelautan dan Perikanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
dan Menteri Riset dan Teknologi. Kesembilan Menteri tersebut telah bersepakat dalam mengelola dan
menyelamatkan bersama ekosistem danau prioritas yang terbagi menjadi dua periode yaitu Danau Prioritas I
(2009-2014) dan Danau prioritas II (2015-2019).
Sebagai upaya percepatan pelaksanaan Kesepakatan Bali tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau
Berkelanjutan, maka pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II yang diselenggarakan pada tanggal 13-14
Oktober 2011 di Kota Semarang telah diluncurkan Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia
dengan memilih Danau Rawapening sebagai model Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN). Terdapat
7 Program Super Prioritas dan 11 Program Prioritas dalam Rencana Aksi tersebut.
Seiring dengan adanya komitmen penyelamatan danau oleh KLH beserta sektor terkait, maka pada bulan Mei
2012 telah disusun Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia Tahun 2012 yang
disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia disebutkan bahwa permasalahan
lingkungan hidup yang dihadapi Danau Rawapening meliputi:
1. Permasalahan di Daerah Tangkapan Air (DTA), yaitu: alih fungsi lahan, okupasi lahan (pemukiman,
pertambangan, kerusakan hutan dan lahan, industri) tingkat kelerengan yang curam.
2. Permasalahan di sempadan danau, yaitu: alih fungsi lahan, okupasi lahan (pemukiman, peternakan,
pertanian, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur), erosi lahan.
3. Permasalahan di badan air danau, yaitu: sedimentasi, okupasi badan air danau, pencemaran limbah
domestik, pertanian, peternakan, industri, perikanan Keramba Jaring Apung), over fishing, menurunnya
keanekaragaman hayati perairan danau.
Program dan kegiatan penyelamatan ekosistem 15 danau prioritas di Indonesia meliputi:
1. Penataan ruang kawasan danau
2. Penyelamatan ekosistem perairan danau (badan air), meliputi:
a. pengendalian pencemaran air
b. revitalisasi danau
c. pengendalian daya rusak air
d. pengendalian gulma air (eceng gondok)
e. pengendalian dan pemanfaatan sedimen perairan danau
f. konservasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati
3. Penyelamatan ekosistem lahan sempadan danau, meliputi:
a. penataan sempadan danau
b. pengendalian limbah sempadan
4. Penyelamatan DAS dan DTA danau, meliputi:
a. penanganan lahan kritis, erosi, banjir, dan sedimentasi
b. pengendalian pencemaran DTA dan DAS
c. pengembangan pertanian ramah lingkungan
d. pelarangan kegiatan pertambangan galian C
5. Pemanfaatan sumberdaya air danau, berupa penyusunan masterplan tata guna air danau
6. Pengembangan sistem monitoring, evaluasi, dan informasi ekosistem danau, berupa pengembangan
sistem monitoring, evaluasi, dan informasi ekosistem danau

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-13


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
7. Pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi, berupa pembentukan/pengembangan
kelembagaan
8. Peningkatan peran dan partisipasi masyarakat, meliputi:
a. pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan konservasi danau
b. pengelolaan pariwisata danau berkelanjutan.
Program Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) Rawapening meliputi:
1. Program Super Prioritas:
a. Penanganan Enceng gondok;
b. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi;
c. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening;
d. Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekonstruksi Kualitas Air di Masa Lalu;
e. Implementasi Ramah Lingkungan;
f. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan Danau.
2. Program Prioritas (Pendukung):
a. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening;
b. Pengembangan IPAL terpadu;
c. Pengembangan Drainase terpadu;
d. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening;
e. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan;
f. Pengembangan regulasi/kebijakan pengelolaan Danau dan DTA Rawapening;
g. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam;
h. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening;
i. Pengembangan pemanfaatan Enceng gondok untuk menyelesaikan problem blooming dan
peningkatan pendapatan masyarakat;
j. Pengembangan ekoturisme;
k. Pengembangan forum peduli lingkungan.

4. 2 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN

4.2.1. Kedudukan Kawasan Danau Rawa Pening dalam Konteks Regional


4.2.1.1 Posisi Geografis dan Luas Wilayah

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-14


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kawasan Danau Rawa Pening yang menjadi lokasi penyusunan instrument lengkap pengendalian
pemanfaatan ruang, secara administrasi berada di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Bawen, Kecamatan
Ambarawa, Kecamatan Tuntang, dan Kecamatan Banyubiru. Dengan rincian desa sebagai berikut
1. Kecamatan Ambarawa : Desa Pojoksari, Desa Bejalen, Desa Lodoyong, Desa Kupang, Desa
Tambakboyo
2. Kecamatan Banyubiru : Desa Banyubiru, Desa Rowoboni, Desa Kebumen, Desa Tegaron, Desa
Kebondowo
3. Kecamatan Bawen : Desa Asinan
4. Kecamatan Tuntang : Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo, Desa Candirejo, Desa Rowosari,
Desa Sraten

Tabel IV.4
Kelurahan/Desa yang Masuk Kawasan Danau Rawa Pening
Kecamatan Kelurahan
Ambarawa Pojoksari
Bejalen
Lodoyong
Kupang
Tambakboyo
Banyubiru Banyubiru
Rowoboni
Kebumen
Tegaron
Kebondowo
Bawen Asinan
Tuntang Tuntang
Lopait
Kesongo
Candirejo
Rowosari
Sraten
Kalibeji
Sumber: Kecamatan dalam angka, 2017

Luas kawasan yang masuk dalam deliniasi kawasan Danau Rawa Pening seluas 5.483 Ha yang terdiri dari
badan air, area didalam patok air diluar badan air, dan area perencanaan.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-15


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-16
OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.2.1.2 Aksesibilitas
Kawasan Danau Rawa Pening memiliki aksesibilitas yang sangat baik, karena secara geografis berada di
segitiga pusat perkotaan nasional JOGLOSEMAR (Jogja-Solo-Semarang), Kawasan Danau Rawa Pening selain
dilalui oleh Jalan Nasional yang menghubungkan Kota Semarang-Kota Yogjakarta-Kota Solo, juga dilalui oleh
Jalan Tol Semarang-Solo dan rencananya Jalan Tol Bawen-Yogyakarta. Dibawah ini adalah rincian aksesibilitas
untuk menjangkau kawasan Danaau Rawa Pening

1. Untuk menuju ke Kota Salatiga, Kota Solo dan sekitarnya dari Kota Semarang, akan melalui Kawasan
Danau Rawa Pening baik menggunakan Jalan Tol maupun Jalan Arteri primer.
2. Selain dilalui jalur tol, Kawasan Danau Rawa Pening terdapat gate tol. Untuk menuju ke Kota
Yogyakarta dan sekitarnya dari Kota Semarang akan melalui Kawasan Danau Rawa Pening
3. Didalam kawasan, seluruh bagian kawasan khususnya kawasan permukiman telah terhubung dengan
baik dengan jalan utama yaitu jalan lingkar danau (Jl. Muncul Raya)

4.2.2. Fisik Dasar


4.2.2.1 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan kondisi fisik topografi suatu wilayah yang sangat berpengaruh terhadap daya
dukung lahan dan banyak mempengaruhi penataan lingkungan alami. Untuk kawasan terbangun, kondisi
kemiringan lereng akan berpengaruh terhadap terjadinya longsor dan terhadap konstruksi bangunan. Kemiringan
lereng merupakan faktor utama yang menentukan suatu daerah apakah layak untuk dibudidayakan atau tidak.
Penggunaan lahan untuk kawasan fungsional seperti persawahan, ladang dan kawasan terbangun
membutuhkan lahan dengan kemiringan dibawah 15 %. Sedangkan lahan dengan kemiringan diatas 40 % akan
sangat sesuai untuk penggunaan perkebunan, pertanian tanaman keras dan hutan. Untuk lebih jelasnya
karakteristik tiap kemiringan lereng dapat dilihat sebagai berikut :
 Kelerengan 0 % - 15 % dapat digunakan secara intensif untuk kegiatan perkotaan.
 Kelerengan 15 % - 25 % dapat digunakan untuk kegiatan perkotaan dan pertanian, namun bila terjadi
kesalahan dalam pengelolaannya masih mungkin terjadi erosi.
 Kelerengan 25 % - 40 % merupakan daerah yang sangat mungkin mengalami erosi, terutama bila
tumbuhan pada permukaannya ditebang. Daerah ini masih dapat dibudidayakan namun dengan usaha
lebih.
 Kelerengan > 40 % merupakan daerah yang sangat peka terhadap bahaya erosi, dan kegiatan di atasnya
harus bersifat non budidaya. Apabila terjadi penebangan hutan akan membawa akibat terhadap lingkungan
yang lebih luas.
Kondisi kelerengan Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya terbagi atas daerah datar, agak bergelombang,
bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungann dengan prosentase kemiringan lahan antara lain
antara 0% hingga lebih 45%, seperti terlihat pada tabel

Tabel IV.5
Sebaran Topografi Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya
No Kelerengan Deskripsi Sebaran Lokasi
1 0-8% Datar Banyubiru, Tuntang, Ambarawa, Bawen
2 8-15% Landai Banyubiru, Ambarawa
3 15-25% Agak curam Kec. Banyubiru, Ambarawa, Tuntang, Bawen
4 25-40% Curam Kec. Banyubiru
5 > 40% Sangat curam Kec. Banyubiru
Sumber: RTRW Kabupaten Semarang

Dari tabel diatas terlihat bawah di Kawasan Danau Rawa Pening yang memiliki daeah yang kelerangan bervariatif
adalah Kecamatan Banyubiru, dimana daerah terdapat yang landai dan curam, sedangkan ketiga kecamatan
lainnya didominasi daerah dengan kelerengan yang landai.

4.2.2.2 Topografi
Ketinggian lahan di kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya cukup bervariasi antara 368 m dpl – 3.681 m
dpl. Pada bagian hulu kawasan perencanaan merupakan dataran tinggi dan pada bagian hilir merupakan dataran
rendah, seperti yang terlihat pada tabel 3.4 berikut.

Tabel IV.6
Sebaran Ketinggian Lahan di Kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-18


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
No Ketinggian Sebaran Lokasi
(m.dpl)
1 368 – 488 a. Kec. Banyubiru: Kebumen, Banyubiru, Tegaron, Rowoboni, Kedungdowo
b. Kec.Tuntang: Kalibeji, Rowosari, Sraten, Candirejo, Kesongo, Lopait, Tuntang
c. Kec. Ambarawa: Pojoksari, Lodoyong, Kupang, bejalen, Tambakboyo
d. Kec. Bawen: Asinan
2 488 – 619 a. Kec. Banyubiru: Kebumen, Banyubiru, Tegaron, Rowoboni, Kebondowo
b. Kec. Tuntang: Kalibeji, Rowosari, Sraten, Candirejo, Kesongo, Lopait, Tuntang
c. Kec. Ambarawa: Pojoksari, Lodoyong, Kupang, Bejalen, Tambakboyo
d. Kec. Bawen: Asinan
3 619 – 760 a. Kec. Banyubiru: Kebumen, Banyubiru, egaron, Rowoboni, Kebondowo
b. Kec. Tuntang: Kalibeji, Rowosari, Sraten, Candirejo, Kesongo, Lopait, Tuntang
c. Kec. Ambarawa: Pojoksari, Lodoyong, Kupang, Bejalen, Tambakboyo
d. Kec. Bawen: Asinan
4 760 – 914 Banyubiru
5 914 – 1.087 a. Kec. Banyubiru: Kebumen, Banyubiru, Tegaron, Kebondowo
6 1.087 – 1.279 a. Kec. Banyubiru: Kebumen, Tegaron

4.2.2.3 Jenis tanah


Secara alami tanah diklasifikasikan berdasarkan sifat tanah yang dimiliki, klasifikasi ini memberikan gambaran
dasar terhadap sifat fisik, kimia, dan mineralogi tanah yang dimiliki yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
dasar untuk pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah. Dalam kategori jenis tanah, di wilayah Kawasan
Danau Rawapening dan sekitarnya, terdiri dari:
1. Alluvial hidromorf
Jenis tanah alluvial merupakan tanah yang masih muda, belum mengalami perkembangan. Bahannya
berasal dari material halus yang diendapkan oleh aliran sungai dan memiliki sifat tanah yang subur dan
cocok untuk lahan pertanian. Terdapat epipedon ochrik, histik atau sulfurik dan kandungan pasir kurang
dari 60%.
2. Latosol
Latosol merupakan tanah yang terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan
lanjut. Latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian
tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah latosol dengan kadar liat lebih dari 60% remah sampai gumpal,
gembur, warna seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm),
kejenuhan basa kurang dari 50% umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik
3. Regosol
Tanah regosol atau tanah pasiran merupakan tanah hasil endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir
kasar. Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Tekstur tanahnya kasar ditentukan oleh
tanah induknya, stuktur remah, permeabilitas lambat sampai dengan sedang.
Sebaran jenis tanah di Kawasan Rawapening dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel IV.7

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-19


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Sebaran Jenis Tanah Kawasan Rawapening
No Jenis Tanah Sebaran Lokasi
1 Alluvial hidromorf Banyubiru, Ambarawa, Bawen
2 Latosol Ambarawa, Bawen
3 Latosol coklat Banyubiru, Tuntang, Ambarawa, Bawen
4 Latosol coklat kelabu Ambarawa
6 Regosol coklat Banyubiru, Bawen, ambarawa, Tuntang
7 Regosol Grumosol Bawen
Sumber: RTRW Kabupaten Semarang

4.2.2.4 Hidrologi
Kawasan Rawapening merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan suatu wilayah daratan yang
menerima air hujan dn mengalirkan melalui anak sungai utama ke laut/danau/rawa. DAS terbagi dalam beberapa
Sub-DAS yang merupakan anak-anak sungai. DAS bagian hulu merupakan bagian dari DAS yang memiliki fungsi
pelindung terhadap DAS bagian hilir, yaitu areal dengan kemiringan 8% atau lebih. Tata air DAS merupakan
hubungan kesatuan fisik individual unsur-unsur hidrologi yang meliputi hujan, aliran sungai, dan evaporasi, dan
unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
Berdasarkan sistem hidrologi yang berpengaruh terhadap Rawapening hirarki sungai-sungai yang merupakan
bagian dari Sub-DAS Rawapening meliputi:

1. DAS Tuntang, bermuara ke Laut Jawa dan memiliki hulu di Rawapening


2. Sub-DAS Rawapening, terdiri dari Danau alam Rawapening dan Sub-sub DAS Rawapening yang
bermuara ke Danau Rawapening. Sub-sub DAS yang bermuara ke Danau Rawapening tersebut terdiri
dari:
 Sub-sub DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung
 Sub-sub DAS Torong, yaitu Sungai Torong
 Sub-sub DAS Legi, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang
 Sub-sub DAS Parat, terdiri dari Sungai Parat dan Sungai Likasan
 Sub-sub DAS Sraten, yaitu Kali Sraten
 Sub-sub DAS Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin
 Sub-sub DAS Kedung Ringin berupa Sungai Kedung Ringin
 Sub-sub DAS Ringis berupa Sungai Ringis

4.2.2.5 Kebencanaan
Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam.
Kawasan rawan bencana alam yang ada di Kawasan rawapening meliputi:
1. Kawasan Rawan Bencana Banjir
Kawasan rawan bencana banjir di kawasan perencanaan berada di sekitar Danau Rawapening.
Sebaran kawasan rawan bencana banjir adalah:
 Kecamatan Ambarawa : Pojoksari, Lodoyong, Kupang, Bejalen, Tambakboyo
 Kecamatan Banyubiru : Kebumen, Banyubiru, Tegaron, Rowoboni, Kebondowo
 Kecamatan Bawen : Asinan
 Kecamatan Tuntang : Kalibeji, Rowosari, Sraten, Canderejo, Kesongo, Lopait, Tuntang
2. Kawasan Rawan Bencana Longsor

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-20


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung atau kawasan budidaya yang meliputi zona-
zona berpotensi longsor. Rawan bencana longsor dipengaruhi oleh adanya lahan kritis dan potensi erosi
yang ada di kawasan perencanaan. Sebaran lokasi rawan bencana longsor adalah :
 Kecamatan Banyubiru : kebumen, Banyubiru, Rowoboni, Kebondowo
 Kecamatan Bawen : Asinan
 Kecamatan Tuntang : Kalibeji, Kesongo, Lopait, Tuntang

4.2.2.6 Kemampuan Tanah


Kemampuan tanah adalah daya dukung tanah untuk tujuan penggunaan tanah tertentu. Kedalaman efektif yang
dijumpai di wilayah Kawasan Rawapening hanya kategori A, yaitu kedalaman efektif lebih dari 90 cm. sedang
tekstur tanah diseluruh wilayah Kawasan Rawapening termasuk dalam kategori dua atau bertekstur halus.
Tingkat kestabilan tanah terhadap erosi pada cathment area Sub DAS Rawapening dikelompokkan menjadi
beberapa kondisi, yaitu tingkat erosi sangat berat, berat, sedang ringan, dan sangat ringan. Sebagian besar
memiliki tingkat bahaya erosi sangat ringan yaitu di sekitar Danau Rawapening, yang memiliki topografi yang
datar.

4.2.2.7 Geologi
Adapun jenis batuan yang terdapat pada kawasan Danau Rawapening dan sekitarnya terdiri dari :
1. Alluvium. Merupakan endapan sungai dan endapan danau berupa : lempung, pasir, kerikil dan bongkah
andesit dengan ketebalan dari 1 hingga 2 meter. Sebaran lokasi berada di daerah Danau Rawapening.
2. Satuan Batuan Vulkanik (berumur pleistosen hingga holosen). Satuan batuan ini terdiri dari lahar, aliran lava
gunung api muda lereng Gunung Ungaran, aliran lava Gunung Gajahmungkur, basal dan andesit di Gunung
Merbabu; lava andesit, breksi andesit dan tufa di Gunung Telomoyo; lava basalt di Gunung Ungaran Lama,
breksi andesit di Gunung Kendil; lava berongga di Gunung Gilipetung; andesit dan perlit di Gunung Blalak.
3. Satuan Batuan Sedimen (berumur Miosen sampai Pleistosen). Satuan batuan sedimen ini tertutup tidak
selaras oleh batuan-batuan vulkanik kwarter, yang terdiri dari breksi vulkanik, aliran lava, tufa, batu pasir
tufaan, dan batu lempung. Batuan-batuan tersebut sangat lapuk, membentuk tanah penutup tebal berwarna
merah.
Secara geologi Danau Rawapening terletak di daerah depresi (lembah) yang terbentuk dari lapisan-lapisan dan
atau endapan. Lapisan yang membentuknya adalah lapisan neogen di atasnya breksi Notopuro. Misalnya
Kecamatan Banyubiru sebagai salah satu daerah hulu mempunyai geologi tanah hasil endapan vulkanik yang
terdiri dari batuan andesit homblendahipestan-aguit, sedangkan di sekitar muara sungai sekitar Danau
Rawapening merupakan endapan aluvium yang merupakan endapan permukaan hasil erosi sungai.

4.2.3. Kondisi Pemanfaatan Lahan


4.2.3.1 Penggunaan Lahan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-21


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Secara umum pemanfaatan ruang yang masuk dalam deliniasi kawasan Danau Rawa Pening didominasi oleh
empat penggunaan yaitu penggunaan lahan untuk rawa seluas 2.477 Ha (33%), penggunaan lahan untuk pertanian
irigasi dengan luas 1.455 Ha (20%), penggunaan lahan untuk lahan terbangun seluas 1.349 Ha (18%) dan
penggunaan lahan untuk tegal/kebun seluas 1.045 Ha (14%). Berdasarkan prosentase penggunaan lahan tersebut
terlihat bahwa kawasan Danau Rawa Pening masih didominasi oleh penggunaan non terbangun, hal ini
mencerminkan bahwa kawasan Danau Rawa Pening masih bercirikan kawasan perdesaan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dibawah ini

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-22


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Seiring dengan terbukanya aksesibilitas kawasan, kawasan Danau Rawa Pening semakin berkembang, dengan
didukung potensi Danau Rawa Pening didalamnya yang dijadikan primadona destinasi wisata di Provinsi Jawa
Tengah, perubahan penggunaan lahan dari non terbangun menjadi terbangun semakin besar dari waktu ke waktu.
Dengan adanya perubahan pengggunaan lahan menjadi terbangun, kawasan pertanian dan kawasan rawa
terkonversi menjadi kawasan permukiman. Kelurahan/Desa yang memiliki luasan daerah terbangun terbesar adalah
Kelurahan/Desa Kesongo, Candirejo dan Kalibeji. Luasnya daerah terbangun mencerminkan keluraha/daerah
tersebut mencirikan kawasan perkotaan.

Tabel IV.8
Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Rawapening
Pertanian
Non Pertanian
Kelurahah/ Sawah Bukan Sawah Total Total Non
Desa Tadah Tegal/ Perke Hutan Kolam/ Pertanian Rumah/ Hutan Pertanian
Irigasi Rawa Lainnya
Hujan Kebun bunan Rakyat Empang Bangunan Negara
Pojoksari 109.71 32.89 14.51 0 1.26 0.15 158.52 16.34 125.02 0 2.13 143.49
Bejalen 42.88 38.58 0 0 0 2.84 84.3 13.04 372.49 0 1.23 386.76
Lodoyong 45.63 3.24 5.55 0 0 0.8 55.22 27.36 0 0 30.62 57.98
Kupang 63.8 26.96 2.99 0 0 0.8 94.55 85.14 0 0 9.32 94.46
Tambakboyo 101.12 0 4.18 0 0 0.1 105.4 79.99 0 0 3.62 83.61
Banyubiru 189.31 0 154.85 2.33 19.14 0 365.63 76.9 220.03 2.34 9.42 308.69
Rowoboni 96.74 0 38.4 0 4.75 0 139.89 26.72 346.05 0 10.19 382.96
Kebumen 184.37 0 60.45 5.26 8.12 0 258.2 97.86 0 30 10.18 138.04
Tegaron 107.71 0 298.34 14.96 36.87 0 457.88 64.98 50.01 15 5.1 135.09
Kebondowo 99.73 0 206.9 2.99 25.57 0 335.19 75.75 270.04 3 9.04 357.83
Asinan 53.86 28.71 22.11 178.85 9.97 0 293.5 89.87 400.06 0 9.95 499.88
Tuntang 22.94 25.86 33.64 10.97 6.88 0.15 100.44 137.4 0 0 33.68 171.08
Lopait 14.96 44.08 87.32 4.66 19.28 0 170.3 90.53 100.02 0 3.77 194.32
Kesongo 66.37 47.07 71.25 6.2 9.57 1.99 202.45 170.46 35.81 0 20.09 226.36
Candirejo 44.27 78.8 14.39 0 1.78 0 139.24 118.45 215.03 0 13.32 346.8
Rowosari 56.63 72.02 1.5 0 0 0.5 130.65 24.54 332.54 0 5.31 362.39
Sraten 89.9 15.02 6.74 0 0 0.19 111.85 49.94 0 0 3.22 53.16
Kalibeji 65.4 11.97 22.3 0 49.86 0 149.53 103.73 0 0 6.04 109.77
1,389.6 413.03 1,022.7 226 143.14 8 3203.47 1245.27 2,467 50 179.96 3943.23

Berdasarkan fungsinya Penggunaan lahan yang ada di kawasan Danau Rawa Pening dapat dibedakan menjadi
penggunaan lahan untuk fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung yang ada di kawasan perencanaan meliputi:
A. Kawasan Hutan Lindung

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-23


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kawasan hutan lindung yang memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya
sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kawasan hutan
lindung tidak ada di dalam Deliniasi kawasan Danau Rawa Pening, kawasan hutan lindung berada di daerah
hulu yaitu di Kecamatan Bandungan, Kecamatan Getasan, Kecamatan Sumowono
B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya adalah kawasan resapan air.
Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan
sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. Kawasan resapan
air tersebar di kawasan Rawapening, ada di Kecamatan Banyubiru
C. Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat yang ada di Kawasan Rawapening adalah:
4.1.2.1 Kawasan Sempadan Sungai
Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran
irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Kawasan sempadan sungai meliputi kawasan yang berada di sepanjang sungai-sungai yang ada di
kawasan perencanaan.
4.1.2.2 Kawasan Sempadan Danau
Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. Kawasan sempadan danau
adalah Sempadan Danau Rawapening, meliputi Banyubiru, Bejalen, Asinan, Kebondowo, Rowoboni,
Rowosari, Kesongo, Lopait

4.1.2.3 Kawasan Sekitar Mata Air


Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi mata air.Mata air yang ada di Kawasan Rawapening adalah:

Tabel IV.9
Mata Air di Kawasan Rawapening
No Kecamatan/ Kota Desa/Kelurahan Mata Air
1 Banyubiru Sepakung Asinan dan Suling
Kebumen Kayumas dan Kepil
Gedong Grunggungan
Rowoboni Muncul
Tegaron Semak dan Karang
Kebondowo Rowo Pening
Ngrapah Gadingan
2 Kec. Tuntang Rowosari Blere (c)
Candirejo Sigempol
Banyukuning Kali Winong

4.2.3.2 Penguasaan Lahan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-24


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Penguasaan Lahan Kawasan Danau Rawa Pening meliputi kepemilikan lahan yang terdiri dari lahan hak milik,
hak pengelolaan dan hak wakaf. Berdasarkan data kepemilikan lahan di Kawasan Danau Rawa Pening,
kepemilkan lahan terbesar adalah hak milik berupa lahan pertanian dan lahan permukiman. Sementara lahan
dengan kepemilikan hak pengelolaan berupa kawasan wisata dan hak wakaf berupa lahan pemakaman dan
lahan sarana peribadatan.

4.2.4. Kependudukan
4.2.4.1 Jumlah dan Penyebaran Penduduk
Jumlah penduduk kawasan Danau Rawa Pening dengan menggunakan metode perhitungan bangunan maka
jumlah penduduk Kawasan Danau Rawa Pening adalah 73.480 Jiwa. jika dilihat dari administrasi kelurahan,
penduduk terbanyak berada di Kelurahan/desa Banyibiru dengan jumlah penduduk 2.933 jiwa, dan penduduk
dengan jumlah terkecil berada di Kelurahan/desa Lodoyong, kupang dan Sraten . tidak adanya penduduk pada
ketiga kelurahan/desa tersebut karena yang masuk deliniasi bukan kawasan terbangun. Lebih rincinya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini

Tabel IV.10
Jumlah penduduk Kawasan Danau Rawa Pening
Kelurahan/Des
a Jumlah
Pojoksari 2,824
Bejalen 2,100
Lodoyong -
Kupang 36
Tambakboyo -
Banyubiru 11,732
Kebondowo 9,788
Rowoboni 2,840
Tegaron 3,080
Kebumen 2,624
Asinan 5,616
Tuntang 8,356
Lopait 6,136
Kesongo 9,248
Sraten -
Rowosari 2,220
Candirejo 6,880
Jumlah 73,480

4.2.4.2 Kepadatan Penduduk

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-25


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kepadatan penduduk di kawasan Danau Rawa Pening adalah 10 jiwa/ha. Hal ini dapat menggambarkan kawasan
Danau Rawa Pening masih memiliki kepadatan rendah. Kelurahan/desa dengan kepadatan tertinggi berada di
kelurahan Tuntang dengan tingkat kepadatan 31 jiwa/ha. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel IV.11
Kepadatan penduduk Kawasan Danau Rawa Pening
Kelurahan/Desa Jumlah Luas (Ha) Kepadatan (Jiwa/Ha)
Pojoksari 2,824 302 9
Bejalen 2,100 471 4
Lodoyong - 113 -
Kupang 36 189 0
Tambakboyo - 189 -
Banyubiru 11,732 674 17
Rowoboni 9,788 523 19
Kebumen 2,840 396 7
Tegaron 3,080 593 5
Kebondowo 2,624 693 4
Asinan 5,616 798 7
Tuntang 8,356 272 31
Lopait 6,136 365 17
Kesongo 9,248 429 22
Candirejo - 486 -
Rowosari 2,220 493 5
Sraten 6,880 165 42
Jumlah 73,480
Sumber : Kecamatan dalam angka, 2017

4.2.4.3 Penduduk Menurut Mata Pencaharian


Terdapat keberagaman matapencaharian di kawasan perencanaan. Hal tersebut dilakukan dengan melihat potensi kawasan
yang masih memiliki banyak lahan misalnya untuk pertanian. Selain untuk matapencaharian dibidang pertanian, beberapa
sektor dominan yang ada di kawasan Rawapening adalah sebagai berikut :

Tabel IV.12
Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian (%)
Kecamatan / Sektor Dominan (%)
No
Kelurahan Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya
1 Kebumen 36,55 18,37 15,46 14,46 15,16
2 Rowoboni 31,69 18,60 18,03 14,80 16,89
3 Tegaron 38,07 28,33 11,45 7,57 14,59
4 Kebondowo 26,61 17,75 12,19 26,61 16,84
5 Banyubiru 32,50 18,71 13,75 18,45 16,59
6 Sraten 11,96 13,75 22,65 27,12 24,51
7 Rowosari 37,60 13,97 17,81 19,79 10,83
8 Candirejo 12,45 16,35 24,10 23,81 23,27
9 Kesongo 29,75 15,87 20,83 13,89 19,66
10 Lopait 31,90 17,08 20,44 13,29 17,29
11 Tuntang 12,70 34,07 15,81 18,55 18,48

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-26


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kecamatan / Sektor Dominan (%)
No
Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya
Kelurahan
12 Pojoksari 22,70 16,85 16,85 27,11 16,49
13 Bejalen 36,14 15,29 14,71 23,14 10,71
14 Tambakboyo 22,65 25,83 16,52 17,93 16,97
15 Kupang 4,56 17,32 30,43 23,21 24,48
16 Lodoyong 2,34 18,15 24,45 34,55 20,50
17 Asinan 28,59 22,74 15,99 13,67 19,01
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2017

4.2.5. Sebaran Fasilitas


4.2.5.1 Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan merupakan sarana penting untuk mendukung kemajuan suatu daerah. Salah satu faktor
keberhasilan pembangunan daerah adalah apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Suber
daya berkualitas hanya akan didapat melalui jalur pendidikan. Pemerintah berupaya untuk menghasilkan dan
meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Kawasan Danau Rawa Pening yang terdiri dari 17 Kelurahan/Desa terdapat sarana pendidikan dari tingkat TK
sampai dengan SMA/SMK. Untuk perguruan tinggi belum ada, hal ini mengingatkan kawasan masih didominasi
kawasan non terbangun dan jumlah penduduk yang masih terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan perguruan tinggi, masyarakat bisa mendapatkan di Ibukota Kabupaten yaitu Kota Ungaran dan Kota
Salatiga. Dibawah ini adalah rincian penyebaran sarana pendidikan di Kawasan Danau Rawa Pening.

Tabel IV.13
Sebaran Sarana Pendidikan di Kawasan Danau Rawa Pening
Kelurahan/Desa TK SD SMP SMA/SMK
Pojoksari 2 2 1 0
Bejalen 1 1 0 0
Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Banyubiru 3 7 2 0
Rowoboni 2 3 0 0
Kebumen 3 3 2 1
Tegaron 2 3 1 0
Kebondowo 4 3 0 1
Asinan 2 4 0 0
Tuntang 4 5 0 0
Lopait 6 3 0 0
Kesongo 2 3 0 0
Candirejo 2 3 1 0
Rowosari 1 1 0 0
Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2017

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-27


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kelurahah/Desa yang memiliki sarana pendidikan lengkap dari tingkat TK sampai SMA/SMK adalah kelurahan
Kebumen dengan rincian TK sebanyak 3, SD sebanyak 3, SMP sebanyak 2 dan SMA/SMK sebanyak 1 Buah.
Kelurahan/desa yang lainnya ada yang belum memiliki SMA/SMK bahkan SMP.

4.2.5.2 Sarana Kesehatan


0dengan baik maka akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara langsung. Selain itu pembangunan
kesehatan juga memuat mutu dan upaya kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas
kesehatan dengan menciptakan akses pelayanan kesehatan dasar yang didukung oleh sumber daya yang
memadai seperti rumah sakit, rumah sakit bersalin, puskesmas, pustu dan posyandu. sarana kesehatan yang
terdapat di kawasan Danau Rawa Pening antara lain 2 unit Puskesmas, 1 unit Puskesmas Pembantu, 3unit
Poliklinik, 7 Praktek dokter dan 17 praktek bidan.

Tabel IV.14
Sebaran Sarana Kesehatan di Kawasan Danau Rawa Pening
RS Puskesma Puskesmas Poliklinik/B Praktek Praktek
Kelurahan/Desa RS
bersalin s pembantu P Dokter Bidan
Pojoksari 0 0 0 0 0 1 3
Bejalen 0 0 0 0 0 0 0
Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Banyubiru 0 0 0 0 0 1 0
Rowoboni 0 0 0 0 0 0 1
Kebumen 0 0 0 0 0 0 2
Tegaron 0 0 0 1 0 0 2
Kebondowo 0 0 1 0 2 0 1
Asinan 0 0 0 0 0 0 1
Tuntang 0 0 1 0 0 4 2
Lopait 0 0 0 0 1 1 1
Kesongo 0 0 0 0 0 0 2
Candirejo 0 0 0 1 0 0 1
Rowosari 0 0 0 0 0 0 1
Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Jumlah 0 0 2 1 3 7 17
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2017

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-28


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Jika dilihat dari administrasi, kelurahan/desa di kawasan Danau Rawa Pening yang memiliki sarana kesehatan
lengkap yaitu kelurahan Kebondowo dan Tuntang. Sehingga dapat dikatakan untuk di dalam kawasan, yang
menjadi pusat pelayanan kesehatan adalah Kelurahan Kebondowo dan Tuntang. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel diatas

4.2.5.3 Sarana Peribadatan

Pembangunan dibidang fisik harus diimbangi dan dilengkapi dengan pembangunan dibidang mental spiritual,
sehingga diharapkan akan ada keseimbangan dan keserasian antara kepentingan duniawi dan ukhrawi.
Kehidupan beragama yang harmonis antara umat beragama di daerah ini telah terjalin dengan kokoh. Sebaran
sarana peribadan juga mencerminkan tingkat heterogenitas kehidupan beragama di satu kawasan dan juga
menjadi dasar dalam menyediaan sarana peribadatan. Kawasan yang memiliki penduduk mayoritas islam akan
membutuhkan ketersediaan Masjid/Mushola, dan kawasan yang memiliki penduduk mayoritas Kristen akan
membutuhkan ketersediaan gereja. Untuk Sarana peribadatan yang terdapat di kawasan Danau Rawa Pening
antara lain 133 unit Mesjid, 222 unit Musholla, 21 unit Gereja Kristen dan 1 gereja Katolik dan 3 unit kapela, dan
1 unit pura. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel IV.15
Sebaran Sarana Peribadatan di Kawasan Danau Rawa Pening
Gereja
Kelurahan/Desa masjid Mushola Gereja kristen Kapela Pura Vira Klenteng
Katolik
Pojoksari 5 5 0 0 0 0 0 0
Bejalen 1 6 1 1 0 0 0 0
Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Banyubiru 9 14 2 0 0 0 0 0
Rowoboni 5 7 0 0 0 0 0 0
Kebumen 13 23 0 0 0 0 0 0
Tegaron 12 16 0 0 0 0 0 0
Kebondowo 12 12 2 0 1 0 0 0
Asinan 4 10 1 0 1 1 0 0
Tuntang 7 15 1 0 0 0 0 0
Lopait 5 17 1 0 0 0 0 0
Kesongo 7 22 0 0 0 0 0 0
Candirejo 7 23 0 0 0 0 0 0
Rowosari 4 9 0 0 0 0 0 0
Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Kalibeji 7 7 1 0 0 0 0 0
Jumlah 91 179 8 1 2 1 0 0
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2017

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-29


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Sarana peribadatan berupa masjid, paling banyak terdapat di Kelurahan Kebumen dengan jumlah 13 unit, mushola
terbanyak di Kelurahan Kebumen dengan jumlah 23 unit. Untuk sarana peribadatan umat nasrani, terbanyak di
kelurahan Bejalen. Sedangkan sarana peribadatan berupa pura hanya terdapat di Asinan, Kecamatan Bawen.

4.2.5.4 Sarana Perdagangan


Kawasan Danau Rawa Pening untuk skalan besar dilayani oleh Pasar Ambara, Pasar Ungaran dan Pasar Kota
Salatiga. Sarana perdagangan yang ada didalam kawasan, fungsinya hanya untuk skala kawasan. Seiring
dengan perkembangan kawasan, sebagai salah satu tujuan wisata, sarana-sarana perdagangan akan
berkembang sesuai dengan demand yang ada. dibawah ini adalah rincian sarana perdagangan di kawasan
Danau Rawapening
Tabel IV.16
Sebaran Sarana Perdagangan di Kawasan Danau Rawa Pening
Mini Toko/Warung Warung/Kedai Restoran/Rumah
Kelurahan/Desa Pasar Hotel Penginapan
Market Klontong Makan Makan
Pojoksari 0 1 49 7 0 0 0
Bejalen 0 0 28 1 0 0 0
Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Banyubiru 0 2 98 0 0 0 0
Rowoboni 0 0 28 11 0 0 0
Kebumen 1 0 75 6 0 0 0
Tegaron 1 1 20 0 0 0 0
Kebondowo 1 0 21 10 2 0 0
Asinan 0 0 14 9 0 0 0
Tuntang 1 0 81 26 0 0 0
Lopait 0 1 25 17 0 0 0
Kesongo 1 1 55 14 0 0 0
Candirejo 1 1 86 16 0 0 0
Rowosari 0 0 47 10 0 0 0
Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
Kalibeji 0 0 51 4 0 0 0
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2017

Keberadaan sarana perdagangan, akan mencerminkan tingkat kekotaan suatu kawasan. apabila didalam kawasan
memiliki pasar dan mini market yang banyak, berarti kawasan tersebut merupakan pusat perkotaan kawasan.
berdasarkan tabel diatas, dapat lihat bahwa kelurahan/desa yang memiliki sarana perdagangan yang mencirikan
perkotaan adalah kelurahan Banyubiru, dengan ada pasar dan minimarket berjumlah 2 serta toko/warung klontong
berjumlah 98

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-30


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.2.5.5 Ruang Terbuka Hijau
Pengelompokan jenis Ruang Terbuka Hijau yang akan diidentifikasi dan dievaluasi kondisi Ruang Terbuka
Hijaunya pada kawasan Danau Rawapening mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M
Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
a. Kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
b. Kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
c. Area pengembangan keanekaragaman hayati;
d. Area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
e. Tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
f. Tempat pemakaman umum;
g. Pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
h. Pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
i. Penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta criteria pemanfaatannya;
j. Area mitigasi/evakuasi bencana; dan
k. Ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu
fungsi utama RTH tersebut.
Tipologi Ruang Terbuka Hijau terdiri dari :
a. RTH Alami terdiri dari : Habitat liar alami, kawasan lindung dan taman– taman nasional
b. RTH Non Alami atau binaan terdiri dari : taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan,
dll.
Baik RTH publik maupun privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta fungsi tambahan,
yaitu sosial budaya, ekonomi, estetika/arsitektural. Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat
istirahat, sarana olahraga dan atau area bermain, maka RTH ini harus memiliki aksesibilitas yang baik untuk
semua orang, termasuk aksesibilitas bagi penyandang cacat.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut kondisi lapangan di kawasan Danau Rawa Pening berupa taman kota
termasuk tanaman yang berada dalam pot dan kawasan rawa serta kawasan pertanian. Hal ini terkait dengan
teknik dan anggaran pemeliharaan taman. Dengan demikian lapangan olah raga, sempadan sungai, sempadan
jaringan listrik (SUTET/SUTT) tidak terdata sebagai bagian dari jenis Ruang Terbuka Hijau

4.2.6. Prasarana Jaringan Pergerakan


Secara umum kondisi lalu lintas di Kawasan Danau Rawa Pening adalah pergerakan orang dan barang yang
bersifat lokal atau internal dan pola pergerakan eksternal. Pola pergerakan ini baik internal maupun eksternal
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap mobilitas penduduk di kawasan dan wilayah sekitarnya.
a. Pergerakan internal

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-31


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Pola pergerakan internal merupakan pola pergerakan penduduk bagian pengembangan kawasan. Dimana
arah dan pertumbuhan pergerakan dari masing-masing kawasan pengembangan kedepan dapat
diprediksi bilamana penataan kawasan dilakukan secara terpadu dan didukung perencanaan yang
baik.Sementara pola pergerakan internal umumnya terjadi pada kawasan disekitar koridor utama jalan,
yang menghubungkan seluruh kawasan yang terdapat di dalam kawasan.
b. Pola pergerakan eksternal
Pola pergerakan eksternal ini dipengaruhi oleh kondisi kawasan regional secara umum, dimana suatu
kawasan yang menjadi jalur pusat pengembangan kawasan regional. Kawasan Danaiu Rawa Pening
merupakan jalur lintasan utama barang dan orang di jawa tengah bahkan pulau jawa sehingga dengan
semkin tingginya pergerakan yang melalui Kawasan Danau Rawa Pening, maka perkembangan
perkkotaan juga akan meningkat.

4.2.6.1 Kondisi Lalu lintas


Dalam beberapa waktu belakangan ini, kawasan Danau Rawa Pening seiring dengan dijadikannya Danau Rawa
Pening sebagai salah satu dari 15 danau prioritas untuk dilakukan pengembangan. Dengan pencanangan
tersebut, berbagai event telah dilaksanakan di dalam kawasan Danau Rawa Pening, hal ini mendorong kawasan
semakin berkembang. Meningkatnya perkembangan kawasan akan mendorong mobilitas lalu lintas di dalam
kawasan. Peningkatan mobilitas lalu lintas di di dalam kawasan Danau Rawa Pening terlihat semakin banyaknya
mobil dan motor yang berlalu lalu di jalan utama dan beberapa titik sering terjadi penunpukan kendaraan karena
tingginya mobilitas kendaraan tidak diikuti ketersediaan fasilitas lalu lintas.
Berdasarkan data dan pengamatan lapangan, beberapa permasalahan lalu lintas yang terjadi di kawasan Danau
Rawa Pening yaitu:
 Gangguan Lalu lintas dan kemacetan akibat tidak adanya fasilitas lalu lintas
 Tingkat pelayanan jalan sangat rendah
 Kondisi jalan sudah tidak ideal khusunya dari lebar
 Masih minimnya furniture street seperti rambu-rambu lalu lintas, penunjuk jalan, pedestrian dll.

4.2.6.2 Jaringan J 4.2.6.4 Moda dan Rute Angkutan Umum alan


Kawasan Danau Rawa Pening, yaitu kawasan yang mengelilingi danau. Umumnya bentuk danau adalah oval,
dan bentuk danau tersebut akan diikuit oleh pola jaringan jalan. Jaringan jalan utama dibentuk oleh jaringan arteri
primer antar kota/ jalan regional yang melintas kota. Pola tersebut dibentuk oleh ruas-ruas jalan antara jalan
Semarang- Yogyakarta; Semarang – Salatiga/Solo, Salatiga – Ambarawa
Secara umum, fungsi jaringan jalan di Kawasan Danau Rawa Pening terdiri atas jaringan jalan arteri primer, arteri
sekunder, kolektor sekunder, dan jalan lokal. Jalan arteri primer di Kawasan Danau Rawa Pening merupakan
akses disisi luar kawasan yang menghubungkan kota besar di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Jalan arteri
sekunder menjadi penghubung jalan arteri primer ke Kota Salatiga. Sebagian besar kondisi jalan di Kawasan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-32


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Danau Rawapening sudah baik dengan perkerasan aspal baik itu jalan arteri, kolektor, local maupun lingkungan,
tetapi ada sebagian jalan yang kondisinya rusak disebabkan adanya genangan air hujan yang jika dibiarkan akan
menambah kerusakan jalan tersebut. Selain itu masih ada jalan dengan perkerasan tanah yaitu jalan-jalan
lingkungan yang menghubungkan antar kawasan permukiman yang berada di pinggiran kawasan. Untuk lebih
jelas, gambaran sistem jaringan jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.17
Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Fungsi
Fungsi Jalan Deskripsi Nama Jalan
Jalan Arteri Jalan arteri primer di kawasan Danau Rawa Pening
Primer merupakan akses langsung satu-satunya akses dari
semarang-Magelang/Yogyakarta dan akses dari
semarang-Salatiga/solo/jawa timur
Jalan Arteri Jalan arteri sekunder di kawasan Danau Rawa
Sekunder Pening menghubungkan jalan arteri primer dengan
pusat-pusat kegiatan di seperti di Kota Salatiga
Jalan Kolektor Jalan kolektor sekunder di Danau Rawa Pening
Sekunder menghubungkan jalan arteri dengan pusat kegiatan
sekunder, atau menghubungkan antarpusat
sekunder maupun antara pusat sekunder dengan
pusat lingkungan.
Jalan kolektor sekunder juga berfungsi sebagai
penghubung pusat kegiatan sekunder kota dengan
lingkup regional. Jalan kolektor yang
menghubungkan kawasan dengan lingkup regional
diantaranya Ambarawa, kota salatiga
Jalan Lokal Jalan lokal di Kawasan Danau Rawa Pening
merupakan penghubung antara blok kawasan
dengan blok kawasan lainnya. Pada umumnya
menghubungkan jalan kolektor dengan pusat
kegiatan tersier kawasan.
Sumber: RTRW dan Hasil Survey, 2018

Tabel IV.18
Panjang Jalan Eksisisting di Kawasan Danau Rawa Pening
Desa
No Kelurahan/Desa Negara Provinsi Kabupaten
Aspal Berbatu Tanah
1 Kebumen 0.00 0.60 5.60 8.10 1.10 0.40
2 Rowoboni 0.00 1.20 2.70 3.00 0.80 0.40
3 Tegaron 0.00 1.60 6.30 7.10 0.90 0.70
4 Kebondowo 0.00 2.40 4.90 9.80 1.30 0.30
5 Banyubiru 0.00 1.50 4.50 11.54 2.06 0.60
6 Kalibeji 0.00 0.00 4.00 5.25 0.00 0.00
7 Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
8 Rowosari 0.00 0.00 0.50 5.20 0.00 0.00
9 Candirejo 0.00 0.00 2.80 11.65 0.00 0.00
10 Kesongo 1.00 0.00 0.00 5.20 0.00 0.50
11 Lopait 1.00 0.00 0.00 5.50 0.00 0.00
12 Tuntang 1.00 0.00 1.00 8.10 0.00 0.00
13 Pojoksari 0.00 0.00 2.00 5.00 0.00 0.00
14 Bejalen 0.00 0.00 0.00 3.00 2.00 0.00
15 Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
16 Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-33


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Desa
No Kelurahan/Desa Negara Provinsi Kabupaten
Aspal Berbatu Tanah
17 Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
18 Asinan 0.00 0.65 3.00 4.30 0.00 0.00
Total 16 46.65 178.14 517.8 100.1 43.3
Sumber : Kecamatan dalam angka, 2017

4.2.6.3 Kondisi Perparkiran


Pengembangan sistem perparkiran dimaksudkan agar tempat-tempat pemberhentian kendaraan, terutama
kendaraan pribadi yang menggunakan badan jalan dapat dikurangi, sehingga tidak mengurangi kapasitas jalan
yang ada. Sistem perparkiran yang ada di Kawasan Danau Rawapening berada pada kawasan pariwisata dan
pertokoan yang secara visual terlihat belum ditata dengan baik. Dilihat dari ketesediaan lahan untuk parkir terlihat
masih sangat memungkikan karena penggunaan lahan non terbangun masih sangat kecil. Yang perlu dilakukan
adalah penataan sistem parkir yang baik dan teratur terutama pada pusat-pusat kegiatan.
Secara umum system perparkiran di kawasan Danau Rawa Pening terbagi menjadi dua, yaitu parkir pada badan
jalan (on street parking) dan di luar badan jalan (off street parking) biasanya di halaman atau bangunan parkir.
Kondisi yang terjadi di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:
 Pada jalan arteri primer tidak diperbolehkan untuk parkir, namun pada kondisi di lapangan masih terlihat
kendaraan parkir pada bahu jalan. Keberadaan parkir ini mengganggu tingkat pelayanan jalan arteri tersebut.
 Pada beberapa pusat kegiatan, fasilitas perparkiran sangat minim bahkan cendrung tidak memiliki fasilitas
perparkiran.
Di Kawasan Danau Rawa Pening masih terdapatnya kendaraan yang parkir pada bahu jalan seperti, hal ini dapat
mengganggu tingkat pelayanan jalan utama tersebut. Selain pada jalan utama, parkir di badan jalan juga terlihat
di pusat pertokoan, Oleh karena nya perlu direncanakan sistem sirkulasi dan parkir. Untuk perencanaan sistem
perparkiran harus mempertimbangkan hal-hal seperti :

 Harus mempertimbangkan aksesibilitas pejalan kaki

 Penyediaan lahan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah hijau yang telah ditetapkan

 Prasarana parkir tidak boleh mengganggu lalu lintas lingkungan sekitar

 Penataan lahan parkir harus berorientasi pada kepentingan kenyamanan pejalan kaki

4.2.6.4 Moda dan Rute Angkutan Umum

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-34


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Moda angkutan yang digunakan di kawasan Danau Rawa Pening terdiri atas angkutan pribadi dan angkutan
umum. Angkutan umum untuk yang melalui kawasan adalah angkutan umum rute ambarawa - Salatiga. Moda
angkutan pariwisata umumnya berupa bus wisata yang memiliki pergerakan regional dan mendapatkan izin
khusus untuk kepentingan pergerakan di dalam kota. Kondisi saat ini, angkutan umum di kawasan danau belum
memadai untuk melayani fungsi kawasan sebagai tujuan wisata. Untuk pelayanan lokal moda angkutan umum
yang digunakan berupa ojeg. Jenis angkutan umum yang melakukan pergerakan pada kawasan Danau Rawa
Pening dapat dibedakan atas: Bus, Truk, angkutan umum penumpang, mobil pribadi, kendaraan roda dua dan
ojek.
1. Bus (AKAP dan AKDP)
Kawasan Danau Rawa Pening merupakan jalur lintas jawa tengah-jawa timur- yogjakarta maka pergerakan
Angkutan Penumpang yang ada adalah Angkutan Kota Antar Provinsi dan Angkutan antar kota dalam
provinsi. Bus antar kota dalam propinsi melewati jaringan jalan arteri primer dan Jalan kolektor. Diperkirakan
dengan adanya penambahan penduduk dan aktivitas kota, maka di tahun-tahun yang akan datang bus
dengan trayek antar kota dalam propinsi sudah tidak layak lagi melewati daerah pusat kota. Untuk itu
diperlukan penetapan sirkulasi yang tidak melewati jalan - jalan yang ada di pusat kota. Bus antar kota antar
provinsi hanya melewati jaringan jalan dengan fungsi arteri primer .
2. Truk dan Mobil angkutan barang
Secara umum truk yang beroperasi di kawasan Danau Rawapening melewati jalan-jalan utama dan jalan
masuk dan keluar kota. Dimensi dari truk juga beragam yang melintasi jalan di kawasan yaitu truk yang
menggunakan roda 4 (empat)/sedang, roda 6 dan roda 10. Pergerakan yang dilakukan oleh mobil angkutan
barang ini berkenaan dengan aktifitas perekonomian yang ada di dalam kawasan berupa aktifitas
perdagangan, angkutan barang lain skala grosir, dan eceran serta toko-toko, dan warung. Kendaraan berat
seperti truk perlu pengaturan jalur yang bisa di lewati karena ada pengaturan batas beban gandar yang ada
berdasarkan kelas jalan yang ada. Jika tidak diatur akan menyebabkan kerusakan yang parah pada
perkerasan jalan.
3. Mobil angkutan kota
Pergerakan angkutan di kawasan Danau Rawapening terbatas pada jalan-jalan yang telah ditetapkan seperti
jalan arteri primer (dan jalan kolektor). Untuk jalan lingkungan biasanya dilayani oleh ojek sebagai alat
pergerakan. Diperkirakan untuk tahun-tahun yang akan datang pergerakan angkutan kota tidak terbatas pada
jalan yang telah ditetapkan saat ini.
4. Mobil Pribadi.
Mobil pribadi telah memanfaatkan jaringan jalan yang ada di dalam kawasan
5. Kendaraan roda dua/Ojek.
Belum terjangkaunya daerah permukiman secara keseluruhan oleh angkutan kotamenyebabkan
bermunculannya angkutan dengan jenis sepeda motor (ojek) dalam melayani masyarakat desa. Keberadaan
ojek ini juga ditunjang dengan pelayanan yang diberikan. Pemanfaatan ojek berhubungan dengan waktu,

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-35


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
kemudahan yang diberikan. Namun yang harus menjadi perhatian adalah hubungannya dengan angkutan
yang ada. Sehingga keberadaan ojek tidak akan mematikan usaha angkutan. Namun yang harus menjadi
perhatian adalah keamanan pemakai ojek. Bagaimanapun kendaraan ojek merupakan usaha pribadi yang
tidak memiliki asuransi terhadap pemakai jasa tersebut.
Dari data yang ada dan hasil pengamatan di lapangan, didapat bahwa jumlah moda yang tersedia dianggap
masih mencukupi kebutuhan penduduk untuk saat ini, namun yang menjadi permasalahan utama adalah
waktu dan jarak yangmenyebabkan tidak termanfaatkannya angkutan . Untuk perkembangan jumlah moda
angkutan umum pada masa yang akan datang disesuaikan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan
pergerakan orang dan barang.

6. Sistem Terminal dan Halte


Terminal eksisiting yang melayani kawasan Danau Rawapening adalah terminal Bawen yang berfungsi
sebagai pergantian moda dari tranportasi regional ke transportasi lokal (kota). Sehingga para pelaku
pergerakan regional melalui terminal Terminal Bawen dapat berganti moda ke tansportasi local (angkutan
umum kota) untuk melakukan pergerakan internal.
Selain terminal, suatu kawasan juga membutuhkan adanya halte sebagai tempat naik dan turunnya
penumpang. Kawasan Danau Rawapening sampai saat ini telah tersedianya halte sebagai sarana penunjang
transportasi. Diperkirakan untuk tahun-tahun yang akan datang dengan memperhatikan pertumbuhan
penduduk dan peningkatan aktivitas kota maka halte menjadi kebutuhan. Namun yang menjadi masalah
seperti kawasan yang telah dilengkapi oleh halte adalah belum termanfaatkannya halte yang tersedia secara
maksimal. Bahkan halte yang ada termanfaatkan sebagai tempat atau lokasi berdagang. Pada pusat
kawasan pada lokasi-lokasi yang saat ini sering terjadi perhentian kendaraan perlu disediakan halte.

4.2.6.5 Jaringan Transportasi Rel Kereta Api


Jaringan transportasi rel Kereta Api yang ada di kawasan Danau Rawapening merupakan jaringan KA yang
dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Jaringan rel KA wisata adalah ruas Bedono - Jambu - Ambarawa –
Tuntang. Sarana transportasi kereta api berupa stasiun kereta api yang berada di:
 Stasiun KA Bedono
 Stasiun KA Jambu
 Stasiun KA Ambarawa
 Stasiun KA Tuntang

4.2.7. Utilitas
4.2.7.1 Jaringan Air Bersih
Air merupakan material yang membuat kehidupan ada di bumi ini. Semua organisme yang hidup tersusun dari
sel-sel yang berisi air, minimal 60% dan aktivitas metabolismenya mengambil tempat di larutan air. Untuk

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-36


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
kepentingan manusia dan makluk hidup lainnya, ketersediaan air baik dari segi kualitas dan kuantitas sangat
diperlukan.
Kebutuhan akan air bersih dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kebutuhan air domestik untuk keperluan
rumah tangga dan kebutuhan air non domestik seperti untuk industri, pariwisata, tempat ibadah, tempat
komersial, pendidikan, kesehatan, dan tempat umum lainnya, seperti keperluan untuk taman kota. Pelayanan air
bersih di kawasan perencanaan terbagi menjadi 2 sistem yaitu sistem perpipaan dan sistem non-perpipaan.
Sistem perpipaan dikelola oleh PDAM, sedangkan sistem non perpipaan merupakan swadaya masyarakat dan
pada umumnya menggunakan sumur dalam ataupun sumur dangkal.

Tabel IV.19
Sumber Air Bersih Penduduk di Kawasan Danau Rawapening dsk
Sumur Sumur Tak Mata Air Mata Air Tak
No. Desa / Kelurahan Total
Terlindung Terlindung Terlindung Terlindung
1 Kebumen 15 6 1327 41 1389
2 Rowoboni 9 1 376 6 392
3 Tegaron 54 1 1247 6 1308
4 Kebondowo 1188 15 294 12 1509
5 Banyubiru 506 75 176 22 779
6 Kalibeji 593 64 12 4 673
7 Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
8 Rowosari 10 0 201 247 458
9 Candirejo 807 101 6 9 923
10 Kesongo 678 208 417 73 1376
11 Lopait 637 349 22 26 1034
12 Tuntang 472 75 6 16 569
13 Pojoksari 93 17 0 1 111
14 Bejalen 282 10 2 0 294
15 Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
16 Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun
17 Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
18 Asinan 814 8 50 0 872
Sumber : Kecamatan Dalam Angka

4.2.7.2 Jaringan Listrik


Listrik merupakan salah satu sumber energi yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk di kawasan perencanaan untuk
menunjang aktivitas masyarakat dan perkembangan wilayah. Kebutuhan energi listrik Kawasan Rawapening sudah
terpenuhi oleh jaringan energi listrik yang ada di kawasan. Pemenuhan energi listrik dipenuhi oleh PLN. Jaringan listrik yang
ada di kawasan perencanaan menggunakan jaringan kabel di atas tanah dengan kondisi yang terpelihara dengan baik.
Di kawasan perencanaan terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Air Jelok dan Timo di Kecamatan Tuntang. PLTA ini memasok
kebutuhan energi listrik ke sistem transmisi dan distribusi Jawa-Bali. jaringan energi listrik yang berkembang menggunakan
jaringan di atas tanah berupa kawat saluran udara dan kabel bawah tanah.
Jaringan distribusi listrik yang melewati kawasan perencanaan antara lain:
1) Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV
2) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 KV

Tabel IV.20
Jumlah Pelanggan Listrik

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-37


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Listrik PLN Listrik Non
No Kelurahan/Desa Jumlah
Meteran Non Meteran PLN
1 Kebumen 1334 57 0 1391
2 Rowoboni 499 79 0 578
3 Tegaron 1139 171 0 1310
4 Kebondowo 1671 139 0 1810
5 Banyubiru 1681 69 0 1750
6 Kalibeji 750 34 0 784
7 Sraten Masuk deliniasi kawasan non terbangun
8 Rowosari 345 114 0 459
9 Candirejo 1349 170 0 1519
10 Kesongo 1487 215 0 1702
11 Lopait 929 159 0 1088
12 Tuntang 1287 116 0 1403
13 Pojoksari 705 51 0 756
14 Bejalen 351 44 0 395
15 Tambakboyo Masuk deliniasi kawasan non terbangun
16 Kupang Masuk deliniasi kawasan non terbangun
17 Lodoyong Masuk deliniasi kawasan non terbangun
18 Asinan 943 77 0 1020
Sumber: Kecamatan dalam Angka

4.2.7.3 Jaringan Telekomunikasi


di kawasan perencanaan dipenuhi oleh PT. Telkom menggunakan jaringan kabel di atas tanah dengan kondisi
yang relatif terawat. Pada saat ini telah berkembang jaringan telepon seluler yang perkembangannya cukup
pesat. Hal ini berdampak pada banyaknya pembangunan tower yang berada di kawasan perencanaan.

4.2.7.4 Jaringan Drainase


Air hujan yang jatuh di suatu tempat perlu dialirkan atau dibuang. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang
dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran tersebut kemudian
dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang lebih kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga dan
sistem bangunan prasarana lainnya. Saluran tersebut biasa disebut dengan saluran drainase. Pada perencanaan
dan pengembangan sistem drainase kota, perlu dikombinasikan antara pengembangan perkotaan dengan
daerah rural dan daerah aliran sungai. Untuk pengembangan suatu wilayah baru di perkotaan, perancangannya
harus disesuaikan dengan sistem drainase alami yang sudah ada maupun yang telah dibuat.

Sungai sebagai saluran drainase alami banyak terdapat di kawasan perencanaan. Muara dari sungai yang
terdapat di kawasan Danau Rawa Pening adalah Danau Rawapening. Beberapa sungai yang bermuara di Danau
Rawapening adalah: Galeh, Sungai Klegung, Sungai Torong, Sungai Panjang, Sungai Kupang, Sungai Parat,
Sungai Lijasan, Sungai Sraten, Sungai Rengas, Sungai Tuk Modin, Sungai Kedung Ringin, Sungai Ringgis.
Jaringan drainase yang melewati kawasan perencanaan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu jaringan drainase
primer, jaringan drainase sekunder, jaringan drainase tersier. Sebagai badan penerima air dari saluran drainase
ini adalah sungai. Sistem drainase penyaluran air buangan dan air hujan di kawasan perencanaan yaitu sistem

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-38


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
tercampur dimana air kotor dan air hujan dialirkan melalui saluran yang sama baik menggunakan saluran tertutup
ataupun terbuka.

4.2.7.5 Jaringan Air Irigasi dan Sumber Daya Air


Danau Rawapening termasuk dalam DAS Tuntang dengan Sub DAS Rawapening. Sub DAS Rawapening terdiri
dari 9 Sub Sub DAS, yaitu:
 Sub-Sub DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Klegung
Wilayah Sub-Sub DAS Galeh meliputi Kec. Banyubiru (Wirogomo, Kemambang, Rowoboni, Tegaron,
Kebondowo, Banyubiru, Ngrapah) Kec. Jambu (Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari)
 Sub-sub DAS Torong, terdiri dari Sungai Torong
Wilayah Sub-Sub DAS Torong meliputi Kec. Jambu (Jambu, Gondoriyo, Kwarasan, Kebondalem,
Genting), Kec. Sumowono (Kebonagung, Ngadikerso), Kec. Ambarawa (Ngampin, Pojoksari, Panjang)
 Sub-sub DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang
Wilayah Sub-Sub DAS Panjang meliputi Kec. Sumowono (Lanjan, Jubelan), Kec. Ambarawa ( Bejalen,
Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran), Kec. Bandungan (Jetis, Duren, Bandungan, Kenteng, Candi,
Banyukuning)
 Sub-sub DAS Legi, terdiri dari Sungai Legi
Wilayah Sub-Sub DAS Legi adalah Kec. Banyubiru (Sepakung)
 Sub-sub DAS Parat, terdiri dari Sungai Parat dan sungai Likasan
Wilayah Sub-Sub DAS Parat meliputi Kec. Banyubiru (Kebumen, Gedang), Kec. Getasan (Kopeng,
Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, Nogosaren)
 Sub-sub DAS Sraten, terdiri dari Kali Sraten
Wilayah Sub-Sub DAS Sraten meliputi Kec. Sidomukti (Kecandran, Dukuh, Mangunsari), Kec.
Argomulyo (Kumpulrejo, Tegalrejo), Kec. Getasan (Batur, Tajuk, Samirono, Sumogawe)
 Sub-sub DAS Renggas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin
Wilayah Sub-Sub DAS Rengas meliputi Kec. Ambarawa (Tambakboyo, Kupang), Kec. Bandungan
(Mlilir), Kec. Bawen (Doplang, Bawen, Asinan)
 Sub-sub DAS Kedungringin, terdiri dari Sungai Kedungringin
Wilayah Sub-Sub DAS Kedungringin adalah Kec. Tuntang (Kesongo, Lopait, Tuntang, Gedangan,
Kalibeji, Rowosari, Sraten)
 Sub-sub DAS Ringis, terdiri dari Sungai Ringis
Wilayah Sub-Sub DAS Ringis meliputi Kec. Sidorejo (Pulutan, Blotongan, Sidorejo Lor) Kec. Tuntang
(Jombor, Candirejo)
Jaringan Irigasi adalah saluran bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang
diperlukan untuk pengaturan air irigasi yang mencakup penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan
pembuangan air irigasi. Daerah irigasi yang ada di kawasan Danau Rawa Pening antara lain:

Tabel IV.21
Daerah Irigasi di Kawasan Danau Rawapening dsk
Luas Sawah Irigasi (ha)
Kelurahan Areal Panjang
No Nama DI semi Seder-
/Desa (ha) (m)
Teknis tek. hana jlh
Asinan Siblobok 33 - 33 - 33 1,000
Asinan Sigempol 21 - 21 - 21 900

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-39


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Luas Sawah Irigasi (ha)
Kelurahan Areal Panjang
No Nama DI semi Seder-
/Desa (ha) (m)
Teknis tek. hana jlh
Bejalen Bejalen 60 - 60 - 60 400
Pojoksari Galeha 32 - - 32 32 1,000
Panjang Kerep 74 74 - - 74 1,800
Kupang Gajah barong 76 76 - - 76 250
Kupang Kupang 30 - 30 - 30 1,000
Kupang Rengas 45 45 - - 45 500
Kupang Sikeris 23 - 23 - 23 1,100
Kupang Siwakul 25 - 25 - 25 300
Kupang Siwuluh 25 - 25 - 25 500
Lodoyong Lodoyong 11 - - 11 11 800
Lodoyong Perengsari 110 110 - - 110 1,200
Lodoyong Siduwet 18 - 18 - 18 1,100
Tambakboyo Sicangkring iv 22 - - 22 22 900
Tambakboyo Sijangkang 30 - 30 - 30 300
Tambakboyo Tambakboyo 30 - - 30 30 1,600
Tambakboyo Simodin 17 - 17 - 17 800
Tambakboyo Ngaglik 18 - - 18 18 300
Tegaron Semak 39 - - 39 39 1,000
Rowoboni Parat 21 - 21 - 21 1,000
Banyubiru Bolodewo 99 99 - - 99 1,000
Kebumen Grunggungan 95 95 - - 95 3,000
Kebumen Kebon Wage 59 - 59 - 59 900
Kebumen Legi 154 154 - - 154 3,900
Kebumen Klarak 35 - - 35 35 500
Tuntang Praguman 38 - - 38 38 300
Kesongo Sireco 22 - 22 - 22 150
Candirejo Sigempol 62 - 62 - 62 600
Lopait Bendo Bacin 16 - - 16 16 1700
Lopait Cangkring Ii 11 - 11 - 11 200
Lopait Mangli 10 - - 10 10 300
Lopait Silo 14 - - 14 14 400
Lopait Siwungu 20 - 20 - 20 300
Kalibeji Kalibeji 21 - 21 - 21 300
Kalibeji Ngeces 19 - 19 - 19 600
Kelibeji Parat 29 - 29 - 29 600
Kalibeji Panggang 18 - - 18 18 600
Rowosari Jonjang 42 - 42 - 42 1600
Rowosari Sipolo 38 - 38 - 38 500
Rowosari Rapak 38 - 38 - 38 300
Sumber: RTRW Kabupaten Semarang

4.2.7.6 Jaringan air kotor dan pengolahan air limbah


Pembuangan air limbah di kawasan Danau Rawa Pening semuanya menggunakan sistem setempat, dimana
70% penduduk sudah memiliki Tangki Septik/ Cubluk dan diprediksi tangki septik yang layak disebut tangki septik
< dari 20 % sedangkan sisanya diperkirakan cubluk dengan pelayanan individu sedangkan 10 % menggunakan
pelayanan umum komunal dan sisanya menggunakan cara yang belum layak yaitu ke perairan terbuka atau ke
sawah.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-40


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Pada umumnya penduduk kawasan telah mempunyai Tangki Septik, namun hanya sebagian saja yang sesuai
dengan standar SNI dan kebanyakan termasuk katagori Cubluk, yang potensial mencemari air tanah. Jika dilihat
pada kawasan yang padat dengan kondisi rumah sederhana, memiliki jamban sendiri, namun tangki septik
umumnya tidak punya, biasanya dibuang langsung kesaluran dibelakang rumah.

4.2.7.7 Jaringan persampahan


Sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari
kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Sumber sampah di kawasan pada
umumnya berasal dari permukiman, pasar, kawasan pertokoan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran,
kawasan pendidikan, dan sarana umum lainnya.
Jenis sampah pada umumnya terdiri dari 2, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah
sampah yang mempunyai komposisi kimia yang mudah terurai oleh bakteri ( biodegradable), misalnya sisa
makanan, sayuran, daun, kayu. Sampah anorganik adalah sampah yang mempunyai kompososo kimia yang
tidak mudah terurai atau membutuhkan waktu lama (nonbiodegradable), misalnya sampah plastik, kaleng, besi,
kaca. Pelayanan pengelolaan sampah di kawasan perencanaan dikelola oleh pemerintah serta oleh warga
masyarakat secara perorangan.
Sarana persampahan yang ada di sebagian kawasan perencanaan berupa tempat sampah untuk mengumpulkan
sampah dari sumbernya, gerobag sampah/becak sampah yang berfungsi untuk menganggut sampah dari
sumber sampah ke TPS/TPST, dump truck untuk mengangkut sampah dari TPS/TPST ke TPA. Tetapi pada
umumnya di kawasan Danau Rawa Pening sampah dikumpulkan disekotar rumah kemudian dilakukan
pembakaran oleh masing-masing rumah.

4. 3 ANALISIS TATA RUANG WILAYAH

4.3.1. Karakteristik Wilayah Perencanaan


Wilayah perencanaan adalah kawasan Danau Rawa Pening yang meliputu badan air Danau Rawa Pening dan
kawasan sekitarnya. Jika dilihat dari karakteristik morfologi, maka kawasan terbagi 2 yaitu kawasan dengan
karakteristik morfologi perkotaan dan kawasan dengan karakteristik morfologi perdesaan. Kawasan dengan
karakteristik morfologi perdesaan berada di keliling Danau Rawapening yang jauh dari kawasan perkotaan.
sedangkan kawasan dengan karakteristik morfologi perkotaan adalah kawasan keliling danau yang berada di
sekitar perkotaan Ambarawa dan Perkotaan Bawen.
Untuk morfologi perkotaan, mata pencaharian masyarakat sudah didominasi perdagangan dan jasa khususnya
yang berada di sekita jalan utama, untuk masyarakt yang berada pada kawasan dengan karakteristik perdesaan
masyarakat bermata pencaharian pertanian, perikanan dan juga jasa pariwisata. Tingkat ketergantungan
masyarakat ini terhadap Danau Rawa Pening sangat besar, karena menjadi tempat sumber mata pencaharian.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-41


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kawasan dengan
karakteristik perkotaan,
kepadan bangunan yang
tinggi dan mata
pencaharian penduduk
yang heterongen yang
didominasi non pertanian.
Kawasan ini sudah
menyatu dengan
kawasan perkotaan yang
ada di sekitarnya, dan
ketergantungan terhadap
Danau Rawa Pening tidak
tinggi

Kawasan dengan karakteristik perdesaan, yang didominasi penggunaan lahan


untuk pertanian dan rawa dengan tingkat ketergantungan terhadap keberadaan
Danau Rawa Pening cuku besar, karena umumnya mata pencaharin penduduk
berada di Danau Rawa Pening
4.3.2. Kedudukan Kawasan Danau Rawa Pening dalam Konteks Regional
Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Tengah, kawasan Danau Rawa Pening termasuk dalam Kawasan strategis provinsi
(KSP) Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup. Penetapan Kawasan Danau Rawa Pening sebagai
KSP karena memenuhi kriteria:
1. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati
2. merupakan aset provinsi berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau
fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan
3. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian
4. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro
5. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas
lingkungan hidup
6. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-42


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Dalam konteks regional, kawasan Danau Rawa Pening memiliki nilai geoposisi yang sangat strategis karena berada di
dalam kawasan KSN Kedungsepur. Dengan keberadaan tersebut, pengembangan kawasan Kedungsepur memiliki dampak
yang positif bagi perkotaan kawasan Danau Rawa Pening, jika dilihat dari konteks yang lebih luas, maka kawasan Danau
Rawa Pening juga sangat strategis, karena berada di pertigaan JOGLOSEMAR. Joglosemar adalah lokomotif pertumbuhan

ekonomi di Jawa khususnya jawa bagian tengah. untuk mengakses jogja dan solo dari semarang, akan melewati kawasan
Danau Rawa Pening. Dengan keberadaannya tersebut, maka perkembangan konstelasi kawasan akan memberikan dampak
bagi pertumbuhan kawasan. keberadaan PSN (proyek strategis nasional) Jalan Tol Semarang-Solo, Bawew/semarang-Jogja
menambah nilai kedudukan Kawasan Danau Rawapening

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-43


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.3. Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung
Berdasarkan Peraturan Menteri PU no.41/PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya dapat
ditetapkan kesesuaian fungsi pemanfaatan ruang kawasan dari perhitungan atas faktor-faktor fisik lahan
kawasan. Fungsi kawasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Fungsi Lindung
Yaitu wilayah dengan total skor kemampuan lahan sama dengan atau lebih besar dari 175, atau
memenuhi syarat: (1) Kelerengan lebih dari 45%; (2) Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu regosol,
litosol, organosol, dan rezina dengan kelerengan lebih darti 15%; (3) Merupakan pengamanan aliran
sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 m di kiri-kanan sungai; (4) Merupakan perlindungan mata air yaitu
jari-jari 200 m di sekeliling mata air; dan (5) Guna keperluan atau kepentingan khusus yang ditetapkan
pemerintah sebagai kawasan lindung.
2. Kawasan Fungsi Penyangga
Yaitu wilayah dengan total skor kemampuan lahan antara 125-175, dan atau memenuhi kriteria: (1) Dari
segi ekonomi areal memungkinkan untuk budidaya tanaman keras; (2) Lokasi secara ekonomis sudah
dikembangkan sebagai kawasan penyangga; dan (3) Tidak merugikan dari aspek ekosistem dan
lingkngan hidup.
3. Kawasan Fungsi Budidaya
Yaitu wilayah dengan total skor kemampuan lahan kurang dari atau sama dengan 125, serta mempunyai
kesesuaian untuk budidaya tanaman tahunan, tanaman semusim, atau permukiman.
Dalam menentukan fungsi kawasan, faktor-faktor fisik kawasan yang harus diperhatikan, yaitu meliputi faktor
kelerengan, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi, dan intensitas air hujan. Faktor-faktor tersebut
dapat diklasifikasikan dalam nilai atau bobot tertentu seperti pada tabel berikut :

Tabel IV.22
Kriteria Kelas Kelerengan Tanah
Kelas Lereng Sudut Lereng Deskripsi Nilai
1 0-8% Datar 20
2 8-15% Landai 40
3 15-25% agak curam 60
4 25-40% Curam 80
5 >40% sangat curam 100

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-44


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.23
Kriteria Kelas Jenis Tanah
Kelas Lereng Jenis Tanah Tingkat Kepekaan Nilai
terhadap Erosi
1 Aluvial, tanah glei, planool, hidromorf kelabu Tidak peka 15
litente air tanah
2 Latsol Agak peka 30
3 Brown forestoil, non calcic brown mediteran Kurang peka 45
4 Andosol, laterite, gramosol, podsol, podsolk peka 60
5 Regosol, litosol, organosol, rezina Sangat peka 75

Tabel IV.24
Kriteria Kelas Intensitas Hujan
Kelas Lereng Intensitas Hujan (mm/ hari Deskripsi Nilai
hujan)
1 0-13,6 sangat rendah 10
2 13,6-20,7 rendah 20
3 20,7-27,7 sedang 30
4 27,7-34,8 tinggi 40
5 >34,8 sangat tinggi 50

Menurut Keppres 32/ 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, yang dimaksud dengan pengertian Kawasan
Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah, serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan yang berkelanjutan. Selanjutnya dalam Keppres 57/ 1989 dan Keppres 32/ 1990 disebutkan
bahwa Kawasan Lindung yang dimaksud adalah meliputi :

 Kawasan yang memberi perlindungan kawasan di bawahnya;

 Kawasan perlindungan setempat;

 Kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan

 Kawasan rawan bencana.

Pada kawasan fungsi lindung, kawasan secara permanen dipertahankan sebagai hutan tetap. Perlindungan
daerah ini meliputi peruntukan sebagai hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam atau sebagai hutan
wisata. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna mengatur tata air, mencegah banjir, dan
erosi, serta guna memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang digunakan untuk
memproduksi hasil hutan untuk keperluan bahan bangunan, industri, dan komoditi ekspor. Hutan suaka alam
adalah kawasan hutan dengan sifatnya yang khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati
dan atau manfaat lain. Pada beberapa lokasi dengan kelerengan 15-40% terdapat total skor tinggi yaitu 170-185,
sehingga cenderung digolongkan sebagai kawasan fungsi lndung. Kawasan ini dijumpai di Banyubiru dan
Ambarawa dengan jenis tanah Andosol dan Litosol yang peka terhadap erosi. Selengkapnya mengenai
identifikasi kawasan fungsi lindung adalah seperti pada tabel berikut.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-45


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.25
Identifikasi Kawasan Fungsi Lindung di Kabupaten Semarang Atas Dasar Skor
Kemampuan Lahan
Kelerengan Lokasi Jenis Tanah Tipe Intensitas Skor
Hujan
15-40% Getasan Andosol Tinggi 170
Banyubiru Asosiasi Andosol coklat dan Latosol Sedang 170
coklat kemerahan
Jambu Litosol Tinggi 185
Ambarawa Litosol, Andosol Sedang 185
170
Sumowono Asosiasi Latosol dan Litosol Tinggi 170
>40% Getasan Asosiasi Andosol dan Litosol Tinggi 205
Tuntang Latosol Tinggi 170
Banyubiru Asosiasi Andosol coklat dan Latosol Sedang 185
coklat kemerahan
Jambu Litosol Tinggi 205
Ambarawa Andosol Sedang 200
Bawen Mediteran Tinggi 185
Bergas Andosol Sedang 190
Ungaran Mediteran Tinggi 185
Sumowono Asosiasi Latosol dan Litosol Tinggi 200

Sempadan Sungai
Menurut Peraturan Menteri PU no.28/PRT/M/2015 tentang penetapan garis sempadan sungai dan sempadan
danau disebutkan sempadan sungai adalah garis di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas
perlindungan sungai. Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan paling sedikit
berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman
sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter; paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan
20 (dua puluh) meter paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter. Garis sempadan sungai
besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi
kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit
berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Garis sempadan sungai bertanggul di
luar kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Berdasarkan kondisi kawasan Danau Rawa Pening, sempadan sungai adalah 5 meter.

Kawasan Perlindungan Sekitar Danau

Menurut Peraturan Menteri PU no.28/PRT/M/2015 tentang penetapan garis sempadan sungai dan sempadan
danau disebutkan sempadan danau adalah luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-46


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau. Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau
paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi

Kesesuaian Kawasan Fungsi Budidaya

Identifikasi kawasan fungsi budidaya bertujuan untuk mengidentifikasikan sebaran kawasan yang dimungkinkan
dikembangkan untuk kegiatan produksi, kegiatan permukiman, pembangunan sarana prasarana penunjang, yang
pada akhirnya mencakup kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan industri, kawasan pariwisata,
kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan, yang diidentifikasikan kemungkinan pengembangan kawasan baik
secara zoning maupun secara luasan. Kesesuaian kawasan untuk kegiatan budidaya, selain berdasar atas
perhitungan skor kesesuaian lahan seperti pada kawasan fungsi lindung dan penyangga

Tabel IV.26
Kriteria Kelas Kelerengan Lahan
Kelas Sudut Lereng (%) Kesesuaian Penggunaan
Lereng
1 0-5 Tanaman/ pertanian lahan basah
2 5-15 Pertanian lahan kering
3 15-25 Tanaman keras tahunan, baik sebagai tanaman produksi maupun sebagai
buffer
4 25-40 Tanaman keras tahunan terutama sebagai buffer
5 >40 Kawasan lindung
Berdasarkan kriteria tersebut, maka kemiringan tanah diklasifikasikan sesuai dengan kegunaan efektifnya dapat didiskripsikan
sebagai berikut:
 Untuk kemiringan kurang dari 8% (datar) dapat digunakan untuk penggunaan tanaman lahan
basah, yang meliputi wilayah sekitar Rawa Pening (sebagian Ambarawa, Banyubiru, dan
Tuntang.
 Kemiringan antara 8-15% (sedang/ berombak), masih dapat digunakan untuk penggunaan
lahan pertanian, khususnya pertanian tanaman lahan kering yang meliputi Bawen, Ambarawa,
Tuntang.
 Kemiringan antara 15-25%, dapat digunakan untuk tanaman keras (tahunan) baik dengan
tanaman produksi maupun sebagai tanaman buffer, wilayah ini terdapat di Bawen, Ambarawa,
Banyubiru.
 Kemiringan 25-45%, masih dapat digunakan untuk tanaman keras terutama sebagai fungsi
buffer yang meliputi Ambarawa dan Banyubiru

Selanjutnya menurut Mabery, klasifikasi lahan optimal berdasarkan tingkat kemiringan lahan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini

Tabel IV.27
Kelas Kemiringan Lahan terhadap Tingkat Kesesuaian Lahan Menurut Mabery
Kelas Kemiringan Lahan (%)
No Penggunaan Lahan
0-3 3-5 5-10 10-15 15-30 >30
1 Rekreasi umum V V V V V V
2 Bangunan terhitung V V V V V V
3 Perumahan konvensional V V V V - -
4 Perkotaan V V V V - -
5 Jalan kota V V V - - -
6 Sistem septik V V - - - -

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-47


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kelas Kemiringan Lahan (%)
No Penggunaan Lahan
0-3 3-5 5-10 10-15 15-30 >30
7 Pusat perdagangan V V - - - -
8 Jalan raya V V - - - -
9 Lapangan terbang V - - - - -
10 Jalan KA V - - - - -
11 Jalan lainnya V V V V V -

klasifikasi penilaian lahan untuk suatu wilayah berdasarkan metode FAO yang kriterianya dimodifikasi oleh PPT
Bogor 1983, adalah pembagian serta definisi secara kualitatif masing-masing kategori yaitu meliputi sebagai
berikut:
 Order, adalah keadaan kesesuaian secara global meliputi order S (sesuai) dan order N (tidak
sesuai).
 Kelas, adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam order yang meliputi:
- S1 (sangat sesuai), lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan
pengelolaan yang diberikan;
- S2 (cukup sesuai), lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak se-rius untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang diterapkan;
- S3 (hampir sesuai), lahan mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi
dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan (input) yang diperlukan;
- N1 (tidak sesuai saat ini), lahan mempunyai pembatas yang lebih seri us, tapi masih
memungkinkan untuk diatasi, hanya saja tidak dapat dipertahankan menggunakan tingkat
modal normal; dan
- N2 (tidak sesuai untuk selamanya), lahan mempunyai pembatas perma-nen untuk mencegah
berlangsungnya penggunaan pada lahan tersebut.
 Sub Kelas, adalah keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis pembatas atau macam
perbaikan yang harus dijalankan.
Beberapa pembatas yang digunakan dalam analisis pada tingkat sub kelas adalah:
 s : sifat fisik tanah
 n : kesuburan tanah
 d : keasaman tanah
 t : kelerengan lahan
 d : kelas drainase
 f : bahaya banjir
 e : tingkat erosi
Berdasarkan atas faktor-faktor fisik serta penilaian lahan sesuai kategori tersebut maka dapat
diidentifikasi kesesuaian lahan wilayah Kabupaten Semarang untuk kawasan budidaya, yaitu:

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-48


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.28
Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tanaman Pangan Padi Sawah (dalam Ha)
No Kecamatan Kesesuaian Lahan
S1 S2s S3s S3e N1s N1t N1e N2s N2t
6 Tuntang 2.507,5 287,5 1.977,5 - - 255 - - 227,5
7 Banyubiru 1.002,5 - - - 2.085 - - - 1.192,5
10 Ambarawa 132,5 947,5 1.230 - 2.020 - - - 710
11 Bawen 822,5 - 1.427,5 - 2.602,5 - - - 190
Keterangan : S1 : Sangat sesuai
S2s : Agak sesuai dengan faktor pembatas sifat fisik tanah
S3s : Kurang sesuai dengan faktor pembatas sifat fisik tanah
S3e : Kurang sesuai dengan faktor pembatas erosi
N1s : Tidak sesuai pada saat ini dengan faktor pembatas sifat fisik tanah
N1t : Tidak sesuai pada saat ini dengan faktor pembatas kelerengan
N1e : Tidak sesuai pada saat ini dengan faktor pembatas erosi
N2s : Tidak sesuai untuk selamanya dengan faktor pembatas sifat fisik tanah
N2t : Tidak sesuai untuk selamanya dengan faktor pembatas kelerengan

Tabel IV.29
Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tanaman Pangan Lahan Kering (dalam Ha)
No Kecamatan Kesesuaian Lahan
S1 S2s S2e S3e S3s N1n N1e N1s N1t N2t
1 Tuntang 2.227,5 2.185 - 307,5 - - - - 265 270
2 Banyubiru 357,5 805 - - - - 1.975 - - 1.142,5
3 Ambarawa 2.590 - - 112,5 - - 970 - 750 617,5
4 Bawen - - - - - - - - - -

Tabel IV.30
Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tanaman Tahunan (dalam Ha)
No Kecamatan Kesesuaian Lahan
S1 S2s S2n S3e N2t
1 Tuntang 6.880 - - 637,5 260
2 Banyubiru 1.087,5 - - 2.180 1.522,5
3 Ambarawa 2.935 - - 1.500 605
4 Bawen 2.095 - 2.047,5 550 350
Keterangan : S1 : Sangat sesuai
S2s : Agak sesuai dengan faktor pembatas sifat fisik tanah
S2n : Agak sesuai dengan faktor pembatas kesuburan tanah
S3e : Kurang sesuai dengan faktor pembatas erosi
N2t : Tidak sesuai untuk selamanya dengan faktor pembatas kelerengan

Areal untuk aktivitas permukiman dan perekonomian adalah areal dengan keadaan dan sifat fisik yang meliputi
aksesibilitas, kemiringan, solum dan daerah erosi serta rawan banjir, sebagai batasannnya untuk kesesuaian

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-49


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
bagi kegiatan aktivitas permukiman dan perkonomian. Kriteria yang digunakan meliputi kemiringan tidak lebih
dari 15%, kedalaman solum lebih dari 30 cm, dan bukan daerah rawan banjir dan erosi.

4.3.4. Analisis Kependudukan


4.3.4.1. Laju Pertumbuhan Penduduk
Kawasan Danau Rawa Pening secara administrasi berada di sebagian Kecamatan Bawen, Kecamatan
Ambarawa, Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Banyubiru. Sehingga untuk melihat pertumbuhan penduduk
kawasan Danau Rawa Pening adalah dengan melihat pertumbuhan penduduk di 4 kecamatan tersebut.
Berdasarkan data Kecamatan dalam angka, 2017, pertumbuhan penduduk di 4 kecamatan tersebut adalah:
Tabel IV.31
Pertumbuhan Penduduk Kawasan Danau Rawapening
Kecamata Pertumbuhan Penduduk (%)
Rata-rata
n 2013 2014 2015 2016
Tuntang 0.91% 0.49% 0.74% 3.98% 1.53%
Ambarawa 0.38% 0.31% 0.72% 4.07% 1.37%
Banyubiru 0.53% 0.54% 0.62% 3.30% 1.25%
Bawen 1.31% 1.76% 1.63% 5.77% 2.62%

Pada tahun 2016 terjadi peningkatan jumlah penduduk yang signifikan, sekitar 4% untuk seluruh kecamatan,
pertumbuhan penduduk dapat disebabkan semakin menariknya kawasan Danau Rawa Pening, sehingga banyak
penduduk melakukan perpindahan dalam kawasan, atau juga dapat dibebabkan adanya urban sprawl dari
Ungaran dan Kota Semarang yang mengarah ke kawasan Danau Rawa Pening. Berdasarkan data statistic
dalam 5 tahun terakhir, pertumbuhan penduduk sebesar 1.69%. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
dibawah ini

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-50


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Gambar 4.1
Grafik Pertumbuhan Penduduk

4.3.4.2. KeProyeksi Jumlah Penduduk


Dengan menggunakan rata-rata pertumbuhan penduduk, kemudian dilakukan proyeksi jumlah penduduk 20
tahun ke depan dengan metode proyeksi linear. Berdasarkan hasil proyeksi didapatkan jumlah penduduk pada
tahun 2038 adalah 102.739 jiwa. Jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Banyubiru dengan jumlah
penduduk 16.404 jiwa. untuk lebih jelasnnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel IV.32
Proyeksi Jumlah Penduduk Kawasan Danau Rawa Pening
Proyeksi Penduduk
Kelurahan/Desa Penduduk 2018
2023 2028 2033 2038
Pojoksari 2,824 3,071 3,339 3,631 3,948
Bejalen 2,100 2,284 2,483 2,700 2,936
Lodoyong - - - - -
Kupang 36 39 43 46 50
Tambakboyo - - - - -
Banyubiru 11,732 12,757 13,872 15,085 16,404
Rowoboni 2,840 3,088 3,358 3,652 3,971
Kebumen 9,788 10,644 11,574 12,585 13,685
Tegaron 3,080 3,349 3,642 3,960 4,306
Kebondowo 2,624 2,853 3,103 3,374 3,669
Asinan 5,616 6,107 6,641 7,221 7,852
Tuntang 8,356 9,086 9,881 10,744 11,683
Lopait 6,136 6,672 7,256 7,890 8,579
Kesongo 9,248 10,056 10,935 11,891 12,930
Candirejo 6,880 7,481 8,135 8,846 9,620
Rowosari 2,220 2,414 2,625 2,854 3,104
Sraten - - - - -
Total 73.480 79,903 86,886 94,481 102,739

5. Analisis Arahan Kepadatan Penduduk


Berdasarkan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan, analisis arahan kependudukan yang
dilakukan yaitu dengan membandingkan besaran jumlah penduduk proyeksi dibagi dengan luasan wilayah di
masing – masing kelurahan. Kepadatan penduduk terbesar berada di Kelurahan Tuntang yaitu sebesar 40
jiwa/ha. Sementara jumlah penduduk terendah berada di Kelurahan Lodoyong, Kupang, Tambakboyo dan Sraten
dengan nilai 0 karena merupakan kawasan non terbangun. Besaran kepadatan penduduk di masing – masing
kelurahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel IV.33
Arah Kepadatan Penduduk Kawasan Danau Rawa Pening

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-51


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Arahan Kepadatan
Kelurahan/Desa
Luas (Ha) 2018 2023 2028 2033 2038
Pojoksari 302 9 10 11 12 13
Bejalen 471 4 5 5 6 6
Lodoyong 113

Kupang 189

Tambakboyo 189

Banyubiru 674 17 19 21 22 24
Rowoboni 523 5 6 6 7 8
Kebumen 396 25 27 29 32 35
Tegaron 593 5 6 6 7 7
Kebondowo 693 4 4 4 5 5
Asinan 798 7 8 8 9 10
Tuntang 272 31 33 36 40 43
Lopait 365 17 18 20 22 24
Kesongo 429 22 23 25 28 30
Candirejo 486 14 15 17 18 20
Rowosari 493 5 5 5 6 6
Sraten 165 - - - - -

4.3.5. Analisis tingkat pelayanan dan proyeksi kebutuhan ruang


4.3.3.1 Permukiman
Dalam pemenuhan kebutuhan perumahan/permukiman di Kawasan Danau Rawa Pening ini didasarkan pada
asumsi bahwa tiap keluarga dapat hidup layak dan menempati satu rumah sendiri. Berdasarkan Peraturan
Menteri Perumahan Rakyat No.10 tahun 2012 dan Peraturan Menteri No.7 tahun 2013 Tentang Perubahan
Peraturan Menteri No.10 tahun 2012 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang
Pasal 8 dikatakan bahwa hunian berimbang adalah 1:2:3, yang berarti komposisi rumah besar, rumah sedang
dan rumah kecil adalah 1;2;3. Dengan asumsi bahwa setiap KK terdapat 5 jiwa dan setiap keluarga menempati
setiap rumah. maka perhitungan jumlah unit rumah sebagai berikut:

Tabel IV.34
Kebutuhan Rumah Kawasan Danau Rawa Pening
Kelurahan/Des Kebutuhan Rumah (unit)
a 2023 2028 2033 2038
Pojoksari 49 103 161 225
Bejalen 37 77 120 167
Lodoyong 0 0 0 0
Kupang 1 1 2 3
Tambakboyo 0 0 0 0
Banyubiru 205 428 671 934
Rowoboni 50 104 162 226
Kebumen 171 357 559 779

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-52


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kelurahan/Des Kebutuhan Rumah (unit)
a 2023 2028 2033 2038
Tegaron 54 112 176 245
Kebondowo 46 96 150 209
Asinan 98 205 321 447
Tuntang 146 305 478 665
Lopait 107 224 351 489
Kesongo 162 337 529 736
Candirejo 120 251 393 548
Rowosari 39 81 127 177
Sraten 0 0 0 0
Total 5.852

Dari proyeksi kebutuhan rumah diatas diketahui bahwa pada tahun 2038 dibutuhkan penambahan rumah
sebanyak 5.852 dari kondisi eksisting pada tahun 2018. Untuk kebutuhan ruang permukiman, Acuan berdasarkan
ketentuan SNI-03-1773-2004, yaitu bahwa dalam perencanaan kebutuhan ruang untuk permukiman
dikelompokan berdasarkan tipe wujud fisik arsitektural dibedakan atas:

a. Hunian Tidak Bertingkat


Hunian tidak bertingkat adalah bangunan rumah yang bagian huniannya berada langsung di atas permukaan
tanah, berupa rumah tunggal, rumah kopel dan rumah deret. Bangunan rumah dapat bertingkat dengan
kepemilikan dan dihuni pihak yang sama.
Rumus yang digunakan jika koefisien bangunan sebear 50%, maka besaran uktuk keluarga dengan jumlah
anggota sebanyak 5 orang adalah sebesar 100 m 2 atau 20 m2/jiwa Maka besaran kebutuhan kavling
minimun untuk masing – masing kelurahan sampai 20 tahun mendatang akan dijelaskan pada tabel dibawah
ini.
Tabel IV.35
Proyeksi Kebutuhan Ruang Kavling Minimum Hunian Tidak Bertingkat Masing – Masing Kelurahan
di Kawasan Danau Rawa Pening
Kebutuhan Ruang (m2)
Kelurahan/Desa
2023 2028 2033 2038
Pojoksari 4,937 10,305 16,142 22,490
Bejalen 3,671 7,663 12,004 16,724
Lodoyong - - - -
Kupang 63 131 206 287
Tambakboyo - - - -
Banyubiru 20,509 42,810 67,060 93,430
Rowoboni 4,965 10,363 16,233 22,617
Kebumen 17,110 35,716 55,948 77,949
Tegaron 5,384 11,239 17,605 24,528
Kebondowo 4,587 9,575 14,999 20,897
Asinan 9,817 20,493 32,101 44,724

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-53


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kebutuhan Ruang (m2)
Kelurahan/Desa
2023 2028 2033 2038
Tuntang 14,607 30,491 47,763 66,545
Lopait 10,726 22,390 35,073 48,865
Kesongo 16,166 33,746 52,862 73,648
Candirejo 12,027 25,105 39,326 54,790
Rowosari 3,881 8,101 12,690 17,679
Sraten - - - -
Total 585,174

b. Hunian Bertingkat
Hunian bertingkat adalah rumah susun (rusun) baik untuk golongan berpenghasilan rendah (rumah susun
sederhana sewa), golongan berpenghasilan menengah (rumah susun sederhana) dan maupun golongan
berpenghasilan atas (rumah susun mewah ≈ apartemen). Bangunan rumah bertingkat dengan kepemilikan
dan dihuni pihak yang berbeda dan terdapat ruang serta fasilitas bersama. Untuk kawasan danau
rawapening yang dalam RTRW Provinsi merupakan kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, maka dirasa hunian bertingkat berupa rumah susun belum sesuai
dengan arahan pengembangan kawasan dan juga kepadatan penduduk belum sampai >200 jiwa/Ha. Untuk
kelurahan yang memiliki kepadatan mendekati 150 jiwa/Ha kelurahan tersebut disarankan adanya hunian
bertingkat. Salah satu kelurahan tersebut adalah Kelurahan Banyubiru.

4.3.3.2 Kesehatan
Perhitungan proyeksi kebutuhan sarana kesehatan dilakukan dengan membagi jumlah proyeksi penduduk setiap
tahun dengan standar pelayanan sarana kesehatan. Dari hasil pembagian tersebut akan diperoleh kebutuhan
sarana kesehatan, barulah dibandingkan dengan jumlah fasilitas saat ini. Setelah itu barulah dapat diketahui
berapa jumlah penambahan fasilitas yang diperlukan sehingga dapat melayani seluuh penduduk yang ada.
Berikut standar pelayanan sarana kesehatan yang digunakan untuk melakukan proyeksi berdasarkan jumlah
penduduk, luas lahan minimum dan radius pelayanan:
 Posyandu : 1250 jiwa, 60 m², dengan radius 500 m
 Puskesmas pembantu : 30.000 jiwa, 300 m², dengan radius 1500 m
 Puskesmas / baai pengobatan: 120.000, 1000 m², dengan radius 3000 m
 BKIA dan Rumah Bersalin, berdasarkan standar perencanaan 1 BKIA dan Rumah Sakit Bersalin untuk
melayani 30.000 jiwa atau lingkungan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-54


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.36
Kebutuhan Rumah Sakit dan Rumah Bersalin di Kawasan Danau Rawa Pening
Eksistin Eksistin
Kebutuhan RS Kebutuhan RSIA/BKIA
Kelurahan/Desa g g
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
Pojoksari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bejalen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Banyubiru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rowoboni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebumen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tegaron 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebondowo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Asinan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tuntang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lopait 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kesongo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Candirejo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rowosari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber: Hasil Analisis 2018

Berdasarkan tabel hasil perhitungan kebutuhan Rumah Sakit dan RSIA diatas dengan pertimbangan jumlah
penduduk, dikawasan Danau Rawa Pening, sehingga hingga akhir tahun perencanaan yaitu 2038, kawasan
Danau Rawa Pening tidak membutuhkan infrastruktur Rumah Sakit dan RSIA. Untuk pemenuhan kebutuhan
fasilitas Rumah Sakit dan RSIA dari Kota Ambarawa dan Kota Salatiga yang berbatasan langsung dengan
kawasan dengan fasilitas kesehatan yang lengkap

Lanjutan Tabel IV.37


Kebutuhan Puskesmas dan Puskemas pembantu di Kawasan Danau Rawa Pening
Kebutuhan Puskesmas
Eksisting Kebutuhan Puskesmas Eksisting
pembantu
Kelurahan/Desa
203 202
2018 2023 2028 2038 2018 2023 2033 2038
3 8
Pojoksari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bejalen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Banyubiru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-55


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kebutuhan Puskesmas
Eksisting Kebutuhan Puskesmas Eksisting
pembantu
Kelurahan/Desa
203 202
2018 2023 2028 2038 2018 2023 2033 2038
3 8
Rowoboni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kebumen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tegaron 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Kebondowo 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Asinan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tuntang 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lopait 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kesongo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Candirejo 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

Rowosari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Sumber: Hasil Analisis 2017

Berdasarkan tabel hasil perhitungan kebutuhan puskesmas dan puskesmas pembantu diatas, sampai akhir tahun
perencanaan belum dibutuhkan penambahan puskesmas dan puskesmas pembantu . keberadaan 2 puskesmas
dan 2 puskesmas pembantu yang tersebar di bagian selatan dan utara kawasan sudah mampu dijangkau seluruh
kawasan Danau Rawa Pening. Yang diperlukan adalah peningkatan pelayanan.

Lanjutan Tabel IV.38


Kebutuhan Poliklinik dan Praktek Dokter
Eksistin Eksistin
Kebutuhan Poliklinik Kebutuhan Prakter Dokter
Kelurahan/Desa g g
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
Pojoksari 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1
Bejalen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Banyubiru 0 0 0 0 0 1 1 2 2 2

Rowoboni 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1

Kebumen 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2
Tegaron 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2
Kebondowo 2 0 0 0 0 0 2 2 2 2

Asinan 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1

Tuntang 0 0 0 0 0 4 1 2 2 2

Lopait 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1

Kesongo 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2

Candirejo 0 0 0 0 0 0 1 2 2 2

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-56


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Eksistin Eksistin
Kebutuhan Poliklinik Kebutuhan Prakter Dokter
Kelurahan/Desa g g
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
Rowosari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Sraten 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1

3 0 0 0 0 7 14 17 17 20
Sumber: Hasil Analisis 2017

Berdasarkan tabel hasil perhitungan kebutuhan poliklinik dan praktek dokter diatas, untuk poliklinik sampai tahun
2038 tidak membutuhkan penambahan, karena kondisi eksisting sudah mampu melayani penduduk pada tahun
2038. Untuk praktek dokter pada akhir tahun perencanaan membutuhkan penambahan sebanyak 13 unit.dengan
kebutuhan ruang seluas 216 m2 dengan radius jarak 1,5km

4.3.3.3 Peribadatan
Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan memperhatikanstruktur penduduk
menurut agama yang dianut, dan tata cara atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah
agamanya.
Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut;
kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar;
kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid;
kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan; dan
kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan.
Untuk sarana ibadah agama Islam, luas lahan minimal direncanakan sebagai berikut:
a) musholla/langgar dengan luas lahan minimal 45 m2;
b) mesjid dengan luas lahan minimal 300 m2;
c) mesjid kelurahan dengan luas lahan minimal 1.800 m2;
d) mesjid kecamatan dengan luas lahan minimal 3.600 m2;
Untuk menghitung kebutuhan fasilitas peribadatan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan komposisi agama
penduduk dengan menggunakan prosentase yang ada. dengan menggunakan prosentase agama penduduk,

Tabel IV.39
Prosentase Pemeluk Agama di Kawasan Danau Rawa Pening
Pemeluk Agama
Kecamatan
Islam Kristen Katholik Hindu Budha Khong hucu Lainnya
1 Tuntang 91.77% 5.27% 2.36% 0.01% 0.56% 0.00% 0.02%
2 Banyubiru 95.97% 1.84% 2.12% 0.04% 0.02% 0.00% 0.01%
3 Ambarawa 82.63% 6.97% 10.14% 0.07% 0.10% 0.04% 0.06%
4 Bawen 90.98% 2.37% 6.44% 0.14% 0.02% 0.01% 0.02%
dibawah ini adalah proyeksi komposisi penduduk Kawasan Danau Rawa Pening sampai akhir tahun
perencanaan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-57


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.40
Jumlah Kebutuhan Mesjid dan Mushola Danau Rawa Pening
Kebutuhan Mesjid Kebutuhan Langgar/Mushola
No Kelurahan 202
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 8 2033 2038
1 Pojoksari 5 1 1 1 1 5 10 11 12 13
2 Bejalen 1 1 1 1 1 6 8 8 9 10
3 Lodoyong - - - - - - - - - -
4 Kupang - - - - - - - - - -
5 Tambakboyo - - - - - - - - - -
6 Banyubiru 9 5 5 6 6 14 49 53 58 63
7 Rowoboni 5 1 1 1 2 7 12 13 14 15
8 Kebumen 13 4 4 5 5 23 41 44 48 53
9 Tegaron 12 1 1 2 2 16 13 14 15 17
10 Kebondowo 12 1 1 1 1 12 11 12 13 14
11 Asinan 4 2 2 3 3 10 22 24 26 29
12 Tuntang 7 3 4 4 4 15 33 36 39 43
13 Lopait 5 2 3 3 3 17 24 27 29 31
14 Kesongo 7 4 4 4 5 22 37 40 44 47
15 Candirejo 7 3 3 3 4 23 27 30 32 35
16 Rowosari 4 1 1 1 1 9 9 10 10 11
17 Sraten 5 - - - - 11 - - - -
126 30 32 35 38 190 297 323 351 381
Sumber: Hasil Analisis 2018

Dilihat dari hasil analisis proyeksi sarana peribadatan masjid dan mushola, maka pada akhir tahun perencanaan
tidak dibutuhkan penambahan masjid, Hal itu dikarenakan jumlah eksisting sarana peribadatan masjid sudah
melebihi kebutuhan sarana peribadatan. Adapun sarana peribadatan yang membutuhkan penambahan adalah
sarana peribadatan berupa Langgar/Mushola sebanyak 202 yang menyebar di seluruh kawasan. jika dihitung
luasanya makan dibutuhkan alokasi ruang sebesar 9.101m2. Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan
sebagai berikut: a) katolik mengikuti paroki; b) hindu mengikuti adat; dan c) budha dan kristen protestan
mengikuti sistem kekerabatan atau hirarki lembaga

4.3.3.4 Pendidikan
Sarana pendidikan merupakan bagian penting yang akan mempengaruhi pertumbuhan kawasan. Kelengkapan
sarana pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semakin baik
kualitas sumber daya manusia di suatu daerah maka akan semakin maju dan berkembang lebih cepat daerah
tersebut.

Proyeksi kebutuhan sarana pendidikan dilakukan dengan membandingkan jumlah penduduk dengan standar
pelayanan masing-masing sarana. Berikut standar pelayanan penduduk, luas lahan minimal dan radius
pelayanan masing-masing sarana pendidikan :
 TK : 1250 jiwa, 500 m², dengan radius 500 m
 SD : 1600 jiwa, 2.000 m², denga radius 1.000 m

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-58


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 SMP : 4800 jiwa, 9.000 m², dengan radius 1.000 m
 SMA : 4800 jiwa, 12.500 m², dengan radius 3.000 m

Tabel IV.41
Jumlah Kebutuhan TK dan SD di Kawasan
Kebutuhan TK Kebutuhan SD
No Kelurahan 202
2018 3 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
1 Pojoksari 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2
2 Bejalen 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 3 10 11 12 13 8 9 9 10 8
7 Rowoboni 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2
8 Kebumen 3 9 9 10 11 7 7 8 9 7
9 Tegaron 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2
10 Kebondowo 4 2 2 3 3 2 2 2 2 2
11 Asinan 2 5 5 6 6 4 4 5 5 4
12 Tuntang 4 7 8 9 9 6 6 7 7 6
13 Lopait 6 5 6 6 7 4 5 5 5 4
14 Kesongo 2 8 9 10 10 6 7 7 8 6
15 Candirejo 2 6 7 7 8 5 5 6 6 5
16 Rowosari 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 64 70 76 82 41 50 54 59 64
Sumber: Hasil Analisis 2018

Pada tabel proyeksi kebutuhan TK dan SD diatas, diketahui bahwa pada akhir tahun perencanaan dibutuhkan
penambahan 52 unit TK yang tersebar ke seluruh kawasan dan penambahan 23 SD/setingkatnya. Sehingga
kebutuhan ruang untuk TK adalah 23.500 m2 dan kebutuhan ruang untuk SD 48.000m2

Lanjutan Tabel IV.42


Kebutuhan Sarana SMP dan SMA
Kebutuhan SMP Kebutuhan SMA/SMK
No Kelurahan
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
1 Pojoksari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Bejalen 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7 Rowoboni 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 Kebumen 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2
9 Tegaron 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10 Kebondowo 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 Asinan 0 1 1 2 2 1 1 2 2 1
12 Tuntang 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-59


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kebutuhan SMP Kebutuhan SMA/SMK
No Kelurahan
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
13 Lopait 0 1 2 2 2 1 2 2 2 1
14 Kesongo 0 2 2 2 3 2 2 2 3 2
15 Candirejo 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
16 Rowosari 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 17 18 20 21 17 18 20 21 17
Sumber: Hasil Analisis 2017

Kebutuhan penambahan sekolah pada tahun 2038 untuk tingkat SMP/sederajat sebanyak 14 unit yang tersebar
di seluruh kawasan, dan untuk tingkat SMU/SMK dibutuhkan penambahan 17 unit yang tersebar merata di
seluruh kawasan. sehingga untuk kebutuhan ruang diperlukan alokasi untuk SMP seluas 126.000m2 dan untuk
SMA/SMK diperlukan alokasi ruang seluas 225.000m2

4.3.3.5 Perdagangan dan Jasa


Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah dengan bangunan sarana yang lain.
Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan
pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan
penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan
kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.
Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:
a. toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari;
b. pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih
lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya;
c. pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan ≈ 30.000 penduduk), yang
menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah buahan, beras, tepung, bahan-bahan
pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alatalat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan
jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya;
d. pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk), yang selain menjual
kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan,
reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan.
Kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana ini akan berkaitan juga dengan daya dukung lingkungan dan jalan yang
ada di sekitar bangunan sarana tersebut. Besaran kebutuhan ruang dan lahan menurut penggolongan jenis
sarana perdagangan dan niaga adalah:
a. warung / took, Luas lantai yang dibutuhkan ± 50 m2 termasuk gudang kecil. Apabila merupakan bangunan
tersendiri (tidak bersatu dengan rumah tinggal), luas tanah yang dibutuhkan adalah 100 m2.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-60


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
b. pertokoan (skala pelayanan untuk 6.000 penduduk), Luas lantai yang dibutuhkan 1.200 m2. Sedangkan luas
tanah yang dibutuhkan 3.000 m2 . Bangunan pertokoan ini harus dilengkapi dengan:
1) tempat parkir kendaraan umum yang dapat dipakai bersama kegiatan lain pada
pusat lingkungan;
2) sarana-sarana lain yang erat kaitannya dengan kegiatan warga;
3) pos keamanan.
c. pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan ≈ 30.000 penduduk), luas tanah
yang dibutuhkan: 10.000 m2. Bangunan pusat pertokoan / pasar lingkungan ini harus dilengkapi dengan:
1) tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;
2) terminal kecil atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;
3) pos keamanan;
4) sistem pemadam kebakaran;
5) musholla/tempat ibadah.
d. pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kelurahan ≈ 120.000 penduduk), Luas tanah yang
dibutuhkan adalah 36.000 m2. Bangunan pusat perbelanjaan harus dilengkapi:
1) tempat parkir umum, sudah termasuk kebutuhan luas tanah;
2) terminal atau pangkalan untuk pemberhentian kendaraan;
3) pos keamanan;
4) sistem pemadam kebakaran;
5) musholla/tempat ibadah.
Dari proyeksi penduduk yang telah dilakukan, pada tahun 2038 tidak dibutuhkan penambahan pasar yang ada
sekarang masih cukup untuk melayani jumlah penduduk pada tahun 2038. Yang perlu dilakukan peningkatan
kualitas pasar yang ada sekarang, dengan penambahan luasan dan peningkatan layanan. Untuk sarana lainnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel IV.43
Jumlah Kebutuhan Pasar dan Swalayan
Pertokoan Warung/Toko
No Kelurahan
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
1 Pojoksari 1 1 1 1 1 49 12 13 15 16
2 Bejalen 0 0 0 0 0 28 9 10 11 12
3 Lodoyong 1 0 0 0 0 46 0 0 0 0
4 Kupang 4 0 0 0 0 170 0 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 48 0 0 0 0
6 Banyubiru 2 2 3 3 2 2 51 55 60 66
7 Rowoboni 0 1 1 1 1 1 12 13 15 16

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-61


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Pertokoan Warung/Toko
No Kelurahan
2018 2023 2028 2033 2038 2018 2023 2028 2033 2038
8 Kebumen 0 2 2 2 2 2 43 46 50 55
9 Tegaron 1 1 1 1 1 1 13 15 16 17
10 Kebondowo 0 1 1 1 0 1 11 12 13 15
11 Asinan 0 1 1 1 1 1 24 27 29 31
12 Tuntang 0 2 2 2 2 2 36 40 43 47
13 Lopait 1 1 1 1 1 1 27 29 32 34
14 Kesongo 1 2 2 2 2 2 40 44 48 52
15 Candirejo 1 1 1 2 1 1 30 33 35 38
16 Rowosari 0 0 0 1 0 0 10 11 11 12
17 Sraten 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 13 14 16 17 975 320 348 378 411

Pada tahun 2038 diproyeksikan kebutuhan penambahan pertokoan sebanyak 5 unit. dengan menggunakan
standar luas lahan minimal 3000 m2, maka kebutuhan lahan untuk pertokoan seluas 15.000m 2. Untuk jumlah
warung dan toko, tidak perlu penambahan, karena yang ada sekarang masih mampu untuk melayani seluruh
kawasan pada tahun 2038.

4.3.3.6 Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan berdasarkan kapasitas pelayanannya
terhadap sejumlah penduduk. Keseluruhan jenis ruang terbuka hijau tersebut adalah :
a. setiap unit RT ≈ kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1 untuk taman yang dapat memberikan
kesegaran pada kota, baik udara segar maupun cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak;
b. setiap unit RW ≈ kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurang-kurangnya satu daerah terbuka
berupa taman, di samping daerah-daerah terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk
sebaiknya, yang berfungsi sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga kegiatan olah
raga;
c. setiap unit Kelurahan ≈ kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan lapangan olahraga untuk
melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area terbuka, seperti pertandingan olah raga, upacara serta
kegiatan lainnya;
d. setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki sekurangkurangnya 1 (satu)
lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai tempat pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola basket
dan lain-lain), upacara serta kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan terbuka;
e. setiap unit Kecamatan ≈ kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki sekurangkurangnya 1 (satu)
ruang terbuka yang berfungsi sebagai kuburan/pemakaman umum; dan
Kebutuhan luas lahan ruang terbuka hijau berdasarkan kapasitas pelayanan sesuai jumlah
penduduk, dengan standar 1 m2 /penduduk. Kebutuhan lahan tersebut adalah:
a. taman untuk unit RT ≈ 250 penduduk, sekurang-kurangnya diperlukan 250 m2 atau dengan standar 1
m2/penduduk.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-62


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
b. taman untuk unit RW ≈ 2.500 penduduk, dibutuhkan minimal 1.250 m2 atau dengan standar 0,5
m2/penduduk yang lokasinya dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW lainnya, seperti balai pertemuan,
pos hansip dan sebagainya.
c. taman dan lapangan olah raga untuk unit Kelurahan ≈ 30.000 penduduk, diperlukan lahan seluas 9.000 m2
atau dengan standar 0,3 m2/penduduk.
d. taman dan lapangan olah raga untuk unit Kecamatan ≈ 120.000 penduduk, diperlukan lahan seluas 24.000
m2 (2,4 hektar) atau dengan standar 0,2 m2/penduduk. dibutuhkan jalur hijau seluas 15m2 / penduduk yang
lokasinya menyebar;
Tabel IV.44
Kebut uhan Jumlah Sarana RTH
Taman dan Lapangan
Taman Kecil Taman besar
No Kelurahan olahraga
2023 2028 2033 2038 2023 2028 2033 2038 2023 2028 2033 2038
1 Pojoksari 12 13 15 16 1 1 1 2 0 0 0 0
2 Bejalen 9 10 11 12 1 1 1 1 0 0 0 0
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 ambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 51 55 60 66 5 6 6 7 0 0 1 1
7 Rowoboni 12 13 15 16 1 1 1 2 0 0 0 0
8 Kebumen 43 46 50 55 4 5 5 5 0 0 0 0
9 Tegaron 13 15 16 17 1 1 2 2 0 0 0 0
10 Kebondowo 11 12 13 15 1 1 1 1 0 0 0 0
11 Asinan 24 27 29 31 2 3 3 3 0 0 0 0
12 Tuntang 36 40 43 47 4 4 4 5 0 0 0 0
13 Lopait 27 29 32 34 3 3 3 3 0 0 0 0
14 Kesongo 40 44 48 52 4 4 5 5 0 0 0 0
15 Candirejo 30 33 35 38 3 3 4 4 0 0 0 0
16 Rowosari 10 11 11 12 1 1 1 1 0 0 0 0
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
320 348 378 411 32 35 38 41 0 0 1 1

Berdasarkan hasil proyeksi penduduk sampai tahun 2038 diketahui bahwa untuk sarana RTH berupa taman dan
lapangan olahraga skala besar belum dibutuhkan kawasan sama dengan kuburan/pemakaman umum belum
dibutuhkan, kuburan/makam yang berada di kawasan saat ini masih mampu menampung kebutuhan masyarkat.
Yang dibutuhkan adalah taman setingkat RT atau lingkungan permukiman dibutuhkan sebanyak 411 unit dengan
luas kebutuhan ruang adalah 102.750 m2 dan taman setingkat RW dibutuhkan sebanyak 41 dengan kebutuhan
ruang seluas 51.250 m2 . untuk taman dan lapangan olahraga dibutuhkan 1 unit, membutuhkan 9.000 m2

4.3.3.7 Sarana Kebudayaan dan Rekreasi


Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi berbagai kegiatan
kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan
lain-lain. Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan pelayanan umum,

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-63


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-
waktu yang berbeda. Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi:
1. balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW ≈ 2.500 penduduk); untuk setiap unit luas lahan
yang dibutuhkan adalah 300 m2
2. balai serbaguna (skala pelayanan unit Kelurahan ≈ 30.000 penduduk); ); untuk setiap unit luas lahan
yang dibutuhkan adalah 1.000 m2
3. gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000
4. penduduk); untuk setiap unit Luas lahan yang dibutuhkan 2.500 m2
5. bioskop (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk). Untuk setiap unit dibutuhkan luas lahan
Luas lahan yang dibutuhkan 2.000 m2 (dapat menjadi bagian dari pusat perbelanjaan dan niaga)

4.3.3.8 Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum


Sarana pemerintah dan pelayanan umum dalam kawasan perkotaan meliput
1. kantor-kantor pelayanan / administrasi pemerintahan dan administrasi kependudukan;
2. kantor pelayanan utilitas umum dan jasa; seperti layanan air bersih (PAM), listrik
3. (PLN), telepon, dan pos; serta
4. pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan; seperti pos keamanan dan pos
5. pemadam kebakaran.
Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit RW (2.500 jiwa penduduk)
 balai pertemuan warga luas lahan min. 300 m2
 pos hansip luas lahan min. 12 m2
 gardu listrik luas lahan min. 30 m2
 telepon umum, bis surat,
 bak sampah kecil luas lahan min. 30 m2
 parkir umum luas lahan min. 100 m2
Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit Kelurahan (30.000 jiwa penduduk)
 kantor kelurahan luas lahan min. 1.000 m2
 pos kamtib luas lahan min. 200 m2
 pos pemadam kebakaran luas lahan min. 200 m2
 agen pelayanan pos luas lahan min. 72 m2
 loket pembayaran air bersih luas lahan min. 60 m2
 loket pembayaran listrik luas lahan min. 60 m2
 telepon umum, bis surat,
 bak sampah besar luas lahan min. 60 m2
 parkir umum luas lahan min. 500 m2

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-64


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Dengan menggunakan standar diatas, dan dengan membandingkan dengan proyeksi penduduk di Kawasan
Danau Rawa Pening sampai tahun 2038 didapatkan hasil untuk balai pertemuan skala RW dibutuhkan sebanyak
41 unit dengan kebutuhan lahan 12.300 m2 yang tersebar secara merata diseluruh kawasan. Untuk Pos Hansip
dibutuhkan 41 unit dengan kebutuhan lahan 492m2 , gardu listrik sebanyak 41 dengan kebutuhan lahan seluas
1.230m2, parkir umum sebanyak 41 dengan luas lahan 4. 100m 2, pos pemadam kebakaran skala kelurahan
sebanyak 3 unit dengan luas 600m2, Balai pertemuan skala Kelurahan 3 unit dengan luas 3000m2

Tabel IV.45
Kebutuhan Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum Skala RW
Balai Pertemuan Pos Hansip Gardu listrik Parkir Umum
No Kelurahan 202 202 203 202 202 203 203 202 202 203 203 202 202 203 203
3 8 2033 8 3 8 3 8 3 8 3 8 3 8 3 8
1 Pojoksari 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2
2 Bejalen 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 5 6 6 7 5 6 6 7 5 6 6 7 5 6 6 7
7 Rowoboni 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2
8 Kebumen 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5
9 Tegaron 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2
10 Kebondowo 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 Asinan 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3
12 Tuntang 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5
13 Lopait 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
14 Kesongo 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 5 5
15 Candirejo 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4
16 Rowosari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 35 38 41 32 35 38 41 32 35 38 41 32 35 38 41

Lanjuan Tabel IV.46


Kebutuhan Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum Skala Kelurahan
Balai Pertemuan Pemadam Kebakaran Gardu listrik Parkir Umum
No Kelurahan 202 202 203 202 202 203 203 202 202 203 203 202 202 203 203
3 8 2033 8 3 8 3 8 3 8 3 8 3 8 3 8
1 Pojoksari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Bejalen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1
7 Rowoboni 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Kebumen 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1
9 Tegaron 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Kebondowo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-65


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Balai Pertemuan Pemadam Kebakaran Gardu listrik Parkir Umum
No Kelurahan 202 202 203 202 202 203 203 202 202 203 203 202 202 203 203
3 8 2033 8 3 8 3 8 3 8 3 8 3 8 3 8
11 Asinan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Tuntang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Lopait 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Kesongo 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1
15 Candirejo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Rowosari 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 3 0 0 0 3 0 0 0 3 0 0 0 3

4.3.6. Kondisi Pemanfaatan Ruang


4.3.6.1 Analisis Pola dan Kecenderungan Fungsi Lindung
Zona lindung yang terdapat di Kawasan Danau Rawa Pening berupa kawasan sempadan sungai yang mengalir
ke Danau Rawa Pening dan Sempadan Danau. Zona lindung berupa sempadan sungai berada di bagian hulu
Danau Rawa Pening di bagian Barat, Timur dan Selatan, yang mana terdapat sungai-sungai yang mengalirkan
air ke Danau untuk zona lindung berupa sempadan danau berada di sekeliling danau. Kawasan zona lindung ini
harus dijaga kelestariannnya jangan sampai terjadi alih fungsi lahan yang seharusnya lindung manjadi lahan
budidaya karena semakin berkembangnya Kawasan Danau Rawa Pening, potensi perubahan penggunaan lahan
akan meningkat. Untuk itu ketentuan sempadan sungai dan sempadan sungai harus dipertahankan demi
menjaga fungsi utama dari Danau Rawa Pening sebagai kawasan strategis untuk perlindungan cadangan air dan
pengendali banjir bagi kawasan di sekitarnya terutama yang masuk ke dalam Sub-DAS Rawapening. Kawasan
sempadan Danau yang telah beralih fungsi menjadi kawasan budidaya, dikembalikan ke fungsinya sebagai
kawasan non budidaya sesuai dengan ketentuan yang ada

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-66


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.6.2 Analisis Pola dan Kecenderungan Fungsi Budidaya
 Analisis Kecenderungan Pertumbuhan Zona Pertanian
Danau Rawa Pening dikelilingi oleh lahan pertanian basah air-air dari Danau Rawa Pening dialirkan ke sawah-
sawah. Dengan kondisi yang basah tersebut, membuat tananam padi menjadi subuh ditambah kedekatan
dengan sumber air menjadikan lahan pertanian tidak terjadi kekeringan. Terjadi perubahan pola pertumbuhan
zona pertanian, untuk zona pertanian yang berada di dekat pusat permukiman dan berada di sisi jalan utama,
terjadi kecenderungan perubahan menjadi lahan terbangun. Dengan semakin meningkatnya aktivitas di kawasan
danau rawapening, kecenderungan perubahan penggunaan lahan semakin besar. Pertumbuhan kawasan
pertanian cenderung ke arah danau, Danau Rawa Pening yang mengalami sedimentasi, terus mengalami
penyempitan (sisi danau berubah menjadi daratan), bagian danau yang mengering cenderung berubah fungsi
menjadi lahan pertanian.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-67


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Analisis Kecenderungan Pertumbuhan Zona Permukiman
Zona permukiman di Kawasan Danau Rawa Pening secara umum terdapat di wilayah bagian timur yaitu
kawasan yang berdekatan dengan perkotaan Ambarawa khususnya di jalan Muncul yang menjadi jalur
Ambarawa-Salatiga. Zona permukiman di kawasan Danau Rawapening cenderung berkembang linear mengikuti
jalan. Kawasan-kawasan permukiman perdesaan cenderung berkelompok dan berorientasi di danau.
Pada masa yang akan datang, seiring pengembangan Kawasan Danau Rawa Pening sebagai destinasi wisata
unggulan Jawa Tengah bahkan nasional. Maka diproyeksikan pertumbuhan kawasan permukiman cenderung
berada di sekitar lokasi wisata dan disekitar akses masuk menuju kawasan wisata

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-68


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Analisis Kecenderungan Pertumbuhan Zona Perdagangan dan Jasa
Pola pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa di Kawasan Danau Rawapening saat ini terkonsentrasi kawasan
banyubiru dan kupang yang posisinya dilalui oleh jalan lingkar kota ambarawa. Tetapi semakin berkembangnya
jaringan jalan utama maka perkembangan kawasan perdagangan dan jasa juga ikut berkembang mengikuti
jaringan jalan utama
Kecenderungan pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa dimasa yang akan datang di Kawasan Danau Rawa
Pening cenderung mengalami perubahan dengan cepat mengingat semakin terbukanya kawasan dan semakin
terfokusnya pemerintah dalam mengembangkan Kawasan Danau Rawa Pening sebagai kawasan kooservasi air
dan kawasan wisata. Disamping itu dengan adanya rencana pengembangan kawasan perkotaan yang
terkonsentrasi pada pengembangan kawasan baru, maka pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa pun
akan berkembang pada kawasan baru tersebut.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-69


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.6.3 Analisis Kecenderungan Pertumbuhan Zona Pariwisata
Kecenderungan kegiatan pariwisata yang dapat dikembangkan di Kawasan Danau Rawa Pening adalah kegiatan
wisata alam, wisata belanja kerajinan. Kegiatan wisata tersebut akan berupa wisata alam Panorama Danau
Rawa Pening, wisata susur danau, wisata air, wisata pemancingan, wisata belanja kerajinan khas serta wisata
kuliner khususnya di kawasan bukit cinta, dan jembatan biru.

4.3.7. Analisis prasarana jaringan pergerakan


Aksesibilitas Kawasan Danau Rawa Pening sudah sangat baik, Kawasan Danau Rawa Pening sudah menjadi
bagian dari jalur yang menghubungkan antara kota Ambarawa dengan Salatiga, akses kawasan dengan
perkotaan sekitarnya sangat baik dengan ketersediaan jaringan jalan ke pusat kota Ambarawa, jaringan jalan ke
pusat Kota Salatiga dan jaringan jalan ke pusat Kota Bawen. Sebagian kawasan sudah dilalui trayek angkutan
umum, seperti Banyubiru yang dilalui trayek Ambarawa dengan Salatiga, Ambarawa dan Bawen yang dilalui
trayek Ambarawa dengan ungaran dan tuntang yang dilalui trayek tuntang-salatiga. Ada juga sebagian kawasan
yang memiliki keterbatasan akses khususnya permukiman-permukiman perkampungan yang sulit dilalui oleh
kendaraan roda 4. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan aksesibilitas kawasan yang masih terbatas
aksesibilitasnya melalui pengembangan sistem transportasi. Adapun tujuan dari pelaksanaan pengembangan
sistem transportasi adalah:
 Menempatkan aksesibiltas yang baik dan mudah dijangkau dari seluruh Kawasan Danau Rawa Pening.
 Mengembangkan keterhubungan antar pusat kegiatan dan memperkuat sistem pergerakan antar wilayah baik
internal maupun eksternal.
 Memberi kemudahan mobilitas bagi penduduk yang berada dalam kawasan untuk melakukan pergerakan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-70


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
(perangkutan), baik pergerakan internal maupun pergerakan eksternal.
Pengembangan sistem transportasi darat mencakup aspek-aspek pola dan sistem jaringan jalan, pola sirkulasi
lalu lintas, pengembangan sistem angkutan umum, pengembangan sistem perparkiran, serta kebutuhan
pengembangan jaringan transportasi yang kesemuanya saling terkait dan membentuk satu kesatuan. Selain
pengembangan transportasi darat, juga dapat dikembangkan sistem transportasi air yang menghubungkan
kawasan bukit cinta dengan tuntang atau ambarawa sehingga menjadi alternatif jika terjadi hambatan dalam
transportasi darat. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan infrastruktur seperti moda transportasi air, simpul
transportasi berupa pelabuhan dan sistem pengakutan sungai. dan yang utama dilakukan adalah
mengintegrasikan moda angkutan darat dengan sistem angkutan air/danau.

4.3.7.1 Analisis Kemudahan Pencapaian


Analisis kemudahan pencapaian Kawasan Danau Rawa Pening meliputi sistem jaringan jalan, pola sirkulasi lalu
lintas, sistem angkutan umum dan perparkiran.
A. Sistem Jaringan Jalan
Secara umum jaringan jalan yang berada di Kawasan Danau Rawa Pening dihubungkan dengan jaringan jalan
yang memiliki fungsi jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, kolektor sekunder, jalan local, jalan
lainnya dan jalan setapak. Kawasan-kawasan yang berada di Kawasan Danau Rawa Pening sudah
terhubungkan oleh jaringan jalan dengan perkerasan aspal yang sebagian besar relatif sudah baik.
Untuk meningkatkan kemudahan dalam pencapaian transportasi darat, yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan jaringan jalan yang sudah ada khusunya dari lebar. Kondisi jalan yang ada saat ini, jalan kecil
sehingga membuat hambatan dalam aksesibilitas. Dengan kondisi jalan saat ini, saat ada hambatan samping
akan terjadi kemacetan.
B. Pola Sirkulasi Lalu Lintas
Sirkulasi lalu-lintas pada jalur jalan utama di Kawasan Danau Rawa Pening sudah mulai padat terutama
khususnya pada hari sabtu dan minggu. Hal ini disebabkan pada kawasan banyaknya masyarakat khususnya
dari Kota Semarang dan Kota Ambarawa yang mengunjungi objek wisata Bukit Cinta yang berada di dalam
kawasan dan Ketep yang berada di sekitar kawasan. Selain itu beberapa lokasi lain yang kondisi lalu lintasnya
menunjukkan kepadatan cukup tinggi adalah koridor Jalan Tuntang yang merupakan jalur utama dari semarang
menuju Kota Salatiga/Solo diluar jalur jalan tol. Kawasan yang termasuk dalam gatel tol bawen, membuat
kawasan menjadi lebih pada karena kendaraan yang menuju Yogyakarta akan keluar di dalam kawasan, selain
itu keberadaan terminal di daerah Bawen menyebabkan sirkulasi menjadi lebih padat
C. Sistem Angkutan Umum
Sistem angkutan umum di kawasan meliputi angkutan umum dalam kawasan yang menggunakan angkutan
perkotaan menghubungkan Ambarawa dan Salatiga serta kendaraan angkutan umum antar kota atau pergerakan
regional berupa bus di jalan utama Yogyakarta-Semarang dan Solo-Semarang. Kondisi saat ini pelayanan
angkutan umum internal belum melayani wilayah secara keseluruhan. Tetapi untuk menjangkau kawasan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-71


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
permukiman yang tidak masuk kendaraan roda empat terdapat kendaraan motor pribadi/ojek
Dalam lingkup internal, angkutan umum untuk akses ke kawasan pelayanan sudah terhubung dengan pusat kota
Ambarawa. Dalam lingkup lebih luas, sistem angkutan umum yang dikembangkan dapat mendukung terciptanya
struktur keterkaitan dengan kawasan lainnya yang ada di luar kawasan. Saat ini pusat koneksi internal dan
eksternal terdapat di terminal Bawen sebagai terminal tipe B .
Arahan pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum kawasan Danau Rawapening adalah dengan
pengembangan jaringan angkutan massal yang merupakan bagian terpadu dalam sistem transportasi perkotaan
dan perdesaan, menggabungkan dan atau mempertemukan berbagai jaringan angkutan massal dalam satu
kesatuan jaringan yang saling melengkapi, mendukung, dan terpadu.
Jaringan angkutan massal yang dikembangkan di Kawasan Danau Rawa Pening adalah :
a. Jaringan Angkutan Massal untuk Pelayanan Wisata
Jaringan angkutan massal moda Bus ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan
kendaraan bermotor umum dan melayani kegiatan pariwisata khususnya perjalanan dari dan ke destinasi
daya tarik wisata di dalam kawasan dengan destinasi wisata disekitar danau rawapening.
b. Jaringan Angkutan Massal untuk Pelayanan Umum
Jaringan angkutan massal ini yang dikembangkan di Kawasan Danau Rawa Pening adalah angkutan massal
yang berbasis moda jalan. Angkutan massal berbasis moda jalan dilayani oleh mobil angkutan perkotaan
dengan tipe minibus.
Pengembangan angkutan massal kawadan Danau Rawa Pening yaitu melalui penetapan dengan
Pengembangan angkutan massal untuk pelayanan umum dengan trayek panjang yang menghubungkan antara
pusat pelayanan kota Ambarawa dengan sub pusat pelayanan kota di
Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antar moda
di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan terminal. Terminal yang dikembangkan di sekitar
kawasan adalah terminal penumpang dan/atau terminal barang. Terminal tersebut adalah terminal Bawen
Dalam upaya mendukung sistem transportasi angkutan umum yang optimal diperlukan fasilitas tempat henti yang
berfungsi sebagai tempat tunggu penumpang. Fasilitas tempat henti ini tidak hanya direkomedasikan untuk
mendukung sistem angkutan umum intra regional yang menggunakan moda bus sedang, namun sekaligus
direncanakan untuk mendukung sistem pergerakan internal. Fasilitas tempat henti untuk kawasan berupa teluk
angkutan umum yang didalamnya terdapat perlindungan (shelter). Fasilitas tempat henti berupa teluk angkutan
umum diperlukan agar angkutan umum tidak berhenti di sembarang tempat. Untuk lebih jelasnya mengenai
kriteria fasilitas tempat perhentian dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel IV.47
Kriteria Fasilitas Tempat Perhentian
Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat Henti (m)
1 Pusat kegiatan sangat padat : pasar, Central Bussiness District 200-300*)
pertokoan (CBD), kota
2 Padat : perkantoran, sekolah, jasa Kota 300-400
3 Permukiman Kota 300-400

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-72


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat Henti (m)
4 Campuran padat : perumahan, sekolah, Pinggiran 300-500
jasa
5 Campuran jarang : perumahan, ladang, Pinggiran 500-1000
sawah, tanah kodong

Keterangan : *) jarak 200 m digunakan bila sangat diperlukan saja, sedangkan jarak umumnya 300 m
Sumber : Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum, Departemen Perhubungan
Dirjen Perhubungan Darat.

Tata letak perhentian angkutan umum mengikuti kriteria dari Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat
Pemberhentian Penumpang Umum meliputi:
a. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyembarangan pejalan kaki adalah 100 m.
b. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 m atau bergantung pada panjang antrean.
c. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang membutuhkan ketenangan adalah 100 m.
d. Peletakan dipersimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah persimpangan (farside) dan
sebelum persimpangan (nearside).
e. Peletakan di ruas jalan.
Lokasi yang digunakan untuk tempat henti didasarkan pada tingkat pemakaian, ketersediaan lahan dan kondisi
lingkungan. Tidak semua teluk angkutan umum harus memiliki tempat perlindungan atau shelter dengan
pertimbangan bahwa tempat perhentian atau shelter direncanakan disetiap teluk angkutan umum yang rentang
waktu untuk mendapatkan angkutan umumnya relatif lama. Lokasi untuk rencana teluk angkutan umum dan
tempat pemberhentian (shelter) di Kawasan Danau Rawa Pening diarahkan di ruas jalan kolektor primer (berupa
tempat perhentian/shelter), ruas jalan kolektor sekunder, ruas jalan lokal primer dan ruas jalan lokal sekunder
(berupa teluk angkutan umum). Arahan pengembangan rute angkutan umum untuk Kawasan Danau Rawa
Pening adalah dengan memisahkan jalur angkutan regional dan lokal.

4.3.7.2 Analisis Kebutuhan Jaringan Transportasi


Dalam lingkup internal, akses jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dengan permukiman penduduk,
telah terlayani oleh sistem jaringan jalan lokal yang berfungsi memperpendek jarak tempuh yang terintegrasi
dengan sistem jaringan jalan utama. Dengan melihat kondisi jaringan transportasi yang berada dalam Kawasan
Danau Rawa Pening maka arahan pengembangan sistem jaringan jalan di Kawasan Danau Rawa Pening secara
khusus meliputi:
1. Mengoptimalkan fungsi jalan melalui penataan pemanfataan ruang di sepanjang jalan, khususnya pada jalan-
jalan lama yang membentuk struktur ruang di pusat aktivitas dalam Kawasan Danau Rawa Pening
2. Pembangunan jalan baru dengan pola jaringan dengan sistem yang sudah yang menjadi kebijaksanaan
RTRW untuk mengantisipasi perkembangan lalu lintas yang pada saat ini mulai terlihat terjadinya
peningkatan arus lalu lintas dan diperkirakan beberapa tahun mendatang akan mengalami kepadatan arus
lalu lintas yang berlebihan seiiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi
3. Membentuk pola jaringan jalan yang terhirarki, agar pola pergerakan yang terjadi mengikuti pola jaringan jalan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-73


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
dan tidak terjadi benturan pergerakan lalu lintas lokal dengan lalu lintas regional
4. Arahan pengembangan jaringan jalan di dalam Kawasan Danau Rawa Pening sesuai arahan RTRW yaitu:
a. Pengembangan jalan arteri primer
b. Pengembangan jalan arteri sekunder
c. Pengembangan Jalan kolektor Primer
d. Pengembangan jalan kolektor seukunder
e. Pengembangan jalan lokal

4.3.7.3 Analisis Sistem Perparkiran


Pengembangan sistem perparkiran dimaksudkan agar tempat-tempat pemberhentian kendaraan, terutama
kendaraan pribadi yang menggunakan badan jalan dapat dikurangi, sehingga tidak mengurangi kapasitas jalan
yang ada. Parkir di badan jalan utamanya berada di koridor jalan arteri primer. Disamping itu sistem perparkiran
digunakan pula untuk kendaraan umum yang berhenti di tepi jalan untuk istirahat, hendaknya dapat disediakan
tempat pemberhentian kendaraan sesuai dengan jenis kegiatan yang akan disinggahinya.
Pada prinsipnya pembangunan sistem perparkiran terbagi atas:
 Off Street Parking, yaitu pengembangan dengan sistem perparkiran khusus yang tidak menggunakan badan
jalan. Pengembangan sistem perparkiran ini terutama akan dikembangkan di pusat perdagangan dan
perkantoran serta pusat-pusat kegiatan komersil.
 On Street Parking, yaitu pengembangan sistem perparkiran yang menggunakan badan jalan yang ada.
Sistem perparkiran jenis ini jumlahnya harus dibatasi dan hanya diberlakukan di lokasi permukiman atau di
jalan-jalan lingkungan. Sistem perparkiran jenis ini tidak direkomendasikan untuk diberlakukan di jalan-jalan
utama kota, karena dapat mengurangi kapasitas jalan yang ada, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kemacetan arus lalu lintas.
Sebagai salah satu kota tujuan wisata di Semarang, Kawasan Danau Rawa Pening diarahkan mempunyai sistem
perparkiran khususnya pada kawasan pariwisata. Arahan pengembangan sistem perparkiran adalah perparkiran
mobil dan sepeda motor terdiri dari parkir di dalam halaman atau di dalam persil/perpetakan dan parkir di dalam
daerah milik jalan. Parkir di dalam persil/perpetakan terdiri dari:
 Pelataran parkir
 Parkir dalam bangunan, yang menyatu dengan bangunan utama dan atau didalam gedung parkir yang
terletak di atas permukaan tanah dan atau di bawah permukaan tanah (basement).

4.3.7.4 Analisis Sistem Angkutan Air


Mulai padatnya jaringan jalan dan adanya potensi jalur angkutan air, membuat kebutuhan pengembangan
jaringan angkutan air perlu dilakukan. Dengan pengembangan sistem transportasi air, beban transportasi darat
menjadi berkurang. Selain itu keberadaan angkutan sungai juga dapat difungsikan sebagai angkutan wisata.
Selain angkutan darat dan air, kawasan juga dilalui sistem angkuran Kereta api wisata uap Ambarawa

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-74


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Pengembangan jalur angkutan air ini perlu dikembangkan dalam rangka mendukung aksesibilitas wisata pada
jalur-jalur wisata dengan menghubungkan antar daya wisata dalam kawasan. sehingga perlu dikembangkan
simpul transportasi berupa pelabuhan di sisi berlawan dengan wisata Bukit Cinta yaitu di asinin.

4.3.8. Analisis tingkat pelayanan dan proyeksi kebutuhan utilitas


4.3.8.1 Analisis Kebutuhan Jaringan Air Bersih
Dari data dan fakta di lapangan bahwa ketersediaan sumber air di Danau Rawa Pening berasal dari permukaan
Danau Rawa Pening dan mata air. Air permukaan/air Danau Rawa Pening yang digunakan sebagai sumber air
bersih di Kawasan Danau Rawa Pening dan kawasan sekitarnya. Oleh karena itu Danau Rawa Pening sebagai
penampung air baku harus dijaga kelestarinnya sehingga secara kualitas dan kuantitas, sumbersumber air yang
ada dapat mencukupi kebutuhan air bersih kawasan danau dan kawasan sekitarnya.
Analisis kebutuhan air ini meliputi potensi daerah pelayanan air bersih di dan proyeksi kebutuhan air bersih di
Kawasan Danau Rawa Pening. Untuk menunjang kegiatan pembangunan pariwisata dan permukiman telah ada
di dalam kawasan, pelayanan kebutuhan air bersih menjadi sangat penting dan mutlak pengadaannya, baik
untuk pemenuhan kebutuhan air bersih rumah tangga (domestik) maupun kegiatan penunjang lainnya (non
domestik). Agar kebutuhan air bersih dimasa datang dapat terakomodir, baik menyangkut wilayah pelayanan
maupun kapasitasnya, maka perhitungan perlu dilakukan secara cermat dan matang. Untuk itu perkiraan
kebutuhan air bersih akan didasarkan pada standar yang berlaku dari Kementerian PUPR. Menurut Ditjen Cipta
Karya Kementerian PU,standar kebutuhan dasar air bersih per orang di kategori perdesaan adalah
 Kebutuhan Domestik 60 liter/orang/hari, dengan perincian:
- 10-15 liter minum dan masak
- 20-40 liter mandi
- 15-20 liter mencuci
- 30 liter kebersihan
 Fasiltias umum : 15% dari kebutuhan domestik
 Kantor : 15% dari kebutuhan domestik
 Komersial : 20% dari kebutuhan domestik
 Industri : 10% dari kebutuhan domestic
 Hidrant : 10% dari total kebutuhan
 Kebocoran : 10% dari total kebutuhan
perkiraan total kebutuhan air bersih di Kawasan Danau Rawa Pening sampai tahun 2038akan dijelaskan dalam
Tabel berikut ini.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-75


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.48
Proyeksi Kebutuhan Air bersih di Kawasan Danau Rawa Pening Tahun 2038
N Kebutuhan air (liter/hari)
Kelurahan
o Domestik Fasum Kantor Komersial Industri Hidrant Kebocoran Total
1 Pojoksari 236,909 35,536 35,536 47,382 23,691 23,691 23,691 426,436
2 Bejalen 176,171 26,426 26,426 35,234 17,617 17,617 17,617 317,109
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 3,020 453 453 604 302 302 302 5,436
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 984,211 147,632 147,632 196,842 98,421 98,421 98,421 1,771,580
7 Rowoboni 238,251 35,738 35,738 47,650 23,825 23,825 23,825 428,852
8 Kebumen 821,127 123,169 123,169 164,225 82,113 82,113 82,113 1,478,028
9 Tegaron 258,385 38,758 38,758 51,677 25,838 25,838 25,838 465,093
10 Kebondowo 220,130 33,020 33,020 44,026 22,013 22,013 22,013 396,235
11 Asinan 471,133 70,670 70,670 94,227 47,113 47,113 47,113 848,039
12 Tuntang 700,995 105,149 105,149 140,199 70,099 70,099 70,099 1,261,790
13 Lopait 514,756 77,213 77,213 102,951 51,476 51,476 51,476 926,561
14 Kesongo 775,825 116,374 116,374 155,165 77,583 77,583 77,583 1,396,486
15 Candirejo 577,171 86,576 86,576 115,434 57,717 57,717 57,717 1,038,908
16 Rowosari 186,238 27,936 27,936 37,248 18,624 18,624 18,624 335,229
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 11,095,780

Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan air bersih penduduk Kawasan Danau Rawa Pening pada tahun 2038
diperkirakan sebesar 11.095.780 liter/hari. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sesuai standar pelayanan air
bersih, maka sistem pelayanan air bersih di Kawasan Danau Rawa Pening direncanakan dengan peningkatan
jaringan perpipaan yang sudah ada. Selain jaringan perpipaan, pelayanan air bersih juga melalui pengembangan
sistem non perpipaan. Pengembangan sistem perpipaan perlu dibuat tempat penampungan untuk menampung
air dari sumber air dan dialirkan ke bak bak penampungan supaya pendistribusian air ke penduduk menjadi
optimal. Serta pembuatatan kran umum dan hidran pada tempat tempat strategis di pusat permukiman,
perkantoran, wisata dan perdagangan dan jasa. Arahan pengembangan air bersih di Kawasan Danau Rawa
Pening :
• Menambah jaringan perpipaan untuk mendistribusikan air bersih dari sumber air ke penduduk
• Pengembangan SPAM yang dikelola oleh masyarakat dan individu (Non PDAM)
• Memaksimalkan air permukaan Danau Rawa Pening sebagai sumber air baku
• Revitalisasi sumber-sumber air bersih terhadap kebutuhan dan zona pelayanan
• Menempatkan kran-kran umum pada tempat-tempat publik dan pusat kegiatan
• menempatkan hidran kebakaran sebagai sarana penanggulangan kebakaran
• Melestarikan wilayah hulu (daerah resapan air) dalam upaya menjaga agar debit mata air dan sungai, tetap
stabil sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi.
• Peningkatan dan pengembangan unit distribusi terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan
penampung, alat ukur, dan peralatan pemantauan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-76


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.8.2 Analisis Prasarana Jaringan Listrik
Seluruh Wilayah Perencanaan Kawasan Danau Rawa Pening sudah terjangkau oleh pelayanan listrik PLN. Di
masa datang, kebutuhan listrik akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan
kegiatan yang terjadi. Untuk memperkirakan kebutuhan listrik di wilayah perencanaan pada akhir tahun
perencanaan dihitung berdasarkan standar dan asumsi kebutuhan listrik. Perkiraan kebutuhan energi listrik
direncanakan dengan menggunakan beberapa kriteria sebagai berikut :
 Kebutuhan rumah tangga : 75 watt/orang untuk rumah tangga
 Kebutuhan Komersial : 70% dari kebutuhan rumah tangga
 Kebutuhan Sosial : 15% dari kebutuhan rumah tangga
 Kebutuhan perkantoran : 10% dari kebutuhan rumah tangga
 Cadangan : 5% dari kebutuhan rumah tangga
 Penerangan jalan : 1% dari kebutuhan rumah tangga
Untuk lebih jelasnya mengenai kebutuhan energi listrik di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.49
Proyeksi Kebutuhan Listrik di Kawasan Danau Rawa Pening Tahun 2038
Kebutuhan Listrik 2038 (Kwh)
N
Kelurahan Penerangan
o Perumahan Komersial Sosial Perkantoran Cadangan Jumlah
Jalan
1 Pojoksari 296.14 207.30 44.42 29.61 14.81 2.96 595.23
2 Bejalen 220.21 154.15 33.03 22.02 11.01 2.20 442.63
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 3.78 2.64 0.57 0.38 0.19 0.04 7.59
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 1,230.26 861.18 184.54 123.03 61.51 12.30 2,472.83
7 Rowoboni 297.81 208.47 44.67 29.78 14.89 2.98 598.61
8 Kebumen 1,026.41 718.49 153.96 102.64 51.32 10.26 2,063.08
9 Tegaron 322.98 226.09 48.45 32.30 16.15 3.23 649.19
10 Kebondowo 275.16 192.61 41.27 27.52 13.76 2.75 553.08
11 Asinan 588.92 412.24 88.34 58.89 29.45 5.89 1,183.72
12 Tuntang 876.24 613.37 131.44 87.62 43.81 8.76 1,761.25
13 Lopait 643.45 450.41 96.52 64.34 32.17 6.43 1,293.32
14 Kesongo 969.78 678.85 145.47 96.98 48.49 9.70 1,949.26
15 Candirejo 721.46 505.02 108.22 72.15 36.07 7.21 1,450.14
16 Rowosari 232.80 162.96 34.92 23.28 11.64 2.33 467.92
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0
Total 15,487.86

Dari hasil analisa terlihat bahwa jumlah kebutuhan listrik Kawasan Danau Rawa Pening sampai pada akhir tahun
rencana adalah sebesar 15,487 kwh. Perencanaan jaringan listrik di Kawasan Danau Rawa Pening adalah

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-77


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
dengan menambah jaringan pelayanan listrik ke daerah-daerah baru berkembang sehingga pengembangan
kawasan tidak terhambat. Arahan pengembangan sistem prasarana energi listrik Kawasan Danau Rawa Pening
1. Pengembangan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas
dari kegiatan umum untuk melayani wilayah yang akan berkembang
2. Menjamin ketersediaan tenaga listrik yang terjamin keandalan dan kesinambungan penyediaannya;
3. Menjamin ketersediaan energi pada kondisi darurat akibat bencana alam;

4.3.8.3 Analisis Prasarana Jaringan Telekomunikasi


Sistem Jaringan telekomunikasi di Kawasan Danau Rawa Pening semakin pesat berkembang, terutama jasa
telekomunikasi dan telepon selular. Secara umum Kawasan Danau Rawa Pening telah dilayani jaringan telepon
otomatis dan jaringan telepon selular. Berkembangnya penduduk dan aktivitas berdampak pada meningkatnya
kebutuhan sarana prasarana telekomunikasi. Perkembangan jaringan telekomunikasi yang pesat di Kawasan
Danau Rawa Pening berdampak terhadap penambahan jaringan kabel udara untuk sarana telepon kabel Kondisi
ini perpengaruh terhadap kualitas visual ruang kota (keindahan kota) dan tumbuhnya pembangunan menara
BTS, hal ini apabila tidak diatur akan mengganggu keindahan kota dan membahayakan masyarakat di sekitar
menara BTS. Untuk meminimliasir perkembangan BTS yang tidak terkendali maka perlu diterapkan pengaturan
pembangunan Menara BTS dengan cara pembangunan Menara harus secara konstruksi harus memenuhi syarat
dan diterapkan Menara bersama yang digunakan oleh lebih dari 2 operator serta penempatan lokasi Menara
harus sesuai dengan arahan RTRW yang telah ditetapkan.
Untuk memperkirakan kebutuhan telepon domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani per 100
orang (dinyatakan dalam satuan sistem sambungan telepon, SST). Sedangkan untuk kebutuhan komersil/bisnis
ditetapkan 20% dari kebutuhan domestik. Dengan asumsi penduduk yang terlayani adalah 50% menggunakan
jaringan kabel dan 50% menggunakan jaringan seluler, Berdasarkan kriteria tersebut diatas, maka kebutuhan
telepon kabel di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel IV.45
Proyeksi Kebutuhan Telepon di kawasan Tahun 2038
N Kebutuhan Telepon
Kelurahan
o Perumahan Komersial Total
1 Pojoksari 20 4 24
2 Bejalen 15 3 18
3 Lodoyong 0 0 0
4 Kupang 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0
6 Banyubiru 82 16 98
7 Rowoboni 20 4 24
8 Kebumen 68 14 82
9 Tegaron 22 4 26
10 Kebondowo 18 4 22
11 Asinan 39 8 47
12 Tuntang 58 12 70

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-78


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
N Kebutuhan Telepon
Kelurahan
o Perumahan Komersial Total
13 Lopait 43 9 51
14 Kesongo 65 13 78
15 Candirejo 48 10 58
16 Rowosari 16 3 19
17 Sraten 0 0 0
Total 616

Berdasarkan permasalahan jaringan telekomunikasi di Kawasan Danau Rawa Pening maka arahan
pengembangan jaringan telekomunikasi di kawasan adalah sebagai berikut:

• Pengembangan jaringan telepon kabel, harus dikembangkan secara bertahap dan ekonomis sesuai dengan
kebutuhan serta arah pengembangan kota;
• Pengaturan zona-zona pembangunan tower-tower transmisi selular baik yang berada di tengah kota dan
pada bangunan-bangunan bertingkat sesuai dengan kriteria teknis, kriteria keselamatan penerbangan, kriteria
geologi setempat ,kriteria estetika kota dan pola pemanfaatan lahan disekitarnya dan memberikan rasa aman
bagi penduduk
• Pengembangan jaringan kabel dan nir kabel (fiber optik).
• Pembangunan stasiun-stasiun komunikasi nir-kabel di wilayah-wilayah tertinggal/terisolasi untuk setiap 3.000
– 10.000 sambungan dengan radius pelayanan 3 – 5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai
pusat pengendali jaringan dan tempat pengaduan pelanggan.
• Penempatan area BTS receiver bersama dengan radius penempatan 15 km, dan BTS induk 70 – 100 m

4.3.8.4 Analisis Prasarana Jaringan Drainase


Secara umum, saluran drainase di Kawasan Danau Rawa Pening telah menjangkau hampir seluruh wilayah
kawasan. Saluran-saluran drainase berfungsi untuk mengalirkan limpasan air hujan baik dalam bentuk drainase
buatan maupun drainase alami. Terkait dengan berbagai kegiatan yang terdapat di Kawasan Danau Rawa
Pening, secara umum permasalahan yang terjadi terkait sistem drainase di wilayah perencanaan meliputi:
 Saluran drainase yang tidak berfungsi dengan optimal karena aktor alamiah saluran seperti sungai, kali,
selokan, drainase lingkungan yang kurang terjaga. Kondisi saluran menjadi tidak menerus sehingga
mengakibatkan aliran air terhenti. Hal ini mengakibatkan terjadi genangan air yang pada akhirnya
menyebabkan rusaknya kondisi jaringan jalan serta sarana dan prasarana lainnya.
 Perilaku masyarakat yang masih banyak membuang sampah kedalam saluran. Kondisi saluran dengan
berbagai sampai memungkinkan terjadinya dekomposisi sampah dalam bentuk humus atau tanah yang
mengakibatkan penampang saluran menjadi berkurang.
 Kondisi sebagian saluran tidak memakai perkerasan. Hal ini mengakibatkan terkikisnya tanah oleh aliran air
hujan dan longsoran pada badan saluran yang membahayakan bangunan-bangunan rumah sekitar saluran.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-79


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Pendangkalan saluran drainase oleh tanah, lumpur dan sebagainya menyebabkan air meluap dan
melimpas ke badan jalan
Perencanaan jaringan drainase supaya pelayanannya dapat optimal adalah dengan membangun saluran
drainase disesuaikan dengan kontur agar air dapat mengalir lancar tidak terjadi genangan Serta memperbaiki
saluran drainase yang kondisinya sudah tidak layak. Pemeliharaan terhadap kondisi saluran drainase juga harus
dilakukan secara teratur dan hal yang paling utama adalah pemberian penyuluhan kepada masyarakat akan
pentingnya menjaga lingkungan yang salah satunya adalah berpartisiasi dalam menjaga dan memelihara
prsarana jaringan drainase sehingga jaringan drainase dapat berfungsi dengan baik. Dari permasalahan yang
ada, maka perlu dilakukan revitalisasi jaringan drainase, agar drainase bisa berfungsi dengan optimal dan banjir
atau genangan air dapat diatasi. Oleh karena itu arahan pengembangan jarigan drainase Kawasan Danau Rawa
Pening adalah:
 Pengembangan sistem jaringan drainase primer, ditetapkan dalam rangka melayani suatu kawasan perkotaan
terintegrasi dengan sungai
 Pengembangan sistem jaringan drainase sekunder
 Pengembangan sistem jaringan drainase tersier meliputi drainase jalan perumahan-perumahan yang tersebar
dalam Kawasan Danau Rawa Pening.
 Memperbaiki dan menormalisasi saluran dari endapan lumpur dan sampah; 4) Memperlebar dimensi saluran.
 Pembuatan sumur resapan atau bio pori tiap rumah warga untuk mencegah terjadinya genangan air.

4.3.8.5 Analisis Prasarana Jaringan Air Kotor dan Pengolahan Air Limbah
Pada dasarnya air limbah di Kawasan Danau Rawa Pening terdiri dari 2 bentuk yaitu air kotor ( Grey Water) dan limbah
manusia (BlackWater). Grey Water yaitu limbah manusia dalam bentuk cairan yang dihasilkan dari sisa kegiatan pemakaian
air domestik, seperti air bekas mandi, mencuci dan sebagainya. Sedangkan Black Water yaitu buangan limbah padat yang
berasal dari kotoran manusia.
Pembuangan air limbah di Kawasan Danau Rawa Pening sebagian menggunakan sistem setempat, dimana 79% penduduk
sudah memiliki Tangki Septik/ Cubluk dan diprediksi tangki septik yang layak disebut tangki septik < dari 20 % sedangkan
sisanya diperkirakan cubluk dengan pelayanan individu sedangkan 5 % menggunakan pelayanan umum komunal dan
sisanya menggunakan cara yang belum layak yaitu ke perairan terbuka atau ke kebun.
Permasalahan umum yang terjadi terkait dengan prasarana air limbah di wilayah perencanaan adalah :
 Belum adanya instalasi pengolahan lumpur septic yang dapat menampung buangan yang dihasilkan di wilayah
perencanaan dan sekitarnya.
 Kurangnya armada pengangkutan limbah dari perkotaan sekitarnya (ambarawa/salatiga), dimana armada yang ada
tidak mencukupi untuk mengantisipasi perkembangan wilayah perencanaan yang cukup pesat.
 Masih bercampurnya saluran pembuangan limbah dengan saluran drainase diakibatkan masih kurangnya kesadaran
penduduk dalam mengelola limbah.
 Masih kurangnya kesadaran dan kepedulian sebagian masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan dalam hal ini
pembuangan limbah rumah tangga dan pribadi dibuang langsung ke sungai.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-80


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Untuk memperkiraan volume air limbah grey water dihitung sebesar 80% dari pemakaian air bersih.
 Domestik : 80 % dari total kebutuhan air bersih

 Perdagangan : 20 % dari perkiraan volume air limbah domestik

 Fasilitas sosial : 20 % dari perkiraan volume air limbah domestik

 Lain-lain : 10 % dari perkiraan volume air limbah domestik


Berdasarkan standar tersebut, maka produksi air limbah di Kawasan Danau Rawa Pening dapat dihitung seperti dijelaskan
dalam tabelberikut ini.
Tabel IV.51
Proyeksi Produksi Air Limbah Kawasan Danau Rawa Pening Tahun 2038
N Produksi Air Limbah (liter/hari)
Kelurahan
o Domestik Perdagangan Fasos Lain-lain Total
1 Pojoksari 341,148 68,230 68,230 34,115 511,723
2 Bejalen 253,687 50,737 50,737 25,369 380,530
3 Lodoyong 0 0 0 0 0
4 Kupang 4,349 870 870 435 6,523
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 1,417,264 283,453 283,453 141,726 2,125,896
7 Rowoboni 343,081 68,616 68,616 34,308 514,622
8 Kebumen 1,182,422 236,484 236,484 118,242 1,773,634
9 Tegaron 372,074 74,415 74,415 37,207 558,111
10 Kebondowo 316,988 63,398 63,398 31,699 475,482
11 Asinan 678,431 135,686 135,686 67,843 1,017,647
12 Tuntang 1,009,432 201,886 201,886 100,943 1,514,148
13 Lopait 741,249 148,250 148,250 74,125 1,111,873
14 Kesongo 1,117,189 223,438 223,438 111,719 1,675,783
15 Candirejo 831,126 166,225 166,225 83,113 1,246,690
16 Rowosari 268,183 53,637 53,637 26,818 402,275
17 Sraten 0 0 0 0 0
Total 7,824,945

Berdasarkan petunjuk standar nasional untuk subsektor pengelolaan limbah manusia dan limbah cair khusunya
pada daerah terbangun di perkotaan maka penentuan kebutuhan dasar untuk pengelolaan limbah manusia
dalam tahap awal adalah dengan penyediaan fasilitas umum seperti jamban yang tepat sesuai dengan adat
kebiasaan yang dapat diterima secara lingkungan dan sehat dari sudut bangunannya.

Bila dilihat dari kepadatan penduduk yang relatif sedang dan letak permukiman dan perdagangan jasa mengikuti
jalur utama, maka kecenderungan pengolahan air limbah bisa dilakukan secara terpusat. Sistem pengolahan air
limbah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sistem pengelolaan limbah terpusat dengan sistem
pembuangan tersambung melalui jaringan pipa pembuangan.

Melihat kondisi dan perkembangan Kawasan Danau Rawa Pening arahan sistem pengelolaan air limbah
kedepan diarahkan melalui pengembangan sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau sistem
pembuangan air limbah terpusat. Sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara individual maupun

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-81


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
komunal dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja selanjutnya disebut IPLT. Sistem pengolahan
air limbah tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan air limbah yang terdapat di wilayah perencanaan.
Seperti halnya dengan rencana sistem drainase, arahan pengelolaan air limbah dan air kotor juga disesuaikan
dengan kondisi kontur daerah perencanaan sehingga air limbah atau air kotor dapat mengalir dengan lancar.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka arahan pengembangan Jaringan air kotor dan pengolahan limbah
adalah:
 Pembangunan IPLT di sekitar kawasan perencanaan, untuk kawasan Kawasan Danau Rawa Pening tidak
direkomendasikan karena berada di area Danau Rawa Pening sehingga berpotensi mencemari air danai

 Pembangunan IPAL komunal di kawasan konsentrasi aktivitas terbangun

 Memperketat izin pembangunan kawasan permukiman baru yang wajib memiliki penyaluran air limbah
domestik

 Penerapan secara ketat effluent standar air limbah sesuai peraturan dan baku mutu

 Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membangun MCK pribadi dan umum

 Peningkatan pelayanan melalui penambahan sarana MCK dan sarana penyedotan tinja

4.3.8.6 Analisis Prasarana Persampahan


Kondisi saat ini pengelolaan sampah di Kawasan Danau Rawa Pening belum terorganisir (belum ada sistem
pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan sampai pada pembuangan) umumnya masyarakat
mengumpulkan sampah di sekitar rumah kemudian dibakar. Dengan arah pengembangan kawasan sebagai
kawasan pariwisata dan konservasi, maka pengelolaan sampah kedepannya harus terorganisir.
Untuk memperkirakan volume sampah di wilayah perencanaan akan didasarkan pada standar yang telah
berlaku atau hasil kajian/studi yang pernah dilakukan di berbagai kota. Beberapa kriteria penting yang akan
dipertimbangkan untuk memperkirakan volume sampah di wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:
 Jumlah timbulan sampah domestik diasumsikan sebesar 0,002 m3/orang penduduk
 jumlah timbulan non domestik diasumsikan sebesar 20 % dari domestik
 jumlah timbulan fasilitas sosial diasumsikan sebesar 20 % dari domestik
 Sedangkan sarana sampah untuk TPS memiliki volume 70 m3, kontainer 7 m 3 dan gerobak
diasumsikan tiap 1 unit dibutuhkan oleh 1.000 penduduk
Dengan menggunakan standar diatas, dan melihat proyeksi penduduk pada tahun 2038, didapatkan proyeksi
produksi sampah sebagai berikut:

Tabel IV.52
Proyeksi Volume Timbulan Sampah yang Akan Ditangani tahun 2038

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-82


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Produksi Sampah Kebutuhan Sarana
N
Kelurahan Non
o Domestik Fasos Total TPS Kontainer Gerobak
Domestik
1 Pojoksari 7.90 1.58 1.58 11.06 1 2 4
2 Bejalen 5.87 1.17 1.17 8.22 1 2 3
3 Lodoyong 0 0 0 0 0 0 0
4 Kupang 0.10 0.02 0.02 0.14 0 0 0
5 Tambakboyo 0 0 0 0 0 0 0
6 Banyubiru 32.81 6.56 6.56 45.93 1 7 17
7 Rowoboni 7.94 1.59 1.59 11.12 0 2 4
8 Kebumen 27.37 5.47 5.47 38.32 1 5 14
9 Tegaron 8.61 1.72 1.72 12.06 0 2 5
10 Kebondowo 7.34 1.47 1.47 10.27 0 2 4
11 Asinan 15.70 3.14 3.14 21.99 0 3 8
12 Tuntang 23.37 4.67 4.67 32.71 1 5 12
13 Lopait 17.16 3.43 3.43 24.02 0 4 9
14 Kesongo 25.86 5.17 5.17 36.21 1 5 13
15 Candirejo 19.24 3.85 3.85 26.93 0 4 10
16 Rowosari 6.21 1.24 1.24 8.69 0 2 3
17 Sraten 0 0 0 0 0 0 0
18 45 106

Berdasarkan analisis, proyeksi timbulan sampah Kawasan Danau Rawa Pening adalah sebesar 385liter/hari.
Sebagaimana halnya pelaksanaan pengelolaan sampah yang sudah berjalan diberbagai kota di Indonesia,
umumnya pemerintah mempunyai kewenangan penanganan sampah mulai dari TPS sampai ke TPA. Sementara
dari sistem pewadahan sampai ke TPS dilakukan oleh Rukun Warga setempat. Mengacu pada konsep ini pada
akhirnya beban pemerintah dalam penanganan sampah adalah menyediakan sarana dan prasarana untuk
kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan. Sarana dan prasarana dimaksud meliputi kebutuhan
TPS, container dan gerobak, kebutuhan truk sampah, TPA. Berdasarkan volume timbulan sampah yang telah
dihitung, maka sarana dan prasarana yang dibutuhkan adalah TPS disetiap kelurahan/desa, container berjumlah
45 unit dan gerobak sebanyak 106 yang tersebar di tingkat RT dan untuk mengangkut sampah disesuiakan
jumlah armada dan frekuensi layanan sehingga seluruh sampah dapat terangkut. Adapun Arahan pengembangan
sistem persampahan di kawasan diarahkan melalui:

Salah satu metode yang dalam digunakan dalam pengelolaan sampah adalah Pengelolaan menggunakan
konsep 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle. Reduce adalah mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan
sampah, Reuse adalah menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama
ataupun fungsi lainnya dan Recycle adalah mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk
baru yang bermanfaat. Reuse, Reduce, dan Recycle sampai sekarang masih menjadi cara terbaik dalam
mengelola dan menangani sampah dengan berbagai permasalahannya. Penerapan sistem 3R atau reuse,
reduce, dan recycle menjadi salah satu solusi pengelolaan sampah di samping mengolah sampah menjadi
kompos atau meanfaatkan sampah menjadi sumber listrik (PLTS; Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Justru

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-83


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
pengelolaan sampah dengan sistem 3R (Reuse Reduce Recycle) dapat dilaksanakan oleh setiap orang dalam
kegiatan sehari-hari.

4.3.9. Analisis perekonomian


4.3.9.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah
PDRB Provinsi Jawa Tengah,Atas Dasar Harga Konstan 2010, Menurut Lapangan Usaha 2012-2016
(dalam milyar)

Tabel 53 : PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2012-2016 (milyar rupiah)

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka 2018

Grafik 1 : PDRB Provinsi Jawa Tengah 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-84


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Grafik 2: Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-85


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
PDRB Kab Semarang, Atas Dasar Harga Konstan 2010, Menurut Lapangan Usaha 2012-2016
(dalam milyar)

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-86


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.9.2. Pendapatan Perkapita

Tabel 54: Pendapatan Perkapita Provinsi Jawa Tengah 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-87


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel 54: Pendapatan Perkapita Kabupaten Semarang 2012-2016

Tabel 54: Pendapatan Perkapita Kabupaten Boyolali 2012-2016

Tabel 54: Pendapatan Perkapita Kabupaten Grobogan 2012-2016

Tabel 54: Pendapatan Perkapita Kota Semarang 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-88


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-89
OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-90
OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-91
OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.9.3. Location Quotient Analysis (LQ)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di
suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada
dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang
diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang
digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya dapat berupa jumlah
tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan lain yang dapat digunakan sebagai
kriteria.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-92


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Dimana :
Si = Jumlah buruh sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki
S = Jumlah buruh seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
Ni = Jumlah sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di mana daerah yang di
selidiki menjadi bagiannya
N = Jumlah seluruh buruh di daerah acuan yang lebih luas

Itu jika menggunakan data buruh atau tenaga kerja. Demikian pula jika menggunakan data lain, seperti
PDRB.

Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang dihasilkan adalah :
Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari pada
tingkat wilayah acuan
Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah
dari pada tingkat wilayah acuan
Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan.

Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan
wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan. Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan
suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah
lain.

Keunggulan Analisis LQ:


Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan dengan mudah dan cepat. LQ dapat
digunakan sebagai alat analisis awal untuk suatu daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat
analisis lainnya. Karena demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap
perubahan spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Perubahan
tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan membandingkan LQ dari tahun ke
tahun

Analisa Location Quotient (LQ) Antara Prov Jawa Tengah dan Kab Semarang Periode 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-93


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Pada table di atas menggambarkan bahwa Sektor Lapangan Usaha menjadi Basis dari Kabupaten
Semarang, jika di bandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah adalah
Sektor Primer, yang terdiri dari Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan
Penggalian di mana Nilai LQ > 1, sehingga Sektor tersebut memiliki spesialisasi yang lebih
tinggi dibangingkan Wilayah Acuannya, yaitu Provinsi Jawa Tengah, namun Konstribusi
cendrung menurun dalam 5 (lima) tahun terakhir in untuk pertanian, Kehutanan dan Perikanan,
sedangkan untuk pertambangan dan penggalian cendrung mengalami kenaikan;
Sektor Tertier, yang terdiri dari Sektor Perdagangangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil;
Transportasi dan Pergudangan ; Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi;
Jasa Pendidikan; Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta serta Jasa Lainnya, di mana Nilai LQ >
1, sehingga sector tersebut memiliki spesialisasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Prov Jawa Tengah

Analisa Location Quotient (LQ) Antara Prov Jawa Tengah dan Kab Boyolali Periode 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-94


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Pada table di atas menggambarkan bahwa Sektor Lapangan Usaha menjadi Basis dari Kabupaten
Boyolali, jika di bandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah adalah
Sektor Primer, yang terdiri dari Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan
Penggalian di mana Nilai LQ < 1, sehingga Sektor tersebut memiliki spesialisasi yang lebih
rendah dibandingkan Wilayah Acuannya, yaitu Provinsi Jawa Tengah, namun Konstribusi
cendrung menurun dalam 5 (lima) tahun terakhir ini untuk , sedangkan untuk pertambangan
dan penggalian cendrung mengalami kenaikan;
Sektor Tertier, yang terdiri dari Sektor Perdagangangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil;
Transportasi dan Pergudangan ; Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi;
Jasa Pendidikan; Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta serta Jasa Lainnya, di mana Nilai LQ >
1, sehingga sector tersebut memiliki spesialisasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Prov Jawa Tengah

Analisa Location Quotient (LQ) Antara Prov Jawa Tengah dan Kab Grobogan Periode 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-95


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Sektor Primer, yang terdiri dari Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, di mana Nilai LQ
<1, artinya Sektor tersebut memiliki specialisasi yang lebih rendah dari Sektor yang menjadi
acuannya di Prov Jawa Tengah - Pertambangan dan Penggalian di mana Nilai LQ < 1,
sehingga Sektor tersebut memiliki spesialisasi yang lebih rendah dibandingkan Wilayah
Acuannya, yaitu Provinsi Jawa Tengah, namun Konstribusi cendrung meningkat dalam 5 (lima)
tahun terakhir ini
Sektor Skunder yang meliputi Industri Pengolahan; Listrik & Gas; Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah serta Sektor Banguan memiliki Nilai LQ > 1, ini menunjukan bahwa Sektor tersebut
memiliki specialisasi yang dapat memenuhi kebutuhan Lokal Wilayahnya dan dapat di ekspor
ke Wilayah Acuan di Provinsi Jawa Tengah
Sektor Tertier, yang terdiri dari Sektor Perdagangangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil;
Transportasi dan Pergudangan ; Akomodasi dan Makan Minum; ; Jasa Pendidikan; Kesehatan
dan Kegiatan Sosial serta serta Jasa Lainnya, di mana Nilai LQ < 1, sehingga sector tersebut
memiliki spesialisasi yang lebih rendahi jika dibandingkan dengan Prov Jawa Tengah.
Sementara Sektor Informasi dan Komunikas; Jasa Perusahaan Memiliki Nilai LQ > 1, sector
tersebut memiliki spesialisasi yang mampu memenuhi kebutuhan local dan dapat di ekspor ke
Wilayah Acuan di Provinsi Jawa Tengah

Analisa Location Quotient (LQ) Antara Prov Jawa Tengah dan Kota Semarang Periode 2012-2016

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-96


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Sektor Primer, yang terdiri dari Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan
Penggalian, di mana Nilai LQ <1, artinya Sektor tersebut memiliki specialisasi yang lebih tinggi
dari Sektor yang menjadi acuannya di Prov Jawa Tengah - namun Konstribusi cendrung
berfluktuasi can ada kecendrungan menurunt dalam 5 (lima) tahun terakhir ini, kecuali sector
Pertambangan dan Penggalian
Sektor Skunder yang meliputi Industri Pengolahan; Listrik & Gas; Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah serta Sektor Banguan memiliki Nilai LQ < 1, ini menunjukan bahwa Sektor tersebut
memiliki specialisasi yang lebih rendah dari Wilayah Acuan di Provinsi Jawa Tengah
Sektor Tertier, yang terdiri dari Sektor Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
serta Jasa Lainnya , di mana Nilai LQ < 1, sehingga sector tersebut memiliki spesialisasi yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan Prov Jawa Tengah.

4.3.9.4. Analisis shift share


Analisis Shift-share merupakan suatu analisis dengan metode yang sederhana dan sering dilakukan
oleh praktisi dan pembuat keputusan baik lokal maupun regional di seluruh dunia untuk menetapkan
target industri/sektor dan menganalisis dampak ekonomi. Analisis Shiftshare memungkinkan pelaku
analisis untuk dapat mengidentifikasi keunggulan daerahnya dan menganalisis industri/sektor yang
menjadi dasar perekonomian daerah.

Analisis Shift-share juga merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui perubahan dan
pergeseran sektor atau industri pada perekonomian regional maupun lokal. Analisis Shift-share
menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan perekonomian nasional.
Bila suatu daerah memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional,
maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-97


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Selain itu, laju pertumbuhan sektorsektor di suatu wilayah akan dibandingkan dengan laju pertumbuhan
perekonomian nasional beserta sektor-sektornya. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan
yang terjadi sebagai hasil dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangan itu positif, hal itu disebut
keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut (Soepono, 1993:44)

Analisis Shift-share dikembangkan oleh Daniel B. Creamer (1943). Analisis ini digunakan untuk
menganalisis perubahan ekonomi (misalnya pertumbuhan atau perlambatan pertumbuhan) suatu
variabel regional sektor/industri dalam suatu daerah. Variabel atau data yang dapat digunakan dalam
analisis adalah tenaga kerja atau kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan, Pendapatan Regional
Domestik Bruto (PDRB), jumlah penduduk, dan variabel lain dalam kurun waktu tertentu.

Dalam analisis Shift-share, perubahan ekonomi ditentukan oleh tiga komponen sebagai berikut.

1. pertumbuhan ekonomi nasional (national growth)

2. bauran industri (industry mix)

3. regional share

Pengaruh Bauran Industri disebut proportional shift atau bauran komposisi. Analisis proportional shift
dilakukan dengan membandingkan suatu sektor sebagai bagian dari perekonomian daerah dengan
sektor tersebut sebagai bagian dari perekonomian nasional. Komponen ini menunjukkan apakah
aktivitas ekonomi pada sektor tersebut tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan aktivitas ekonomi secara nasional.

Pengaruh bauran industri akan positif apabila pertumbuhan variabel regional suatu sector lebih besar
daripada pertumbuhan variabel regional total sektor di tingkat nasional. Sebaliknya bauran industri akan
negatif apabila pertumbuhan variabel regional suatu sector lebih kecil dibandingkan pertumbuhan
variabel tersebut di tingkat nasional. Nilai positif atau negatif tersebut akan menunjukkan tingkat
spesialisasi suatu sektor, yaitu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat terhadap perekonomian nasional.
Jadi, suatu daerah yang memiliki lebih banyak sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat secara nasional
akan memiliki pengaruh bauran industri yang positif. Demikian juga sebaliknya, suatu daerah yang
memiliki lebih banyak sektor-sektor yang tumbuh lebih lambat secara nasional akan memiliki pengaruh
bauran industri yang negatif.

Perbandingan PDRB Prov Jawa Tengah dengan Kab Semarang, Atas Dasar Harga Konstan, 2010,
Menurut Lapangan Usaha – Periode 2012 dan 2016 (milyar rupiah)

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-98


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Sumber: BPS Prov Jawa Tengah, 2013-2017, diolah

Sumber: Data diolah, 2018

Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa selama tahun 2012-2016, nilai PDRB sector
Kab Semarang telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB tersebut tumbuh
sebesar 5.979 milyar rupiah atau sebesar 24.6 %, sedangkan Perekonomian Provinsi Jawa
Tengah tumbuh sebesar 158.040 milyar rupiah atau sebesar 22.86%
Menurut perhitungan komponen pertumbuhan provinsi telah mempengaruhi pertumbuhan Kab
Semarang sebesar 5.556,5 milyar rupiah atau sebesar 92.92%, Namun Sebenarya

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-99


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
perkembangan PDRB Kab Semarang hanya sebesar 5.979,67 milyar rupiah. Hal ini
dikarenakan masih adanya dua komponen lain yang memberikan pengaruh yaitu Bauran
Industri dan Keunggulan Kompetitif. Komponen Bauran Industri menyatakan besar perubahan
perekonomian wiayah akibat adanya bauran industry. Hasil Analisis tersebut menunjukkan
bahwa bauran industry memberikan pengaruh yang negative 40,25 milyar rupiah atau 0.67%.
Nilai POSITIF mengindikasikan bahwa komposisi sector pada PDRB Kab Semarang Cendrung
mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh relative LEBIH CEPAT
Perhitungan komponen Keunggulan kompetitif menghasilkan nilai keunggulan kompetitif
sebesar 382,92 milyar rupiah atau sebesar 6.40%, hal ini mengindikasikan bahwa keunggulan
kompotitif yang dihasilkan akan meningkatkan perkembangan perekeonomian Kab Semarang,
terutama sector Pertanian, kehutanan dan perikanan; Pertambangan dan Penggalian;
Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

4.3.10. Analisis potensi dan masalah pengembangan kawasan


4.3.5.1 Potensi Pengembangan Kawasan
Potensi dalam pengembangan Kawasan Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut:
 Potensi wisata alam dengan memanfaatkan Danau Rawa Pening sebagai destinasi wisata air di regional
jawa tengah;
 Potensi wisata olahraga air
 Potensi wisata alam dengan atraksi kondisi bentang alam kawasan dan aktivitas kawasan
 Potensi wisata kereta api uap Ambarawa
 Danau yang menjadi objek wisata mengalami sedimentasi yang tinggi sehingga luasan danau semakin lama
semakin berkurang
 Corak kehidupan masyarakat yang masih bercorak pertanian
 Seluruh kawasan sudah terakses khususnya jalan yang mengelilingi danau
 Terdapat gate tol bawen yang mampu mendorong semakin terbukanya kawasan
 Kawasan berada di persimpangan jalur semarang-yogyakarta, semarang-solo sehingga akses menuju
kawasan sangat muda dengan ketersediaan moda transportasi
 Disekitar kawasan banyak terdapat destinasi wisata lainnya

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-100


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.5.2 Masalah pengembangan kawasan
Permasalahan dalam pengembangan Kawasan Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut:
 Adanya trend perubahan lahan non terbangun menjadi terbangun yang tidak mendukung pengembangan
kawasan sebagai kawasan konservasi air dan wisata alam
 Untuk mengakses lokasi wisata, lokasinya masih satu pintu yaitu di Bukit Cinta, yang lokasinya jauh dari
jalur akses utama
 Masih kurangnya tingkat pelayanan sarana prasarana yang ada dibandingkan pertumbuhan penduduk yang
pesat
 Sebagian kondisi jalan yang sempit sehingga sering menimbulkan terhambatnya perhalan
 Masih kurangnya prasarana parkir terutama pada kawasan perdagangan dan jasa, dan kawasan wisata
sehingga menjadi titik kemacetan pada saat jam puncak dan liburan

4.3.5.3 Peluang pengembangan kawasan


Peluang dalam pengembangan Kawasan Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut:
 Kawasan Danau Rawa Pening merupakan sumber air baku untuk beberapa perkotaan sehingga perannya
sangat vital, sebagai sumber air baku, supply air dari daerah hulu sangat besar sehingga Danau Rawa
Pening ada berfungsi sesuai perannya
 Danau Rawa Pening berada di antara gerbang internasional, yaitu Bandara Udara Ahmad Yani di
Semarang, Bandar Udara Adi Sucipto di Yogyakarta dan Adi Sumarmo yang berada di Solo, dengan
keberadaan bandara internasional tersebut, Danau Rawa Pening dapat menjadi destinasi wisata air bagi
para turis domestik dan internasional
 Danau Rawa Pening merupakan satu-satunya destinasi wisata air di Jawa Tengah, sehingga dapat
memberikan alternatif liburan .
 Danau Rawa Pening berada di sekitar tujuan wisata internasional yaitu Borobudur, Merapi, dan Karimun
Jawa sehingga berpotensi menerima limpasan wisatawan internasional dari objek wisata tersebut, dan
menjadi alternatif liburan
 Banyaknya atraksi wisata di sekitar Kawasan Danau Rawa Pening, seperti Wisata Kereta Api Uap
Ambarawa, wisata gedongsongo di Bandungan, dan Ketep

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-101


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.3.5.4 Tantangan pengembangan kawasan
Tantangan dalam pengembangan Kawasan Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut:
 Danau Rawa Pening fungsi utamanya sebagai kawasan konservasi air, sehingga kondisi ekosistem di Danau
dan sekitarnya harus tetap terjaga, disisi lain pengembangan kawasan menjadi kawasan wisata akan
mempengaruhi keseimbangan ekosistem sehingga dalam pengembangan wisata harus berkelanjutan
dengan mengutamakan fungsi utama kawasan
 Pengembangan pintu lain di kawasan dan antar pintu masuk kawasan wisata terintegrasi dengan sistem
transportasi air, sehingga tidak terjadi penumpukan wisatawan di satu lokasi
 Peningkatan jaringan jalan yang disisinya sudah terbangun untuk mendukung pengembangan kawasan
pariwisata
 Mengintegrasikan pintu wisata dengan wisata lainnya (Wisata Kereta Api Uap) dan dengan jalur utama
kawasan
 Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan wisata yang kondisi eksistingnya masih
terbatas
 Kecenderuang perkembangan kawasan di sekitar objek wisata yang dapat menggangu aktivitas wisata
 Penguasaan lahan milik danau oleh masyarakat yang seharusnya dimanfaatkan untuk penunjang fungsi
Danau Rawa Pening
 Menjadikan aktivitas yang ada di dalam kawasan sebagai komponen pariwisata Danau Rawa Pening seperti
aktivitas pertanian, aktivitas perikanan/pertambakan, aktivitas pengolahan enceng gondok, dan lainnya

4.3.5.5 Analisis kawasan potensial pengembangan


Rencana tata ruang merupakan salah satu alat untuk mengarahkan pengembangan wilayah yang sudah
ditetapkan. Kawasan potensial yang akan dikembangkan didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang tidak
akan terlepas dari visi dan misi yang mencerminkan karakteristik dan kebutuhan pengembangan Kawasan
Danau Rawa Pening. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aksesibilitas

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-102


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Aksesibilitas pada kawasan ini mencakup kemudahan pencapaian ke kawasan Danau Rawapening dan
didalam kawasan sendiri. Pencapaian ke kawasan dapat dicapai dengan sistem sirkulasi kendaraan yang
baik, seperti kondisi jalan yang dapat menampung kapasitas kendaraan, sirkulasi kendaraan yang lancar,
serta jenis moda. Sedangkan aksesibilitas pada kawasan berupa usulan terhadap pola struktur jaringan
jalan, jenis moda, dan aksesibilitas bagi pejalan yang memudahkan pencapaian dari satu fungsi ke fungsi
lainnya, mengurangi jarak tempuh perjalanan serta penghematan energi.
2. Kenyamanan
Kenyamanan merupakan faktor penting untuk mengukur kualitas sebuah tempat berkaitan dengan tingkat
kunjungan ke sebuah kawasan wisata. Tingkat kenyamanan pada suatu kawasan berlaku bagi seluruh
pengunjung, baik pengguna kendaraan maupun pejalan kaki, difabel maupun non-difabel. Faktor
kenyamanan (comfort) bagi pengguna kendaraan adalah kemudahan untuk mendapatkan tempat parkir
yang aman dan kejelasan orientasi. Sedangkan kenyamanan bagi pejalan, meliputi pelindung cuaca,
pengendali iklim, arkade, halte dan kelengkapan pejalan lainnya, kesesuaian dengan ruang gerak pejalan,
yaitu kondisi yang memungkinkan seluruh jenis moda pejalan dapat melakukan perjalanan dengan baik
sesuai dengan karakteristik fisik dan psikologisnya. Sedangkan kenyamanan bagi difabel terkait dengan
penerapan universal design baik pada street furniture maupun jenis fungsilainnya..
3. Keamanan
Kondisi aman suatu kawasan berarti terbebas dari segala bentuk tindak kriminal. Sehingga suatu kawasan
harus memperhatikan unsur pencahayaan terutama pada malam hari serta meminimalkan terbentuknya
ruang-ruang negatif yang berpotensi menjadi tempat yang rawan kejahatan.
4. Keselamatan
Keselamatan berhubungan dengan rancangan dari elemen-elemen perancangan pada suatu kawasan.
Keselamatan dalam berjalan menurut Unterman (1984:26) berhubungan dengan besar kecilnya konflik
antar pejalan dan pengguna kendaraan. Sehingga perlu didukung dengan perancangan sirkulasi yang baik.
5. Keadilan
Keadilan dalam hal ini adalah menyangkut keadilan dan kesetaraan akses terhadap pemanfaatan
prasarana dan sarana yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi sentralisasi pengelolaan SDA
dan pelayanan publik serta dengan pengaturan jaringan distribusi infrastruktur yang merata pada seluruh
kawasan.

6. Karakter
Karakter atau identitas harus dapat membuat kawasan mudah dikenali. Hal tersebut didukung oleh elemen-
elemen perancangan yang khas. Dengan adanya karakter khusus, diharapkan kawasan tersebut dapat
menarik pengunjung.
7. Keberlanjutan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-103


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Keberlanjutan adalah hal yang paling utama yang harus diperhatikan karena berkaitan dengan bagaimana
meningkatkan kualitas kehidupan secara keseluruhan, termasuk di dalamnya kualitas ekologi, budaya,
politik, institusi, serta komponen sosial dan ekonomi tanpa meninggalkan beban kepada generasi yang akan
datang.
Kawasan potensial yang akan dikembangkan di Kawasan Danau Rawa Pening meliputi :
 Kawasan Wisata di Kawasan Bukit Cinta
 Kawasan Sumurup sebagai pintu masuk Danau Rawa Pening, tempat integrasi dengan Wisata Kereta Uap
dan juga pintu air

4.3.11. Analisis Amplop ruang


4.3.6.1 Sebaran Kegiatan
Kawasan Danau Rawa Pening adalah kawasan yang mulai berkembang dengan semakin terbukanya kawasan
dan perkembangan perkotaan yang sprawl di sekitarnya, perkembangan dapat dilihat dari jumlah penduduk
maupun perkembangan aktivitas sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan sebagainya. Perkembangan ini
berdampak pada semakin besarnya pemanfaatan ruang dalam kawasan. Jika tidak ada pengawasan dan
pengendalian dari pemerintah maka perkembangan kegiatan akan tidak terkendali dan dikhawatirkan kegiatan
yang berkembang akan menggangu fungsi utama kawasan yaitu sebagai kawasan konservasi air baku. Oleh
karena itu dalam penyusunan instrument pengendalian pemanfaatan ruang ini perlu dilakukan identifikas sebaran
kegiatan eksisting.
Peningkatan kebutuhan mengakibatkan perubahan fungsi lahan yang semula lahan pertanian menjadi lahan
terbangun, ataupun penggunaan lahan perumahan menjadi fungsi lain. Hal ini dapat dilihat berdasarkan bahasan
sebelumnya mengenai perkembangan guna lahan di kawasan. Berdasarkan hasil survey lapangan, dapat
diketahui terdapat kegiatan-kegiatan lain yang berkembang di luar fungsi dominan, seperti di kawasan pertanian
lahan basah menjadi kawasan perumahan. Hal ini akan menimbulkan dampak bagi lingkungan. Untuk lebih
jelasnya mengenai jenis kegiatan dan dampak yang ditimbulkan di Kawasan Danau Rawa Pening dapat dilihat
pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel IV.53
Jenis Kegiatan Dan Dampak Yang Ditimbulkan
Dampak yang Ditimbulkan
No Kegiatan Polusi Polusi Bongkar Keterangan
Macet Parkir
Suara Udara muat
1. Warung - - - - -
2. Rumah Makan - - V V - Tergantung skala
3. Sektor Informal - - V V - Waktu tertentu
4. Pasar V - V V V Tergantung skala
5. Toko/Pertokoan - - V V V Tergantung skala

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-104


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Dampak yang Ditimbulkan
No Kegiatan Polusi Polusi Bongkar Keterangan
Macet Parkir
Suara Udara muat
6. Hotel - - V - - Waktu tertentu
7. Bengkel V V V V - Waktu tertentu
8. Salon - - V V - Waktu tertentu
9. Pertamini - - V - - Waktu tertentu
10. SPBU - - - - V Waktu tertentu
11. Kantor Kelurahan - - - - -
12. Kantor Kecamatan - - - V - Waktu tertentu
13. Kantor Polisi - - - - -
14. Kantor PLN - - - - -
15. TK V - V V - Waktu tertentu
16. SD V - V V - Waktu tertentu
17. SMP V - V V - Waktu tertentu
18. SMU V - V V - Waktu tertentu
19. Puskesmas - - - - -
20. Puskesmas Pembantu - - - - -
21. Posyandu - - - - -
22. Bidan - - - - -
23. Klinik - - - - -
24. Praktek Dokter - - V V - Waktu tertentu
25. Rumah Sakit - - V V Waktu tertentu
26. TPS - V - - V Waktu tertentu
27. BTS - - - - -
28. Peribadatan - - V V - Tergantung skala
44. Perumahan - - V - - Waktu tertentu
45. Pariwisata - - - V V Waktu tertentu
46. Café - - V V - Waktu tertentu
50. Pertahanan Keamanan - - - - -
Sumber : Pengamatan Lapangan, 2018.

4.3.6.2 Analisis KDB


Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
Koefisien dasar bangunan diperlukan untuk membatasi luas lahan yang tertutup perkerasan, sebagai upaya
untuk melestarikan ekosistem, sehingga dalam lingkungan yang bersangkutan sisa tanah sebagai ruang terbuka
masih menyerap atau mengalirkan air hujan ke dalam tanah.

Adapun rumus dari KDB adalah :

Luas Lantai Dasar Bangunan


KDB = Luas Kapling

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-105


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di kawasan. Pengamatan
dilakukan berdasarkan jenis penggunaan lahan untuk mengetahui karakteristik lebih detail setiap kawasannya.
Intensitas penggunaan lahan kawasan yang bercirikan perkotaan yaitu kawasan perdagangan dan jasa di
Banyubiru, lebih tinggi dari intensitas rata-rata kawasan dengan KDB sekitar 70%. Hal ini dikarenakan terjadinya
konsentrasi kegiatan perkotaan di kawasan tersebut, terutama kegiatan perekonomian seperti supermarket,
pertokoan, toko, jasa, sektor informal, Perkantoran (Bank, Kantor Instansi Pemerintah, Pendidikan, Kesehatan
danlainnya. Hal ini menyebabkan KDB yang terdapat kawasanini relative cukup tinggi berkisar 70%%. Sementara
kawasan yang berada di pinggiran atau pelosok KDB nya relative kecil antara 50-60%. Hal ini disebabkan pada
kawasan masih luasnya lahan non terbangunnya dibandingkan dengan lahan terbangun (bangunan rumah).
Tetapi di pusat aktivitas kawasan juga terdapat bangunan yang mempunyai KDB kecil sekitar 60-70% yaitu
bangunan sarana pendidikan, pertahanan keemanan, kesehatan dan peribadatan. Ini menunjukkan bangunan
tersebut sesuai dengan arahan RTRW dimana untuk kawasan perkantoran dengan kepadatan tinggi KDB
maksmium yang diarahkan adalah 70%. Sebetulnya untuk kegiatan perdagangan dan jasa pada kepadatan tinggi
KDB maksimum diarahkan sebesar 70%.

Bukan hanya kegiatan perdagangan dan jasa yang mempunyai KDB 70%, tetapi kawasan permukiman yang
berada di pusat aktivitas kawasan mempunyai KDB 70%. Ini menunjukkan kepadatan bangunan di pusat aktivitas
tinggi. Pada kawasan pinggiran yang jauh dari pusat aktivitas tingkat kepadatan bangunan terlihat cukup rendah
berkisar antara 50-60%. Kecenderungan bangunan yang ada di kawasan pinggiran ini masih jarang dan
mempunyai lahan yang cukup luas sehingga jarak antar bangunan tempat tinggal cukup jauh yang bisa berjarak
lebih dari 5 meter.

Pada jalan arteri primer yaitu jalan Tuntang-Salatiga saat ini KDB Cukup tinggi, hal ini karena keterbatasan lahan.
Untuk itu perlu dilakukan pengendalian sehingga kepadatan bangunan yang ada tidak mengganggu fungsi jalan.
Dibawah ini adalah KDB di dalam Kawasan Danau Rawa Pening

Tabel IV.54
KDB Kawasan Danau Rawa Pening
No Fungsi KDB
1 Permukiman 50%
2 Perdagangan 70%
3 Perkantoran 60%
4 Sarana 60%
5 Peruntukkan Khusus 60%

4.3.6.3 Analisis KLB


Pengamatan kondisi ketinggian bangunan dilakukan untuk memperoleh gambaran awal serta input bagi proses
perhitungan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Ketinggian bangunan adalah jumlah lantai penuh dalam satu
bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi. Tinggi bangunan adalah jarak dari lantai

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-106


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
dasar sampai puncak atap atau bangunan yang dinyatakan dalam meter. Pengaturan ketinggian bangunan
didasarkan pada daya dukung tanah setempat.
Secara umum, besaran KLB akan menentukan tinggi suatu bangunan. Bersama-sama dengan KDB, maka
ketinggian suatu bangunan dapat diperkirakan sebagai berikut :

Total luas lantai


Tinggi Bangunan = Luas lantai dasar X tinggi per lantai

KLB (Koefisien Lantai Bangunan) adalah:


 Bangunan bertingkat merupakan bangunan yang dibangun secara vertikal dengan KLB (Koefisien Lantai
Bangunan) lebih besar dari 1,0 antara lain pertokoan, apartemen, hotel, rumah susun dan kondominium;
dan
 Bangunan tidak bertingkat merupakan bangunan yang dibangun secara horizontal, dengan KLB kurangdari
1,0 antara lain rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai
seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/ tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
KLB =
Luas lantai total pada suatu tapak
Luas Lahan Tapak

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) di Kawasan Danau Rawa Pening bervariasi, antara 0,6 sampai dengan 2. KLB
tertinggi terdapat di kawasan perkotaan Banyubiru dan kawasan permukiman yang berbatasan dengan
Ambarawa dengan KLB 2 lantai . Di Jalur Tuntang-Salatiga KLB juga cukup tinggi karena pada bagian
merupakan kawasan dengan mobilitas yang tinggi sehingga banyak terdapat aktivitas perdagangan, hotel dan
lainnya.
Kawasan permukiman yang ada Kawasan Danau Rawa Pening sebagian besar mempunyau koefisien lantai
dasar bangunan sekitar 0,5 – 0.6 untuk permukiman yang bercorak perdesaan. Sementara kawasan permukiman
bercorak kekotaan mempunyai koefisien lantai bangunan lebih besar dibandingkan dengan permukiman yang
berada di pinggiran . Koefisien Lantai Bangunan di kawasan pusat akrivitas mencapai 1 sampai dengan 2. Tetapi
permukiman di pinggiran juga sudah ada yang memiliki koefisien lantai bangungan mencapai 2 yaitu bangunan
rumah 2 lantai. Kawasan permukiman yang dominan mempunyai ketinggian bangunan lebih dari 1 lantai adalah
kawasan permukiman yang berada di sisi jalan utama.

Tabel IV.55
KLB Kawasan Danau Rawa Pening
No Fungsi KLB
1 Permukiman 1-2
2 Permukiman 1-2

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-107


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
3 Perdagangan 1-2
6 Perkantoran 1-2
7 Sarana 1-2
8 Peruntukkan Khusus 1-2

Karena kawasan yang di desain adalah


kawasan danau, maka yang akan
menjadi daya tarik adalah view danau.
Untuk Skyline ketinggian bangunan tidak
boleh menghalangi view ke danau.

4.3.6.4 Analisis GSB


Garis sempadan bangunan, yaitu:
 mengatur letak masa bangunan;
 mengatur batasan umum terhadap blok/kaveling dan masa bangunan sehubungan dengan arahan
pengembangan dan fungsi/kegiatan yang mewadahinya;
 menetapkan batas-batas bangunan terhadap kaveling sisi muka samping dan belakang; dan
 menetapkan arahan umum dimensi/luas bangunan dengan merujuk pada kebutuhan tipe dan lagam
bangunan yang akan diciptakan misalkan bangunan tipe deret, kopel dsb.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-108


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
GSB minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan
dan estetika. Pengaturan garis sempadan bangunan pada kawasan terpilih zona rawa ditetapkan sebagai
berikut.
1) Garis sempadan pondasi bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan) tepi sungai
ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana jalan/lebar sungai, fungsi jalan dan peruntukan
kavling/kawasan.
2) Garis sempadan pondasi bangunan terluar pada masing-masing bangunan adalah separuh lebar
ruang milik jalan ditambah satu meter dihitung dari tepi jalan.
3) Garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan tetangga
bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2 (dua) meter dari batas kavling, atau atas dasar
kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan.
4) Garis sempadan sungai pada zona rawa ditetapkan minimal 3 meter pada sungai yang bertanggul
dan 10 meter pada sungai yang tidak bertanggul dihitung dari tepi sungai, dengan adanya jalur hijau
pada tepi sungai da jalan inspeksi sebelum diletakkan suatu bangunan.

Tabel IV.56
GSB Penggunaan Kawasan
No Fungsi GSB
1 Permukiman - 8 meter pada arteri primer
- 6 meter di jalan sekunder
- 4 meter di jalan lokal
2 Perdagangan 6 meter
3 Perkantoran 6 meter
4 Sarana 6 meter
5 Peruntukkan Khusus 8 meter

4.3.12. Analisis perancangan kawasan


Pendekatan perancangan kota dalam penyusunan RDTR ini berkaitan dengan upaya pemecahan masalah
pengembangan kawasan dari segi desain. Penekanannya adalah pada kesan kawasan yang akan direncanakan
dikaitkan dengan pola, struktur dan perkembangan kebutuhan teknologi dan komunikasi. Dalam Urban Design
pula lingkup kegiatan fungsional kawasan tidak lagi hanya terbatas kepada lingkup dua dimensi akan tetapi
gambaran secara tiga dimensional perwujudan pengembangan fisik dari suatu rencana kawasan. Lingkup
analisis perancangan kota (Urban Design) mencakup aspek-aspek yang terdapat dalam satu kawasan atau satu
kelompok bangunan berikut lahan dan hubungannya dengan kawasan dan lingkungan fisik sekitarnya.
 Analisis tata guna lahan
Dalam elemen land use atau tata guna lahan, aspek yang akan adalah fungsi lahan, jenis kegiatan, harga lahan,
dan status lahan. Tata Guna Lahan bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting pemanfaatan dan peruntukan
lahan di kawasan sehingga dapat mengatur distribusi jenis peruntukan lahan mikro untuk membentuk ruang-
ruang kota yang layak huni baik, sekaligus menciptakan kualitas taraf hidup dan kenyamanan pengguna.
Analisis tata guna lahan ini mungkin sebagian sudah dibahas dalam sub bab 3.3. mengenai kondisi pemanfaatan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-109


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
ruang. Akan tetapi dalam bab analisis tata guna lahan selain melihat kondisinya juga dapat melihat
kecenderungan perkembangan selanjutanya di masa yang akan datang berdasarkan kondisi yang ada sekarang.

Gambar 5.2 Penggunaan Lahan Eksisting Kawasan Danau Rawa Pening

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-110


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4. 4 KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DANAU RAWA PENING

4.4.1 Perumusan arahan pengembangan ruang


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Kawasan Danau Rawa Pening memiliki 2 karateristik
yaitu karakteristik desa dan karateristik perkotaan. Kawasan dengan karakteristik perkotaan berada di Banyubiru,
sedangkan sisanya memiliki karakteristik perdesaan. Banyubiru memiliki karakteristik perkotaan karena
kepadatan kawasan terbangun dan aktivitas perdagangan dan jasa yang cukup besar. Sedangkan lainnya
aktivitas yang ada pertanian atau perikanan dan penduduk cenderung homogen dan kepadatan rendah.
Dengan potensi keberadaan Danau Rawa Pening dan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan
wisata danau dengan tetap menjaga fungsi kawasan sebagai kawasan konservasi air permukaan. Adapun
potensi yang dimiliki Kawasan Danau Rawa Pening untuk dijadikan kawasan wisata danau serta menjadi
kawasan konservasi air permukaan adalah adalah
1. Atraksi wisata
Atraksi wisata yang ditawarkan oleh Wisata Danau Rawa Pening menjadi alternatif dan pelengkap
destinasi wisata di kawasan regional. Karena atraksi yang dijual berbeda dengan atraksi wisata lainnya
yang ada di kawasan regional, seperti wisata Borobudur, Merapi, Prambanan serta budaya di
Yogyakarta, wisata kota di Semarang, wisata pesisir dan laut di Karimun Jawa. Dengan keberadaan
wisata Danau Rawa Pening wisatan memiliki alternatif tempat wisata.
2. Merupakan Tempat Konservasi Air Baku Permukaan
Danau Rawa Pening memiliki peran yang sangat vital dalam perekonomian bagi masyarakat di
sekitarnya, karena air dari Danau Rawa Pening adalah sumber air untuk pengairan sawah serta sumber
air baku untuk kebutuhan rumah tangga.
3. Aksesibilitas
Kawasan Danau Rawa Pening memiliki aksesibilitas yang sangat baik karena berada di segitiga pintu
internasional yaitu Yogyakarta, Solo dan Semarang. Dengan posisi tersebut, Kawasan Danau Rawa
Pening dapat menjadi pilihan dalam berwisata, selain infrastruktur untuk mobilitas yang ada di dalam
kawasan sangat baik, dengan ketersediaan jaringan jalan nasional.
4. Memiliki Kelengkapan Infrastruktur
Wisata Danau Rawa Pening sudah ada dengan keberadaan Bukit Cinta, wisatawan lokal cukup ramai
mengunjungi Danau Rawa Pening. Infrastruktur untuk wisata sudah ada sehingga tinggal ditingkatkan
Dengan melihat potensi yang ada di kawasan perencanaan, beberapa fungsi potensial yang dapat
dikembangkan sebagai konsep pengelolaan dalam keselarasan dan sinergi rencana tata ruang dan
pembangunan antar sektor di kawasan perencanaan antara lain:
1. Kawasan Danau Rawa Pening dalam RTRWP merupakan salah satu kawasan strategis provinsi. Adapun
strategi pengembangan kawasan strategis untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-111


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan
keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya daerah meliputi:
 menetapkan kawasan strategis provinsi berfungsi lindung;
 mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis provinsi yang berpotensi mengurangi fungsi
lindung kawasan;
 membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis provinsi yang berpotensi mengurangi
fungsi lindung kawasan;
 membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis
provinsi yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya;
 mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis provinsi yang
berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budi daya
terbangun;
 merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang
berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis provinsi.
2. Dalam RTRWN Kawasan Danau Rawa Pening berada disekitar pusat pertumbuhan ekonomi yaitu Kawasan
Perkotaan KEDUNGSEPUR. Kawasan pertumbuhan ekonomi ditandai dengan maraknya aktivitas
perdagangan dan jasa yang ada di dalam kawasan. Hal ini dapat dilihat, perkembangan aktivitas
perdagangan dan jasa terjadi di beberapa pusat aktivitas kawasan, seperti di sepanjang koridor jaringan
jalan Semarang – Magelang, tepatnya di Ambarawa, sepanjang koridor jalan Bawen – Salatiga tepatnya di
Tuntang.
3. Kawasan perencanaan merupakan bagian WPP 3. WPP adalah kawasan yang mempunyai memiliki
kesatuan geografis yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi guna pengembangan
kepariwisataan.dengan pusat pengembangan WPP 3 adalah Ambarawa yang merupakan bagian dari
Kawasan Danau Rawa Pening.
Instrumen pengendalian pemanfaatan ruang disusun dengan pertimbangan untuk mengarahkan pembangunan di
Kawasan Danau Rawa Pening dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga,
instrument pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Danau Rawa Pening juga disusun dengan pertimbangan
mewujudkan keterpaduan antar sektor, daerah, dan masyarakat sehingga instrument yang ada menjadi arahan
pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun swasta. Pengembangan kawasan
danai rawa pening menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan, yang mana pengembangan Danai Rawa Pening
sebagai kawasan wisata tidak mengganggu fungsi utama Danau Rawa Pening sebagai kawasan konservasi air

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-112


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Ekonomi dan
Wisata Sosial

Danau
Rawa Pening

Lingkungan
Adapun prinsip-prinsip yang dalam penerapan konsep pengembangan kawasan Danau Rawa secara
berkelanjutan:
1. Kelayakan Ekonomi, kawasan wisata yang direncanakan layak secara ekonomi sehingga
memberikan keuntungan secara ekonomi
2. Peningkatan kesejahteraan, pengembangan kepariwisataan memberikan peningkatan
kesejahteraan kawasan/kemajuan ekonomi
3. Peningkatan kualitas SDM, pengembangan pariwisata harus diiringi dengan peningkatan
kualitas mayrakat
4. Peningkatan kondisi sosial, pengembangan pariwisata tidak merusak struktur sosial
masyarakat
5. Kepuasan Pengunjung, kawasan pariwisata yang dikembangkan mampu memberikan
kepuasan bagi pengunjung sehingga
6. Keterlibatan masyarakat setempat, masyarakat terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan
pariwisata
7. Kesejahteraan masyarakat meingkat
8. Kekayaan budaya, menjadi nilai lebih dan dengan adanya aktivitas wisata budaya masyarakat
tidak berubah
9. Adanyan integrasi fisik kawasan
10. Keanekaragaman hayati tetap terjaga
11. Efisiensi sumber daya
12. Lingkungan alami tetap terjaga

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-113


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Kawasan yang akan didorong Mengembangan kawasan wisata baru
perkembangnyanya untuk menjadi di dalam rawa pening,
pendukung pengembangan kawasan mengintegrasikan wisata KA uap, dan
wisata bukit cinta dengan fungsi Atrasi wisata air,
pelayanan perdagangan dan jasa di
sepanjang koridor jalan
Kawasan yang
dikendalikan
perkembangannya di
sepanjang jalan utama
Tuntang Salatiga

Pengembalian fungsi sebagai kawasan


sempadan danau dan sempadan sungai
Mengembangkan bukit cinta sebagai khusunya dari penggunaan kawasan
lokasi utama atraksi wisata Danau terbangun
Rawa Pening

Konsep Pengelolaan Rawa Pening


4.4.2 Konsep klasifikasi zona dan sub zona
A. Kriteria Klasifikasi Berdasarkan Permen PU No. 20 Tahun 2011
Berdasarkan Permen PU No.20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi,
terdapat dua (2) klasifikasi zona dan sub zona yaitu kriteria pengklasifikasian zona dan sub zona kawasan
lindung dan kawasan budidaya.
Rencana pola ruang dalam RDTR merupakan rencana distribusi sub zona peruntukan (hutan lindung, zona yang
memberikan perlindungan terhadap zona bawahannya, zona perlindungan setempat, perumahan, perdagangan
dan jasa, perkantoran, industri, RTNH, dan penggunaan lainnya) ke dalam blok-blok. Peta pola ruang juga
berfungsi sebagai zoning map bagi Peraturan Zonasi, baik apabila Peraturan Zonasi dipisah maupun disatukan
dengan RDTR.
Rencana pola ruang berfungsi:
a. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial, ekonomi, serta kegiatan pelestarian fungsi
lingkungan dalam wilayah perencanaan;
b. Sebagai dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang;
c. Sebagai dasar penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
d. Sebagai dasar penyusunan rencana jaringan prasarana RDTR.
Rencana pola ruang dirumuskan berdasarkan:
a. Daya dukung dan daya tampung ruang dalam wilayah perencanaan; dan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-114


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
b. Prakiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian fungsi
lingkungan.
Rencana pola ruang dirumuskan dengan kriteria:
a. Mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW kota/Kabupaten;
b. Memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan;
c. Memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah perencanaan; dan
d. Menyediakan RTH dan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Rencana pola ruang RDTR terdiri atas:
a. Zona Lindung yang meliputi:
 Zona Hutan Lindung;
 Zona yang memberikan perlindungan terhadap zona bawahannya, yang meliputi zona bergambut dan
zona resapan air;
 Zona perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, zona sekitar danau atau
waduk, zona sekitar mata air;
 Zona ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan
pemakaman;
 Zona suaka alam dan cagar budaya;
 Zona rawan bencana alam, yang antara lain meliputi zona rawan tanah longsor, zona rawan gelombang
pasang, dan zona rawan banjir; Zona ini digambarkan dalam peta terpisah;
 zona lindung lainnya.
b. Zona Budidaya yang meliputi:
 Zona perumahan yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan: sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah, dan sangat rendah; Bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun,
rumah kopel, rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dan sebagainya;
 Zona perdagangan dan jasa yang meliputi perdagangan jasa deret dan perdagangan jasa tunggal; Bila
diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan
sebagainya;
 Zona perkantoran yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran swasta;
 Zona sarana pelayanan umum yang meliputi sarana pelayanan umum pendidikan, sarana pelayanan
umum transportasi, sarana pelayanan umum kesehatan, sarana pelayanan umum olahraga, sarana
pelayanan umum sosial budaya, sarana pelayanan umum peribadatan;
 Zona industri yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan logam dasar, industri kecil, dan aneka
industri;
 Zona Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH);
 Zona khusus meliputi zona untuk keperluan pertahanan dan keamanan, zona Instalasi Pembuangan Air
Limbah (IPAL), zona Tempat Pengolahan Akhir (TPA), dan instalasi penting lainnya; dan

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-115


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Zona lainnya (yaitu: zona yang tidak selalu ada di kawasan perkotaan) antara lain seperti pertanian,
pertambangan, dan pariwisata.
 zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi dan/atau bersifat terpadu,
seperti perumahan dan perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/jasa dan perkantoran.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-116


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.57
Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Sub Zona Kawasan Lindung
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN KETERANGAN
1. Hutan HL Peruntukan tanah yang merupakan  memelihara dan mewujudkan  kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng,
Lindung bagian dari kawasan lindung yang kelestarian fungsi hutan lindung dan jenis tanah dan
mempunyai fungsi pokok sebagai mencegah timbulnya kerusakan hutan. intensitas hujan setelah masingmasing dikalikan
perlindungan sistem penyangga  meningkatkan fungsi hutan lindung dengan angka penimbang mempunyai jumlah
kehidupan untuk mengatur tata air, terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan nilai (skor) 175 atau lebih
mencegah banjir, mengendalikan dan satwa.  kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan
erosi, mencegah intrusi air laut, dan 40 % atau lebih; dan/atau kawasan hutan yang
memelihara kesuburan tanah. mempunyai ketinggian 2000 m di atas permukaan
laut atau lebih
 kawasan bercurah hujan yang tinggi, berstruktur
tanah yang mudah meresapkan air dan
mempunyai geomorfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besarbesaran.
2. Perlindun PB Peruntukan tanah  meresapkan air hujan sehingga dapat  kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
gan yang merupakan bagian dari menjadi tempat pengisian air bumi untuk meresapkan air hujan sebagai pengontrol
terhadap kawasan lindung yang mempunyai (akuifer) yang berguna sebagai tata air permukaan.
kawasan fungsi pokok sebagai perlindungan sumber air.
bawahan terhadap kawasan di bawahannya
nya meliputi kawasan bergambut dan
kawasan resapan air.
3. Perlindun PS Peruntukan tanah yang merupakan  mempertahankan kelestarian fungsi Sempadan pantai Rujukan: Permen PU No.
gan bagian dari kawasan lindung yang pantai, waduk, dan sungai. daratan sepanjang tepian yang lebarnya 63/PRT/1 993
setempat mempunyai fungsi pokok sebagai menjaga kawasan agar tidak proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai,
perlindungan terhadap sempadan terganggu aktifitas manusia. minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah
pantai, sempadan sungai, kawasan darat
sekitar danau atau waduk, kawasan
sekitar mata air.

Sempadan waduk
daratan sepanjang tepian danau yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
danau/waduk antar 50- 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-117


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN KETERANGAN
Sempadan sungai
 garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan
dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 (lima)
meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul
 garis sempadan sungai tidak bertanggul
ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan
sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang
 garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak
bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan
sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat
yang berwenang
4. Zona RTH Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah  menjaga ketersediaan lahan sebagai  dialokasikan pada pada pusat-pusat pelayanan Rujukan:
Ruang area memanjang/jalur dan atau kawasan resapan air. sesuai dengan hierarki taman yang akan Permen PU No.
Terbuka mengelompok, yang  menciptakan aspek planologis direncanakan. 05/PRT/M/2008
Hijau penggunaannya lebih bersifat perkotaan melalui keseimbangan  memiliki jalan akses minimum berupa jalan tentang Pedoman
terbuka, tempat tumbuh tanaman, antara lingkungan alam dan lingkungan (untuk taman lingkungan, jalan Penyediaan dan
baik yang tumbuh tanaman secara lingkungan binaan yang berguna untuk kolektor untuk taman kecamatan dan taman kota). Pemanfaatan Ruang Terbuka
alamiah maupun yang sengaja kepentingan masyarakat.  memperhatikan ketentuan ketentuan yang terkait Hijau di Kawasan L1-2
ditanam.  meningkatkan keserasian lingkungan dengan perencanaan ruang terbuka hijau Perkotaan
perkotaan sebagai sarana pengaman perkotaan.
lingkungan perkotaan yang aman,
nyaman, segar, indah, dan bersih.
5. Suaka SC Peruntukan tanah yang merupakan  meningkatkan fungsi lindung terhadap  kawasan yang ditunjuk mempunyai
alam dan bagian dari kawasan lindung yang tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta
cagar memiliki ciri khas tertentu baik di serta nilai budaya dan sejarah bangsa. tipe ekosistemnya; dan atau mewakili formasi
budaya darat maupun di perairan yang  mempertahankan keanekaragaman biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya.
mempunyai fungsi pokok sebagai hayati, satwa, tipe ekosistem dan  mempunyai kondisi alam, baik biota maupun
kawasan pengawetan keragaman keunikan alam. fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum
jenis tumbuhan, satwa dan diganggu manusia; dan/atau mempunyai luas dan
ekosistemnya beserta nilai budaya bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan
dan sejarah bangsa. yang efektif dengan daerah
penyangga yang cukup luas.
 mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-
satunya contoh di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan observasi.
6. Rawan RB Peruntukan tanah yang merupakan  menetapkan zona yang tidak boleh  lokasi yang berdekatan dengan sumber-sumber Rujukan:

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-118


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN KETERANGAN
bencana bagian dari kawasan lindung yang dijadikan sebagai lokasi bencana (tebing tinggi, laut, bantaran sungai, Permen PU
alam memiliki ciri khas tertentu baik di pembangunan. gunung berapi, daerah sesah gempa) yang no.21/PRT/M/2007
darat maupun di perairan yang  pencegahan dan penanganan secara memiliki tingkat resiko kecil, sedang, hingga tinggi
sering atau berpotensi tinggi serius dalam bencana alam. bagi manusia untuk menyelamatkan diri pada
mengalami tanah longsor,  meminimalisir korban jiwa dalam saat bencana terjadi.
gelombang pasang, banjir, letusan bencana alam.
gunung berapi, dan gempa bumi.
Sumber : Permen No 20 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan RDTR Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

Tabel IV.58
Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Sub Zona Kawasan Budidaya
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
I. ZONA PERUMAHAN
Definisi :
Peruntukkan tanah yang yang terdiri dari kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya.
Tujuan Penetapan :
 Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan yang bervariasi;
 Mengakomodasi bermacam tipe hunian dalam rangka mendorong penyediaan hunian bagi semua lapisan masyarakat;
 Merefleksikan pola-pola pengembangan yang diinginkan masyarakat pada lingkungan-lingkungan hunian yang ada dan untuk masa yang akan datang.
1. Rumah R-1 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Bertujuan menyediakan zona untuk pembangunan unit Zona dengan wilayah perencanaan yang memiliki
kepadatan kawasan budidaya difungsikan untuk tempat hunian dengan tingkat kepadatan sangat tinggi. Dalam kepadatan bangunan diatas 1000 rumah/hektar
sangat tinggi tinggal atau hunian dengan perbandingan yang pembangunan rumah dengan kepadatan sangat tinggi
sangat besar antara jumlah bangunan rumah berlaku kepemilikan berdasarkan strata title, dimana
dengan luas lahan setiap pemilik unit hunian memiliki hak menggunakan
bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama dan kewajiban yang sama dalam menyediakan
fasilitas lingkungan di dalam satuan perpetakannya
(apartemen/rumah susun)
2. Rumah R-2 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Bertujuan menyediakan zona untuk pembangunan unit Zona dengan wilayah perencanaan yang memiliki
kepadatan kawasan budidaya difungsikan untuk tempat hunian dengan tingkat kepadatan tinggi. kepadatan bangunan 100-1000 rumah/hektar
tinggi tinggal atau hunian dengan perbandingan yang
besar antara jumlah bangunan rumah dengan
luas lahan
3. Rumah R-3 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Bertujuan menyediakan zona untuk pembangunan unit Zona dengan wilayah perencanaan yang memiliki
kepadatan kawasan budidaya difungsikan untuk tempat hunian dengan tingkat kepadatan sedang. kepadatan bangunan 40-100 rumah/hektar
sedang tinggal atau hunian dengan perbandingan yang

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-119


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
hampir seimbang antara jumlah bangunan rumah
dengan luas lahan
4. Rumah R-4 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Bertujuan menyediakan zona untuk pembangunan unit Zona dengan wilayah perencanaan yang memiliki
kepadatan kawasan budidaya difungsikan untuk tempat hunian dengan tingkat kepadatan rendah. kepadatan bangunan dibawah 10-40 rumah/hektar
rendah tinggal atau hunian dengan perbandingan yang
kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas
lahan
5. Rumah R-5 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Bertujuan menyediakan zona untuk pembangunan unit Zona dengan wilayah perencanaan yang memiliki
kepadatan kawasan budidaya difungsikan untuk tempat hunian dengan tingkat kepadatan sangat rendah. kepadatan bangunan dibawah 10 rumah/hektar
sangat rendah tinggal atau hunian dengan perbandingan yang
sangat kecil antara jumlah bangunan rumah
dengan luas lahan.
II. ZONA PERDAGANGAN DAN JASA
Definisi :
Peruntukkan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk pengembangan kegiatan jual beli yang bersifat komersial, fasilitas umum, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat
hiburan dan rekreasi
Tujuan Penetapan :
 Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja, dalam wadah berupa perkantoran, pertokoan, jasa, rekreasi dan pelayanan masyarakat;
 Menyediakan ruang yang cukup bagi penempatan kelengkapan dasar fisik berupa sarana-sarana penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial,
dan budaya dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
 Menyediakan ruang yang cukup bagi sarana-sarana umum, terutama untuk melayani kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
6. Tunggal K-1 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari  Menyediakan ruang untuk  lingkungan dengan tingkat kepadatan tinggi,
kawasan budidaya difungsikan untuk  menampung tenaga kerja, pertokoan, jasa, rekreasi, sedang dan rendah dan akan diatur lebih lanjut
pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan pelayanan Masyarakat didalam peraturan zonasi
dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha,  menyediakan fasilitas  lingkungan yang diarahkan untuk membentuk
tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan perdagangan dan jasa yang dibutuhkan karakter tuang kota melalui pengembangan
pelayanan regional yang dikembangkan dalam masyarakat dalam skala pelayanan regional dan kota bangunan bangunan tunggal
bentuk tunggal secara horisontal maupun vertikal.  membetuk karakter ruang kota melalui  skala pelayanan perdagangdan dan jada yang
pengembangan bangunan perdagangdan dan jasa direncanakan adalah tingkat nasional dan
dalam bentuk tunggal regional dan kota
 jalan akses minimum adalah jalan kolektor
 tidak berbatasan langsung dengan perumahan
penduduk
7. Deret K-2 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari  Menyediakan ruang untuk:  lingkungan dengan tingkat kepadatan sedang
kawasan budidaya difungsikan untuk  menampung tenaga kerja, pertokoan, jasa, rekreasi, sampai tinggi.
pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan pelayanan Masyarakat  skala pelayanan perdagangan dan jada yang

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-120


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
dan/atau jasa, tempat dengan skala pelayanan  menyediakan fasilitas pelayanan perdagangan dan direncanakan adalah tingkat regional dan kota
regional bekerja, tempat berusaha, tempat jasa yang dibutuhkan masyarakat dalam skala dan lokal
hiburan dan rekreasi yang dikembangkan dalam pelayanan kota dan lokal.  jalan akses minimum adalah jalan kolektor
bentuk deret  membetuk karakter ruang kota melalui  sebagai bagian daripada fasilitas perumahan
pengembangan bangunan perdagangdan dan jasa dan dapat berbatasan langsung dengan
dalam bentuk bangunan tunggal perumahan penduduk
III. ZONA PERKANTORAN
Definisi :
Peruntukkan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan, fasilitas umum, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan
dan rekreasi
Tujuan Penetapan :
 Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja, dalam wadah berupa perkantoran, pertokoan, jasa, rekreasi dan pelayanan masyarakat;
 Menyediakan ruang yang cukup bagi penempatan kelengkapan dasar fisik berupa sarana-sarana penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial,
dan budaya dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
 Menyediakan ruang yang cukup bagi sarana-sarana umum, terutama untuk melayani kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
8. Pemerintah KT-1 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk pengembangan kegiatan  kantor pemerintahan baik tingkat pusat maupun
kawasan budi daya difungsikan untuk pelayanan pemerintahan dan pertahanan serta daerah (provinsi, kota/kabupaten, kecamatan,
pengembangan kegiatan pemerintahan dan keamanan sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung kelurahan)
pelayanan masyarakat untuk menjamin pelayanan pada masyarakat menjamin  kantor atau instalasi militer termasuk tempat
kegiatan Pemerintahan, pertahanan dan keamanan latihan baik pada tingkatan nasional, Kodam,
yang berkualitas tinggi, dan melindungi Korem, Koramil, Polda, Polwil, Polsek dan
pengguaan lahan untuk pemerintahan, pertahanan dan sebagainya
keamanan  untuk pemerintah tingkat pusat, propinsi dan
kota Aksesibilitas minimum adalah jalan kolektor
 untuk pemerintah tingkat kecamatan dan
dibawahnya Aksesibilitas minimum adalah jalan
lingkungan utama.
9. Swasta KT-2 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  lingkungan dengan tingkat kepadatan tinggi,
kawasan budi daya difungsikan untuk  menampung tenaga kerja di sektor jasa komersial, sedang dan rendah dan akan diatur lebih lanjut
pengembangan kelompok kegiatan Perkantoran rekreasi, dan sebagai bagian dari pelayanan didalam peraturan zonasi
swasta, Jasa, tempat bekerja, tempat berusaha kebutuhan masyarakat  lingkungan yang diarahkan untuk membentuk
dengan fasilitasnya yang dikembangkan dengan karakter tuang kota melalui pengembangan
bentuk tunggal /renggang secara horisontal bangunan bangunan tunggal
maupun vertikal  skala pelayanan yang direncanakan adalah
tingkat nasional dan regional dan kota
 jalan akses minimum adalah jalan kolektor

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-121


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
 tidak berbatasan langsung dengan perumahan
penduduk.
IV. ZONA INDUSTRI
Definisi :
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Tujuan Penetapan :
 Menyediakan ruang bagi kegiatan-kegiatan produksi suatu barang yang mempunyai nilai lebih untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan yang berkaitan dengan
lapangan kerja perekonomian lainnya;
 Memberikan kemudahan pertumbuhan industri baru dengan mengendalikan pemanfaatan ruang lainnya, untuk menjaga keserasian lingkungan sehingga mobilitas antar ruang tetap terjamin serta
terkendalinya kualitas lingkungan.
10. Industri Kimia I-1 Zona industri yang mengolah bahan mentah  pengelolaan kegiatan industri yang dilakukan secara  dikembangkan pada lingkungan dengan tingkat
Dasar menjadi bahan baku serta memiliki proses kimia terpadu dengan penyediaan fasilitas-fasilitas kepadatan rendah
yang menghasilkan produk zat bersama, sehingga para pengguna dapat bekerja  tidak berada maupun berbatasan langsung
kimia dasar,seperti asam sulfat (H2SO4) dan secara efisien dan pengawasan terhadap dengan zona perumahan.
ammonia (NH3), seperti Industri kertas, semen, keselamatan kerja maupun bangunan dapat  penentuan lokasi industri dilakukan dengan
obat-obatan, pupuk, kaca, dll termonitor dengan baik memperhatikan rencana tranportasi yang
berhubungan dengan simpul bahan baku
industri dan simpul simpul pemasaran hasil
produksi yang merupakan bagian dari rencana
umum jaringan transportasi yang tertuang
didalam rencana tata ruang maupun rencana
induk transportasi.
 memperhatikan ketentuan ketentuan yang
tertuang dengan peraturan terkait dengan
pengembangan lahan industri;
11. Industri Mesin I-2 Zona industri bahan logam dan produk dasar  menyediakan ruang untuk pengembangan industri  dikembangkan pada lingkungan dengan tingkat
dan Logam yang menghasilkan bahan baku dan bahan mesin dan logam dasar beserta fasilitas kepadatan rendah
Dasar setengah jadi, seperti industri peralatan listrik, pelengkapnya yang membutuhkan lahan luas ditata  penentuan lokasi industri dilakukan dengan
mesin, besi beton, pipa baja, kendaraan bermotor, secara horizontal memperhatikan rencana tranportasi yang
pesawat terbang, dll berhubungan dengan simpul bahan baku
industri dan simpul simpul pemasaran hasil
produksi yang merupakan bagian dari rencana
umum jaringan transportasi yang tertuang
didalam rencana tata ruang maupun rencana
induk transportasi.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-122


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
 memperhatikan kepadatan lalu lintas dan
kapasitas jalan di sekitar
kawasan industri;
 tidak berada maupun berbatasan langsung
dengan zona perumahan
 memperhatikan penanganan limbah industri
 memperhatikan ketentuan ketentuan yang
tertuang dengan peraturan terkait dengan
pengembangan lahan industri;
12. Industri Kecil I-3 Zona industri dengan modal kecil dan tenaga Menyediakan ruang untuk untuk industri-industri kecil  dikembangkan pada lingkungan dengan tingkat
kerja yang sedikit dengan peralatan sederhana. yang mengakomodasi kegiatan industri skala kecil ditata kepadatan rendah sampai sedang
Biasanya merupakan industri yang dikerjakan per dalam perpetakan kecil dengan lantai dua sampai empat  penentuan lokasi industri dilakukan dengan
orang atau rumah tangga, seperti indutri roti, lapis, sehingga memungkinkan masyarakat luas memperhatikan keserasian dengan lingkungan
kompor minyak, makanan ringan, minyak goreng berusaha pada bangunan industri yang berdekatan sekitar serta kebutuhannya
curah dll. dengan rumah tinggalnya.  memperhatikan kepadatan lalu lintas dan
kapasitas jalan di sekitar industri;
 dapat dikembangkan di zona perumahan
selama tidak mengganggu aspek lingkungan
 memperhatikan penananganan limbah industri ;
 berada di dalam bangunan deret/perpetakan
 disediakan lahan untuk bongkat muat barang
hasil industri sehingga tidak mengganggu arus
lalu lintas sekitar pemukiman
 memperhatikan ketentuan ketentuan yang
tertuang dengan peraturan terkait dengan
pengembangan lahan industri;
13. Aneka Industri I-4 Aneka industri adalah industri yang menghasilkan Menyediakan ruangan bagi kegiatan-kegiatan industri  dikembangkan pada lingkungan dengan tingkat
beragam kebutuhan konsumen yang beragam untuk memenuhi permintaan pasar serta kepadatan rendah sampai sedang
Dibedakan kedalam 4 golongan, yaitu: meningkatkan keseimbangan antara penggunaan lahan  penentuan lokasi industri dilakukan dengan
1) Aneka pengolahan pangan: yang secara ekonomis dan mendorong pertumbuhan memperhatikan rencana tranportasi yang
menghasilkan kebutuhan pokok di bidang lapangan kerja berhubungan dengan simpul bahan baku
pangan) seperti garam, gula, margarine, industri dan simpul-simpul pemasaran hasil
minyak goreng, rokok, susu, tepung terigu. produksi yang merupakan bagian dari rencana
2) Aneka pengolahan sandang: yang umum jaringan transportasi yang tertuang
menghasilkan kebutuhan sandang, seperti didalam rencana tata ruang maupun rencana
bahan tenun, tekstil, industri kulit dan induk transportasi.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-123


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
pakaian jadi.  memperhatikan kepadatan lalu lintas dan
3) Aneka kimia dan serat: yang mengolah kapasitas jalan di sekitar industri;
bahan baku melalui proses kimia sehingga  disediakan lahan untuk bongkat muat barang
menjadi barang jadi yang dapat hasil industri sehingga tidak
dimanfaatkan, seperti ban kendaraan, pipa mengganggu arus lalu lintas sekitar pemukiman
paralon, pasta gigi, sabun cuci, dan korek
api.
4) Aneka bahan bangunan: yang mengolah
aneka bahan bangunan, seperti industri
kayu, keramik, kaca, marmer.
V. ZONA SARANA PELAYANAN UMUM
Definisi :
Peruntukan tanah yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan yang berupa Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Sosial budaya, Olahraga dan Rekreasi, dengan fasilitasnya yang
dikembangkan dalam bentuk tunggal/ renggang, deret/rapat dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam rencana kota
Tujuan Penetapan:
 Menyediakan ruang untuk pengembangan kegiatan kegiatan Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Sosial budaya, Olahraga dan Rekreasi, dengan fasilitasnya dalam upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat seseuai dengan jumlah pendududk yang dilayani dan skala pelayanan fasilitas yang akan dikembangkan;
 Menentukan pusat pusat pelayanan lingkungan sesuai dengan skala pelayanan sebaimana tertuang didalam rencana tata ruang kota
 Mengatur hierarki pusat pusat pelayanan sesuai dengan rencana tata ruang kota.
14. Pendidikan SPU-1 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  penempatan sarana pendidikan dasar dan
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  pengembangan kelompok kegiatan pendidikan dan sarana pendidikan menengah disesuaikan
Sarana pendidikan dasar sampai dengan fasilitasnya yang meliputi pendidikan dasar, dengan ketentuan jarak jangkau maksimum dari
pendidikan tinggi, pendidikan formal maupun pendidikan menangah dan pendidikan tinggi permukiman serta menjadi orientasi pelayanan
informal dan dikembangkan secara horisontal  pelayanan kebutuhan penduduk akan sarana lingkungan untuk sarana pedidikan dasar dan
maupun vertikal pendidikan menengah
 jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah
dalam satu wilayah disesuaikan dengan jumlah
penduduk minimum yang terlayani.
 sarana pendidikan tinggi pada lingkungan padat
minimum dengan aksesibilitas jalan kolektor
dan dikembangkan secara vertikal, perletakan
tidak boleh berbatasan langsung dengan
perumahan
 sarana pendidikan formal meliputi sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, sekolah
menengah umum dan pendidikan tinggi serta

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-124


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
akademi.
 sarana pendidikan informal meliputi kurus
pendiidkan dan perpustakaan tingkat kelurahan,
perpustakaan subwilayah dan perpustakaan
wilayah dikembangkan sesuai dengna jumlah
penduduk minimum penduduk terlayani
15. Transportasi SPU-2 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari  menyediakan ruang untuk pengembangan fungsi  memperhatikan kebijakan sistem transportasi
kawasan budi daya yang dikembangkan untuk transportasi udara, jalan raya, kereta api, laut, sungai nasional
manampung fungsi transportasi dalam upaya dan danau  memperhatikan kebijakan Pemerintah yang
untuk mendukung kebijakan pengembangan  menetapkan kriteria pengembangan zona transportasi menunjang pusat pertumbuhan ekonomi;
sistem transportasi yang tertuang didalam  memperhatikan ketersediaan lahan sesuai
rencana tata ruang yang meliputi transportasi dengan kebutuhan pelayanan transportasi yang
darat, udara dan perairan. akan dikembangkan serta sarana pergantian
moda angkutan.
 aksesibilitas yang menghubungkan antar lokasi
kegiatan transportasi minimal jalan kolektor
 tidak berbatasan langsung dengan zona
perumahan.
16. Kesehatan SPU-3 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  sarana kesehatan yang
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  pengembangan kelompok kegiatan kesehatan dan dikembangkan dalam satu zona tersendiri
pengembangang sarana kesehatan dengan fasilitasnya yang hierarki dan skala pelayanannya adalah sarana kesehatan dengan skala
hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan disesuaikan dengan jumlah penduduk yang terlayani pelayanan tingkat kecamatan atau lebih yang
dengan jumlah penduduk yang akan dilayani yang dalam satu wilayah administrasi meliputi rumah bersalin, laboratorium
dikembangkan secara horisontal maupun vertikal  pelayanan kebutuhan penduduk akan sarana kesehatan, puskesmas kecamatan, RS
kesehatan pembantu tipe C, RS wilayah tipe B dan RS tipe
A
 sarana kesehatan berupa pos kesehatan,
apotik, klinik, praktek dokter tidak
dikembangkan dalam satu zona terpisah dan
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan zonasi
 rumah sakit dikembangkan dengan dengan
jalan akses minimum jalan kolektor, perletaka
tidak boleh berbatasan langsung dengan
perumahan.
 puskesmas dikembangkan dengan jalan akses
minimum jalan lingkungan utama.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-125


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
 mengacu pada ketentuan ketentuan lain yang
berlaku dalam pengembangan sarana
kesehatan
17. Olahraga SPU-4 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  sarana olah raga yang dikembangkan dalam
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  pengembangan kelompok kegiatan sarana olah raga satu zona tersendiri adalah sarana olahraga
menampung sarana olah raga dalam bentuk dan fasilitasnya yang hierarki dan skala pelayanannya tingkat pelayanan kecamatan yang meliputi
terbuka maupun tertutup sesuai dengan lingkup disesuaikan dengan jumlah penduduk yang terlayani gedung olahraga, kolam renang, gelanggang
pelayanannya dengan hierarki dan skala dalam satu wilayah administrasi olahraga, stadion mini
pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah  pelayanan kebutuhan penduduk akan sarana olah  sarana olah raga dengan skala pelayanan lebih
penduduk raga rendah dari tingkat kecamatan tidak
dikembangkan dalam satu zona tersendiri
namun merupakan satu kesatuan dengan
permukiman (bagian dari fasilitas perumahan)
dan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
zonasi
 fasilitas olah raga dengan skala pelayanan lebih
besar atau sama dengan tingkat kecamatan
dikembangkan dengan dengan jalan akses
minimum jalan kolektor,
18. Sosial Budaya SPU-5 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  sarana sosial budaya yang dikembangkan
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  pengembangan kelompok kegiatan sosial abudaya dalam satu zona tersendiri adalah sarana sosial
menampung sarana sosial budaya dengan dan fasilitasnya yang hierarki dan skala pelayanannya budaya tingkat pelayanan kecamatan atau lebih
hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan disesuaikan dengan jumlah penduduk yang terlayani besar yang meliputi balai warga, gedung serba
dengan jumlah penduduk yang dikembangkan dalam satu wilayah administrasi guna, balai latihan kerja, panti sosial, gedung
secara horisontal maupun vertikal  pelayanan kebutuhan penduduk akan sarana sosial jumpa bhakti, gedung pertemuan umum dengan
budaya besaran minimum diatur dialam peraturan
zonasi
 sarana sosial budaya dengan skala pelayanan
lebih rendah dari tingkat kecamatan tidak
dikembangkan dalam satu zona tersendiri
namun merupakan satu kesatuan dengan
permukiman (bagian dari fasilitas perumahan)
dan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
zonasi
 fasilitas sosial budaya dengan skala pelayanan
lebih besar atau sama dengan tingkat

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-126


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
kecamatan dikembangkan dengan dengan jalan
akses minimum jalan kolektor,
19. Peribadatan SPU-6 peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  sarana ibadah yang dikembangkan dalam satu
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  pengembangan kelompok kegiatan peribadatan dan zona tersendiri meliputi sarana ibadah tingkat
menampung sarana ibadah dengan herarki dan fasilitasnya yang herarki dan skala pelayanannya pelayanan kecamatan atau lebih besar
skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah disesuaikan dengan jumlah penduduk yang terlayani  sarana ibadah dengan skala pelayanan lebih
penduduk dalam satu wilayah administrasi rendah dari tingkat kecamatan tidak
 pelayanan kebutuhan penduduk akan sarana dikembangkan dalam satu zona tersendiri
peribadatan sesuai dengan proporsi jumlah pemeluk namun merupakan satu kesatuan dengan
agama yang dilayani dalam satu wilayah permukiman (bagian dari fasilitas perumahan)
dan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
zonasi
 fasilitas peribadatan dengan skala pelayanan
lebih besar atau sama dengan tingkat
kecamatan dikembangkan dengan dengan jalan
akses minimum jalan kolektor,
 mengacu pada ketentuan ketentuan lain yang
berlaku dalam
 pengembangan sarana peribadatan
VI. ZONA RUANG TERBUKA NON HIJAU
20. Ruang RTNH Ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang  tempat untuk berbagai aktivitas, selain yang berupa  pelataran tempat berkumpulnya massa dengan
Terbuka Non tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan RTH berbagai jenis kegiatan seperti sosialisasi,
Hijau yang diperkeras atau yang berupa badan air,  menciptakan keseimbangan antara lingkungan alam duduk- duduk, aktivitas massa, dll.
maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dan lingkungan binaan yang berguna untuk  pelataran dengan fungsi utama meletakkan
dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, kepentingan masyarakat. kendaraan seperti mobil, motor, dan kendaraan
pasir, kapur, dan lain sebagainya)  mengoptimalkan fungsi ruang terbuka sebagai tempat lainnya.
aktivitas sosial dan budaya.  pelataran dengan fungsi utama tempat
dilangsungkannya kegiatan olahraga.
 pelataran dengan kelengkapan tertentu untuk
mewadahi kegiatan utama bermain atau
rekreasi masyarakat.
 jalur dengan fungsi utama sebagai pembatas
yang menegaskan
peralihan antara suatu fungsi dengan fungsi
lainnya
 jalur dengan fungsi utama sebagai sarana

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-127


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
aksesibilitas pejalan kaki yang bukan
merupakan trotoar (jalur pejalan kaki yang
berada di sisi jalan).
 Rujukan :
 Pemen PU No. 12/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan
VII. ZONA PERUNTUKAN LAINNYA
Definisi :
Peruntukan tanah yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan, pariwisata, dan peruntukan-peruntukan lainnya.
Tujuan Penetapan :
 Menyediakan ruang untuk pengembangan kegiatan kegiatan di daerah tertentu seperti pertanian, pertambangan, pariwisata, dengan fasilitasnya dalam upaya memenuhi lapangan pekerjaan
masyarakat di daerah tersebut;
 Mengembangkan sektor-sektor basis tertentu agar dapat meningkatkan pendapatan daerah
21. Pertanian PL-1 Peruntukan ruang yang dikembangkan untuk Peruntukan lahan untuk : Peruntukan pertanian :
menampung kegiatan kegiatan yang  menghasilkan bahan pangan, palawija, tanaman  ruang yang secara teknis dapat digunakan
berhubungan dengan pengusahaan keras, hasil peternakan dan perikanan; untuk lahan pertanian basah (irigasi maupun
mengusahakan tanaman tertentu, pemberian  sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan non irigasi) ataupun lahan kering tanaman
makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan sekitarnya; pangan maupun palawija.
hewan untuk pribadi atau tujuan komersial  membantu penyediaan lapangan kerja bagi  ruang yang apabila digunakan untuk kegiatan
masyarakat setempat pertanian lahan basah ataupun lahan kering
secara ruang dapat memberikan manfaat
ekonomi, ekologi maupun sosial
 kawasan pertanian tanaman lahan basah
dengan irigasi teknis tidak boleh dialihfungsikan
Memperhatikan ketentuan pokok tentang
perencanaan dan penyelenggaraan budi daya
tanaman; serta tata ruang dan tata guna tanah
budidaya tanaman mengacu kepada Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budi Daya Tanaman
Peruntukan perkebunan, peternakan, perikanan:
 tidak mengganggu permukiman penduduk
terkait dengan limbah yang dihasilkan;
 pada lingkungan dengan kepadatan rendah;
 memperhatikan Ketentuan pokok tentang

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-128


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
pemakaian tanah dan air untuk usaha
peternakan; serta penertiban dan
keseimbangan tanah untuk ternak mengacu
kepada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan
22. Pertambangan PL-1 peruntukan ruang yang dikembangkan untuk Menyediakan ruang untuk :  Ruang yang secara teknis dapat digunakan
menampung kegiatan pertambangan bagi wilayah  Kegiatan-kegiatan pertambangan dalam upaya untuk pemusatan kegiatan pertambangan, serta
yang sedang maupun yang akan segera meningkatkan keseimbangan antara penggunaan tidak menggangu kelestarian fungsi lingkungan
dilakukan kegiatan lahan secara ekonomis, lingkungan dan mendorong hidup
pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, pertumbuhan lapangan kerja  ruang yang apabila digunakan untuk kegiatan
B, dan C  memberikan kemudahan dalam fleksibilitas bagi pertambangan secara ruang akan memberikan
pertambangan baru manfaat secara ekonomi, sosial budaya dan
 Menjamin kegiatan pertambangan yang berkualitas ekologi baik skala nasional, regional maupun
tinggi, dan melindungi penggunaan lahan untuk lokal
pertambangan serta memperhatikan ketentuan ketentuan pokok yang
membatasi pernggunaan non pertambangan diatur dialam Undang undang no 11 tahun 1967
tentang ketentuan ketentuan pokok pertambangan
23. Pariwisata PL-3 peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk : Kawasan wisata yang dikembangkan di tempat
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  Menyediakan lahan untuk pengembangan akomodasi berlangsungnya atraksi budaya,
mengembangkan kegiatan pariwisata baik alam, pariwisata dengan kepadatan yang bervariasi di prosesi upacara adat, dan sekitarnya
buatan, maupun budaya seluruh kawasan. yang ditujukan untuk mengakomodasi
 Mengakomodasi bermacam tipe akomodasi wisata dengan minat khusus (tengeran/ landmark,
pariwisata seperti hotel, vila, resort, homestay, dll cagar budaya) Kawasan wisata di tempat objek
yang mendorong penyediaan akomodasi bagi alam
wisatawan. (gunung, sawah, pantai, laut, teIuk,
lembah) dan kawasan di sekitarnya yang ditujukan
untuk mengakomodasi wisata minat alam yang
memiliki kecenderungan mendapatkan sesuatu
dan pengalaman baru yang bermanfaat dari objek
wisata alam yang dikunjungi

VIII. ZONA PERUNTUKAN KHUSUS


Definisi :

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-129


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menampung peruntukan-peruntukan khusus Militer, Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), dan lain-lain yang memerlukan penanganan, perencanaan sarana prasarana serta fasilitas tertentu, dan belum tentu di
semua wilayah memiliki peruntukan khusus ini.
Tujuan Penetapan :
 Menyediakan ruang untuk pengembangan fungsi khusus militer, Tempat Pembuangan Akhir, dan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL)
 Menetapkan kriteria pengembangan zona khusus menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
24. Militer KH-1 Peruntukan tanah yang merupakan bagian dari Menyediakan ruang untuk :  memperhatikan kebijakan sistem pertahanan
kawasan budidaya yang dikembangkan untuk  tempat kegiatan dan pengembangan bidang dan keamanan nasional
menjamin kegiatan dan pengembangan bidang pertahanan dan keamanan negara agar dapat  memperhatikan kebijakan Pemerintah yang
pertahanan dan keamanan seperti kantor, menjamin kondisi negara yang kondusif. Tempat menunjang pusat militer nasional
instalasi militer, termasuk tempat latihan baik pelatihan para prajurit dan pasukan militer sebagai  memperhatikan ketersediaan lahan sesuai
pada tingkat nasional, Kodam, Korem, Koramil, garda depan negara yang khusus dibina untuk dengan kebutuhan bidang militer beserta
dsb. menjamin keberlangsungan keamanan dan sarana dan prasarana penunjangnya
pertahanan negara  aksesibilitas yang menghubungkan zona militer
adalah jalan kolektor; tidak berbatasan
langsung dengan zona perumahan dan
komersial.
25. TPA KH-2 Peruntukan tanah di Menyediakan ruang untuk :  memperhatikan kebijakan sistem persampahan
daratan dengan batas- batas tertentu yang yang  menimbun segala sampah yang ditimbulkan dari (jalur dan saluran)
digunakan sebagai tempat untuk menimbun konsumen di suatu wilayah mengumpulkan timbunan  memperhatikan ketersediaan lahan sesuai
sampah dan merupakan bentuk terakhir sampah sebagai pool yang terakhir sebelum sampah- dengan kebutuhan Tempat Pemrosesan Akhir
perlakuan sampah sampah tersebut diolah lebih lanjut agar lingkungan serta ruang ruang yang diperlukan didalam
tidak tercemar. operasi pembuangan akhir sampah.
 aksesibilitas yang menghubungkan tempat
pengbuangan akhir minimal adalah jalan lokal.
 tidak berbatasan langsung dengan zona
perumahan, zona komersial, dan zona zona
lainnya dapat berdekatan dengan zona industri
namun harus berdasarkan syarat-syarat tertentu
26. IPAL KH-3 peruntukan tanah yang terdiri atas daratan Menyediakan ruang untuk :  memperhatikan sistem pembuangan air limbah
dengan batas batas tertentu yang berfungsi untuk  tempat pengolahan air limbah agar segera dapat pemukiman dan industri yang berlaku di suatu
tempat pembuangan segala diolah dan tidak mencemari lingkungan pemukiman wilayah
macam air buangan (limbah) yang berasal dari dan industri.  memperhatikan standar-standar teknis sarana
limbah-limbah domestik, industri, maupun  meningkatkan kesehatan masyarakat melalui dan prasarana yang harus dipenuhi dalam
komersial dan lain-lainnya peningkatan akses masyarakat terhdap pelayanan pembangunan instalasi pembuangan akhir
pengolahan air limbah dengan sistem setempat dan limbah (IPAL)

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-130


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
NO ZONA KODE DEFINISI TUJUAN PENETAPAN KRITERIA PERENCANAAN
sistem terpusat.  tidak berbatasan langsung dengan zona
 melindungi sumber-sumber air baku bagi air minum perumahan dan industri
dari pencemaran air limbah pemukiman dan industri.
Sumber : Permen No 20 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan RDTR Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-131


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.4.3 Penentuan klasifikasi zona dan sub Zona kawasan
Berdasarkan kriteria klasifikasi zona dan sub zona sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka
pengklasifikasian zona dan sub zona Kawasan Danau Rawa Pening disusun secara rinci dan berurut, sehingga
setiap kode zona dan sub zona yang akan digunakan dalam peraturan zonasi setiap kawasan harus berdasarkan
kode zona dan sub zona yang telah disusun tersebut. Berdasarkan karakteristik kawasan, maka
pengklasifikasian zona dan sub zona secara lebih rinci diuraikan pada tabel berikut.

Tabel IV.59
Klasifikasi Penentuan Zona dan Sub Zona di Kawasan Danau Rawa Pening
NO ZONA KODE SUB ZONA KODE
A KAWASAN LINDUNG
1 PERLINDUNGAN SETEMPAT PS Sempadan Sungai PS-1
Sempadan Danau PS-2

ZONA RUANG TERBUKA HIJAU RTH RTH/Taman Kota RTH-1


Jalur Hijau RTH-3
Taman Pemakaman Umum (TPU) RTH-4
B KAWASAN BUDIDAYA
1 PERUMAHAN R Rumah Kepadatan Sangat Tinggi R-1
Rumah Kepadatan Tinggi R-2
Rumah kepadatan sedang R-3
Rumah kepadatan rendah R-4
Rumah kepadatan sangat rendah R-5
2 ZONA PERDAGANGAN DAN JASA K Zona Perdagangan dan Jasa (Tunggal) K-1
Zona Perdagangan dan Jasa (Kopel) K-2
Zona Perdagangan dan Jasa (Deret) K-3
3 ZONA PERKANTORAN KT Zona Perkantoran (Pemerintah) KT-1
Zona Perkantoran (Swasta) KT-2
4 ZONA SARANA PELAYANAN UMUM SPU Pendidikan SPU-1
Transportasi SPU-2
Kesehatan SPU-3
Olahraga SPU-4
Sosial Budaya SPU-5
Peribadatan SPU-6
5 ZONA PERUNTUKAN LAINNYA PL Pertanian PL-1
Pertanian Lahan Basah PL-1.1
Pertanian Lahan Kering PL-1.2
Pariwisata PL-2
6 ZONA PERUNTUKAN KHUSUS KH Pertahanan & Keamanan KH-1
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) KH-2
Instalasi Pengolahan Air (IPA) KH-3
Instalasi Energi (Gardu Induk, Depo Bahan Bakar, KH-4
SPBU)
7 ZONA PERUNTUKAN CAMPURAN C Perumahan dan Perdagangan/Jasa C-1
Perumahan dan Perkantoran C-2
Perkantoran dan Perdagangan/Jasa C-3
Sumber : - Permen PU No. 20/2011

4.5 Konsep Pengembangan


4.5.1 Konsep Pengembangan Sistem Transpotasi

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-132


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Karena konsep pengembangan Kawasan Danau Rawa Pening adalah pengembangan kepariwisataan, maka
pengembangan sistem transportasi dimaksudkan untuk mendukung fungsi kawasan sebagai kawasan pariwisata.
Beberapa konsep pengembangan transportasi yang penting untuk diperhatikan adalah:
1. Dalam rangka mendukung kawasan sebagai destinasi wisata, diperlukan peningkatan aksesibilitas
melalui peningkatan jaringan jalan yang ada sesuai dengan proyeksi wisatawan yang mengunjungi
kawasan serta penginetgrasian jaringan jalan dari jalan utama menuju objek wisata.
2. Peningkatan mobilitas kawasan melalui pengintegrasian antar moda dan memadukan peranan setiap
moda angkutan dengan menciptakan kemudahan perpindahan antar moda angkutan. Di dalam
kawasan terdapat transportasi darat, keberadaan danau memungkinkan transportasi air dan adanya
transportasi KA untuk wisata. Dengan pengintegrasioan ketiga moda tersebut, maka akan memberikan
kenyamanan masyarakat dan wisatawan beraktivitas dalam kawasan. untuk itu diperlukan
pengintegrasian pemindahan moda, yang mana infrastruktur pelabuhan/dermaga satu kesatuan
dengan stasiuan KA dan dilalui jaringan jalan. Dengan demikian ada berbagai alternatif untuk
transprotasi.
3. Menciptakan sistem transportasi yang terpadu sehingga memberikan efisiensi, efektivitas dan
keamanan yang baik. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan cara pengintegrasian kegiatan
pengelolaan lalu lintas, terminal dan parkir.

Pembangunan Dermaga,
Stasiun dalam satu lokasi
yang dihubungkan ke jalan
utama

Rute kapal/perahu sebagai


moda transportasi
penyebrangan dan juga
sebagai kegiatan wisata

Peningkatan aksesibilitas melalui


peningkatan infrastruktur ,
pengintegrasian jaringan jalan
dengan jalan utama dan
peningkatan moda

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-133


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
4.5.2 Konsep Peraturan Zonasi
Penyusunan peraturan zonasi kawasan Danau Rawa Pening dilakukan dengan pendekatan deduksi dan induksi,
pendekatan ini memanfaatkan hasil kajian dengan pendekatan deduksi yang dikoreksi dan divalidasi dengan
kondisi dan persoalan empirik yang ada di daerah yang disusun peraturan zonasinya.
A. Konsep Penyusunan Peraturan Teknis Zonasi
Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan pemanfaatan ruang (kegiatan
atau penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan
prasarana minimum yang harus disediakan, aturan lain yang dianggap penting dan aturan khusus untuk
kegiatan tertentu.
Aturan teknis disusun dengan mempertimbangkan:
a. Aspek yang diperhatikan (Issues of Concern), adalah pokok perhatian atau kriteria yang menjadi dasar
penyusunan aturan. Contoh perhatian dalam pengaturan adalah:
 Fungsional : menjamin kinerja yang tinggi dari fungsi tersebut;
 Kesehatan : menjamin tercapainya kualitas (standar minimum) kesehatan yang ditetapkan;
 Pokok perhatian lainnya antara lain: keselamatan, keamanan, kenyamanan, keindahan, dan
hubungan aspek tersebut dengan isu lainnya.
b. Komponen yang diatur (scope of issues) adalah komponen yang diatur berdasarkan pokok perhatian
yang terkait. Contoh komponen yang harus diatur adalah, KDB, KLB, kepadatan bangunan, jarak antar
bangunan, dll.
B. Konsep Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Aturan kegiatan dan penggunaan lahan adalah aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan,
diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada suatu zona.
Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut :
”I” = Pemanfaatan diizinkan (P, permitted)
”T” = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (R, restricted)
”B” = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (C, conditional)
”X” = pemanfaatan yang tidak diijinkan (not permitted)
” I ” = Pemanfaatan diizinkan
Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang direncanakan. Hal ini berarti tidak akan ada
peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten/kota terhadap
pemanfaatan tersebut.
” T ” = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas
Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum, pembatasan
pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
” B ” = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-134


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di sekitarnya
(menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL.
” x” = Pemanfaatan yang tidak diijinkan
Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan
dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya.
Penentuan klasifikasi (I, T, B, atau X) pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan) pada suatu
zonasi didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
1. Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan.
 Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota;
 Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam suatu wilayah;
 Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang
bawah tanah);
 Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukkan yang ditetapkan;
 Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota di luar rencana tata ruang yang ada;
 Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan sosial-ekonomi lemah.
2. Khusus, berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan atau komponen yang akan
dibangun, dapat disusun berdasarkan :
 Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang;
 Rujukan terhadap ketentuan dalam Peraturan Bangunan Setempat;
 Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur bangunan/komponen yang dikembangkan (misalnya:
pompa bensin, BTS/Base Tranceiver Station, dll).
Konsep aturan kegiatan dan penggunaan lahan dalam Kawasan Danau Rawa Pening dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-135


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Tabel IV.60
Konsep Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan di Kawasan Danau Rawa Pening
ZONA
ZONA PERLINDUNGAN ZONA
ZONA ZONA RUANG TERBUKA HIJAU ZONA PERUMAHAN PERDAGANGAN
N SETEMPAT PERKANTORAN
DAN JASA
O
KEGIATAN RTH-2 RTH-3 R- R- R- R- R-
PS-1 PS-2 RTH-1 K-1 K-2 KT-1 KT-2
1 2 3 4 5
Perumahan
1 Rumah tunggal
2 Rumah kopel
3 Rumah deret
4 Townhouse
5 Rumah susun rendah
6 Rumah susun sedang
7 Rumah susun tinggi
Perdagangan dan Jasa
1 Ruko
2 Warung
3 Toko
4 Pasar tradisional
5 Pasar lingkungan
6 Penyaluran grosir
7 Pusat perbelanjaan
8 Supermarket
9 Mal
10 Plaza
Perkantoran
1 Kantor kecamatan
2 Kantor kelurahan
3 Polsek
4 Kantor swasta
Industri
1 Makanan/minuman
2 Tekstil
3 Pakaian jadi
4 Pengemasan barang
5 Kayu
6 Kertas
7 Bahan kimia dan
produknya

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-136


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
ZONA
ZONA PERLINDUNGAN ZONA
ZONA ZONA RUANG TERBUKA HIJAU ZONA PERUMAHAN PERDAGANGAN
N SETEMPAT PERKANTORAN
DAN JASA
O
KEGIATAN RTH-2 RTH-3 R- R- R- R- R-
PS-1 PS-2 RTH-1 K-1 K-2 KT-1 KT-2
1 2 3 4 5
8 Karet dan plastik
9 Mesin dan peralatan
10 Mesin perkantoran

Lanjutan tabel sebelumnya..


ZONA ZONA PERUNTUKAN ZONA PERUNTUKAN
N ZONA SARANA PELAYANAN UMUM ZONA CAMPURAN
LAINNYA KHUSUS
O
KEGIATAN SPU-1 SPU-2 SPU-3 SPU-4 SPU-5 SPU-6 PL-1 PL-2 PL-3 KH-1 KH-2 KH-3 KH-4 C-1 C-2 C-3
Perumahan
1 Rumah tunggal
2 Rumah kopel
3 Rumah deret
4 Townhouse
5 Rumah susun rendah
6 Rumah susun sedang
7 Rumah susun tinggi
Perdagangan dan Jasa
1 Ruko
2 Warung
3 Toko
4 Pasar tradisional
5 Pasar lingkungan
6 Penyaluran grosir
7 Pusat perbelanjaan
8 Supermarket
9 Mal
10 Plaza
Perkantoran
1 Kantor kecamatan
2 Kantor kelurahan
3 Polsek
4 Kantor swasta
Industri
1 Makanan/minuman

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-137


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
ZONA ZONA PERUNTUKAN ZONA PERUNTUKAN
N ZONA SARANA PELAYANAN UMUM ZONA CAMPURAN
LAINNYA KHUSUS
O
KEGIATAN SPU-1 SPU-2 SPU-3 SPU-4 SPU-5 SPU-6 PL-1 PL-2 PL-3 KH-1 KH-2 KH-3 KH-4 C-1 C-2 C-3
2 Tekstil
3 Pakaian jadi
4 Pengemasan barang
5 Kayu
6 Kertas
7 Bahan kimia dan
produknya
8 Karet dan plastik
9 Mesin dan peralatan
10 Mesin perkantoran

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-138


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
Berdasarkan zona yang sudah disusun kemudian diberi kode zonasi, yang bertujuan untuk memudahkan
identifikasi jenis zona dalam satu fungsi utama. Ketentuan penamaan kode zonasi adalah sebagai berikut:
1. Setiap kode zonasi disesuaikan dengan urutan kode pos kelurahan;
2. Setiap zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang dimaksud.
Contoh : penetuan kode zonasi

A.I.1-R1

Kode Zona
Kode Sub BWP

Kode Blok

Kode BWP

C. Konsep Intensitas Pemanfaatan Ruang


Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran pembangunan yang diperbolehkan berdasarkan batasan
KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk.
1. Aturan intensitas pemanfaatan ruang minimum terdiri dari :
 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum;
 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum;
 Koefisien dasar Hijau (KDH) minimum.
2. Aturan yang dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan ruang antara lain:
 Koefisien Tapak Basemen (KTB) maksimum;
 Koefisen Wilayah terbangun (KWT) maksimum;
 Kepadatan bangunan atau unit maksimum;
 Kepadatan penduduk minimum.
3. Penetapan besar KDB maksimum didasarkan padapertimbangan:
 Tingkat Pengisian/Peresapan Air (Water Recharge) = KDH Minimum;
 Besar Pengaliran Air (kapasitas drainase);
 Jenis penggunaan lahan;
 Harga lahan.
4. Penetapan besar KLB maksimum didasarkan pada pertimbangan:
 Harga Lahan;
 Ketersediaan Dan Tingkat Pelayanan Prasarana (Jalan);
 Dampak Atau Kebutuhan Terhadap Prasarana Tambahan;
 Ekonomi dan Pembiayaan.
5. Penetapan besar KDH minimum didasarkan pada pertimbangan:

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-139


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Tingkat Pengisian/Peresapan Air (Water Recharge);
 Besar Pengaliran Air (Kapasitas Drainase);
 Rencana Tata Ruang (RTH, Tipe Zonasi, ll).
Penetapan besar KTB maksimum didasarkan pada batas KDH minimum yang ditetapkan.
Contoh : bila KDH minimum = 25%, maka KTB maksimum = 75%.

D. Konsep Aturan Tata Massa Bangunan


Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
persil/tapak yang dikuasai. Pengaturan tata massa bangunan mencakup antara lain:
 Garis Sempadan Bangunan (GSB) Minimum;
 Jarak Bebas Antar Bangunan Minimum;
 Tinggi Bangunan Maksimum atau Minimum;
 Amplop Bangunan;
 Tampilan Bangunan (Opsional);
 Dan Aturan Lain yang Dianggap Perlu.
GSB minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko kebakaran, kesehatan,
kenyamanan dan estetika.
Tinggi bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, risiko kebakaran, teknologi,
estetika dan prasarana.
Amplop bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan GSB, tinggi bangunan maksimum dan bukan
langit.
Tampilan bangunan ditetapkan dengan mempertimbangakan warna bangunan, bahan bangunan, tekstur
bangunan, muka bangunan, gaya bangunan, keindahan dan keserasian dengan lingkungan sekitar.
E. Aturan Prasarana Minimum
Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Cakupan prasarana yang diatur dalam Peraturan Zonasi
minimum adalah prasarana :
 Parkir;
 Bongkar muat;
 Dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya (streetscape);
 Kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu.
Penyediaan parkir untuk setiap zonasi dan setiap kegiatan ditetapkan dangan standar yang berlaku
umum untuk setiap kegiatan atau bangunan di daerah. Pertimbangan bongkar-muat:
 Kegiatan-kegiatan yang melakukan bongkar muat diwajibkan menyediakan ruang bongkar muat
yang memadai;

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-140


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Kegiatan ini antara lain kegiatan perdagangan;
 Pergudangan, pelayanan lainnya;
 Tidak diperkenankan melakukan bongkar-muat di ruang;
 Milik jalan (rumija).
Pertimbangan dimensi dan kelengkapan jalan :
 Dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya ditetapkan dengan mempertimbangkan fungsi jalan,
volume lalu-lintas dan peruntukan zonasi.
 Kelengkapan jalan yang diatur paling sedikit meliputi badan jalan, trotoar, saluran drainase.
 Aturan tambahan dapat dikenakan untuk penyediaan bahu jalan, teluk jalan untuk perhentian
angkutan umum, dan median jalan.

F. Penyusunan Peta Zonasi


Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang telah didelineasikan
sebelumnya.
Subblok peruntukan adalah pembagian peruntukan dalam satu blok peruntukan berdasarkan
perbedaan fungsi yang akan dikenakan.
Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas blok/subblok yang dibuat berdasarkan
ketentuan dapat didasarkan pada:
1. Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan :
 Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada (eksisting);
 Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada RTRW;
 Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan;
 Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan;
 Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu;
 Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum;
 Menetapkan batas intensitas bangunan/bangun maksimum/minimum;
 Mengembangkan jenis kegiatan tertentu;
 Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan;
 Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya dukung prasarana (misalnya:
jalan) yang tersedia.
2. Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada (pelabuhan, terminal, dll).
3. Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi.
Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi beberapa kode zonasi, maka blok peruntukan
tersebut dapat dipecah menjadi beberapa subblok peruntukan.
Pembagian subblok peruntukan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan:

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-141


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA
 Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan ruang/lahan.
 Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgangatau batas persil.
 Orientasi Bangunan.
 Lapis bangunan.

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM RANGKA IV-142


OPTIMALISASI DAN PENYELAMATAN FUNGSI DANAU RAWA PENING PADA DAS JRATUNSELUNA

Anda mungkin juga menyukai