Anda di halaman 1dari 10

DAMPAK MENARA TELEKOMUNIKASI DAN RADIASI

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
Oleh: Budi Prasetya

Banyak fakta yang muncul di berbagai daerah yang menyatakan bahwa keberadaan menara
telekomunikasi (tower) memiliki resistensi/daya tolak dari masyarakat, yang disebabkan isu kesehatan
(radiasi, anemia dll), isu keselamatan, hingga isu pemerataan sosial.

Isu pertama yaitu isu kesehatan berkenaan dengan pancaran radiasi dari gelombang radio
elektromagnetik dari transmitter pada menara telekomunikasi. Hal ini semestinya perlu disosialisasikan ke
masyarakat bahwa kekhawatiran pertama (ancaman kesehatan) tidaklah terbukti. Radiasinya jauh di
bawah ambang batas toleransi yang ditetapkan WHO.

Isu kedua adalah isu keselamatan, dimana masyarakat dan binatang yang ada di area bawah tower
beresiko tertimpa runtuhan tower apabila tumbang. Hal ini menjadi perhatian pemerintah dan
penyelenggara dengan melakukan pengurusan Izin (IMB) terlebih dahulu dengan memperhitungkan
resiko tersebut. Biasanya tower dibangun pada area/lahan kosong yang pada radius jatuhnya tower tidak
ada penduduknya. Kalau tower dibangun di area pemukiman, maka persyaratan pendirian tower harus
terlebih dahulu diproses dan di penuhi, seperti izin dari masyarakat sekitar (yang berada pada area radius
tower) dan jaminan keselamatan pemilik tower terhadap penduduk.

Isu yang ketiga adalah isu keindahan dan keserasian tata ruang wilayah. Dengan semakin
menjamurnya tower, maka kota-kota di Indonesia cenderung berubah menjadi hutan-hutan tower yang
membuat tata ruang kelihatan tidak indah dilihat/semrawut.

Isu keempat adalah banyaknya tower/menara telekomunikasi yang di dirikan tanpa izin dan atau
dengan memiliki izin palsu alias bodong. Hal ini menyebabkan kerugian daerah atas hak PAD yang
seharusnya diperoleh dari biaya izin dan pajak.

Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Kesehatan

Medan gelombang radio elektromagnetik yang dipancarkan dari menara telekomunikasi mempunyai
pengaruh terhadap status kesehatan manusia baik fisik maupun psikis (Hardjono dan Qadrijati, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan:

1. Dampak Terhadap Binatang

Penelitian dengan binatang kecil yang terpapar medan listrik sampai 100 kV/m menyatakan pengaruh
pada komponen sistem saraf pusat. Hasil dari penelitian perilaku mennyatakan bahwa sistem saraf dapat
dipengaruhi oleh medan listrik ELF (Soesanto, 1996). Beberapa penelitian menunjukkan adanya
pengaruh medan listrik atau medan magnet terhadap fungsi reproduksi. Hasil penelitian mengungkapkan
bahwa selain menghambat pertumbuhan dan meningkatkan jumlah kematian pada keturunan yang
dihasilkan, ternyata medan listrik juga menyebabkan produksi telur menurun secara nyata (Yurnadi,
2000),
Gambar 1. BTS dan Hewan

Penelitian menggunakan medan listrik statis memberikan pemajanan pada tikus jantan dan terlihat bahwa
pada tingkat pancaran 6 kV/10cm dan 7kV/10cm selama 1 jam per hari, 30 hari terus menerus,
menimbulkan penyusutan berat testis, kerusakan sel tubulus seminiferus dan terjadinya kelainan
kongenital pada anak seperti mikroftalmia, bulu kasar di sekitar kepala, penyempitan gelang panggul dan
kelainan preputium like-testis (Mansyur, 1998), selain itu menghambat proses spermatogenesis mencit
(Qadrijati dan Puspita, 2007).

Berdasarkan penelitian oleh Marino, et al. Tahun 1976 dalam Yunardi (2000), pancaran gelombang
elektromagnetik dapat menyebabkan, penurunan berat badan dan meningkatnya laju kematian pada
keturunan tikus kenaikan berat badan tikus (Somer, 2004), penurunan jumlah telur dan berat testis pada
tikus (Yunardi, 2000), peningkatan stres oksidatif pada telur ayam, burung laut, dan eritrosit manusia
(Torres-duran, et al., 2007). Hasil penelitian mengenai pengaruh medan ELF pada kompetensi kekebalan
pada binatang tampaknya negatif (Soesanto, 1996).

Tetapi di lain pihak pancaran tunggal dari gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah (ELF-
EMF) (60 Hz, 20 mT) dalam jangka waktu 2 jam dapat meningkatkan kadar serum HDL-C, kandungan
lipoperoksidase pada hati dan menurunkan kadar kolesterol total pada hati (Torres-Durran, 2007). Tetapi
penelitian Qadrijati dan Indrayana (2008) menunjukkan bahwa pancaran gelombang elektromagnetik
frekuensi ekstrim rendah (ELF-EMF) (50 Hz, 2,4 mT) selama 2 jam dapat memberikan pengaruh berupa
penurunan kadar HDL-C dan kolesterol pada serum tikus. Perubahan tebesar terjadi 24 jam setelah
pancaran, meskipun secara uji statistik tidak ada perbedaan bermakna. Mekanisme penurunan kadar
kolesterol dan HDL-C dimungkinkan akibat dari stres fisik yang diakibatkan pembentukkan radikal bebas
yang dapat merusak atau menurunkan aktivitas enzim metabolisme lipid di hati, tetapi mekanisme secara
pasti pengaruh elektromagnetik terhadap metabolisme lipid masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Pancaran radiasi elektromagnet dalam jangka panjang berhubungan dengan terjadinya peningkatan
risiko kardiovaskuler akibat adanya peningkatan yang signifikan dari kolesterol total dan kadar LDL-C
(Low Density Lipoprotein-Cholesterol) (Israel et al., 2007).

Penelitian terhadap kelinci juga menunjukkan penurunan kadar asam lemak bebas dan trigliserida
(Bellosi, 1996. Harakawa, 2004). Pada penelitian lain yang juga kelinci didapatkan bahwa kadar
kolesterol dan trigliserida menurun secara signifikan dan kadar HDL meningkat secara signifikan juga
(Luo, 2004).

1. Dampak Terhadap Manusia

Hasil-hasil penelitian yang ada hingga kini belum dapat disimpulkan dengan mantap karena ada yang
kontroversial bila menyangkut kesehatan masyarakat yang tingkat pancarannya relatif tidak begitu tinggi
dibandingkan dengan pancaran terhadap tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan sumber
medan elektromagnetik (Soesanto, 1996).

Energi yang terkandung pada medan elektromagnetik terlebih pada frekuensi ekstrim rendah,
sebenarnya terlalu kecil untuk dapat menyebabkan efek biologi, akan tetapi dengan adanya perbedaan
radiosensitivitas berbagai sel yang membentuk jaringan dan organ tubuh dan dihubungkan dengan dosis
pajanan yang mungkin diterima memungkinkan terjadinya gangguan yang tidak diinginkan (Mansyur,
1998).

Semula gangguan kesehatan sebagai dampak radiasi medan elektromagnetik diketahui tahun 1972,
ketika para peneliti Uni Soviet melaporkan bahwa mereka yang bekerja dibawah transmisi listrik tegangan
tinggi menderita sakit dengan gejala yang berhubungan dengan sistem saraf seperti sakit kepala,
kelelahan dan gangguan pola tidur. Namun, studi di lingkungan kerja memberikan hasil yang lebih
konsisten antara pemaparan medan elektromagnetik dengan efek kesehatan tertentu seperti kanker,
leukimia, tumor otak dan melanoma (Anies, 2003b).

Gambar 2. BTS dan Manusia

Pada tahun 1979, Kouwenhoven dan kawan-kawan dari John Hopkins Hospital melakukan penelitian
pada 11 orang tenaga kerja yang bekerja selama 3,5 tahun pada sistem transmisi 345 kV. Dilaporkan
bahwa tidak ditemukan gangguan kesehatan serta tidak dijumpai adanya proses keganasan, namun dari
hasil analisis sperma, ditemukan penurunan jumlah sperma (Anies, 2003b).

Loboff menunjukkan peningkatan sintesis DNA sebesar 2,5 x 10-5 dengan pemajanan medan
elektromagnetik 15 Tesla. Penelitian Cadossi, berupa peningkatan proliferasi limfosit diduga sejalan
dengan peningkatan sintesis DNA dan bila tidak terkendali akan mengarah pada timbulnya keganasan
(Anies, 2003b).

Penelitian pada manusia menunjukkan peningkatan 2 kali faktor risiko terkena leukimia pada anak yang
terpajan medan elektromagnetik (Ahlbom, 2004), dan faktor risiko terjadinya kanker payudara (Anies,
2003). Selain itu juga timbul gejala yang tidak spesifik yaitu berupa gangguan tidur, tinitus, dan gangguan
kecemasan (Husss dan Roosli, 2006) atau berupa keluhan : sakit kepala (headache), pening (dizzines),
dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome) (Anies, 2003)

Pada umumnya, perubahan gambar darah termasuk penyimpangan kecil dari norma individual, tetapi
nilai umumnya masih dalam norma fisiologis. Sedangkan penelitian Qadrijati (2002) tentang pancaran
SUTET pada penduduk yang bermukim di bawahnya menunjukkan adanya perubahan jumlah lekosit dan
gambaran limfosit meskipun secara statistik tidak bermakna.

Hasil Penelitian Tentang Efek Radiasi Gelombang Radio

Dari beberapa literature hasil penelitian, ada beberapa dampak negatif yang bisa ditimbulkan akibat
radiasi yang berlebihan dari ponsel dan menara BTS [3]:

1. Risiko kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400 persen akibat penggunaan
ponsel. Makin muda usia pengguna, makin besar dampak yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel.

2. Bukan hanya pada anak dan remaja, pada orang dewasa radiasi ponsel juga berbahaya.
Penggunaan ponsel 30 menit/hari selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker otak dan
acoustic neuroma (sejenis tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).

3. Radiasi ponsel juga berbahaya bagi kesuburan pria. Menurut penelitian, penggunaan ponsel
yang berlebihan bisa menurunkan jumlah sperma hingga 30 persen.

4. Frekuensi radio pada ponsel bisa menyebabkan perubahan pada DNA manusia dan membentuk
radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan karsinogen atau senyawa yang dapat
memicu kanker.

5. Frekuensi radio pada ponsel juga mempengaruhi kinerja alat-alat penunjang kehidupan (live
saving gadget) seperti alat pacu jantung. Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian
mendadak.

6. Sebuah penelitian membuktikan produksi homon stres kortisol meningkat pada penggunaan
ponsel dalam durasi yang panjang. Peningkatan kadar stres merupakan salah satu bentuk
respons penolakan tubuh terhadap hal-hal yang membahayakan kesehatan.

7. Medan elektromagnet di sekitar menara BTS dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya tubuh lebih sering mengalami reaksi alergi seperti ruam dan gatal-gatal.
8. Penggunaan ponsel lebih dari 30 menit/hari selama 4 tahun bisa memicu hilang pendengaran
(tuli). Radiasi ponsel yang terus menerus bisa memicu tinnitus (telinga berdenging) dan
kerusakan sel rambut yang merupakan sensor audio pada organ pendengaran.

9. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan, frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800 MHz
and 2450 MHz) dapat meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan
kornea.

10. Emisi dan radiasi ponsel bisa menurunkan kekebalan tubuh karena mengurangi produksi
melatonin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan
persendian serta memicu rematik.

11. Risiko kanker di kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel secara berlebihan.

12. Medan magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf yang
berdampak pada gangguan tidur. Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat
kepikunan.

13. Medan elektromagnetik di sekitar BTS juga berdampak pada lingkungan hidup. Burung dan lebah
menjadi sering mengalami disorientasi atau kehilangan arah sehingga mudah stres karena tidak
bisa menemukan arah pulang menuju ke sarang.

Berdasar penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, pada pancaran gelombang dari BTS tidak terdapat
radiasi yang membahayakan kesehatan manusia. Level batas radiasi yang diperbolehkan menurut
standar yang dikeluarkan WHO (World Health Organization) masing-masing 4,5 Watt/m2 untuk perangkat
yang menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 Watt/m2 untuk 1.800 MHz. Sementara itu, standar yang
dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni 6 Watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12
watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi 1.800 MHz.

Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan operator seluler tidak saja di
Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang batas standar sehingga relatif
aman.Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik
yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari mereka yang tinggal di sekitar
tower BTS (base transceiver station).

Sejauh ini belum ada satu pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak radiasi itu yang datang dari para
pengguna telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung, besarnya daya radiasi yang dihasilkan pesawat
telepon seluler jauh lebih besar daripada radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat
handphone sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita, dampaknya jauh lebih
besar.Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan rumus yang berlaku dalam
menghitung besaran radiasi.

Misalnya saja, pada tower BTS dengan frekuensi 1800 MHz daya yang digunakan rata-rata 20 Watt dan
pada frekuensi 900 MHz 40 Watt, sedangkan pesawat handphone dengan frekuensi 1.800 MHz
menggunakan daya sebesar 1 Watt dan yang 900 MHz dayanya 2 Watt.

Pada kasus antenna isotropis, besarnya radiasi pada jarak r dapat dihitung dengan rumus [4]:

Dimana :
Pr : rapat daya pada jarak r

W: daya pancar antenna

r : jarak dari antenna ke titik pengukuran

Berdasarkan hasil perhitungan, pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower BTS dengan frekuensi
1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 W/m2 dan pada jarak 12 meter akan
menghasilkan total radiasi sebesar 0,55 W/m2. Untuk kasus tower yang memiliki tinggi 52 meter,
berdasarkan hasil perhitungan, akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,029 W/m2. Jadi, kalau melihat
hasil perhitungan demikian, sebenarnya angkanya sangat kecil sehingga orang yang tinggal di sekitar
tower BTS cukup aman. Lagipula kalau tidak aman, bisnis sektor telekomunikasi pasti akan ditinggalkan
konsumen [3].

Frekuensi 1800
Frekuensi 900 MHz
MHz
Standar WHO 4,5 Watt/m2 9 Watt/m2
Standar IEEE
6 Watt/m2 12 watt/m2
C95.1-1991
Radiasi BTS pada
0.75 Watt/m2 0.55 Watt/m2
jarak 12m

Gambar 3. Penangkal Petir pada Tower [3]

Pada Tower juga dilengkapi dengan grounding atau system pentanahan, yang gunanya adalah
penangkap petir, dimana kalau terjadi petir maka yang duluan disambar adalah kutub negative yang
terdekat dengan awan atau ion positive , dimana pada puncak tower dipasang finial dari tembaga dan
dialirkan ketanah dengan kabel BCC, sehingga aliran petir cepat mencapai tanah dan mengamankan
daerah sekitarnya dari sambaran petir, karena sifat dari arus listrik adalah mencari jalan tependek
mencapai tanah, dan hilang di netralisir oleh bumi.

Berdasarkan penelitian Ng Kwan Hoong, Ph.D. seperti dapat dilihat pada Tabel 1, di bawah ini
menyebutkan bahwa :
Tabel 1. Penelitian World Health Organization [6]

Pencegahan Efek Radiasi

Ada tiga upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pancaran radiasi elektromagnetik yaitu [3]:

1. Meminimalkan waktu pancaran, misalnya dengan tidak menggunakan handphone kalau tidak
perlu sekali, sebisa mungkin memanfaatkan layanan SMS dibanding telephone, tidak
mendekatkan handphone ke telinga sebelum panggilan tersambung, persingkat percakapan, dan
tidak menggunakan handphone sewaktu sinyal lemah.

2. Memaksimalkan jarak dari sumber radiasi misalnya dengan menjauhkan handphone dari kepala,
menggunakan headset atau handsfree seefektif mungkin, dan tidak menyimpan handphone di
saku celana pada saat handphone dalam kondisi on.

3. Mengurangi radiasi itu sendiri, ditempuh dengan memilih handphone dengan level SAR (Spesific
Absorption Rate) yang rendah. Level SAR ini biasanya dicantumkan dalam buku manual. ICNIRP
(International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection) memberikan batas maksimal
sebesar 2,0 W/kg. Sekedar contoh, handphone Esia seri Fu memiliki level SAR 1,18 W/kg,
sedangkan Nokia seri N70 levelnya 0,95 W/kg. Atau dengan meminimalisir pemakaian
handphone di ruang tertutup dengan bahan logam atau baja, misalnya di dalam mobil.

4. Mengkonsumsi Antioksidan, radikal bebas bisa memicu terbentuknya kanker, melalui sifatnya
yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Antioksidan bisa berupa mineral (mangan, seng,
tembaga, selenium), beta karoten, vitamin C dan vitamin E dari sayuran dan buah segar bersifat
oposisi dengan radiasi elektromagnetik dan juga asam dari softdrinks.

2. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Keselamatan Masyarakat Sekitar

Resiko tertimpa runtuhan tower bagi masyarakat sekitar menjadi isu yang menjadi perhatian pemerintah
dalam membuat peraturan pembangunan tower di pemukiman. Isu radiasi dan robohnya tower harus
masuk dalam salah satu pasal dalam peraturan daerah. Rasa aman dan nyaman masyarakat harus
menjadi hal utama yang dipertimbangkan. Peraturan eksisting dalam Peraturan Pemerintah, pemerintah
telah mematok jarak aman untuk radiasi, jarak minimum menara BTS dari perumahan, luas minimum
lahan, standar kontruksi dan hal-hal teknis maupun non teknis lainnya.
Secara teori, jarak aman terdekat dengan BTS adalah sama dengan tinggi tower tersebut. Katakan untuk
tinggi tower 52 meter, maka jarak ideal bangunan terdekat dengan tower pun harus 52 meter. Ini adalah
perlindungan maksimal bangunan dari kemungkinan terjadinya tower yang ambruk.

Direktorat Jendarl Pos dan Telekomunikasi telah mengadakan pertemuan dengan Dinas Pekerjaan
Umum, Pemerintah Daerah, Operator dan Vendor untuk menyepakati rancangan draft Peraturan tentang
menara. Pemerintah memaparkan jarak aman menara, dimana untuk tinggi menara maksimun 45 meter
jarak dari pemukiman publik adalah 20 meter. Bila peletakan dan pembangunan menara BTS di tempat
komersial jarak peletakannya ialah 10 meter dan 5 meter bila di daerah industri. Untuk menara BTS
dengan tinggi di atas 45 meter, jarak dari pemukiman minimum 30 meter, 15 meter bila di daerah
komersial dan 10 meter bila di daerah industri.

3. Menara Telekomunikasi Terhadap Tata Ruang Wilayah

Daerah urban diperkotaan sekarang ini sudah berubah menjadi hutan-hutan tower sehingga tidak sedikit
kota yang tadinya tampak teratur dan tertata rapih menjadi terlihat semerawut. Perluasan coverage area
yang dilakukan oleh operator-operator baru membawa dampak tercemarnya tata ruang wilayah di
daerah-daerah urban. Hal ini perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah setempat dengan mencari titik
optimal antara pembatasan jumlah menara di satu sisi dengan pemenuhan kualitas layanan
telekomunikasi kepada masyarakat daerahnya. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan dalam peraturan
daerah mengenai pengaturan optimal jarak ideal dengan memperhitungkan link budget minimal kualitas
layanan dan pengaturan penggunaan menaa telekomunikasi bersama antara operator penyelenggara
jasa telekomunikasi. Hal ini diharapkan akan mampu mengurangi jumlah menara telekomunikasi dengan
tetap menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat akan telekomunikasi [2].

Jarak antar BTS perlu dibatasi agar penempatan BTS dapat dilakukan secara optimal agar dapat
memanfaatkan fungsi BTS secara maksimal. Untuk optimalisasi jaringan, operator perlu memberikan
jarak yang konsisten antar BTS, misalnya per 1,5 kilometer. Tentu masalah jarak terkait dengan
kepadatan trafik pelanggan di suatu daerah. Umumnya di perkotaan yang padat pemukiman, operator
lebih sulit untuk menciptakan jarak yang konsisten antar BTS. Ini disebabkan tingkat kesulitan untuk
mendapat lahan tanah (green filed) yang pas. Untuk menyiasati persoalan lahan, solusinya adalah gelar
menara BTS di atas gedung bertingkat (roof top). Sebagai informasi, Pemerintah Daerah DKI Jakarta
sejak lima tahun lalu sudah melarang pembangunan menara baru BTS di green field.

Tower Telekomunikasi baik untuk pemancar Gelombang Micro Digital (GMD) maupun untuk BTS (Base
Transceiver System) pemancar HP. Untuk GMD biasanya memancarkan gelombang elektromagnetik
dengan frekuensi 4-7 Ghz, dimana antara antena pemancar dengan antena penerima berjarak sekitar
maksimum 60 Km dan harus LOS (Line Of Sight) tidak ada penghalang yang menghalangi keduanya.

Jarak antar BTS biasanya bergantung terhadap kepadatan penduduk, pengguna potensial dan kapasitas
BTS tersebut. Faktor ini yang biasanya mempengaruhi jarak antar BTS. Di daerah pinggiran kota, BTS
biasanya berjarak 1-2mil (2-3 km), sedangkan di daerah perkotaan yang padat, BTS berjarak mil
(400-800 m). Teknologi GSm biasanya memiliki jangkauan maksimum 35 kilometer tetap (22 mil). Jika
menggunakan ponsel bertenaga rendah dalam medan datar berjarak 50-70 km, namun dengan medan
berbukit-bukit jarak maksimumnya bervariasi dari 5-8 km. Tower GSM dapat menggantikan 3-80 km kabel
jaringan nirkabel tetap.

Penghitungan jarak antar BTS dengan menggunakan persamaan rugi-rugi ruang bebas (free space loss,
Lfs) dalam dB [4].

Lfs = 32.5 + 20 log(distance in km) + 20 log(frequency in MHz)

Sehingga misalnya untuk frekuensi 1800 MHz pada jarak 7 km, path loss yang terjadi adalah sebesar

L = 32.5 + 20 log 7 + 20 log 1800 = 114.5 dB

Penentuan Jarak antara BTS ini perlu DIATUR dengan lebih memperhatikan tata ruang di wilayah yang
bersangkutan. Begitu juga dengan jumlah tower, perlu di batasi dengan mengoptimalkan penggunaan
menara bersama dengan kesepakatan antar operator.

4. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap PAD Pemerintah Daerah

Menara yang didirikan tanpa izin atau dengan izin bodong sudah menjadi rahasia umum. Tahun 2009 di
Tasikmalaya, pemerintah daerah memerintahkan untuk membongkar 20% menara telekomunikasi karena
izinnya bermasalah. Di Ibukota Jakarta, hampir 25% proses SITAC (site & acuisition) dari pembangunan
menara bermasalah tetapi tower/ menara tetap didirikan. Hal ini tentunya akan membawa masalah dan
berdampak pada merugunya pemerintah daerah atas PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang seharusnya
menjadi haknya. Penyelesaian masalah ini perlu ditindaklanjuti dengan dituangkan dalam peraturan
pemerintah daerah sehingga dampak pada kerugian Negara dan daerah atas PAD bisa di cegah.

Dari isu-isu dan dampak-dampak seperti yang disebutkan di atas yaitu kesehatan,
keamanan/kenyamanan, tata ruang dan hak PAD bagi daerah, maka sebaiknya perlu dirancang suatu
aturan (bisa dalam bentuk peraturan daerah) yang bisa mengakomodasi dan mengatur tentang
pembangunan dan pengendalian menara telekomuniakasi demi kesejahteraan dan manfaat sebesar-
besarnya bagi semua pihak terkait, yaitu pemerintah, industri dan masyarakat.

Sumber

[1] Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2007, Analisis Kebijakan, Jakarta, Elex Media Komputindo (dan
referensi di dalamnya).

[2] Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan
Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, No 18, 7, 19, 3 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.

[3] Kajian Akademik Raperda Kota Metro Tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi di
Kota Metro, 2011.

[4] Freeman, R.L., TelecommunicationTransmission Handbook, 3rd , JohnWilley & Sons, 1991

[5] Sumber artikel dari Surat Kabar Pikiran Rakyat, Tempo Interaktif dan CSR FILES(dan referensi di
dalamnya).

[6] malaysia_mobphone_basestations_and_health.pdf

[7] Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006 Tentang Pembangunan dan Penata Menara
Telekomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai