Anda di halaman 1dari 6

Dampak Menara Telekomunikasi dan Radiasi

Gelombang Elektromagnetik
Oleh: Budi Prasetya
Banyak fakta yang muncul di berbagai daerah yang menyatakan bahwa
keberadaan menara telekomunikasi (tower) memiliki resistensi/daya tolak dari
masyarakat, yang disebabkan isu kesehatan (radiasi, anemia dll), isu
keselamatan, hingga isu pemerataan sosial.
Isu pertama yaitu isu kesehatan berkenaan dengan pancaran radiasi dari
gelombang radio elektromagnetik dari transmitter pada menara telekomunikasi.
Hal ini semestinya perlu disosialisasikan ke masyarakat bahwa kekhawatiran
pertama (ancaman kesehatan) tidaklah terbukti. Radiasinya jauh di bawah
ambang batas toleransi yang ditetapkan WHO.
Isu kedua adalah isu keselamatan, dimana masyarakat dan binatang yang
ada di area bawah tower beresiko tertimpa runtuhan tower apabila tumbang. Hal
ini menjadi perhatian pemerintah dan penyelenggara dengan melakukan
pengurusan Izin (IMB) terlebih dahulu dengan memperhitungkan resiko tersebut.
Biasanya tower dibangun pada area/lahan kosong yang pada radius jatuhnya
tower tidak ada penduduknya. Kalau tower dibangun di area pemukiman, maka
persyaratan pendirian tower harus terlebih dahulu diproses dan di penuhi,
seperti izin dari masyarakat sekitar (yang berada pada area radius tower) dan
jaminan keselamatan pemilik tower terhadap penduduk.
Isu yang ketiga adalah isu keindahan dan keserasian tata ruang wilayah.
Dengan semakin menjamurnya tower, maka kota-kota di Indonesia cenderung
berubah menjadi hutan-hutan tower yang membuat tata ruang kelihatan tidak
indah dilihat/semrawut.
Isu keempat adalah banyaknya tower/menara telekomunikasi yang di
dirikan tanpa izin dan atau dengan memiliki izin palsu alias bodong. Hal ini
menyebabkan kerugian daerah atas hak PAD yang seharusnya diperoleh dari
biaya izin dan pajak.
1. Dampak Menara Telekomunikasi Terhadap Kesehatan
Medan gelombang radio elektromagnetik yang dipancarkan dari menara
radio mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan manusia baik fisik
maupun psikis (Hardjono dan Qadrijati, 2004). Beberapa penelitian
menunjukkan:
Dampak Terhadap Binatang
Penelitian dengan binatang kecil yang terpapar medan listrik sampai 100
kV/m menyatakan pengaruh pada komponen sistem saraf pusat. Hasil dari
penelitian perilaku mennyatakan bahwa sistem saraf dapat dipengaruhi oleh
medan listrik ELF (Soesanto, 1996). Beberapa penelitian menunjukkan adanya
pengaruh medan listrik atau medan magnet terhadap fungsi reproduksi. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa selain menghambat pertumbuhan dan
meningkatkan jumlah kematian pada keturunan yang dihasilkan, ternyata medan
listrik juga menyebabkan produksi telur menurun secara nyata (Yurnadi, 2000),
Penelitian menggunakan medan listrik statis memberikan pemajanan pada
tikus jantan dan terlihat bahwa pada tingkat pancaran 6 kV/10cm dan 7kV/10cm
selama 1 jam per hari, 30 hari terus menerus, menimbulkan penyusutan berat
testis, kerusakan sel tubulus seminiferus dan terjadinya kelainan kongenital pada
anak seperti mikroftalmia, bulu kasar di sekitar kepala, penyempitan gelang
panggul dan kelainan preputium like-testis (Mansyur, 1998), selain itu
menghambat proses spermatogenesis mencit (Qadrijati dan Puspita, 2007).
Berdasarkan penelitian oleh Marino, et al. Tahun 1976 dalam Yunardi (2000),
pancaran gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan, penurunan berat
badan dan meningkatnya laju kematian pada keturunan tikus kenaikan berat
1

badan tikus (Somer, 2004), penurunan jumlah telur dan berat testis pada tikus
(Yunardi, 2000), peningkatan stres oksidatif pada telur ayam, burung laut, dan
eritrosit manusia (Torres-duran, et al., 2007). Hasil penelitian mengenai
pengaruh medan ELF pada kompetensi kekebalan pada binatang tampaknya
negatif (Soesanto, 1996).
Tetapi di lain pihak pancaran tunggal dari gelombang elektromagnetik
frekuensi ekstrim rendah (ELF-EMF) (60 Hz, 20 mT) dalam jangka waktu 2 jam
dapat meningkatkan kadar serum HDL-C, kandungan lipoperoksidase pada hati
dan menurunkan kadar kolesterol total pada hati (Torres-Durran, 2007). Tetapi
penelitian Qadrijati dan Indrayana (2008) menunjukkan bahwa pancaran
gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah (ELFEMF) (50 Hz, 2,4 mT)
selama 2 jam dapat memberikan pengaruh berupa penurunan kadar HDL-C dan
kolesterol pada serum tikus. Perubahan tebesar terjadi 24 jam setelah pancaran,
meskipun secara uji statistik tidak ada perbedaan bermakna. Mekanisme
penurunan kadar kolesterol dan HDL-C dimungkinkan akibat dari stres fisik yang
diakibatkan pembentukkan radikal bebas yang dapat merusak atau menurunkan
aktivitas enzim metabolisme lipid di hati, tetapi mekanisme secara pasti
pengaruh elektromagnetik terhadap metabolisme lipid masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.
Pancaran radiasi elektromagnet dalam jangka panjang berhubungan dengan
terjadinya peningkatan risiko kardiovaskuler akibat adanya peningkatan yang
signifikan dari kolesterol total dan kadar LDL-C (Low Density LipoproteinCholesterol) (Israel et al., 2007).
Penelitian terhadap kelinci juga menunjukkan penurunan kadar asam lemak
bebas dan trigliserida (Bellosi, 1996. Harakawa, 2004). Pada penelitian lain yang
juga kelinci didapatkan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida menurun secara
signifikan dan kadar HDL meningkat secara signifikan juga (Luo, 2004).
Dampak Terhadap Manusia
Hasil-hasil penelitian yang ada hingga kini belum dapat disimpulkan dengan
mantap karena ada yang kontroversial bila menyangkut kesehatan masyarakat
yang tingkat pancarannya relatif tidak begitu tinggi dibandingkan dengan
pancaran terhadap tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan sumber
medan elektromagnetik (Soesanto, 1996). Energi yang terkandung pada medan
elektromagnetik terlebih pada frekuensi ekstrim rendah, sebenarnya terlalu kecil
untuk dapat menyebabkan efek biologi, akan tetapi dengan adanya perbedaan
radiosensitivitas berbagai sel yang membentuk jaringan dan organ tubuh dan
dihubungkan dengan dosis pajanan yang mungkin diterima memungkinkan
terjadinya gangguan yang tidak diinginkan (Mansyur, 1998).
Semula
gangguan
kesehatan
sebagai
dampak
radiasi
medan
elektromagnetik diketahui tahun 1972, ketika para peneliti Uni Soviet
melaporkan bahwa mereka yang bekerja dibawah transmisi listrik tegangan
tinggi menderita sakit dengan gejala yang berhubungan dengan sistem saraf
seperti sakit kepala, kelelahan dan gangguan pola tidur. Namun, studi di
lingkungan kerja memberikan hasil yang lebih konsisten antara pemaparan
medan elektromagnetik dengan efek kesehatan tertentu seperti kanker,
leukimia, tumor otak dan melanoma (Anies, 2003b).
Pada tahun 1979, Kouwenhoven dan kawan-kawan dari John Hopkins
Hospital melakukan penelitian pada 11 orang tenaga kerja yang bekerja selama
3,5 tahun pada sistem transmisi 345 kV. Dilaporkan bahwa tidak ditemukan
gangguan kesehatan serta tidak dijumpai adanya proses keganasan, namun dari
hasil analisis sperma, ditemukan penurunan jumlah sperma (Anies, 2003b).
Loboff menunjukkan peningkatan sintesis DNA sebesar 2,5 x 10-5 dengan
pemajanan medan elektromagnetik 15 Tesla. Penelitian Cadossi, berupa
peningkatan proliferasi limfosit diduga sejalan dengan peningkatan sintesis DNA
2

dan bila tidak terkendali akan mengarah pada timbulnya keganasan (Anies,
2003b).
Penelitian pada manusia menunjukkan peningkatan 2 kali faktor risiko
terkena leukimia pada anak yang terpajan medan elektromagnetik (Ahlbom,
2004), dan faktor risiko terjadinya kanker payudara (Anies, 2003). Selain itu juga
timbul gejala yang tidak spesifik yaitu berupa gangguan tidur, tinitus, dan
gangguan kecemasan (Husss dan Roosli, 2006) atau berupa keluhan : sakit
kepala (headache), pening (dizzines), dan keletihan menahun (chronic fatigue
syndrome) (Anies, 2003)
Pada umumnya, perubahan gambar darah termasuk penyimpangan kecil
dari norma individual, tetapi nilai umumnya masih dalam norma fisiologis.
Sedangkan penelitian Qadrijati (2002) tentang pancaran SUTET pada penduduk
yang bermukim di bawahnya menunjukkan adanya perubahan jumlah lekosit dan
gambaran limfosit meskipun secara statistik tidak bermakna.
2. Hasil Penelitian Tentang Efek Radiasi Gelombang Radio
Dari beberapa literature hasil penelitian, ada beberapa dampak negatif
yang bisa ditimbulkan akibat radiasi yang berlebihan dari ponsel dan menara
BTS [3]:
1. Risiko kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400 persen
akibat penggunaan ponsel. Makin muda usia pengguna, makin besar
dampak yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel.
2. Bukan hanya pada anak dan remaja, pada orang dewasa radiasi ponsel
juga berbahaya. Penggunaan ponsel 30 menit/hari selama 10 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker otak dan acoustic neuroma (sejenis
tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).
3. Radiasi ponsel juga berbahaya bagi kesuburan pria. Menurut penelitian,
penggunaan ponsel yang berlebihan bisa menurunkan jumlah sperma
hingga 30 persen.
4. Frekuensi radio pada ponsel bisa menyebabkan perubahan pada DNA
manusia dan membentuk radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan karsinogen atau senyawa yang dapat memicu kanker.
5. Frekuensi radio pada ponsel juga mempengaruhi kinerja alat-alat
penunjang kehidupan (live saving gadget) seperti alat pacu jantung.
Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian mendadak.
6. Sebuah penelitian membuktikan produksi homon stres kortisol
meningkat pada penggunaan ponsel dalam durasi yang panjang.
Peningkatan kadar stres merupakan salah satu bentuk respons
penolakan tubuh terhadap hal-hal yang membahayakan kesehatan.
7. Medan elektromagnet di sekitar menara BTS dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh. Akibatnya tubuh lebih sering mengalami reaksi alergi
seperti ruam dan gatal-gatal.
8. Penggunaan ponsel lebih dari 30 menit/hari selama 4 tahun bisa memicu
hilang pendengaran (tuli). Radiasi ponsel yang terus menerus bisa
memicu tinnitus (telinga berdenging) dan kerusakan sel rambut yang
merupakan sensor audio pada organ pendengaran.
9. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan, frekuensi radio yang
digunakan (900 MHz, 1800 MHz and 2450 MHz) dapat meningkatkan
temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan kornea.
10. Emisi dan radiasi ponsel bisa menurunkan kekebalan tubuh karena
mengurangi produksi melatonin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat
mempengaruhi kesehatan tulang dan persendian serta memicu rematik.
11. Risiko kanker di kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel
secara berlebihan.
12.
Medan magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu
kerusakan sistem syaraf yang berdampak pada gangguan tidur. Dalam
jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat kepikunan.
3

13. Medan elektromagnetik di sekitar BTS juga berdampak pada lingkungan


hidup. Burung dan lebah menjadi sering mengalami disorientasi atau
kehilangan arah sehingga mudah stres karena tidak bisa menemukan
arah pulang menuju ke sarang.
Berdasar penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, pada pancaran
gelombang dari BTS tidak terdapat radiasi yang membahayakan
kesehatan manusia. Level batas radiasi yang diperbolehkan menurut
standar
yang
dikeluarkan
WHO
(World
Health
Organization)
masingmasing 4,5 Watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan
frekuensi 900 MHz dan 9 Watt/m2 untuk 1.800 MHz. Sementara itu,
standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni
6 Watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12 watt/m2 untuk perangkat
berfrekuensi 1.800 MHz.
Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan
operator seluler tidak saja di Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di
bawah ambang batas standar sehingga relatif aman.Sejauh ini protes dan
kekhawatir masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang elektromagnetik
yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari
mereka yang tinggal di sekitar tower BTS (base transceiver station).
Sejauh ini belum ada satu pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak
radiasi itu yang datang dari para pengguna telefon seluler. Padahal, jika dihitunghitung, besarnya daya radiasi yang dihasilkan pesawat telepon seluler jauh lebih
besar daripada radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat
handphone sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita,
dampaknya jauh lebih besar. Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil
perhitungan menggunakan rumus yang berlaku dalam menghitung besaran
radiasi. Misalnya saja, pada tower BTS dengan frekuensi 1800 MHz daya yang
digunakan rata-rata 20 Watt dan pada frekuensi 900 MHz 40 Watt, sedangkan
pesawat handphone dengan frekuensi 1.800 MHz menggunakan daya sebesar 1
Watt dan yang 900 MHz dayanya 2 Watt.
Pada kasus antenna isotropis, besarnya radiasi pada jarak r dapat dihitung
dengan rumus [4]:
dimana :
Pr : rapat daya pada jarak r
W: daya pancar antenna
r : jarak dari antenna ke titik pengukuran
Berdasarkan hasil perhitungan, pada jarak 1 meter (jalur pita pancar
utama), tower BTS dengan frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi
sebesar 9,5 W/m2 dan pada jarak 12 meter akan menghasilkan total radiasi
sebesar 0,55 W/m2. Untuk kasus tower yang memiliki tinggi 52 meter,
berdasarkan hasil perhitungan, akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,029
W/m2. Jadi, kalau melihat hasil perhitungan demikian, sebenarnya angkanya
sangat kecil sehingga orang yang tinggal di sekitar tower BTS cukup aman.
Lagipula kalau tidak aman, bisnis sektor telekomunikasi pasti akan ditinggalkan
konsumen [3].

Pada Tower juga dilengkapi dengan grounding atau system pentanahan,


yang gunanya adalah penangkap petir, dimana kalau terjadi petir maka yang
duluan disambar adalah kutub negative yang terdekat dengan awan atau ion
positive , dimana pada puncak tower dipasang finial dari tembaga dan dialirkan
ketanah dengan kabel BCC, sehingga aliran petir cepat mencapai tanah dan
mengamankan daerah sekitarnya dari sambaran petir, karena sifat dari arus
listrik adalah mencari jalan tependek mencapai tanah, dan hilang di netralisir
oleh bumi.
3. Pencegahan Efek Radiasi
Ada tiga upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pancaran radiasi
elektromagnetik yaitu [3]:
1. Meminimalkan waktu pancaran, misalnya dengan tidak menggunakan
handphone kalau tidak perlu sekali, sebisa mungkin memanfaatkan
layanan SMS dibanding telephone, tidak mendekatkan handphone ke
telinga sebelum panggilan tersambung, persingkat percakapan, dan
tidak menggunakan handphone sewaktu sinyal lemah.
2. Memaksimalkan jarak dari sumber radiasi misalnya dengan menjauhkan
handphone dari kepala, menggunakan headset atau handsfree seefektif
mungkin, dan tidak menyimpan handphone di saku celana pada saat
handphone dalam kondisi on.
3. Mengurangi radiasi itu sendiri, ditempuh dengan memilih handphone
dengan level SAR (Spesific Absorption Rate) yang rendah. Level SAR ini
biasanya dicantumkan dalam buku manual. ICNIRP (International
Commission on Non-Ionizing Radiation Protection) memberikan batas
maksimal sebesar 2,0 W/kg. Sekedar contoh, handphone Esia seri Fu
memiliki level SAR 1,18 W/kg, sedangkan Nokia seri N70 levelnya 0,95
W/kg. Atau dengan meminimalisir pemakaian handphone di ruang
tertutup dengan bahan logam atau baja, misalnya di dalam mobil.
4. Mengkonsumsi Antioksidan, radikal bebas bisa memicu terbentuknya
kanker, melalui sifatnya yang dapat menyebabkan kerusakan DNA.
Antioksidan bisa berupa mineral (mangan, seng, tembaga, selenium),
beta karoten, vitamin C dan vitamin E dari sayuran dan buah segar
bersifat oposisi dengan radiasi elektromagnetik dan juga asam dari
softdrinks.

Sumber
[1] Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2007, Analisis Kebijakan, Jakarta, Elex Media
Komputindo (dan referensi di dalamnya).
[2]
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Komunikasi dan
Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi
5

[3]
[4]
[5]
[6]
[7]

Penanaman Modal, No 18, 7, 19, 3 Tahun 2009 Tentang Pedoman


Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
Kajian Akademik Raperda Kota Metro Tentang Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi di Kota Metro, 2011.
Freeman, R.L., TelecommunicationTransmission Handbook, 3rd ,
JohnWilley & Sons, 1991
Sumber artikel dari Surat Kabar Pikiran Rakyat, Tempo Interaktif dan CSR
FILES(dan referensi di dalamnya).
malaysia_mobphone_basestations_and_health.pdf
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006 Tentang
Pembangunan dan Penata Menara Telekomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai