Anda di halaman 1dari 6

an daerah terhadap hubungan perizinan dengan pendapatan asli daerah (PAD), dan tarik

menarik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah.


Dari cerita yang saya dapatkan, saya mencoba merangkum sepuluh permasalahan yang
harus menjadi program percepatan penanaman modal di Indonesia. Kesepuluh
permasalahan tersebut nantinya dapat diselesaikan secara baik oleh pemerintah, guna
meningkatkan arus masuk investor untuk berinvestasi di Indonesia.
1. Pembenahan kebijakan, dan implementasi investasi
Hal yang terjadi bahwa tidak adanya konsistensi dalam kebijakan, pengaturan dan
implementasi Investasi. Inkonsistensi dapat dilihat dari tugas dan fungsi pokok Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), apakah sebagai one stop services center atau
sebagai badan promosi investasi. Hal ini dapat membingungkan investor/calon investor.
2. Masalah dan hambatan birokrasi
Sudah bukan rahasia umum rentang birokrasi di daerah yang terlalu panjang, ini telah
mengakibatkan biaya yang mahal serta terbuka peluang korupsi atau pungutan liar yang
dapat mengakibatkan buruknya iklim investasi di Indonesia.
3. Ketidakpastian dalam interpretasi dan implementasi otonomi daerah.
Dengan banyaknya permasalahan terkait perda dibidang investasi menunjukkan bahwa
pemahaman terhadap otonomi daerah masih keliru. Permasalahan dimaksud banyak terkait
dengan masalah pajak dan retribusi daerah yang mengakibatkan kegiatan investasi
menjadi unpredictable. Jika permasalahan ini terus berlanjut, maka daya saing investasi
akan selalu menurun karena rendahnya minat investor untuk berinvestasi di daerah.
4. Sumber daya manusia dan permasalahan kebijakaan ketenagakerjaan
Penerapan kebijakan di bidang ketenagakerjaan yang tidak transparan telah mengakibatkan
kondisi ketenagakerjaan menjadi kurang produktif, tenaga kerja yang tidak terampil, etos
kerja yang lemah, kenaikan upah minimum yang terlalu cepat, dan maraknya demo dan
pemogokan serta kasus-kasus perburuhan yang membuat investor melakukan relokasi
usahanya ke beberapa negara tetangga yang lebih kondusif. Tingkat pendidikan dan
rendahnya kompetensi yang dimiliki sumber daya manusia telah menjadi salah satu
pertimbangan investor untuk berinvestasi di daerah.
5. Tingkat korupsi yang masih tinggi

Pelaksanaan otonomi daerah yang masih menunjukkan berbagai kelemahan bahkan makin
merebakkan praktek korupsi dan pungutan liar ke daerah-daerah. Dalam praktek dilapangan
banyak yang menggunakan instrumen regulasi sebagai justifikasinya.
6. Kurangnya insentif bidang pajak maupun non pajak
Dalam implementasinya di daerah, skema insentif yang diatur dalam berbagai aturan
ternyata tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga kebijakan investasi yang di
tetapkan oleh pemerintah tidak sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya oleh investor.
7. Rendahnya jaminan dan perlindungan investasi
Meskipun UU Penanaman modal telah mengatur jaminan dan perlindungan terhadap
kegiatan investasi dan pemerintah secara aktif menyepakati berbagai perjanjian bilateral
mengenai promosi dan perlindungan investasi, namun dalam prakteknya kurang terlihat
komitmen yang sungguh-sungguh dalam perlindungan investasi.
8. Lemahnya penegakan dan kepastian hukum
Munculnya berbagai
Churcil, dan lainnya
masih lemah. Hal ini
daya saing Indonesia

kasus seperti : kasus cemex, divestasi KPC, Karaha Bodas, Mining


menunjukkan bahwa penegakan hukum khususnya hukum kontrak
mengakibatkan ketidakpastian hukum dan pada akhirnya mengurangi
sebagai negara tujuan investasi.

9. Lemahnya koordinasi antar kelembagaan


Ketidakjelasaan tupoksi dari lembaga pemerintahan telah menimbulkan koordinasi yang
tidak harmonis dalam konteks kegiatan investasi. Terlebih kondisi di daerah kerap terjadi
saling lempar tanggung jawab antar dinas. Kordinasi yang kurang terjadi oleh adanya
pertimbangan subyektif yang berlatar belakang kepentingan suatu kelompok (politis)
maupun ekonomi.
10. Permasalahan lain
Permasalahan lain yang membutuhkan perhatian serta pembenahan adalah : masalah
stabilitas politik dan keamanan yang relatif rentan terjadi seperti di Aceh dan Papua. Hal ini
sangat berpengaruh pada arus investasi yang akan ke daerah tersebut.
Dengan terpilihnya Kepala BKPM baru yaitu Franky Sibarani dari kalangan pengusaha dan
pastinya sangat mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan, investor sangat berharap
point permasalahan dalam berinvestasi di Indonesia dapat terselesaikan dengan segera.
Permasalahan ini telah menjadi hambatan dan membuat Indonesia kalah bersaing
dibandingkan dengan negara lain. Dengan pemerintahan era Jokowi ini pelaku usaha dan

investor sangat berharap adanya perubahan serta percepatan ke arah yang lebih baik dari
iklim penanaman modal di Indonesia.

Penulis Fu Handi adalah Executive Director Lepmida (Lembaga Pengembangan Manajemen


dan Investasi Daerah)

Mahendra menilai, ada beberapa masalah-masalah yang harus segera dibenahi oleh
internal Indonesia terkait investasi.
Masalah-masalah tersebut adalah kepastian hukum, infrastruktur yang kurang memadai
seperti pelabuhan, jalan raya dan jalur kereta api, tegas Mahendra di Jakarta, Kamis
(3/10).
Selain masalah di atas, Mahendra menegaskan masalah juga terjadi pada koordinasi
antara pemerintah pusat dan daerah yerkait investasi. Saya ingin ke depannya BKPM
akan langsung fokus kepada pemerintah daerah yang berkomitmen untuk menerima dan
memajukan iklim investasi di daerahnya.
Menurut Mahendra hal tersebut lebih baik dibanding BKPM harus meyakinkan diri ke 550
pemerintah daerah untuk meyakinkan investasinya ke daerah. Kami akan dorong mulai
dari promosi, investasinya. Kami ajak stakeholder yang lain seperti PLN, perbankan hingga
Kadin untuk masuk ke daerah. Di situlah peran BKPM agar investasi bisa tumbuh di
daerah, katanya.
Terkait pelayanan investasi, Mahendra juga berjanji akan membuatnya lebih sederhana
dan teratur. Pelayanan investasi bukan hanya bagian perizinan atau bagian depan front
office-nya tapi koordinasi dalam merealisasikannya sampai kepada implementasinya,
tambah Mahendra. (EVA)
Mahendra menilai, ada beberapa masalah-masalah yang harus segera dibenahi oleh
internal Indonesia terkait investasi.

Masalah-masalah tersebut adalah kepastian hukum, infrastruktur yang kurang memadai


seperti pelabuhan, jalan raya dan jalur kereta api, tegas Mahendra di Jakarta, Kamis
(3/10).
Selain masalah di atas, Mahendra menegaskan masalah juga terjadi pada koordinasi
antara pemerintah pusat dan daerah yerkait investasi. Saya ingin ke depannya BKPM
akan langsung fokus kepada pemerintah daerah yang berkomitmen untuk menerima dan
memajukan iklim investasi di daerahnya.
Menurut Mahendra hal tersebut lebih baik dibanding BKPM harus meyakinkan diri ke 550
pemerintah daerah untuk meyakinkan investasinya ke daerah. Kami akan dorong mulai
dari promosi, investasinya. Kami ajak stakeholder yang lain seperti PLN, perbankan hingga
Kadin untuk masuk ke daerah. Di situlah peran BKPM agar investasi bisa tumbuh di
daerah, katanya.
Terkait pelayanan investasi, Mahendra juga berjanji akan membuatnya lebih sederhana
dan teratur. Pelayanan investasi bukan hanya bagian perizinan atau bagian depan front
office-nya tapi koordinasi dalam merealisasikannya sampai kepada implementasinya,
tambah Mahendra. (EVA)

Kamar Dagang dan Industri Eropa di Indonesia (EuroCham) merilis lembar posisi
tahunan khusus 2013. Laporan ini memuat sejumlah kritik dan rekomendasi terhadap
perekonomian

Indonesia.

Rekomendasi-rekomendasi di dalam lembar posisi ini merupakan perspektif dunia


usaha Eropa tentang isu-isu yang mempengaruhi iklim perdagangan dan investasi di
Indonesia, kata Jakob Friis Sorensen, Chairman EuroCham Indonesia saat peluncuran
Lembar
Posisi
EuroCham
dimaksud
di
Jakarta,
Kamis
(20/2).
Jakob mengatakan EuroCham merekomendasikan penyederhanaan regulasi Indonesia
melalui penguatan koordinasi antarkementerian. Jakob juga menyoroti meningkatkan
kebutuhan berkonsultasi antar para pemangku kepentingan, termasuk dengan investor
asing, dalam proses pembuatan kebijakan. Konsultasi dinilai dapat meningkatkan
transparansi, meyakinkan investor, dan menghindari ketidakpastian hukum serta
dampak-dampak

yang

merugikan

lainnya.

EuroCham menyoroti kebijakan investasi, termasuk Daftar Negatif Investasi (DNI).


Jakob menjelaskan, perhatian EuroCham tertuju pada keterlambatan serta
ketidakpastian revisi DNI. Hingga kini revisi negative list itu belum rampung meski
sudah dibahas beberapa kali rapar koordinasi perekonomian. Ketidakjelasan kebijakan
DNI, lanjut Jakob, menciptakan kekhawatiran dan ketidakpastian terhadap calon
investor.

EuroCham merekomendasikan, penerbitan revisi DNI akan memberi kepastian lebih


untuk berinvestasi serta memberi keyakinan bagi para penanam modal. Bahkan,
diharapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebaiknya mengumumkan
posisi resminya atas status usaha yang tidakntercakup dalam DNI. Apakah usaha
demikian terbuka sepenuhnya untuk penanaman modal asing atau tunduk pada aturan
tertulis

selanjutnya

dari

BKPM,

jelas

Jakob.

Menyoal penghapusan ketentuan mengenai status penanaman modal asing dalam


perseroan terbuka, yang dihapus dalam peraturan BKPM yakni Peraturan Kepala BKPM
No 5/2013, menyebabkan ketidakpastian apakah DNI berlaku terhadap perseroanperseroan
terbuka
atau
tidak.
Dari persoalan tersebut, EuroCham merekomendasikan agar BKPM dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebaiknya menerbitkan sebuah peraturan untuk mengklarifikasi
defenisi portofolio investasi di mana DNI tidak berlaku. Misalnya, apakah suatu
portofolio

investasi

berarti

suatu

investasi

dalam

sebuah

perseroan

terbuka.

Tanpa adanya definisi yang jelas, BKPM atau OJK seharusnya menetapkan sebuah
mekanisme resmi untuk mngkonfirmasi apakah sebuah investasi dapat diklasifikasikan
sebagai

sebuah

portofolio

investasi

atas

dasar

kasus

per

kasus.

Selanjutnya, Jakob menjelaskan soal proses aplikasi investasi di BKPM. Masalah


utamanya terdapat pada soal komitmen BKPM untuk mengeluarkan persetujuan
investasi baru dalam waktu dua hari kerja sejak pengajuan aplikasi yang lengkap.
Dalam praktiknya, Jakob menilai kerangka waktu tersebut sulit untuk dicapai. Bahkan,
memakan waktu 1-2 minggu. Oleh karena itu tidak ada perbaikan yang signifikan
dalam
kerangka
waktu
untuk
memulai
suatu
usaha
di
Indonesia.
Rekomendasi dari EuroCham, BKPM seharusnya memantau dengan dekat kerangka
waktu bagi penerbitan persetujuan. Melalui sistem penelusuran aplikasi online yang
telah dipakai oleh BKPM, Jakob menilai seharusnya mampu memperpendek erangka
waktu

aplikasi

jika

digunakan

secara

efektif.

Terkait regulasi, Jakob mengungkapkan masih banyaknya kebijakan yang tidak


dipublikasikan atau tidak tertulis yang masih digunakan untuk mengevaluasi aplikasi
investasi. Untuk itu, BPKM diharapkan lebih transparan, mempublikasikan kebijakan
dan garis-garis petunjuk internalnya yang tidak tertulis agar mudah diakses para
pemodal. Selain itu, penerbitan peraturan lainnya juga kerap kurang koordinasi antar
lembaga
pemerintah,
ungkapnya.

Jakob juga menyinggung fasilitas keringanan pajak. Berdasarkan praktik saat ini,
meskipun peraturan-peraturan mensyaratkan hanya sebuah rekomendasi dari BKPM
sebelum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan persetujuan fasilitas keringanan
pajak, DJP masih mensyaratkan agar kementerian teknis. Misalnya, Kementerian
Perindustrian, untuk menerbitkan rekomendasi lain guna mengkonfirmasi kriteria unutk
keringanan
pajak
tersebut,
imbuhnya.
EuroCham merekomendasikan agar BKPM dan DJP dapat menetapkan kriteria nagi
sebuah fasilitas keringanan pajak, terutama untuk mengantisipasi perubahan peraturan
yang mengatur fasilitas keringanan pajak di masa mendatang. Kriteria demikian harus
jelas

serta

dapat

dilaksanakan.

Selain itu, BKPM dan DJP diharapkan membentuk sebuah gugus tugas untuk
mengevaluasi aplikasi fasilitas keringanan pajak sehingga penanam modal tidak perlu
menupayakan rekomendasi tembahan. Penyusunan melalui gugus tugas bisa
mempermudah dan memperpendek kerangka waktu proses aplikasi. Permasalahan lain
terletak pada persyaratan divestasi dan pemerintah daerah yang terkadang
mengeluarkan peraturan yang mungkin bertentangan dengan semangat UU Penanaman
Modal,

kata

Jakob.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Kerjasama Dunia Usaha Internasional BKPM Guyub
Sagotrah Wiroso mengaku tak dapat berkomentar banyak terkait masalah-masalah
yang diungkapkan oleh pihak EuroCham. Pasalnya, lembar posisi 2013 terkait investasi
tersebut
perlu
diserahkan
kepada
Kepala
BKPM
terlebih
dahulu.
Belum bisa komentar banyak soal hal itu, soalnya lembar posisi ini masih harus
diserahkan dan dilaporkan terlebih dahulu, pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai