Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH EKONOMI INTERNASIONAL

PROTEKSIONISME DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL


(Studi Kasus Kebijakan Proteksionisme Amerika Serikat dan
Pengaruhnya terhadap Indonesia)

Disusun oleh:
Dewi Purnama Sari
(15/379713/PN/14167)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdagangan internasional adalah kegiatan memperdagangkan output barang
atau jasa yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain di
dunia. Perdagangan tersebut tidak hanya mencangkup ekspor dan impor barang tetapi
juga kegiatan ekspor dan impor jasa serta perdagangan modal. Perdagangan luar negeri
memiliki dampak yang luas terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia. Perdagangan internasional bisa memberikan
keuntungan sekaligus menciptakan ancaman bagi perekonomian suatu negara. Untuk
melindungi diri, maka suatu negara biasanya menerapkan suatu kebijakan yang bisa
menguntungkan, setidaknya bagi negara itu sendiri.
Proteksionisme merupakan salah satu cara yang membatasi perdagangan
antarnegara untuk kepentingan negara yang menerapkannya. Negara menerapkan
kebijakan proteksionisme dengan cara menutup pasarnya bagi negara-negara lain dan
membuat hambatan-hambatan perdagangan, sehingga transaksi perdagangan
berlangsung secara terbatas (Perbawa, 2014). Proteksi dimaksudkan untuk
mempertahankan lapangan kerja bagi penduduk lokal. Di sisi lain, kondisi ini dapat
memperparah resesi global jika membuat negara lain tidak dapat menjual produknya ke
luar negeri. Pada tahun 1930-an, negara-negara menutup pasar mereka dan depresi besar
semakin dalam (Anonim, 2009).
Salah satu kebijakan proteksionisme yang membawa dampak atau pengaruh
besar di dunia adalah Amerika Serikat. Sebagai negara adidaya, segala kondisi negara
tersebut akan mempengaruhi keadaan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Krisis
ekonomi merupakan salah satu penyebab pemerintah Amerika Serikat mengambil
tindakan proteksi dalam rangka meningkatkan sektor perekonomian domestik. Pasca
Krisis Finansial 2008 pemerintah Amerika Serikat melakukan tindakan proteksi dalam
berbagai bentuk. Kebijakan proteksionisme yang diusung Amerika Serikat ini juga
menjadi salah satu penyebab mengapa neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit
pada dua bulan pertama di 2018, lantaran mempengaruhi perdagangan global. Meskipun

2
demikian, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto masih berkeyakinan neraca
dagang RI dapat kembali surplus (Fajriah, 2018).  
Dengan demikan, walaupun tindakan proteksionisme merupakan tindakan yang
perlu dilakukan oleh suatu negara dalam rangka melindungi maupun meningkatkan
sistem ekonomi dengan jalan melakukan optimalisasi terhadap produk maupun usaha
dalam negeri, namun, juga dapat berdampak negatif terhadap kondisi negara lain. Ahli
ekonomi politik internasional (EPI) seperti Roert Gilpin hingga berpendapat bahwa
proteksionisme akan membebankan perekonomian, karena proteksionisme melindungi
industri yang tidak kompetitif (Perbawa, 2014). Oleh sebab itu, makalah ini akan
membahas pro-kontra proteksionisme dan pengaruh kebijakan Amerika Serikat sebagai
negara adidaya terhadap Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut proteksionisme dalam perdagangan internasional?
2. Bagaimana kebijakan proteksionisme yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan
dampaknya bagi Indonesia khususnya di bidang pertanian?

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Proteksionisme
Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang membatasi perdagangan
antarnegara melalui cara tata niaga, pemberlakuan tarif bea masuk impor (tariff
protection), jalan pembatasan kuota (non-tariff protection), sistem kenaikan tarif dan
aturan berbagai upaya menekan impor bahkan larangan impor (Frieden and Lake, 1995).
Proteksi dalam perdagangan internasional terdiri atas kebijakan :
1. Tarif 
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap
barang-barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang
sejenis yang diimpor dari luar negeri. Tarif adalah hambatan perdagangan yang berupa
penetapan pajak atas barang-barang impor atau barang-barang dagangan yang melintasi
daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah
negara dikenakan bea masuk.  Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga
barang.  Dengan pengenaan bea masuk yang besar, pendapatan negara akan meningkat
sekaligus membatasi permintaan konsumen terhadap produk impor dan mendorong
konsumen menggunakan produk domestik.
2. Kuota
Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah
maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu
atau kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah barang yang diperdagangkan. Sama
halnya tarif, pengaruh diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor
menjadi tinggi karena jumlah barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya pembatasan jumlah barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata untuk
masing-masing barang meningkat. Dengan demikian, diberlakukannya kuota dapat
melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang luar negeri
3. Pelarangan impor 
Untuk melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman produk sejenis yang
diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan
atau mangeluarkan suatu kebijakan perdagangan internasional di bidang impor.
Kebijakan ini, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi

4
struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk mendorong/melindungi pertumbuhan
industri dalam negeri (domestik) dan penghematan devisa negara. Kebijakan
perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-
tariff barrier).
4. Subsidi
Dengan adanya subsidi, produsen dalam negeri bisa menjual barangnya lebih
murah, sehingga bisa bersaing dengan barang impor. Subsidi yang diberikan bisa dalam
berbagai bentuk, misalnya: 1) Subsidi langsung berupa sejumlah uang tertentu; 2)
Subsidi per unit produksi.
5. Dumping
Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara
menjual barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri atau bahkan
di bawah biaya produksi.  Kebijakan dumping dapat meningkatkan volume perdagangan
dan menguntungkan negara pengimpor, terutama menguntungkan konsumen mereka
Konsep proteksi dalam perdagangan luar negeri berarti usaha-usaha pemerintah
yang membatasi atau mengurangi jumlah barang yang diimpor dari Negara-negara lain
dengan tujuan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu yang penting artinya dalam
pembangunan Negara dan kemakmuran perekonomian negara sehingga terdapat
beberapa tujuan yang menjadi faktor pendorong adanya kebijakan proteksi, diantaranya:
a. Mengatasi masalah deflasi dan pengangguran.
b. Mendorong perkembangan industri baru
c. Mendiversifikasikan perekonomian
d. Menghindari kemerosotan industri-industri tertentu
e. Memperbaiki neraca pembayaran
f. Menghindari neraca pembayaran
g. Menghindari dumping
h. Menambah pendapatan pemerintah
Dengan demikian, secara garis besar proteksi berguna untuk memaksimalkan
produksi dalam negri, memperluas lapangan kerja, memelihara tradisional, menghindari
resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi
andalan, menjaga stabilitas nasional, dan tidak menggantungkan diri pada negara lain.

5
B. Kebijakan Proteksionisme oleh Amerika Serikat
Menurut Kartika (2013), dalam tulisannya membagi proteksionisme menjadi 2
(dua) sektor yaitu finansial dan kebijakan. Setelah analisis yang dilakukan, berikut ini
adalah identifikasi bentuk kebijakan dan penilaian proteksionisme yang dilakukan
Amerika Serikat pasca Krisis Finansial 2008.
Tabel 1. Hasil Analisa Kebijakan Proteksionisme Amerika Serikat Pasca Krisis Finansial 2008
Proteksi
Indikator onis Proteksionis General Proteksionis Total
Minimal
Investasi pemerintah di
sektor finansial
Bentuk - Investasi langsung:
kebijakan ARRA, TSLF, PDCF,
yang digunakan TARP
- Investasi tidak
langsung: HERA
Satu hingga dua tahun Lebih dari dua tahun atau
setelah program/UU tidak ada batas waktu
tersebut dibentuk/ berlakunya UU/ program
diratifikasi tersebut
Finansial - TSLF dibuka pada - HERA berlaku sejak
tanggal 11 Maret 2008, tanggal 30 Juli 2008
PDCF pada tanggal 17 hingga tanggal 30
Batas waktu Maret 2008. Ditutup September 2011
berlakunya pada tanggal 1 Februari - TARP dibuka pada tanggal
kebijakan 2010 14 Oktober 2008
- TALF diresmikan pada - AIFP dibentuk pada
tanggal 25 November tanggal 19 Maret 2009
2008, ditutup pada - ARRA berlaku sejak
tanggal 30 Juni 2010 tanggal 19 Februari 2009
Standardisasi Produk
- the Family Smoking
Bentuk hambatan Peningkatan bea impor Prevention and Tobacco
yang digunakan - produk ban, panel surya Control Act of 2009
dan pipa baja dari Cina - the Food Safety
Enhancement Act of 2009
Perdagangan Peningkatan lebih dari 100%
Peningkatan dan tidak ada tanda-tanda
prosentase bea penurunan prosentase setelah
impor setelah tahun pertama
krisis - ban: bea impor 4% dan
pajak tambahan 35%
- panel surya: 4% menjadi
31%
- pipa baja: 13% menjadi
36,53% hingga 99,14%

6
Berdasarkan hasil analisa dengan tabel indikator tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pemerintah Amerika Serikat memiliki level proteksionis yang berbeda pada
sektor finansial dan sektor perdagangan. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat pada
sektor finansial pasca Krisis Finansial 2008 lebih banyak berada pada kolom level
proteksionis general sehingga penulis menyimpulkan bahwa pada kebijakan sektor
finansial pasca Krisis Finansial tahun 2008 tergolong sebagai kebijakan yang bersifat
proteksionis. Sedangkan pada sektor perdagangan, kebijakan pemerintah Amerika
Serikat pasca Krisis Finansial 2008 lebih banyak berada pada kolom level proteksionis
total sehingga kebijakan pada sektor perdagangan pasca Krisis Finansial tahun 2008
tergolong sebagai kebijakan yang bersifat proteksionis total, dimana interpretasi dari
indikator penilaian proteksionisme adalah sebagai berikut
Tabel 2. Indikator Kebijakan Proteksionisme
Proteksionis Proteksionis Proteksionis
Indikator
Minimal General Total
Investasi Mencegah
Bentuk kebijakan Investasi asing
pemerintah di masuknya
yang digunakan tidak dibatasi
sektor finansial investasi asing
Finansial Kurang dari Lebih dari dua
Batas waktu Satu hingga dua
satu tahun tahun setelah
berlakunya tahun setelah
setelah dibentuk/
kebijakan dibentuk
dibentuk permanen
Standardisasi
Hambatan
Bea impor, kualitas,
prosedural
Bentuk hambatan Pembatasan Dumping dan
administrasi
yang digunakan kuota impor Anti Dumping,
Perdagangan dan pabean
Subsidi Ekspor
Peningkatan Meningkat Meningkat
Tidak
prosentase bea ≥100% dan ≥100% dan
meningkat
impor dan kuota berangsur tidak ada tanda-

C. Pengaruh Kebijakan Proteksionisme terhadap Perdagangan Internasional


Indonesia di Bidang Pertanian
Dari tabel 1 tentang berbagai bentuk kebijakan proteksionisme Amerika, sektor
yang bersinggungan langsung dengan pertanian adalah sektor perdagangan terutama
terkait standarisasi produk. Dalam the Family Smoking Prevention and Tobacco
Control Act of 2009 pasal 907(a) yang diratifikasi pada tanggal 22 Juni 200943
menyebutkan bahwa rokok yang beredar di pasar domestik Amerika Serikat hanya
rokok yang tidak mengandung bahan perasa tambahan baik alami maupun buatan selain

7
tembakau dan menthol. Perundangan tersebut didukung dengan pernyataan yang dibuat
oleh Food and Drugs Association (FDA), badan pengawas makanan dan obat-obatan
milik Amerika Serikat, bahwa bahan perasa tambahan dalam flavored cigarette
mengandung zat adiktif yang dapat menimbulkan efek kecanduan. Selain itu, yang
merupakan zat adiktif dalam rokok adalah nikotin yang berada didalam tembakau
dimana merupakan bahan dasar rokok, bukan didalam bahan perasa tambahan dalam
flavored cigarette seperti yang disebutkan oleh FDA. Hal inilah yang membuat sempat
terjadinya sengketa tembakau antara Indonesia dan Amerika Serikat pada tahun 2010.
Akibatnya, ekspor rokok kretek Indonesia ke Amerika Serikat terhenti. Indonesia
kemudian membawa masalah ini ke WTO dengan tuduhan diskriminatif karena untuk
rorok menthol yang diproduksi Amerika Serikat sendiri tidak termasuk dalam
pelarangan (Sumantri, 2010).
Pada tanggal 30 Juli 2009 pemerintah Amerika Serikat meratifikasi the Food
Safety Enhancement Act of 2009 dimana memberi kewenangan terhadap FDA untuk
mengatur dan mengawasi perkembangan industri makanan mulai dari proses
penanaman hingga produksi. Undang-undang ini memperkuat fungsi pengawasan FDA
terhadap industri pangan dengan mengharuskan industri makanan untuk menjamin
keamanan produknya dengan memenuhi standar sistem Hazard Analysis and Critical
Control Points (HACCP) serta sanitary and phyrosanitary (SPS). Sebelumnya,
ketentuan mengenai impor bahan makanan diatur dalam Bioterrorism Act of 2002.
Melalui kebijakan ini, Indonesia pernah tersandung kasus penolakan frozen shrimp oleh
Amerika Serikat (Kurniawan, 2017). Selain itu, terdapat kecenderungan meningkatnya
kerugian akibat meningkatnya biaya dari tahun ke tahun akibat pengenaan peraturan
Automatic Detention (HACCP) bagi beberapa produk ekspor seperti kakao (akibat
terkontaminasi serangga & infeksi jamur) dan CPO. Setidaknya kerugian diperkirakan
mencapai 250 juta USD per tahun.
Secara umum, adanya proteksionisme Amerika pasca krisis ini pengaruhnya
lebih besar pada industri-industri manufaktur seperti ban, alumunium, dan baja. Oleh
karena itu, negara pemasok barang tersebut seperti Tiongkok yang akan mendapat
banyak dampak negatif dan hal itulah yang akan memicu perang dagang. Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, produk Indonesia
yang masuk ke Negeri Paman Sam berbeda dengan produk unggulan AS, sehingga tidak

8
bersaing dengan produk dalam pasar AS. Sebagaimana tujuan dari kebijakan
proteksionime dagang Presiden Donald Trump yang ingin menghidupkan kembali pasar
dalam negeri. Sebaliknya, Indonesia berpeluang menikmati keuntungan dari kebijakan
tersebut. Darmin menyebut, negara yang kena imbas proteksi baja dan aluminium AS
bisa saja mencari pasar baru termasuk Indonesia dengan tawaran harga yang lebih
rendah untuk bersaing dengan pasar Indonesia (Arieza, 2015).
Namun, provokasi ala Gedung Putih itu bisa menjalar ke komoditas lain sepeti
minyak sawit. Inilah yang perlu diwaspadai sebagai dampak samping dari perang
dagang. Amerika saat ini adalah negara tujuan ekspor terbesar untuk produk industri
nasional dengan nilai sebesar 15 milyar Dollar AS per tahun. Akhir tahun lalu
pemerintah AS menetapkan pajak impor anti dumping sebesar 50,71% terhadap produk
biodiesel dari Indonesia lantaran subsidi pemerintah terhadap industri sawit.
Kementerian Perdagangan sedang menyiapkan langkah lanjutan untuk melawan
kenaikan pajak impor AS, antara lain lewat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Amerika Serikat bukan satu-satunya negara yang diwaspadai Indonesia. Uni Eropa pun
mendapat ancaman serupa setelah parlemen Eropa merekomendasikan pembatasan
minyak sawit sebagai bahan baku energi lantaran isu lingkungan (Anonim, 2018).

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebijakan proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi industri dalam
negeri yang sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi perusahaan baru dari
perusahaan-perusahaan besar yang dari persaingan yang tidak adil, juga melindungi
dari -persaingan barang-barang impor melalui rekayasa tariff, kuota, impor,
dumping, dan subsidi.
2. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat bersifat
proteksionis dan tidak konsisten dengan prinsip WTO yang mengedepankan tiga hal
yaitu anti diskriminasi produk, mengurangi atau menghilangkan batasan dan
hambatan yang tidak diperlukan dalam perdagangan internasional, dan
pertimbangan terhadap kebutuhan negara berkembang untuk ekspansi pasar ke
tingkat internasional.
3. Proteksionisme total dengan bentuk standarisasi produk yang dilakukan Amerika
banyak mempengaruhi dan menjadi penghambat aktivitas perdagangan komoditas
pertanian Indonesia. Secara umum, tidak banyak pengaruh langsung proteksionisme
Amerika Serikat terhadap Indonesia kecuali dampak tidak langsung dari perang
dagang Amerika Serikat dengan negara lain seperti Cina yang terkena lebih banyak
pengaruhnya.

B. Saran
1. Diperlukan peningkatan pengawasan terkait standarisasi produk ekspor Indonesia ke
Amerika Serikat maupun negara lain.
2. Pemerintah harus selalu waspada terhadap dampak langsung maupun tidak langsung
dari adanya proteksionisme Amerika Serikat dan perang dagang dunia.
3. Diperlukan kajian lebih lanjut terhadap makalah ini agar lebih tajam dan terinci.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Kebijakan Proteksi Kian Meresahkan.


https://nasional.kompas.com/read/2009/02/10/05170259/kebijakan.proteksi.kia
n.meresahkan (diakses pada Senin, 28 Mei 2018)
Anonim, 2018. Indonesia Bersiap Hadapi Perang Dagang Internasional.
https://www.msn.com/id-id/ekonomi/ekonomi/indonesia-bersiap-hadapi-
perang-dagang-internasional/ar-BBK3bdf (diakses pada Senin, 28 Mei 2018)
Arieza, Ulfa. 2018. Menko Darmin: Proteksionisme Amerika Tak Pengaruhi Ekspor
Indonesia.
https://economy.okezone.com/read/2018/03/15/320/1873379/menko-darmin-
proteksionisme-amerika-tak-pengaruhi-ekspor-indonesia (diakses pada Senin,
28 Mei 2018)
Fajriah, Lily R 2018. Proteksionisme AS Ancam Neraca Perdagangan RI di Awal 2018.
https://ekbis.sindonews.com/read/1289916/33/proteksionisme-as-ancam-
neraca-perdagangan-ri-di-awal-2018-1521102630 (diakses pada Senin, 28 Mei
2018)
Frieden, J. and Lake D. 1995. International Political Economy : Perspective On Global
Power and Wealth, Fourth Edition. 306
Kartika, Maya. 2012. Proteksionisme Amerika Serikat pasca krisis finansial 2008.
http://journal.unair.ac.id/ (diakses pada Senin, 28 Mei 2018)
Perbawa, Sabil. 2014. Wacana dan implementasi proteksionisme perdagangan
internasional di sektor pertanian melalui berbagai tema fair trade. Skripsi.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Sumantri, Jajang. 2010. Lawan Proteksionisme. Media Indonesia, ed. 13 Oktober 2010,
hlm. 17.

11

Anda mungkin juga menyukai