Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISTIK PANTAI DAN PROSES ABRASI DI PANTAI

BANYU TIBO, PACITAN JAWA TIMUR

Oleh :
Intan Nur Isnaini

(150341100006)

Unu Rusdianto

(150341100040)

Laras Wulan R.

(150341100052)

Anip Cinta Triawan

(150341100082)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Benua Maritim Indonesia terletak diantara benua Australia dan Asia serta
membatasi Samudra Pasifik dan Hindia .Busur kepulauan Indonesia merupakan
untaian pulau di suatu perairan dalam maupun dangkal, terdiri dari 17.805 buah
pulau yang memiliki garis pantai sepanjang lebih dari 80.000 km. Kepulauan
terbentuk oleh berbagai proses geologi yang berpengaruh kuat pada pembentukan
morfologi pantai, sementara letaknya di kawasan iklim tropis memberi banyak
ragam bentang rupa pantai dengan banyak ragam pula tutupan biotanya
(Sollihudin 2011).
Pantai merupakan bagian wilayah pesisir yang bersifat dinamis, artinya
ruang pantai (bentuk dan lokasi) berubah dengan cepat sebagai respon terhadap
proses alam dan aktivitas manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamisnya
lingkungan pantai diantaranya adalah iklim (temperatur, hujan), hidro-oseanografi
(gelombang, arus, pasang surut), pasokan sedimen (sungai, erosi pantai),
perubahan muka air laut (tektonik, pemanasan global)dan aktivitas manusia
seperti reklamasi pantai dan penambangan pasir .Pada dasarnya Indonesia
umumnya memiliki kekayaan bahari yang berlimpah, yang mencakup kehidupan
sekitar 28 ribu species flora, 350 species fauna, 110 ribu species mikroba, serta
sekitar 600 species terumbu karang. Keanekaragaman terumbu karang di
Indonesia mencapai 600 species dari 400 genera, jauh lebih kaya dari yang
dikandung Laut Merah yang hanya memiliki 40 species (Solihuddin, 2011).
Dolan, et al (1975) membagi 5 (lima) variabel klasifikasi pantai
berdasarkan tipe batuan dan kekerasan mineral yang terkandung dalam batuan.
Faktor erodibilitas (nilai kepekaan suatu jenis batuan terhadap proses pelapukan)
tergantung kepada kandungan mineral, sementasi (terutama pada batuan sedimen),
besar butir (untuk sedimen tak padu) dan kehadiran struktur batuan seperti
perlapisan (bedding), pecahan (cleavage), dan retakan (fracture).
Pengamatan karakteristik pantai dimaksudkan untuk mengetahui karakter
dan fisik pantai, baik genetik maupun perubahan-perubahan karena aktivitas
manusia. Pembagian karakteristik pantai tersebut akan dikelompokkan ke dalam

tipe-tipe pantai yang dibuat berdasarkan pada pembagian pantai oleh Dolan
(1975), yaitu dengan memperhatikan parameter litologi, topografi dan morfologi,
vegetasi dan proses dominan termasuk aktivitas manusia. Pembagian tersebut
secara integrative akan menempatkan tipe-tipe pantai dengan ciri-ciri tersendiri,
sehingga kondisi ini akan dapat mencerminkan daya dukung dan arah
perkembangan kawasan pantai di masa yang akan datang. Pengukuran lateral
pantai, yaitu melakukan pemetaan dimensi pantai berupa panjang, lebar,
kemiringan pantai, beda tinggi antara garis pantai relatif terhadap dataran pantai
(berm) yang biasanya dijadikan lokasi untuk mendirikan bangunan-bangunan
pantai dan mengukur jarak horisontal antara garis pantai relatif dengan lokasi
bangunan terdekat (Sollihudin 2011).
Proses abrasi merupakan bagian dari dinamika pantai yang
menarik untuk dikaji guna mengetahui faktor dominan yang
mempengaruhi

proses

pantai

sehingga

dapat

memberikan

informasi kepada pemerintah setempat dalam menentukan


kebijakan pengelolaan dan perencanaan wilayah pesisir. Tulisan ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik pantai dalam
kaitannya dengan potensi terjadinya abrasi dikawasan ini. Hal tersebut dirasa
penting dalam rangka meningkatkan kewaspadaan kita terhadap kemungkinan
terjadinya abrasi yang dapat terjadi pada setiap saat (Sollihudin 2011).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pantai adalah suatu barisan sedimen atau endapan yang muncul mulai dari
garis air terendah sampai ke tebing atau sampai ke zona dengan tumbuhan
permanen. Pantai merupakan bagian daratan yang terdekat dengan laut. Garis
pantai adalah garis batas antara laut dengan darat. Pesisir adalah bagian daratan
yang tergenang oleh air laut ketika pasang naik dan kering ketika pasang surut
Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup
tepi laut (shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih
dirasakan (Sollihudin 2011).
Klasifikasi pantai menurut Valentin (1952), dasar klasifikasinya adalah
perkembangan garis pantai maju atau mundur. Pantai maju dapat disebabkan oleh

pengangkatan pantai atau progradasi oleh deposisi, sedangkan pantai mundur


disebabkan pantai tenggelam atau retrogradasi oleh erosi. Terjadinya erosi
terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang mudah
tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air. Gerak air dalam hal
ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang
menyebabkan abrasi pada batuan. Erosi tidak hanya berlangsung di permukaan,
namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan. Perairan laut disisi
utara pulau Jawa mempunyai karakteristik dengan topografi dasar laut landai dan
bergelombang relative kecil serta berbatasan langsung dengan laut Jawa
(Mustafa 2007).
Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pesisir,
yang dapat mengancam garis pantai sehingga mndur kebelakang, merusak tambak
maupun lokasi persawahan yang berada di pinggir pantai, dan juga mengancam
bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan air laut. Abrasi pantai
didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi asalnya. Abrasi atau erosi
pantai disebabkan oleh adanya angkutan sedimen menyusur pantai sehingga
mengakibatkan berpindahnya sedimen dari satu tempat ke tempat lainya
(Sollihudin 2011).
Erosi maksimum terjadi bila energi dari agen erosi mencapai titik paling
lemah materi tererosi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh
adanya gelombang atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab erosi.
Erosi yang terjadi pada dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak
pada perubahan posisi jatuhnya enersi gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi
gelombang dapat merusak titik terlemah dari apapun yang ditemukan dengan
enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai dengan
gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi
paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Erosi diperparah bila sedimen
sungai yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang tererosi
(Astjario 2010).
Dampak dari pemanasan global adalah mencairnya es yang ada di kutub,
sehingga permukaan laut naik, curah hujan berubah, salinitas menurun, dan

sedimentasi meningkat di wilayah pesisir dan lautan. Ada beberapa skenario yang
diperkirakan dapat terjadi dengan naiknya permukaan laut, yaitu: (1)
meningkatnya erosi pantai; (2) banjir di wilayah pesisir yang lebik buruk; (3)
terbenamnya wilayah lahan basah peisir; (4) perubahan rentang pasang surut (tidal
range) di sungai dan teluk; (5) perubahan lokasi penumpukan sedimentasi dari
sungai (Astjario 2010).

III.

METODOLOGI

Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi


Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan barat daya.
Kabupaten Pacitan terletak di antara 110 55'-111 25' Bujur
Timur dan 7

55'-

17'

Lintang

Selatan,

dengan

luas

wilayah 1.389,8716 Km atau 138.987,16 Ha. Kabupaten Pacitan


terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan
Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Jogyakarta merupakan
pintu gerbang bagian barat dari Jawa Timur dengan kondisi fisik
pegunungan kapur.
Pemetaan karakteristik pantai dilakukan untuk memberikan gambaran
umum morfologi, material penyusun, serta proses yang sedang terjadi di kawasan
pesisir daerah penelitian. Sounding (pemeruman) dilakukan untuk
mengukur kedalaman laut, dimana data yang diperoleh akan
digunakan untuk mengetahui morfologi dasar laut yang akan
berpengaruh terhadap kecepatan rambat gelombang. Pembagian
karakteristik pantai tersebut akan dikelompokkan ke dalam tipe-

tipe pantai yang dibuat berdasarkan pada pembagian pantai oleh


Dolan (1975), yaitu dengan memperhatikan parameter litologi,
topografi dan morfologi, vegetasi dan proses dominan termasuk
aktivitas manusia. Pembagian tersebut secara integratif akan
menempatkan tipe-tipe pantai dengan ciriciri tersendiri, sehingga
kondisi ini akan dapat mencerminkan daya dukung dan arah
perkembangan kawasan pantai di masa yang akan datang.
Pengukuran lateral

pantai,

yaitu

melakukan

pemetaan

dimensi pantai berupa panjang, lebar, kemiringan pantai, beda


tinggi antara garis pantai relatif terhadap dataran pantai (berm)
yang biasanya dijadikan lokasi untuk mendirikan bangunanbangunan pantai dan mengukur jarak horisontal antara garis
pantai relatif dengan lokasi bangunan terdekat. Proses dominan yang
mempengaruhi konfigurasi garis pantai seperti proses abrasi dan sedimentasi
diselidiki dengan melakukan pengukuran kemiringan pantai (beach slope), gawir
abrasi (beach scarp)dan pengamatan bentukan morfologi pantai seperti muara
sungai, lagun, beting pasir (sandy spit).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
Astjario,P dan D. Setiady. 2010. Karakteristik pantai di kawasan
Pesisir Timur
Pulau Natuna Besar, Kabupaten Natuna, Propinsi Riau.
Jurnal Geologi Kelautan. VIII(1): 47-55.
Mustafa, M dan Yudhicara. 2007. Karakteristik pantai dan risiko
tsunami di
kawasan Pantai Selatan Yogyakarta. Jurnal Geologi
Kelautan. V(3): 159-167.

Solihuddin,T. 2011. Karakteristik pantai dan proses abrasi di


pesisir Padang
Pariaman, Sumatera Barat. Jurnal Glob. XIII ( 2):112 120.

Anda mungkin juga menyukai