BAB I
PENDAHULUAN
Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan
air surut terendah (Bambang Triatmojo, “Teknik Pantai”). Garis pantai adalah garis batas
pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berubah sesuai
dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Perubahan garis pantai disebabkan
oleh faktor alam dan/atau faktor manusia. Faktor alam diantaranya gelombang laut, arus laut,
angin, sedimentasi sungai, kondisi tumbuhan pantai serta aktivitas tektonik dan vulkanik.
Sedangkan faktor manusia antara lain pembangunan pelabuhan dan fasilitas-fasilitasnya
(misalnya breakwater), pertambangan, pengerukan, perusakan vegetasi pantai, pertambakan,
perlindungan pantai serta reklamasi pantai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan
dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas
dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar
laut dan bagian bumi di bawahnya. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.
Wilayah pantai adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah
pantai meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi
oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, angin laut serta perembesan air asin; sedangkan
ke arah laut wilayah pantai mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami
yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun kegiatan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Secara umum, Sutikno (1993) menjelaskan bahwa pantai merupakan suatu daerah
yang meluas dari titik terendah air laut pada saat surut hingga ke arah daratan sampai
mencapai batas efektif dari gelombang. Sedangkan garis pantai adalah garis pertemuan antara
air laut dengan daratan yang kedudukannya berubah-ubah sesuai dengan kedudukan pada saat
pasang-surut, pengaruh gelombang dan arus laut.
Gambar 1. Pantai sebagai kawasan yang rentan mengalami abrasi dan akresi.
Gambar 2. Definisi dan Batasan Pantai (Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai 1999)
Perubahan garis pantai yang berupa akresi maupun abrasi dipengaruhi dua faktor
utama yaitu faktor aktif yang berupa parameter hidrooseanografi serta faktor pasif yang
berupa geomorfologi pantai. Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya
perubahan garis pantai adalah :
Faktor Hidro-Oseanografi
Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi pada
setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi.
Proses geomorfologi yang dimaksud antara lain adalah :
1) Gelombang : Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air yang dibentuk
secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis pantai (Open
University, 1993). Dahuri, et al. (2001) menyatakan bahwa gelombang yang pecah di
daerah pantai merupakan salah satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan
sedimentasi di pantai.
2) Arus : Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah pantai. Arus yang berfungsi
sebagai media transpor sedimen dan sebagai agen pengerosi yaitu arus yang
dipengaruhi oleh hempasan gelombang. Gelombang yang datang menuju pantai dapat
menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses
sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut
yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai (Pethick, 1997).
Gambar 4. Longshore current menjadi faktor penyebab abrasi dan akresi pantai.
3) Pasang surut : Menurut Nontji (2002) pasut adalah gerakan naik turunnya muka laut
secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Arus pasut ini
berperan terhadap proses-proses di pantai seperti penyebaran sedimen dan abrasi
pantai. Pasang naik akan menyebarkan sedimen ke dekat pantai, sedangkan bila surut
akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas. Arus pasut umumnya
tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat mengangkut sedimen yang berukuran besar.
Faktor Antropogenik
Proses anthropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai.
Gangguan terhadap lingkungan pantai dapat dibedakan menjadi gangguan yang disengaja
dan gangguan yang tidak disengaja. Gangguan yang disengaja bersifat protektif terhadap
garis pantai dan lingkungan pantai, misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah
gelombang atau reklamasi pantai. Aktivitas manusia yang tidak disengaja menimbulkan
gangguan negatif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai, misalnya pembabatan
hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak (Sutikno 1993).
2.2. GELOMBANG
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan
oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak,
alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang. Pembangkit
gelombang laut dapat disebabkan oleh: angin (gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-
bulan-matahari (gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut
(gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal.
Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam bidang teknik pantai
adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut). Gelombang dapat membentuk dan
merusak pantai dan ber pengaruh pada bangunan-bangunan pantai. Energi gelombang
akan membangkitkan arus dan mempengaruhi pergerakan sedimen dalam arah tegak lurus
pantai (cross-shore) dan sejajar pantai (longshore). Pada perencanaan teknis bidang teknik
Untuk kondisi gelombang di laut transisi, cepat rambat dan panjang gelombang dihitung
dengan menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4 apabila persamaan 2.3 dibagi dengan 2.5 akan
didapat:
Apabila kedua ruas dari persamaan 2.9 dikalikan dengan d/l maka akan didapat:
2. Distribusi Weibull
Dengan:
P(Hs ≤ Hsˆ) : Probabilitas Bahwa Hs tidak dilampaui
H : Tinggi gelombang representative
Hˆ: Tinggi gelombang dengan nilai tertentu
A : Parameter skala
B : Parameter lokasi
K : Parameter bentuk (kolom pertama tabel 2.3)
Tabel 2. Koefisien Untuk Menghitung Deviasi Standar
2. Distribusi Weibull
Dengan :
P (Hs ≤ Hsm) : Probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke-m yang tidak dilampaui
Hsm : Tinggi gelombang urutan ke m
m : Nomor urut tinggi gelombang signifikan = 1,2,…N
NT : Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan (bisa lebih besar dari gelombang
representatif)
Parameter A dan B di dalam persamaan di atas dihitung dari metode kuadrat terkecil untuk
setiap tipe distribusi yang digunakan. Hitungan didasarkan pada analisis regresi linier dari
hubungan berikut:
Dengan Aˆ dan Bˆ adalah perkiraan dari parameter skala dan local yang diperoleh dari analisis
regresi linier.
3. Periode Ulang
Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi frekuensi
distribusi probabilitas dengan rumus berikut ini.
Dengan :
Hsr = Tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr
Tr = Periode ulang (tahun)
K = Panjang data (tahun)
L = Rerata jumlah kejadian per tahun
Untuk perhitungan gelombang dalam keadaan dimana gelombang tidak mengalami difraksi,
dapat digunakan rumus berikut :
2. Refraksi Gelombang
Refraksi terjadi karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Di daerah dimana
kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, yaitu di laut dalam, gelombang
menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut
mempengaruhi gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang,
bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan
kecepatan yang lebih kecil daripada bagian di air yang lebih dalam. Akibatnya garis puncak
gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut. Garis
orthogonal gelombang, yaitu garis yang tegak lurus dengan garis puncak gelombang akan
membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis puncak gelombang dan menunjukkan
arah penjalaran gelombang juga akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak lurus
dengan garis kontur dasar laut.
Proses refraksi gelombang adalah sama dengan refraksi cahaya karena cahaya
melintasi dua buah media perantara yang berbeda kerapatannya. Dengan kesamaan sifat
tersebut, maka pemakaian hukum Snell pada optik dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah refraksi gelombang karena perubahan kedalaman.
3. Difraksi Gelombang
Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang
atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di
daerah terlindung di belakangnya, seperti terlihat pada gambar 15. Fenomena ini dikenal
dengan difraksi gelombang. Dalam difraksi gelombang ini terjadi transfer energi dalam arah
tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah terlindung. Seperti terlihat dalam gambar
15, apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan akan tenang.
Tetapi karena adanya proses difraksi maka daerah tersebut terpengaruh oleh gelombang
datang. Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terjadinya gelombang di daerah
tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung.
4. Refleksi Gelombang
Gelombang datang yang mengenai/membentur satu rintangan akan dipantulkan
sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan
bangunan pantai, terutama pada bagian pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan
akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan, maka bangunan-bangunan yang ada
di pelabuhan/pantai harus dapat menyerap/menghancurkan energy gelombang.m Suatu
bangunan yang memiliki sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap
energi gelombang lebih banyak dibanding bangunan tegak dan massif. Pada bangunan
vertikal, halus dan dinding tidak permiabel, gelombang akan dipantulkan seluruhnya. Besar
kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi Hr
dan tinggi gelombang datang Hi :
Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model, seperi disajikan dalam tabel 3.
Gambar 2.13 Grafik Hubungan antara Ru/H dan Irr, Gelombang Run Up
(Battjes & Roos (1974). Dalam Yuwono 1990)
Rumus yang dipergunakan untuk menentukan run-up pada permukaan halus yang
kedap air adalah sebagai berikut (Yuwono, 1992:III-17):
Untuk konstruksi dengan permukaan kasar dan lolos air nilai tersebut masih harus
dikoreksi dengan 0,5 sampai 0,8. Fungsi bilangan Irribaren untuk berbagai jenis lapis lindung
mempunyai bentuk berikut:
Dengan :
Ir = bilangan Irribaren
θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (o)
H = tinggi gelombang di lokasi (m)
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m)
6. Gelombang Pecah
Di daerah surf zone, karena kedalaman pantai semakin dangkal, akan terjadi
gelombang pecah. Daerah ini menjadi sangat penting, karena pada daerah ini sebagian besar
energi pembentuk pantai diperoleh. Berdasar data dari pengamatan Galvin, Battjes (1974)
menyimpulkan bahwa tipe gelombang pecah dengan parameter similaritas pantai (offshore
similarity paramater) :
dimana:
α = kelandaian pantai.
Dengan parameter tersebut diatas, tipe gelombang pecah dapat dibedakan sebagai berikut:
1. 0 < ξ0 < 0.5 : spilling
Biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju ke pantai yang
datar (kemiringan kecil). Gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan
pecahnya terjadi berangsur-angsur
2. 0.5 < ξ0 < 3.3 : plunging
Apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan pecah dan
puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak gelombang akan terjun ke
depan. Energi gelombang pecah dihancurkan dalam turbulensi, sebagian kecil dipantulkan ke
laut dan tidak banyak gelombang baru terjadi pada air yang dangkal.
3. ξ0 < 3.3 : surging atau collapsing
Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang besar seperti pada pantai
berkarang. Daerah gelombang pecah sangat sempit dan sebagian besar energi dipantulkan
kembali ke laut dalam. Gelombang pecah tipe surging ini mirip dengan plunging, tetapi
sebelum puncaknya terjun, dasar gelombang sudah pecah.
Berdasarkan analisa Miche, dalam Nizam (1994), gelombang akan pecah apabila memenuhi
kriteria berikut:
Dari analisa tersebut, untuk air dangkal (landai) akan didapatkan perbandingan antara tinggi
gelombang dan kedalaman air (breaker index �B) sekitar 0.78. Perbandingan tinggi
gelombang pecah dan kedalaman air disebut juga indeks pecah (ɣB) :
dengan :
HB = Tinggi gelombang pecah
dB = Kedalaman air untuk gelombang pecah
Sedangkan Munk (1949), dalam Coastal Engineering Research Center (CERC, 1984)
memberikan persamaan untuk menentukan tinggi kedalaman gelombang pecah sebagai
berikut :
Persamaan di atas tidak memberikan pengaruh kemiringan dasar laut terhadap gelombang
pecah. Beberapa peneliti lain (Iversen, Goda. Galvin : dalam CERC 1984) membuktikan
bahwa Hb/H0 dan d b / H b tergantung pada kemiringan pantai dan kemiringan gelombang
datang. Untuk menunjukkan hubungan antara `
H b / H0 dan H b / L0 untuk berbagai kemiringan dasar laut dibuat grafik. Sedangkan untuk
menunjukkan hubungan antara d b / H b dan H / gT2 untuk berbagai kemiringan dasar laut
dibuat grafik. Untuk menghitung kedalaman dan tinggi gelombang pecah, disarankan
penggunaan kedua jenis grafik tersebut daripada menggunakan persamaan 2.30 dan 2.31
untuk menghitung tinggi dan kedalaman gelombang pecah pada kedalaman tertentu.
Grafik yang diberikan di bawah ini dapat ditulis dalam bentuk :
Dimana a dan b adalah fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut :
Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi dan periode gelombang. Hubungan antara
angin diatas permukaan laut dengan angin diatas daratan diberikan oleh RL = Uw/UL seperti
dalam gambar 2.9.
2.3.1. FETCH
Fetch adalah jarak tanpa halangan diatas air hal mana gelombang dibangkitkan oleh
angin dan mempunyai arah dan kecepatan yang konstan. Di dalam peninjauan pembangkitan
angin di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah
pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama
dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin.
Fetch efektif diberikan oleh persamaan sebagai berikut :
b. Periode Gelombang
2. Fully Depeloved
a. Tinggi gelombang
Dimana :
H = tinggi gelombang hasil peramalan (m)
T = Periode gelombang puncak ( dt)
F = Panjang fetch efektif (km)
UA = Kecepatan angin terkoreksi (m/dt)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
t = waktu (jam)
2.4. ARUS
Gelombang yang datang menuju pantai membawa massa air dan momentum, searah
penjalaran gelombangnya. Hal ini menyebabkan terjadinya arus di sekitar kawasan pantai.
Penjalaran gelombang menuju pantai akan melintasi daerah-daerah lepas pantai (offshore
zone), daerah gelombang pecah (surf zone), dan daerah deburan ombak di pantai (swash
zone). Diantara ketiga daerah tersebut, Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa
karakteristik gelombang di daerah surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di
dalam analisis proses pantai.
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditentukan berdasarkan data pasang surut yang dapat digunakan sebagai
pedoman di dalam perencanaan suatu bangunan pantai. Beberapa elevasi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Muka air tinggi (high water level), yaitu muka air tertingi yang dicapai pada saat air
pasang dalam satu siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level), yaitu muka air terendah yang dicapai pada saat air
surut pada satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), yaitu ratarata dari muka air
tinggi selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rata-rata (mean low water level, MLWL), yaitu ratarata dari dari
muka air rendah selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rata-rata (mean sea Level, MSL), yaitu muka air rata-rata antara muka
air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi untuk elevasi di daratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highes high water level, HHWL), yaitu muka air tertinggi
pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani.
7. Muka air rendah terendah (lowes low water level, LLWL), yaitu muka air terendah
pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani.
Dalam perencanaan suatu bangunan pantai, penentua muka air laut ditentukan
berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimal 15 hari. Hal ini disebabkan karena
untuk mendapatkan data pengukuran pasang surut selama 19 tahun sulit dilakukan.
Gambar 2.2. Elevasi muka air laut rencana (Teknik Pantai, 1999)
Wave set up di pantai dapat dihitung dengan menggunakan teori Longuet-Higgins dan
Stewart. Besar wave set up di daerah gelombang pecah diberikan oleh :
Dengan :
Sw = set up daerah garis pantai (m)
T = periode gelombang (detik)
Hb = tinggi gelombang pecah (m)
g = percepatan gravitasi (m.det-2)
Sedangkan wave set down Sb di daerah gelombang pecah diberikan dalam bentuk :
Dengan :
Δh = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F = panjang fetch (m)
i = kemiringan muka air laut
c = konstanta = 7,5 x 10-6
V = kecepatan angin badai (m/det)
d = kedalaman air (m)
Di dalam memperhitungkan wind set up di daerah pantai dianggap bahwa laut dibatasi
oleh sisi (pantai) yang impermeabel, dan hitungan dilakukan untuk kondisi dalam arah tegak
lurus pantai. Apabila arah angin dan fetch membentuk sudut terhadap garis pantai, maka yang
diperhitungkan adalah komponen tegak lurus pantai.
c. Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan
temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect)
yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana
(CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer
bumi.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-
gefisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi
fauna dan hama penyakit, dan sebagainya ). Sedangkan dampak bagi aktivitas social-ekonomi
masyarakat meliputi :
Gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai.
Gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan,
pelabuhan, dan bandara.
Gangguan terhadap pemukiman penduduk.
Pengurangan produktivitas lahan pertanian.
d. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu kata Tsu dan Nami. Tsu berarti pelabuhan
dan nami berarti gelombang besar. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk
menunjukkan adanya gelombang besar yang disebabkan oleh gempa bumi. Lebih tepatnya
tsunami diartikan sebagai gelombang laut yang terjadi secara mendadak yang disebabkan
karena terganggunya kestabilan air laut akibat gempa bumi.
Besar kecilnya tsunami yang terjadi di samping tergantung pada bentuk morfologis
pantai juga dipengaruhi oleh karakteristik sumber gangguan implusif yang ditimbulkannya.
Karakteristik gelombang tsunami meliputi energi, magnitudo, kedalaman pusat gempa,
mekanisme fokus dan luas rupture area. Dalam penjalarannya ke pantai dari sumber
gangguan implusif, gelombang tsunami akan mengalami tranformasi tinggi, panjang,
kecepatan ataupun arah gelombang. Transformasi disebabkan adanya perubahan kedalaman
laut yang dilalui tsunami, atau tsunami melintasi alur yang lebih sempit seperti selat, sungai
atau teluk.
Bila tsunami melintasi alur yang sempit dan dangkal maka tinggi gelombang
tsunami akan mengalami perbesaran yang merupakan fungsi dari perubahan kedalaman dan
lebar alur yang dilewati. Tsunami mempunyai panjang gelombang yang besar sampai
Kecepatan ini berkaitan dengan kedalaman laut. Pada dasarnya bila kedalaman laut
berkurang setengahnya, maka kecepatan berkurang tiga perempatnya. Sedangkan tinggi
gelombang tsunami justru akan bertambah jika mendekati pantai, karena adanya perubahan
kedalaman laut yang dilalui tsunami. Tinggi tsunami mencapai maksimum pada daerah pantai
yang landai dan berlekuk seperti teluk atau muara sungai, maka gelombang tsunami akan
mencapai puluhan meter. Sebagai contoh gempa bumi Flores yang mempunyai magnitude 6,6
SR secara teoritis akan menimbulkan gelombang tsunami setinggi 1 sampai 2 meter di
episenter, tetapi pada saat tiba di pantai Flores gelombang tsunami mencapai maksimum
sekitar 24 meter. Telah dikembangkan hubungan antara tinggi gelombang tsunami di daerah
pantai dengan besaran tsunami mt. Besaran tsunami mt berkisar antara –2,0 (yang
memberikan tinggi gelombang kurang dari 0,7) sampai 5,0 untuk gelombang yang lebih besar
dari 72 m.
Tabel 2.6 Hubungan Antara Besaran Gempa Dan Tinggi Tsunami Di Pantai
mt = 2,26 M – 14,18
Besaran tsunami juga tergantung pada kedalaman laut (d) di lokasi terbentuknya gempa,
ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan (ds) maka perlu dipilih suatu
kondisi muka air yang memberikan gelombang terbesar, atau run up tertinggi. Kedalaman
rencana bangunan (ds) dapat dihitung dengan persamaan :
Yang dimaksud dengan sea level rise disini adalah kenaikan muka air yang disebabkan oleh
perubahan cuaca, misal efek rumah kaca
Geomorfologi pantai meliputi material dasar pembentuk pantai dan kemiringan dasar pantai.
material dasar pembentuk pantai bisa berupa lumpur, pasir, atau kerikil. Sedangkan kemiringan
dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pantai lumpur mempunyai
kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih besar berkisar
antara 1:20 sampai 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa mencapai 1:4. kemiringan pantai
memberikan pengaruh terhadap gelombang pecah.
Berdasarkan kemiringan pantai gelombang pecah dapat dibedakan menjadi tiga tipe berikut ini :
1) Spilling
Spilling biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju ke pantai yang
datar (kemiringan kecil). Gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan
pecahnya terjadi berangsur-angsur. Buih terjadi pada puncak gelombang selama mengalami
pecah dan meninggalkan suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang.
2) Plunging
Apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan pecah dan puncak
gelombang akan terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan turbulensi, sebagian
kecil dipantulkan pantai ke laut, dan tidak banyak gelombang baru terjadi pada air yang lebih
dangkal.
3) Surging
Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang besar seperti yang terjadi pada pantai
berkarang. Daerah gelombang pecah sangat sempit, dan sebagian besar energi dipantulkan
kembali ke laut dalam. Gelombang pecah tipe surging ini mirip dengan plunging, tetapi
sebelum puncaknya terjun, dasar gelombang sudah pecah.
2.7.2 SEDIMEN
Sedimen adalah pecahan batuan, mineral atau mineral organik yang ditransportasikan dari
berbagai sumber dan didepositkan oleh udara, es, air dan angin. Sedimen pantai bisa berasal dari
erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang
terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen sangat penting di dalam mempelajari proses
erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel, distribusi butir sedimen, rapat
massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi dan sebagainya. Sedangkan sedimen
pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral
(pebble), cobble, dan batu (boulder). Berdasarkan klasifikasi ukuran butir dan sedimen menurut
Wenthworth, pasir mempunyai diameter antara 0,063 dan 2,0 mm yang selanjutnya dibedakan
menjadi lima kelas. Material sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter di bawah
0,063 mm yang merupakan sedimen kohesif.
Proses dinamis pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang didefinisikan
sebagai gerak sedimen di daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Littoral
transport dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu transpor sepanjang pantai (longshore
transport) dan transpor tegak lurus pantai (onshore-offshore transport). Material (pasir) yang di
transpor disebut dengan littoral drift. Transpor tegak lurus pantai terutama ditentukan oleh
kemiringan gelombang, ukuran sedimen, dan kemiringan pantai. Pada umumnya gelombang
dengan kemiringan besar menggerakkan material ke arah laut, dan gelombang kecil dengan
periode panjang menggerakkan material ke arah darat. Pada saat gelombang pecah sedimen di
dasar pantai terangkat (tererosi) yang selanjutnya terangkut oleh dua macam penggerak, yaitu
Laju transpor sepanjang pantai tergantung pada sudut dating gelombang, durasi dan energi
gelombang. Dengan demikian gelombang besar akan mengangkut material lebih banyak tiap satu
satuan waktu daripada yang digerakkan oleh gelombang kecil. Tetapi, jika gelombang kecil
terjadi dalam waktu lebih lama dari gelombang besar, maka gelombang kecil tersebut dapat
mengangkut pasir lebih banyak daripada gelombang besar. Suatu pantai yang mengalami erosi,
akresi (sedimentasi) atau tetap stabil tergantung pada sedimen yang masuk (suplai) dan yang
meninggalkan pantai tersebut. Sebagian besar permasalahan pantai adalah erosi yang berlebihan.
Erosi pantai terjadi apabila di suatu pantai yang ditinjau mengalami kehilangan atau pengurangan
sedimen artinya sedimen yang terangkut lebih besar dari yang di endapkan. Akresi atau
sedimentasi juga dapat mengurangi fungsi pantai atau bangunan-bangunan pantai, seperti
pengendapan di muara yang dapat mengganggu aliran sungai dan lalu lintas pelayaran, serta
pengendapan di pelabuhan dan alur pelayaran. Transpor sedimen (littoral transport) pantai adalah
gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang
dibangkitkannya.
φb : sudut antara puncak gelombang dan pantai pada garis gelombang pecah
Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut (elevasi) disekitar
lokasi pekerjaan atau penelitian yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi gelombang.
Selain itu juga dapat digunakan pada kegiatan pengerukan yang dilakukan untuk menentukan
volume pekerjaan dan akhirnya untuk menentukan biaya. Pengukuran bathimetri disekitar lokasi
pekerjaan atau penelitian merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam suatu perencanaan.
Ketidaktelitian pada pekerjaan pemetaan bathimetri dapat menyebabkan elevasi yang tidak sesuai
maupun perbedaan volume actual pada pekerjaan pengerukan yang cukup besar. Karena
mengingat pentingnya pemetaan bathimetri sehingga harus dilakukan dengan baik. Pemetaan
bathimetri dapat dilakukan dalam dua cara yakni secara manual dan automatic.
Gambar di bawah ini merupakan bagan alir dari dua metode yang dapat dilakukan dalam
pengukuran pemetaan bathimetri.
Dengan semakin intensifnya pemanfaatan daerah pantai untuk kegiatan manusia yang
tidak diimbangi dengan pengetahuan akan ilmu tentang pantai, maka masalah-masalah
tersebut juga akan semakin meningkat. Dari permasalahan-permasalahan tersebut masih
banyak juga permasalahanpermasalahan yang mungkin terjadi sebagai akibat dari berubahnya
suatu kawasan pantai, misalnya masalah sosial, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum harus terus mengadakan pemantauan
dan pengidentifikasian masalah-masalah yang ada di daerah pantai yang akan memerlukan
usaha-usaha penanganan ataupun perawatan sehingga adanya masalah-masalah kecil dapat
segera teratasi dan tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian yang besar bagi masyarakat
dan negara.
2. Pantai Pamekasan
Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin
menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya
rendah akan tenggelam. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak.
Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir
pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai ini. Abrasi pantai juga berpotensi
menenggelamkan beberapa pulau kecil di perairan Indonesia. Abrasi pantai diakibatkan oleh
beberapa faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia yaitu Peningkatan permukaan air laut
yang diakibatkan oleh mencairnya es di daerah kutub sebagai akibat pemanasan global.
Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai. Sebagaimana diketahui,
mangrove yang ditanam di pinggiran pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga
menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya hutan bakau ini banyak yang telah
dirusak oleh manusia. Selain itu dapat juga diakibatkan oleh faktor bencana alam seperti
tsunami. Rusaknya bibir pantai di perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari
geologi, kekuatan ombak laut serta pusaran angin. Serta adanya pasang surut dan gaya
dorong gelombang-arus datang air laut, pasti menimbulkan terjadinya tumbukan dengan
dinding pantai yang diikuti kemudian oleh terjadinya tarikan gelombang-arus balik yang
semuanya terjadi terus menerus tiada henti pada daerah pantai yang bertanah lunak atau tanah
berpasir atau batuan berpasir dan sejenisnya, pada daerah pantai terbuka lepas menghadap
laut, serta karena biasanya terjadi adanya pergerakan angin laut dengan kecepatan cukup
tinggi dan sebaliknya, maka dapat dipastikan bahwa potensi terjadinya proses abrasi sudah
berlangsung. Gangguan akibat adanya kegiatan penambangan pasir disepanjang pesisir
bagian dalam dan adanya penebangan pohon bakau disekitar daerah tersebut yang bersifat
merusak, dipastikan dapat turut memicu- memperparah terjadinya abrasi, yang jika tidak
ditangani secara tepat dan cepat, proses abrasi akan terus berlanjut sampai menimbulkan
4. Pantai Manggar
Pesona dan eksotisme destinasi wisata populer di Kota Balikpapan Kalimantan Timur
kini mulai terancam terkena Abrasi. Ancaman abrasi bagi destinasi wisata yang terletak 25
Km ke arah utara Pusat Kota Balikpapan terlihat dengan air pasang tertinggi kini mencapai
batas tumbuh pepohonan yang tumbuh di sepanjang garis pantai itu.
Bagian Pantai yang terkena Abrasi yang paling parah sementara ini di muara sungai.
Muara sungai ini tidak jauh dari menara balawisata hingga bisa terlihat jelas erosi yang
disebabkan angin dan air laut tersebut. Pohon dan pandan di garis pasang tertinggi bahkan
sudah roboh dan miring karena pasir pijakannya tergerus air laut. Pada bagian-bagian
tertentu, di pantai yang semula landai mulai terbentuk tebing-tebing kecil dengan ketinggian
antara 30 cm hingga 1 meter. Namun demikian, di beberapa tempat di mana tumbuh semak
kangkung laut atau Ipomea pescaprae, terjangan air laut agak tertahan.
4. Bentuk Pantai
Salah satu pedoman mudah yang dapat dilakukan untuk menentukan jenis mangrove
yang tepat untuk ditanam disuatu lokasi adalah dengan melihat jenis tumbuhan mangrove
yang terdapat disekitar lokasi tersebut. Apabila di suatu lokasi terdapat satu atau beberapa
jenis mangrove, maka dapat dipastikan bahwa kondisi lingkungan lokasi tersebut sangat
mendukung kehidupan jenis mangrove tersebut, dengan demikian maka jenis mangrove
tersebutlah yang paling tepat untuk digunakan sebagai jenis mangrove yang ditanam.
Untuk melakukan penanaman mangrove dalam rangka membangun sabuk hijau maka
perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mangrove
seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Faktor utama yang mempengaruhi keberadaan,
distribusi dan stabilitas mangrove adalah suplai air yang cukup, suplai nutrisi yang cukup,
dan stabilitas substrat. Sehingga apabila lokasi kurang mendapatkan suplai air yang cukup,
tidak mengandung nutrisi yang cukup serta substrat yang kurang baik merupakan lokasi yang
tidak tepat untuk pertumbuhan mangrove. Gambar 8. merupakan contoh kawasan mangrove
yang sudah mulai kurang baik sehingga memerlukan penanganan yang baik. Lokasi yang
sangat baik untuk pertumbuhan mangrove adalah memiliki substrat berlumpur dan stabil,
Mengingat hal-hal tersebut maka tidak semua lokasi di wilayah pantai dapat
ditumbuhi mangrove. Walaupun suplai air (khususnya air laut) sangat besar namun pada
umumnya substrat berupa pasir dan tidak stabil akibat adanya arus dan gelombang serta
perubahan musim dari musim barat ke musim timur serta sebaliknya. Perubahan musim ini
sering memberikan dampak abrasi dan sedimentasi musiman, dan pada lokasi seperti ini
sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan penanaman mangrove. Desain penentuanm
penanaman mangrove, selain ditentukan oleh persyaratan untuk kehidupan mangrove, juga
dipengaruhi oleh lokasi itu sendiri. Misalnya untuk daerah pertambakan, sempadan pantai
dan bantaran sungai akan menggunakan metode penanaman yang berbeda. Gambar 9.
merupakan contoh metode penanaman mangrove yang sering dilakukan.
Menurut bentuknya bangunan pantai dapat dibedakan menjadi bangunan sisi miring dan
sisi tegak. Termasuk dalam kelompok pertama adalah bangunan dari tumpukan batu yang
bagian luarnya diberi lapis pelindung yang terbuat dari batu-batu ukuran besar, blok beton,
atau batu buatan dari beton dengan bentuk khusus seperti tetrapod, quadripods, tribars, dolos,
dan sebagainya. Lapis pelindung ini harus mampu menahan serangan gelombang. Pada tipe
kedua adalah bangunan terbuat dari pasangan batu, kaison beton, tumpukan buis beton,
dinding turap baja atau beton dan sebagainya. Kaison adalah kontruksi berbentuk kotak dari
beton bertulang yang di dalamnya diisi pasir dan batu. Bangunan tersebut diletakkan di atas
tumpukan batu yang berfungsi sebagai pondasi, sedangkan untuk melindungi gerusan pada
pondasi, maka dibuat perlindungan kaki yang terbuat dari batu atau blok beton.
Tembok laut adalah jenis konstruksi pengaman pantai yang ditempatkan sejajar atau
kira-kira sejajar dengan garis pantai, membatasi secara langsung bidang daratan dengan air
laut, dapat dipergunakan untuk pengamanan pada pantai berlumpur atau berpasir. Fungsi
utama jenis konstruksi pengaman pantai tersebut antara lain : melindungi pantai bagian darat
langsung di belakang konstruksi terhadap erosi akibat gelombang dan arus serta sebagai
penahan tanah di belakang konstruksi.
Tembok laut merupakan konstruksi yang masif, direncanakan untuk dapat menahan
gaya gelombang yang relatif tinggi secara keseluruhan. Bahan konstruksi yang lazim dipakai
antara lain pasangan batu dan beton. Konstruksi tembok laut dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Dimana :
Dimana :
Dimana :
5. Toe Protection
Tebal toe protection = 1t – 2t, sedangkan berat batu lapis pelindung dipergunakan kira-
kira ½ dari yang dipergunakan pada dinding tembok laut. (Yuwono, hal:17, 2004).
Menurut Triatmodjo, berat butir batu untuk pondasi dan kaki bangunan diberikan oleh
persamaan berikut.
Dimana :
Dinding pantai atau revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan
darat, yang terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan
gelombang (overtoping) ke darat atau biasa pula disebut “slope protection”. Daerah yang
dilindungi adalah daratan tepat di belakang bangunan. Permukaan yang menghadap arah
datangnya gelombang dapat berupa sisi vertical atau miring. Dinding pantai biasanya
berbentuk dinding vertikal, sedangkan revetment mempunyai sisi miring. Bangunan ini
ditempatkan sejajar atau hamper sejajar dengan dengan garis pantai, dan bisa terbuat dari
pasangan batu, beton, tumpukan pipa (buis) beton, turap, kayu, atau tumpukan batu. Gambar
menunjukkan penempatan revetment (dinding pantai dan bentuk tampang lintang. Bangunan
tersebut terbuat dari tumpukan batu dengan lapis luarnya terdiri dari batu dengan ukuran yang
lebih besar.
Ada dua kelompok revetment yaitu “permeable revetment” dan “impermeable revetment”
1. Permeable revetment
a. Open filter material (rip-rap), yaitu revetment yang terbuat dari batu alam atau batu buatan
yang dilapisi filter pada bagian dasar bangunan.
c. Concrete block revetment, yaitu revetment yang terbuat dari blok beton dengan ukuran
tertentu dan lapisan filter pada bagian dasar bangunan.
2. Impermeable Revetment
a. Aspalt revetment, yaitu revetment yang bahannya dari aspal pada tebing yang
dilindungi.
b. Bitumen grouted stone, yaitu revetment yang terbuat dari blok beton yang diisi oleh
aspal (spesi aspal).
2.11.3 GROIN
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus garis
pantai, dan berfungsi untuk menahan atau menangkap angkutan atau transpor sedimen
sepanjang pantai, sehingga bisa mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini
juga bisa digunakan untuk menahan masuknya transpor sedimen sepanjang pantai ke
pelabuhan atau muara sungai. Groin hanya bisa menahan transpor sedimen sepanjang pantai.
Seperti terlihat dalam gambar 2.21., di sepanjang pantai terjadi transpor sedimen sepanjang
pantai. Groin yang ditempatkan di pantai akan menahan gerak sedimen, sehingga sedimen
mengendap di sisi sebelah hulu (terhadap arah transpor sedimen sepanjang pantai). Di
sebelah hilir groin angkutan sedimen masih tetap terjadi, sementara suplai dari sebelah hulu
terhalang oleh bangunan, akibatnya daerah di hilir groin mengalami defisit sedimen sehingga
pantai mengalami erosi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai
yang akan terus berlangsung sampai dicapai suatu keseimbangan baru. Keseimbangan baru
tersebut tercapai pada saat sudut yang dibentuk oleh gelombang pecah terhadap garis pantai
baru adalah nol (άb = 0), dimana tidak terjadi angkutan sedimen sepanjang pantai.
Gambar 2.21. Groin tunggal dan perubahan garis pantai yang ditimbulkan (Teknik
Pantai, 1999).
Perlindungan pantai dengan menggunakan satu buah groin biasanya kurang efektif. Biasanya
perlindungan pantai dilakukan dengan membuat seri bangunan yang terdiri dari beberapa
groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu, seperti pada gambar 2.22. Dengan
menggunakan satu sistim groin perubahan garis pantai yang terjadi tidak terlalu besar.
Mengingat transpor sedimen sepanjang pantai terjadi di surf zone, maka groin akan lebih
efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup seluruh lebar surf zone, dengan
kata lain panjang groin sama dengan lebar surf zone. Pada umumnya panjang groin adalah 40
sampai 60 persen dari lebar rerata surf zone, dan jarak antara groin adalah antara satu dan tiga
Gambar 2.22. Seri groin dan perubahan garis pantai yang ditimbulkan (Teknik Pantai,
1999).
Groin dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu tipe lurus, tipe T dan tipe L seperti
ditunjukan pada gambar 2.23. Menurut konstruksinya groin dapat berupa tumpukan batu,
kaison beton, turap, tiang yang dipancang berjajar, atau tumpukan buis beton yang
didalamnya diisi beton. Elevasi puncak sepanjang groin dapat dibuat horizontal atau menurun
ke arah laut, yang tergantung pada fungsi (pasir dimungkinkan melompati groin atau tidak)
dan pertimbangan biaya.