Anda di halaman 1dari 49

REKAYASA

HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 1



BAHAN AJAR

PERTEMUAN KE 5

Program Studi : Teknik Sipil


Nama Mata Kuliah/Kode : Rekayasa Hidrologi / 212D1102
Jumlah SKS : 2
Pengajar : 1. DR.Eng.Ir. Hj. Rita T. Lopa, MT.
2. DR.Eng.Ir. H. Farouk Maricar, MT.
3. Tim Dosen KBK Keairan

Sasaran Belajar : Setelah lulus mata kuliah ini mahasiswa mampu


menjelaskan dasar-dasar hidrologi dan klimatologi,
dapat melaksanakan metode pengumpulan data dan
dapat menganalisis data hidrologi untuk keperluan
perencanaan dalam rekayasa sumber daya air.

Mata Kuliah Prasyarat : Statistika dan Probabilitas

Deskripsi Mata Kuliah : Ruang lingkup mata kuliah rekayasa hidrologi


membahas tentang fungsi-fungsi hidrologi dalam
rekayasa, iklim dan meteorology, pengukuran hujan
dan analisis data, analisis frekuensi, karakteristik
hidrograf, analisis dan sintesis hidrograf, analisis debit
banjir, yang diperlukan dalam perencanaan dalam
rekayasa sumber daya air.

Kaitannya dengan kompetensi lulusan Program


Studi yang telah ditetapkan, mata kuliah ini
mendukung kompetensi lulusan untuk mahasiswa
mampu menerapkan, dan menyusun fungsi-fungsi
hidrologi dalam rekayasa yang diperlukan dalam
perencanaan dalam rekayasa sumber daya air.
Sehingga mahasiswa dapat menggunakan fungsi-
fungsi hidrologi yang tepat.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 2

I PENDAHULUAN

1.1 Cakupan atau Ruang Lingkup Materi Pembelajaran


Mahasiswa diharapkan membaca, memahami problema sungai berkaitan
dengan hidraulika dan morfologi sungai.

1.2 Sasaran Pembelajaran.


Setelah mengikuti perkuliahan 5 ini, maka mahasiswa mampu menerapkan
Metode Pengukuran Aliran Sungai.

1.3 Prilaku awal mahasiswa.

Mahasiswa akan diberi penjelasan bahwa mahasiswa sebaiknya telah


memiliki kemampuan dalam memahami survey hidrolika agar dapat
mengikuti pembahasan mata kuliah ini dengan baik yang meliputi telah
mengenal dan memahami perilaku sungai, dapat mencari kemungkinan
pemanfaatan sungai dan dapat meneliti pengendalian sungai.

1.4 Manfaat Mata Kuliah


Manfaat yang diperoleh setelah menempuh mata kuliah ini, para
mahasiswa dapat menjelaskan dasar-dasar hidrologi dan klimatologi,
dapat melaksanakan metode pengumpulan data dan dapat menganalisis
data hidrologi untuk keperluan perencanaan dalam rekayasa sumber daya
air.

1.5 Urutan Pembahasan

1. Hidrometri

2. Pemetaan Sungai

3. Pengukuran tinggi muka air

4. Pengukuran penampang basah sungai


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 3

5. Pengukuran debit

6. Pengukuran sedimen

1.6 Petunjuk Belajar

Mahasiswa sebagai subjek dalam pembelajaran hendaknya menyimak dan


memperhatikan dan sewaktu-waktu dosen akan melontarkan pertanyaan-
pertanyaan.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 4

II PENYAJIAN

2.1 Hidrometri

Hidrometri adalah ilmu pengukuran dan pembahasan masalah air termasuk


metoda, kiat dan peralatan yang terpakai dalam hidrologi. Pengertian
praktis hidrometri mencakup pengetahuan tentang pengukuran dan
pengolahan data aliran sungai meliputi jenis survey: pemetaan, pengukuran
dasar sungai, pengukuran tinggi muka air, pengukuran penampang basah
sungai, pengukuran debit yakni dengan cara langsung ataupun cara tidak
langsung, serta pengukuran volume sedimen dan pengamatan kualitas air
sungai, lihat Gambar 1.

Gambar 1. Pos Hidrometri


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 5

Pengukuran hidrometri harus mencakup: 1) pengukuran tinggi muka air, 2)


pengukuran debit, 3) pembuatan lengkung debit, 4) pengukuran angkutan
sedimen dan 5) perhitungan dan analisis debita air dan debit sedimen.

Jaringan pengukuran dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1) jaringan


pengukuran dasar (basic network) untuk menyediakan data dasar yang
bekerja secara terus menerus, 2) jaringan pengukuran sekunder (secondary
network) dipasang untuk waktu terbatas, untuk mengetahui karakternya
dan 3) jaringan pengukuran khusus (special network) untuk proyek
tertentu.

Adapun lokasi, jumlah dan distribusinya bergantung pada kebutuhan dan


tujuan data, biaya install, operasional dan penyimpanan, tenaga/personil,
sifat DAS serta iklim, dll.

2.2 Pemetaan Sungai

Hasil pemetaan sungai berupa peta situasi, tampang memanjang dan


tampang melintang dapat diperoleh dengan pelaksanaan pengukuran
situasi, sipat datar (levelling) dan kedalaman sungai (sounding), lihat
Gambar 2 dan 3. Pengukuran kedalaman sungai pada sungai yang
dangkal dapat dilakukan dengan waterpass dan bak ukur. Pada sungai
yang dangkal, pengukuran duga muka air dengan papan duga seperti
pengukuran duga muka air, pengukuran beda tinggi antara dasar sungai
dan muka air serta dilakukan dengan colokan bak ukur (dasarnya diberi
plat agar tidak melesak ke dalam dasar sungai). Pada sungai yang sangat
dalam digunakan echosounding, lihat Gambar 3.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 6

Gambar 2. Pengukuran situasi

Gambar 3. Mini echosounder


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 7

2.3 Pengukuran tinggi muka air

Pada pengukuran tinggi muka air (water stage), digunakan pengukur-


pengukur Manual (Manual Gages). Cara yang paling sederhana dalam
mengukur tinggi muka air sungai adalah alat mistar ukur (staff gage) yaitu
skala yang dipasang sedemikian sehingga sebagian selalu berada dalam air.
Pengukur ini biasanya terdiri dari skala vertical yang dipasang pada suatu
pilar jembatan, pancangan, dermaga atau bangunan lainnya yang
diperpanjang sehingga mencapai muka air terendah dari aliran. Bila tidak
ada bangunan yang cocok lokasinya untuk dapat dijangkau oleh taraf maka
suatu mistar ukur tampang (sectional staff gage) (Gambar 4) dapat dipakai.

Skala pengukur mungkin dibuat dengan cat pada suatu bangunan yang ada
atau pada papan pengukur khusus, biasanya feet dan 1/10-nya atau dalam
cm. Tersedia potongan-potongan logam enamel bila diinginkan suatu
pengukuran yang teliti. Apabila aliran membawa sejumlah besar sediment
halus atau buangan industri, tanda-tanda skala mungkin cepat luntur.
Dalam hal ini mungkin ada gunanya membuat tajam tepi pengukur atau
menaikkan symbol tanda.

Gambar 4. Mistar ukur tampang (sectional staff gage)

Tipe lain dari alat pengukur manual adalah yang cukup tinggi sehingga
bandul tersebut mencapai permukaan air. Dengan cara mengurangi
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 8

panjang tali dari elevasi titik tetap pada bangunan, maka elevasi
permukaan air dapat ditentukan. Alat ukur pemberat kawat (wire weight
gage) mempunyai suatu teromol yang dapat melepaskan kawat sepanjang
satu foot tiap satu kali putaran. Penghitung ( counter ) mencatat jumlah
putaran tombol, sementara satu penunjuk tetap memperlihatkan besaran
1/100 foot yang terdapat pada skala di sekeliling penggulung tersebut.

Alat-alat ukur pencatatan automatic (Automatic Water Level Recorder)


digunakan alat pencatat automatic dimana gerakan suatu pelampung di
depan pada suatu grafik. Pada pencatat grafik
berkesinambungan/kontinyu, gerakan pelampung ikut menggerakkan
suatu pena pada suatu grafik dari garis panjang. Bila pena mencapai titik
grafik, pena akan berbalik arah dan mencatat dalam arah lain melintang
grafik ( Gambar 5 ). Pengukur waktu dapat digerakkan oleh pemberat dan
akan bekerja terus bila tersedia tempat bagi pemberat tersebut untuk
turun. Juga digunakan pengukur waktu elektrik yang menggunakan aki
yang dapat bekerja untuk satu tahun lamanya. Pencatat-pencatat
automatic yang bekerja dengan melubangi pita kertas sebagai tanda tinggi
mata air pada selang waktu dekat (biasanya 15 menit), juga digunakan
orang. Pada pita dapat dibaca, diperiksa kebenarannya dan diubah
menjadi aliran sungai dengan menggunakan peralatan elektronik. Alat
pencatat grafik lebih disenangi disbanding alat pencatat pelubang, karena
pita yang dilubangi tidak siap memberikan catatan muka air yang dapat
diamati bagi pengamatan muka air maupun mendeteksi kesalahan-
kesalahan dalam pencatatannya.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 9

Gambar 5. Pencatat duga muka air Automatic (AWLR=Recording Gages)


dan contoh kurva muka air hasil pencatatan AWLR

Pada umumnya alat pencatat muka air automatic tipe apung (float type
water stage recorder) dipasang dalam rumah lindung (shelter house) dan
sumur penenang (stilling well) (Gambar 6). Sumur penenang
dimaksudkan untuk melindungi pelampung dan kabel-kabel imbangan
berat (counter weight cables) terhadap sampah-sampah yang terapung
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 10

dan meniadakan fluktuasi gelombang-gelombang permukaan sungai.
Biasanya dua atau lebih pipa pengambilan ditempatkan dari sumur
penenang ke dalam sungai, sehingga paling sedikit satu diantaranya
selalu menerima air.

Keuntungan sumur penenang tipe dasar terbuka ialah kemungkinan


sediment yang akan masuk memenuhinya menjadi berkurang. Jika suatu
sumur penenang dengan dasar tertutup dipasang pada sungai yang
mempunyai muatan sediment tinggi, maka akan membuang sediment
yang mungkin berakumulasi dalam sumur, diperlukan alat pembuang
sediment. Mistar-mistar ukur biasanya dipasang di luar dan di dalam
sumur yaitu guna mengontrol pencatatat automatic.

Alat ukur Bubbler mencatat yang diperlukan untuk memelihara suatu


aliran gas kecil dari sebuah lubang di bawah air. Dengan tujuan untuk
mengeliminir besarnya biaya sumur penenang yang diperlukan dengan
menggunakan alat ukur apung.

Alat ukur Muka Air Puncak (Crest Stage Gages) harganya murah, dan
memberikan catatan-catatan tambahan tentang muka ait puncak pada
lokasi-lokasi dimana pencatatat automatic tidak dibenarkan dan
pembacaan alat ukur muka air secara manual tidak memadai. Bermacam-
macam alat ukur semacam ini telah direncanakan, termasuk pelampung-
pelampung kecil yang dapat naik sesuai dengan naiknya muka air, tapi
akan tertahan tinggal pada level air maksimum dan larutan air cat pada
pilar-pilar jembatan yang terlindung dari hujan dan dapat menunjukkan
suatu tanda batas muka air tertinggi.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 11

Gambar 6. Alat Pencatat Automatic type apung


(float type water stage recorder)
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 12

Alat ukur yang biasa digunakan oleh U.S.Geological Survey terdiri dari
sebatang pipa ( Gambar 7) yang berisi tongkat berskala dan sejumlah
bubuk gabus. Gabus-gabus tersebut mengapung saat air naik, dan
banyak diantaranya melekat di tongkat pada level tertinggi yang dicapai
air. Tongkat dapat diambil, lalu pembacaan muka air puncak dicatat,
serta gabus-gabus dapat dibersihkan. Setelah itu tongkat dapat dipasang
kembali dan siap untuk dipakai bagi pengukuran berikutnya.

Gambar 7. Alat ukur Muka Air Puncak (Crest Stage Gages)


yang biasa digunakan oleh U.S.Geological Survey

Macam-macam Alat Ukur Muka Air Lainnya adalah Manometer air atau
air raksa dapat dipakai untuk menunjukkan level permukaan air atau
untuk menjalankan alat perekam. Terdapat alat perekam yang dijalankan
dari jarak jauh yang menggunakan system penggerak selain untuk
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 13

meneruskan impormasi level permukaan air dari aliran ke alat perekam,
yaitu seperti alat-alat ukur muka air yang mentramsmisikan telepon atau
radio dari jauh. Alat ukur yang terakhir itu mengggunakan suatu alat
pemberi kode yang mengubah ketinggian muka air menjadi sinyal yang
ditransmisi sebagai rangkaian impuls yang bisa dihitung, perubahan
frekuensi osilasi yang bisa diukur, pada interval waktu yang dibutuhkan
alat sensing untuk bergerak dari sutu titik nol kepermukaan air pada
kecepatan konstan. Alat rekam jarak jauh semacam ini digunakan
terutama untuk paramalan banjir atau pengoperasian waduk.
Penggunaan satelit bumi sebagai stasiun-stasiun relai untuk
menstransmisi data dari stasiun yang jauh mengeliminir stasiun relai
muka air yang mestinya diperlukan.

Pada pemilihan lokasi Stasiun, jika alat ukur aliran semata-mata


dimaksudkan untuk merekam level air bagi peringatan banjir atau
sebagai alat bantu navigasi, maka faktor utama dalam pemilihan
lokasnya adalah pertimbangan mudah dicapainya lokasi. Bila alat ukur itu
dipakai untuk memperoleh rekaman debit, maka lokasinya harus dipilih
dengan hati-hati. Hubungan antar tinggi muka air dan debit dikontrol
oleh fitur fisis dari sebelah hilir alat ukur. Kalau fitur-fitur pengontrolnya
berada berada pada bagian saluran yang pendek, maka akan timbul
suatu pengontrol tampang (section control). Bila hubungan tinggi muka
air debit diatur oleh slope, ukuran, dan kekasaran saluran yang terjadi
pada jarak yang cukup panjang, maka stasiunnya berada di bawah
pengontrolan saluran (channel control). Pada umumnya tak terdapat
kontrol tunggal yang berlaku fektif untuk semua tinggi muka air, yang
terjadi adalah fungsi unsur-unsur pengontrol yang rumit pada saat tinggi
muka airnya berubah-ubah.

Kontrol air rendah yang ideal adalah suatu control yang terdiri dari
terjunan atau perubahan tinggi muka air, cepat dimana terjadi
kedalaman kritis. Bila control ini berada pada batuan tentunya akan jadi
permanent dan pengkalibrasian yang diperlukanpun tak sering. Andaikan
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 14

tak terdapat kontrol semacam itu, maka dapat dibuat suatu control
buatan yang terbuat dari bendung beton rendah dengan takik V guna
mendapatkan hubungan air rendah yang stabil. Pengontrol saluran lebih
rendah berubah dengan waktu, sebagai akibat gerusan atau
pengendapan sediment, dan sering kali diperlukan pengukur aliran untuk
mendapatkan suatu hubungan debit tinggi muka air yang teliti.

Perubahan tinggi muka air yang cepat mungkin juga akan jadi pengontrol
yang efektif pada aliran tinggi, bisa saja slope alirannya curam, tetapi jika
slopenya datar control tampang mudah terendam dan menjadi tidak
efektif.

Untuk aliran yang tinggi. Kontrol-kontrol air tinggi mudah menjadi control
saluran, meski pada banyak kasus kontraksi pada jembatan atau efek
bendungan dapat mengontrol pada muka air yang tinggi. Disarankan
untuk menghindari lokasi-lokasi dimana terjadi perubahan muka air atau
back water dari bendungan pertemuan aliran, atau pasang surut. Situasi-
situasi ini butuh hubungan muka air dan debit yang khusus yang
umumnya kurang akurat.

Lokasi staff gauge atau AWLR sebaiknya pada sungai yang lurus,
arusnya sejajar, tampang stabil, tidak terpengaruh back water, di sebelah
hilir pertemuan sungai dan dekat/mudah dicapai pengamat.

2.4 Pengukuran penampang basah sungai

Pengukuran penampang basah sungai dimaksudkan untuk mengetahui


luas penampang basah sungai. Karena itu lebar sungai dan kedalaman
sungai harus diukur. Semakin banyak titik-titik kearah vertikal yang
diukur semakin teliti. Sedangkan pengukuran lebar sungai dapat
digunakan dengan alat ukur teodolit. Pengukuran kedalaman untuk suatu
penampang basah dapat dilaksanakan dengan cara :

a. Merawas
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 15

b. Menggunakan perahu
c. Menggunakan kabel melintang sungai
d. Melalui jembatan yang ada

Pengukuran dengan cara merawas dilaksanakan apabila kedalaman air

kurang dari satu meter dan kecepatan air sungai tidak membahayakan
petugas. Cara pengukuran ini dilaksanakan dengan menggunakan batang
ukur sebagai alat untuk memasang alat ukur arus dan sekaligus sebagai
alat pengukur kedalaman. Dapat juga dilakukan dengan memegang
batang pengukur yang telah dipasang alat ukur arusnya dengan cara
berdiri tegak. Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

• Petugas berdiri sedemikian rupa agar supaya tidak


menyebabkan terjadinya perubahan arus sehingga dalam
mengukur kecepatan air tidak terganggu yaitu sekitar 45 cm
disebelah hilir
• Batang pengukur harus tegak lurus dari dasar sungai dengan
jarak antara 2,5-7,5 cm di hilir kabel ukur yang telah
direntangkan terlebih dahulu dengan posisi tegak lurus
terhadap pengaliran.
• Apabila kondisi lapangan terpaksa arah pengaliran tidak tegak
lurus, maka untuk mendapatkan harga kecepatan harus
dikalikan dengan suatu faktor pengali yang besarnya sama
dengan “sinus sudut” antar arah kecepatan terukur dengan
kabel ukur yang dipasang melintang sungai.
• Jika penyimpangan sudut lebih kecil dari pada 50 maka tampa
koreksi.
• Jika penyimpangan sudut diantar 50sampai dengan 300, hasil
pengukuran kedalam air, diadakan koreksi dengan rumus
sebagai berikut :

D = D” - × (Sec Q – 1) (-k) (1)


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 16

Dengan:

D =kedalaman sungai yang sebenarnya

D’=kedalam sungai yang diukur

X =jarak antar titik penggantungan kabel muka air sungai

k =koefisien koreksi

Q =sudut penyimpangan antara kabel penggantung alat ukur


arus terhadap garis vertical

Gambar 8. Pengukuran debit dengan merawas

Pada lokasi dimana dasar sungai sampai tidak stabil, seingga petugas
pengukur dalam melaksanakan pengukuran mempengaruhi alat ukur
arus, maka alat ukur arus diletakkan disamping depan posisi petugas.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 17

Table 2.1 koefisien koreksi untuk tiap harga Q

Q Sec Q k

6 1,0055 0,0016

8 1,0098 0,0032

10 1,0154 0.0050

12 1,0223 0,0072

14 1,0306 0,0098

16 1,0403 0,0128

18 1,0515 0,0164

20 1,0642 0,0204

22 1,0785 0,0248

24 1,0946 0,0296

28 1,1326 0,0408

30 1,1547 0,0472

Pengukuran penampang basah sungai dengan cara menggunakan perahu


dipakai, jika kedalaman sungai sulit dilaksanakan dengan cara merawas.
Disamping itu apabila sarana pembantu seperti kabel gantung melintang
tidak tersedia. Pelaksaanaan pengukuran sebagai berikut :

- Kabel ukur direntangkan pada kabel melintang sungai dan


posisinya diusahakan agar betul-betul tegak lurus aliran.
- Dengan merentangkan kabel ukur, maka lebar sungai dapat
diukur, kemudian diadakan pembagian secara vertical yan
jaraknya dibuat sama.
- Perahu diikat pada kabel ukur tersebut dan diusahakan agar
perahu dengan mudah dapat dipindah-pindahkan.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 18

- Selanjutnya pengukuran debit dapat dilaksanakan dari atas
perahu dengan bantuan kabel penggantung alat ukur arus.
Apabila sungai yang akan diadakan pengukuran melintang, ternyata
sudah rutin dipakai untuk transportasi sungai, maka harus ada petugas
khusus untuk mengatur lalu lintas air agar pengukuran tidak terganggu.
Di samping itu sebaiknya dalam pengukuran tersebut dilengkapi dengan
alat ukur theodoilt agar posisi perahu dapat diatur setepat mungkin.

Pengukuran dengan menggunakan kabel melintang (Gambar 9) dengan


cara memasang kabel melintang sungai yang kokoh dan pada kiri kanan
sungai kabel tersebut terkunci sehingga tidak dapat bergerak.
Selanjutnya dipasang kereta gantung yang dapat dinaiki oleh orang guna
pelaksanaan pengukuran.

Gambar 9. Pengukuran debit dengan menggunakan kabel


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 19

Cara lain dapat juga dilengkapi dengan alat winch (kabel gulung) dimana
dapat dikendalikan dari tepi sungai. Alat ukur arus diberi alat pemberat
digantungkan di kabel melintang supaya posisinya selalu vertical. Alat
ukur arus ini dapat dipindah-pindahkan sepanjan kabel melintang dan
dapat diatur melalui kereta gantung atau diatur dengan winch.

Apabila kondisi sungai dari ketiga cara di atas sulit dilakukan sebaiknya
dicari fasilitas jembatan yang sudah ada. Yang perlu diperhatikan adalah
kondisi jembatan itu, sibuknya lalu lintas, dan sebagainya. Kemudian di
atas jembatan diletakkan bridge crane. Adapun pengukurannya
dilakukan sebelah hilir jembatan.

2.5 Pengukuran debit

Penentuan debit sungai dapat dilaksanakan dengan cara pengukuran


langsung di sungai dan dengan cara analitis. Pada dasarnya pengukuran
debit sungai cara langsung adalah dengan cara mengukur luas penampang
basah yang sesungguhnya dan mengukur kecepatan pengaliran rata-rata
secara langsung pada lokasi observasi. Pengukuran tersebut
diselenggarakan dibeberapa titik. Makin banyak titik pengukuran akan
menghasilkan angka yang lebih teliti. Adapun formula debit sungai adalah
sebagai berikut:

Q=(AxV) (2)

Q = debit ( m3/det)

V = kecepatan rata-rata pada luas penampang basah (m/det)

A = Luas bagian penampang basah (m2)

Pengukuran debit cara langsung di sungai dapat dilaksanakan dengan:


alat ukur arus (current meter), pelampung dan zat warna larutan.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 20

Alat Pengukur Kecepatan Arus (current meter) merupakan catatan tinggi
muka air dapat diubah menjadi catatan debit melalui kalibrasi. Mengingat
alat pengukur kecepatan arus jarang mempunyai bentuk tetap, maka
kalibrasi diselenggarakan dengan cara menghubungkan pengukuran-
pengukuran debit lapangan dengan tinggi muka air simultan. kecuali pada
situasi-situasi khusus maka debit air pada suatu penampang diturunkan
dari titik pengukuran kecepatan. Cara ini digunakan pada lokasi sungai
dimana kecepatan aliran tidak normal. Adapun lebar tiap vertical tidak
harus sama, Karena sangat tergantung bentuk distribusi kecepatan pada
penampng basah. Kecuali mempersiapkan peralatan dan tenaga pelaksana
maka harus dicatat secara seksama dalam kartu debit antara lain:

Ø Nama sungai
Ø Lokasi observasi
Ø Lokasi pos duga air
Ø Tanggal, hari
Ø Nama penanggung jawab pengukuran
Ø Jenis dan nomor serta rumus alat ukur arus
Ø Waktu dan tinggi muka air pada pengukuran dimulai dan
mengakhiri pengukuran
Ø Perubahan muka air selama pengukuran berlangsung harus
dicatat setiap 15 menit sekali terutama pada debit-debit besar.

Kecepatan aliran rat-rata pada suatu vertical dapat dinyatakan dengan


formula Velocity-area method sebagai berikut:

V0 + V0,8
V = + V0, 6 × 1 / 2 (3)
2

Dengan V = kecepatan aliran rata-rata

V0,2 = kecepatan aliran pada titik 0,2 kedalaman60 cm

V0,6 = kecepatan aliran pada titik 0,6 kedalaman

V0,8 = kecepatan aliran pada titik 0,8 kedalaman


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 21

Berikut disajikan cara menentukan kecepatan rata-rata dari metode satu
titik dimana h 〉 0,60 m tapi ada tumbuh-tumbuhan air

- Metode satu titik untuk h 〈 60 cm

Pengukuran kecepatan diadakan pada kedalaman 0.6h


dibawah muka air.

V = V0,6h (4)

h = kedalaman sungai

- Metode dua titik untuk h 〉 60 cm

Pengukuran kecepatan diadakan pada kedalaman 0,2 h dan


0,8 dibawah muka air

V = ½ (V0,2h+V0,8h) (5)

- Metode tiga titik untuk h 〉 60 cm dan ada tumbuh –tumbuhan

air
Pengukuran kecepatan diadakan pada kedalaman 0,15 h, 0,5h
0,85h dibawah air.

V = 1/3 (V0,15h + V0,05h + V0,85h) (6)

Berikut akan disajikan cara pengukuran kecepatan dengan menggunakan


current meter dengan bantuan .MP4 berikut ini.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 22

Gambar 10. Cara pengukuran kecepatan dengan menggunakan


current meter
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 23

Alat ukur kecepatan arus yang paling umum dipakai ialah price meter
(Gambar 11), yang terdiri dari 6 mangkuk kerucut yang berputar
mengelilingi suatu as vertical. Hubungan listrik yang digerakkan oleh
mangkuk-mangkuk itu menutup jalan setereom melalui batteri dan kawat
dari kabel penunjang menimbulkan bunyi klik setiap 1 kali putaran (atau
setiap 5 kali putaran) pada headphone yang dipakai oleh operator. Suatu
alat hitung elektrik juga dipakai untuk maksud tersebut. Untuk
pengukuran pada air yang dalam, alat digantung dari sebuah kabel.
Pengarah ekor menjaga alat agar selalu menghadap arah aliran, dan
suatu pemberat menjaga kabel agar sedapat mungkin mendekati vertical.
Sebuah crane khusus tersedia untuk menyokong alat pengukur melewati
pagar jembatan, untuk memudahkan pemegangan alat pemberat dan
untuk bisa mengukur panjang kabel yang dikeluarkan. Pada air yang
dangkal alat dipasang pada sebuah batang.

Gambar 11. Alat ukur kecepatan arus type price


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 24

Alat ukur kecepatan arus tipe propeller menggunakan propeller yang


berputar mengelilingi sumbu horizontal (Gambar 12). Mekanisme yang
berhubungan dengan alat pengukur propeller serupa dengan tipe price
dan juga digunakan suspensi yang sama. Alat pengukur kecepatan arus
sumbu vertical punya satu kelebihan yang menguntungkan, yakni
bantalan-bantalan yang mendukung lubang dapat ditutup dalam
mangkuk-mangkuk terbalik, yang menangkap udara dan menghalangi
masuknya air bermuatan sediment. Bamntalan-bantalan dari alat
propeller tidak dapat terlindung seperti itu, dengan kemungkinan menjadi
rusak oleh abrasi. Sebaliknya arus-arus vertical atau komponen
kecepatan udik akan memutar mangkuk-mangkuk alat yang bersumbu
vertical pada arah yng sama sebagai hilir udik. Pengukur tipe price yang
bergerak secara vertical dalam air yang tenang akan menunjukkan
kecepatan positif. Karenanya, pengukuran kecepatan dengan alat ini
cenderung lebih besar dari kecepatan sesungguhnya (over estimate). Bila
tampang yang diukur dipilh secara tepat dengan debit aliran hampir
sejajar as saluran disertai turbulensi minimum, maka kesalahannya
mungkin tidak lebih dari 2%.

Gambar 12. Alat ukur kecepatan arus tipe propeller


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 25

Hubungan antara putaran per sekon N dari mangkuk-mangkuk alat

pengukur dan kecepatan air, diberikan suatu persamaan dalam bentuk

V = a + bN (7 )

Dengan b adalah konstanta proporsionalitas dan a adalah kecepatan


awal atau kecepatan yang diperlukan untuk mengatasi gesekan mekanis.
Perbedaan dalam konstanta-konstanta ini dapat diharapkan sebagai
akibat variasi-variasi pembuatan alat, efek pemakaian dan kerusakan
yang tidak disengaja. Karenanya masing-masing alat harus dikalibrasikan
ulang secara periodic.

Pengukuran suatu debit memerlukan penentuan kecepatan-kecepatan


titik yang cukup jumlahnya, sehingga perhitungan kecepatan rata-rata
aliran dapat diselenggarakan. Debit total diberikan melalui luas tampang
dikalikan kecepatan rata-rata. Jumlah penunjukan titik kecepatan harus
dibatasi, disesuaikan dengan pertimbangan waktu khususnyan bila muka
air cepat berubah sebab diinginkan untuk menyelesaikan pengukuran
dengan perubahan muka air minimum, lihat Gambar 13.

Gambar 13. Prosedur pengukuran dengan alat ukur arus


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 26

Pelaksanaan didalam praktek meliputi pembagian aliran menjadi sejumlah


tampang-tampan vertical. Satu luas tampang tidak boleh lebih dari 10% aliran
total, sehingga umumnya akan diperoleh 20 atau 30 tampang, tergantung
lebar salurannya. Kecepatan bervariasi kira-kira sperti parabola dari nol pada
saluran sampai maksimum di dekat permukaan. Berdasarkan banyak
percobaan-percobaan di lapangan ternyata variasi saluran umumnya
menunjukkan bahwa 0,2 dan 0,8 dari kedalaman di bawah permukaan sama
dengan kecepatan rata-rata dalam arah vertical. Kecepatan pada kedalaman
0,6 di bawah permukaan juga mendekati perkiraan dari kecepatan rata-rata
dalam arah vertical. Kelayakan dari asumsi-asumsi ini bagi aliran tertentu
dapat diuji dengan membuat suatu traverse kecepatan vertical yang terperinci.

Perhitungan debit total dibuat sebagai berikut:

1. Hitung kecepatan rata-rata pada masing-masing vertical


dengan merataka kecepatan pada kedalaman 0,2 dan 0,8 dari
permukaa air.
2. Kalikan kecepatan rata-rata vertical denga luas tampang
vertical yang mewakili titik kecepatan. Luas ini diambil sama
dengan kedalaman terukur pada vertical kali lebar tampang.
3. Jumlahkan peningkatan debit dalam bagian-bagian vertical
tersebut. Penambahan debit pada penampang pantai diambil
sama dengan 0.

Pengukuran debit dengan pelampung, dilakukan dengan cara pengukuran


kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung. Metode tersebut hanya
dilakukan apabila terjadi banjir yang besar karena apabila manggunakan alat
ukur arus dengan perahu sangat berbahaya. Hal hal yang perlu diperhatikan
adalah :
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 27

- Perlengkapan harus disediakan dulu seperti : pelampung,
patok-patok, stopwatch, pengukur jarak jauh, dan alat
keselamatan kerja.
- Lokasi melemparkan penampung sebaiknya mengunakan
jembatan yang sudah ada.
- Pengukuran penampang sungai baik hulu maupun hilir pada
lokasi yang akan diukur
- Pengukuran memanjang sungai.
- Apabila pada lokasi yang akan diukur tersedia pos duga air,
maka pembacaan muka air melalui pos tersebut.
- Apabila tidak tersedia pos duga air, maka harus dibuat terlebih
dahulu.
- Pencatatan yang penting adalah hubungan antara lebar dan
panjang sungai.
- Hubungan antar lebar sungai dengan banyaknya jalur – jalur
pengukuran
- Setiap kali pengukuran kecepatan air, harus dibaca pula tinggi
muka air sungai.
- Didukung oleh tenaga yang cukup
- Hasil akhir berupa hasil rata-rata.

Rumus yang digunakan adalah :

L
V= (8)
T

Dengan :

V=kecepatan aliran yang dilalui oleh jalur pelampung

L=panjang jalur pelampung

T=waktu yang dilalui oleh pelampung dari titik hulu sampai titik hilir
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 28

Pengukuran dengan zat pewarna yakni dilution method: dengan tracer (dye)
yaitu dengan cara zat warna dilarutkan kedalam aliran air sungai . zat warna
yang digunakan pada umumnya adalah “flour” atau “potassium perorangate”.
Tentukan titik awal pada penampang sungai bagian hulu dan bagian hilir dan
jarak juga harus diukur. Kecepatan aliran harus dihitung dari jarak tersebut
dibagi waktu lamanya zat warna mengalir dari hulu ke hilir.

Formula yang digunakan :

Q = A (L/T) (8)

Dengan:

Q = debit (m3/det)

A = luas penampang basah (m2)

L = jarak penampang dihulu dan dihilir (m)

T = waktu perjalanan zat warna (det)

Pengukuran debit tidak langsung pada suatu sungai kadang-kadang terpaksa


dilaksanakan apabila di lapangan ditemui kondisi sebagai berikut:

a. Pengukuran debit secara langsung sangat membahayakan


bagi keselamatan para petugas dan peralatan hidrometrik
yang harganya cukup mahal
b. Sifat perubahan debit banjir sungai kejadiannya relative
sangat singkat, sehingga kejadiannya sulit diramalkan
c. Selama waktu pengukuran debit, justru banjir tidak terjadi,
sehingga terpaksa untuk meramalkan besarnya debit banjir
diperlukan metode lain
d. Sering dilakukan bahwa pengukuran debit banjir pada
beberapa lokasi harus dilaksanakan pada saat yang
bersamaan, data-data tersebut sangat diperlukan.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 29

Adapun metode pengukuran debit pada sungai yang dimaksud di atas dapat
dimaksudkan dengan menggunakan cara sebagai berikut:

a. Cara pengukuran luas kemiringan sungai, yaitu:

- Pengukuran tanda peak banjir (dapat memperoleh


data informasi dari penduduk setempat), guna
menentukan kemiringan muka banjir
- Pengukuran penampang memanjang dan melintang
sungai
- Mempelajari kondisi tanah pada permukaan yang
dilalui sungai dengan mengambil referensi dari teks
book untuk memperikan kekasaran ke hidraulik sungai.
b. Cara ambang yaitu dengan jalan:
- Dengan membangun ambang buatan antar lain,
bendung, pengendali dan pelindung dasar sungai.
- Observasi kemungkinan adanya ambang alam yang
permanent.

Cara pembuatan lengkung debit (rating curve) adalah dengan


menggambarkan hubungan antara duga air H dengan debit Q (Tabel 2.2, 2.3,
2.4, 2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11, dan 2.12 serta Gambar 14), atau dapat
dikatakan hubungan antara dua buah variabel random H dan Q. Bentuk garis
tersebut (garis lurus, parabolis, hiperbolis, eksponensial, dan sebagainya)
merupakan bentuk hubungan fungsi dari kedua variabel tersebut. Hubungan
Debit-Tinggi Muka Air dengan menggunakan alat pengukur yang dilakukan
secara periodic dan pengamatan-pengamatan taraf muka air secara simultan
menghasilkan data bagi kurve kalibrasi yang disebut kurve debit (rating
kurve) atau hubungan debit tinggi muka air (stage discharge relation).
Penggambaran grafik kurve muka air versus debit itu berbentuk parabolic
dapat dilihat pada Gambar 14.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 30

Dalam penetapan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi
tercatat pada Staff Gauge dapat dilakukan dengan penggambaran liku
kalibrasi/lengkung debit dengan menggunakan formula regresi polinomial.

Perhitungan regresi polinomial orde ke-n yang menyatakan hubungan 2


variabel data hidrologi

{(xi,yi) ; I = 1,2,3,….} dengan formula sebagai berikut :

Y = b0 + b1x + b2x2 + b3x3 + …….+ bmxm (9)

Sedangkan untuk perhitungan debit sungai, regresi polinomial yang digunakan


hanya sampai orde 2. Apabila disederhanakan menjadi :

Y = a + bx + c (10)

Dalam persamaan diatas terdapat variabel a, b, dan c yang dapat dicari dengan
menggunakan

metode matriks yaitu dengan mengubah fungsi ke dalam bentuk matriks.

Setelah nilai dari masing-masing variabel diketahui, maka dapat dengan mudah
diketahui berapa besar debit sungai yang mengalir yang nilainya berbanding
lurus dengan tinggi muka air sungai. Hubungan antara Tinggi muka air dengan
Debit sungai dinyatakan dengan persamaan berikut :

Q = a + bH + cH2 (11)

Contoh:
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 31

Tabel 2.2 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1990
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 32

Tabel 2.3 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1991
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 33

Tabel 2.4 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1992
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 34

Tabel 2.5 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1993
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 35

Tabel 2.6 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1994
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 36

Tabel 2.7 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1995
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 37

Tabel 2.8 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1996
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 38

Tabel 2.9 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1997
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 39

Tabel 2.10 Data hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena tahun 1998
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 40

Tabel 2.11 Merangkum hasil pengukuran debit Stasiun Kalaena dari tahun
1990 sampai 1998
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 41

Dengan memasukkan nilai variabel a,b, dan c tersebut di atas maka nilai debit
sungai bisa didapatkan, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.12 berikut.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 42

Tabel 2.12 Perhitungan nilai debit dari perkiraan tinggi muka air dengan
menggunakan variabel persamaan

Lengkung Debit

5
H (m)

0
-200 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

Q (m3/det)

Gambar 14. Kurve muka air versus debit


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 43

2.6 Pengukuran Sedimen

Pengukuran sedimen dengan tujuan tinjauan morfologi sungai, pengukuran


meliputi sedimen bed material dan wash load serta bed load dan suspended
load. Pada pengukuran sedimen dasar yang diukur adalah berat sedimen
per satuan waktu per satuan lebar sungai. Cara pengukuran dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran langsung
menggunakan keranjang (box dan basket type), panci (pan type) dan
perangkap (pit type). Pengukuran tidak langsung yakni pengukuran material
dasar sungai dengan cara dikeruk dengan grab sampler (scoop, dredge)
dan pipa bor, lihat Gambar 16. Pada pengamatan dasar sungai dilakukan
pengamatan bed form (bentuk dasar sungai) selama kurun waktu tertentu.
Umumnya pengukuran bedload mudah dihitung tetapi sulit diukur dan
sebaliknya suspended load sulit dihitung tetapi mudah diukur.

Gambar 15. BedloadTransport Meter of Arnhem-BTMA


REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 44

Gambar 16. Grab sampler

Pada pengukuran sedimen suspensi, yang diukur adalah volume sedimen


suspensi per satuan waktu per satuan lebar sungai. Laju sedimen suspensi
dapat dihitung dengan formula :

Qss = Cq (9)

Cara pengukuran sedimen suspensi dapat dilakukan dengan pengukuran


sesaat (instantaneous sampling) dengan menggunakan botol Nansen dan
pengukuran teritegrasi (point-integration sampling) dengan menggunakan
botol, balon serta pengukuran depth-integration sampling dengan
mennggunakan Delft bottle dan US DH-48 (Gambar 17). Sedimen total
adalah penjumlahan sedimen dasar dan sedimen suspensi.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 45

Gambar 17. Pengukuran sedimen suspensi: depth-integration sampler ,

Delft Bottle
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 46

III PENUTUP

3.1 Rangkuman

1. Hidrometri adalah ilmu pengukuran dan pembahasan masalah air


termasuk metoda, kiat dan peralatan yang terpakai dalam
hidrologi.
2. Jenis survey hidrometri meliputi: pemetaan, pengukuran dasar
sungai, pengukuran tinggi muka air, pengukuran penampang
basah sungai, pengukuran debit yakni dengan cara langsung
ataupun cara tidak langsung, serta pengukuran volume sedimen
dan pengamatan kualitas air sungai.

3.2 Soal latihan di kelas.

Mahasiswa diminta untuk menjawab soal latihan tentang Aliran


Sungai/Hidrometri ini.

1. Berapakah kecepatan aliran sungai jika perputaran yang terjadi


adalah 28 m/det dengan waktu yang digunakan adalah 45 detik,
dengan a=0,1 dan b = 2,2

penyelesaian

diketahui perputaran = 28 m/det

t (waktu) = 45 detik

a = 0,1

b = 2,2

ditanyakan : V =……………?
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 47

Jawab :

perputaran
N=
t

28
=
25

= 0,62 putaran

V = a + bN

= 0,1 + 2,2 . 0,62

= 1,464 m/det

2 . jika diketahui kecepatan aliran pada titik 0,2 kedalaman adalah 25 m/det
dan kecepatan aliran titik 0,8 kedalaman adalah 15 m/det, berapakah
kecepatan aliran rata-ratanya ?

penyelesaian

karena pengukuran kecepatan diadakan pada kedalaman 0,2 h dan 0,8


dibawah muka air maka :

diketahui : V0,2 = 25 m/det

V0,8 = 15m/det

Ditanyakan V = ……..?

Jawab : V = 1/2 (V0,2h + V0,8h)

= 1/2 (25 + 15)

= 20 m/det
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 48

Soal latihan take home essay (problem set).

1. Buatlah tiga persamaan untuk menggambarkan kurva ( tinggi muka air


(H) Vs debit (Q)) dari data berikut.

3.3 Umpan balik, atau Tindak Lanjut.

Mahasiswa diharapkan membaca bahan pada bab Aliran


Sungai/Hidrometri ini dan bab selanjutnya yakni Analisis Frekuensi
untuk lebih mengembangkan kapasitas belajarnya.
REKAYASA HIDROLOGI (5) – RITA T. LOPA 49

3.4 Daftar Pustaka

1. Joseph Linsley, H. Paulhus, Yandi Hermawan. (1996).


Hidrologi Untuk Insinyur Bab 4, hal 103-141, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
2. Joko Sujono, 2000, Bahan Kuliah Hidrometri Sungai ,
Yogyakarta.
3. Oehadijono,1986. Buku pelajaran dasar-dasar teknik sungai
(river enginering),Universitas hasanuddin.
4. Soemartono, 1986. Hidrologi teknik, Usaha nasional, Surabaya.
5. Sri Harto, 1993. Analisis Hidrologi Bab 6, hal 96-143, Gramedia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai