Anda di halaman 1dari 5

Kemerdekaan adalah kebebasan. Merdeka berarti bebas dalam segala aspek.

Setiap
bangsa tentunya menginginkan kemerdekaan, termasuk bangsa Indonesia. Sudah 74 tahun
Indonesia memperoleh kemerdekaan yang didambakannya. Meskipun menempuh proses
yang sangat panjang, penuh pertumpahan darah dan air mata, Indonesia mampu meraih
kemerdekaan itu.
Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh satu
golongan atau satu suku saja. Seluruh bagian Nusantara dari Sabang sampai Merauke yang
tentunya terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa, ras, bahkan keyakinan, ikut serta merebut
kemerdekaan Indonesia. Orang tua hingga anak – anak, khususnya generasi muda pada saat
itu ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya Daan Mogot.
Elias Daniel Mogot atau Daan Mogot adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Beliau
merupakan salah satu pemuda yang terpilih untuk mengikuti latihan Seinen Dojo di
Tangerang. Selain itu, ia juga pernah menjadi anggota dan
pelatih PETA di Bali dan Jakarta pada tahun 1942 - 1945. Setelah Perang Dunia ke-2 selesai,
ia menjadi Komandan TKR di Jakarta dengan pangkat Mayor. Pada bulan
November 1945 mendirikan sekaligus menjadi Direktur Pertama Akademi Militer
Tangerang (MAT) dalam usia 17 tahun. Ia gugur dalam Pertempuran Lengkong bersama 36
orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara Jepang saat hendak melucuti senjata
mereka di Hutan Lengkong, Tangerang.
Kegigihan Daan Mogot dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus
diteladani generasi muda penerus bangsa saat ini. Daan Mogot merupakan seorang pejuang
yang sangat gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bahkan diusianya yang
masih sangat muda. Rasa cinta tanah air yang tertanam di dalam diri seorang Daan Mogot
memicu semangat perjuangan di dalam dirinya. Banyak bentuk perwujudan rasa cinta tanah
air kita terhadap bangsa Indonesia, salah satunya bela negara. Bela negara adalah sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara seutuhnya.
Spektrum bela negara sangat luas, dari yang paling halus, misalnya menjaga hubungan baik
antar sesama warga negara, hingga yang paling keras, misalnya bersama - sama melawan
ancaman nyata musuh bersenjata.
Umumnya bela negara selalu dikaitkan dengan upaya mempertahankan negara dari
ancaman serangan militer yang berasal dari negara asing. Persepsi bahwa bela negera identik
dengan perang telah menjebak pemahaman bahwa bela negara sama dengan wajib militer.
Padahal, bela negara lebih diorientasikan untuk memupuk rasa nasionalisme dan patriotisme.
Sedangkan, wajib militer lebih diperuntukkan sebagai persiapan untuk menghadapi perang
secara nyata.
Banyak cara pemerintah dalam mewujudkan bela negara dan generasi muda
merupakan sasaran utamanya. Generasi muda saat ini atau yang sering disebut dengan
iGeneration–generasi digital yang merupakan generasi peralihan Generasi Y dengan
teknologi yang semakin berkembang– . Generasi ini merupakan tonggak berdirinya keutuhan
bangsa Indonesia melalui bela negara. Oleh karena itu, pemerintah banyak menyelenggarakan
pelatihan bela negara bagi pelajar atau generasi muda. Tujuan pemerintah menyelenggarakan
pelatihan bela Negara terutama bagi pelajar maupun generasi muda adalah untuk memupuk
dan menumbuhkan rasa cinta tanah air dengan membangkitkan semangat bela Negara di
dalam diri setiap generasi muda Indonesia. Menurut Kustanto pada program Bela Negara
yang dilakukan oleh jajaran TNI dari Kodam IX/Udayana di Denpasar, tujuan bela Negara
adalah membina dan membentuk generasi muda bangsa Indonesia yang berkepribadian,
berakhlak mulia, disiplin, terampil serta memiliki semangat dan kesadaran bela negara.
Realisasi wujud cinta tanah air yang diterapkan setiap bangsa barmacam – macam.
Jika di Korea Selatan, Swiss, bahkan Singapura memilih wajib militer sebagai wujud cinta
tanah air mereka, Indonesia memiliki bela negara. Program wajib militer yang diterapkan di
beberapa negara tetangga mungkin dapat menjadi acuan dalam menerapkan nilai – nilai
positif wajib militer tersebut. Nilai positif wajib militer tersebut di antaranya memiliki
masyarakat yang siap tempur. Bukan hanya siap tempur dalam aspek kemiliteran saja, namun
masyarakat dilatih siap tempur dalam aspek kehidupan. Selain itu, nilai positif wajib militer
adalah mendidik dan mengembangkan generasi muda Indonesia yang memiliki sifat dan
sikap disiplin serta saling menghormati. Berdasarkan contoh di atas, realisasi wujud cinta
tanah air yang diterapkan berbagai bangsa dapat menjadi refleksi bagi generasi muda
Indonesia dalam mewujudkan rasa cintanya terhadap tanah air.
Untuk membuat generasi muda paham akan bela negara serta menumbuhkan minat
dan semangat bela negara pada generasi muda, perlu dimulai dari lingkungan sekolah dan
tempat tinggalnya. Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang dirancang secara khusus
untuk mendidik siswa atau murid dalam pengawasan para pengajar atau guru. Di sekolah,
siswa mengenyam pendidikan secara intensif. Sekolah tentunya sejalan denga filosofi Ki

hajar Dewantara, yaitu “ing karso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri

handayani” atau yang artinya “di depan memberi teladan, di tengah memberi

bimbingan, di belakang memberi dorongan.” Ki Hajar Dewantara adalah aktivis


pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman
Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Sedangkan, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Oleh karena itu, merupakan hal yang rasional bahwa rumah dan
sekolah adalah tempat untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, karena sekolah dan rumah
merupakan tempat dibentuknya karakter. Untuk itu, sekolah dan rumah harus mampu
membentuk karakter peserta didiknya menjadi karakter yang cinta tanah air.
Bagaimana cara agar generasi muda memahami dan memiliki rasa minat terhadap
bela Negara? Hal itu bisa diwujudkan dengan menggali pendekatan bela Negara kepada
generasi muda saat ini. Sosialisasi mengenai bela Negara merupakan salah satu
pendekatannya. Namun, berbagai sosialisasi mengenai bela Negara yang telah
diselenggarakan dirasa kurang bisa berpengaruh dalam menumbuhkan semangat bela Negara
pada generasi muda. Untuk lebih memahami makna sesungguhnya dari bela Negara, tidak
bisa hanya disampaikan melalui teori. Namun, dibutuhkan praktik dan aplikasinya. Program
pelatihan kader bela Negara yang telah digagas pemerintah merupakan salah satu bentuknya.
Namun, mindset generasi muda saat ini banyak yang berpikir bahwa pelatihan bela
negara hanya tentang baris – berbaris dan berbagai kegiatan fisik lainnya. Padahal, bela
negara tidak melulu soal fisik. Mental juga merupakan salah satu faktor bela negara. Di masa
yang akan datang, negara kita akan beralih tangan kepada generasi muda saat ini atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Generasi Z. Nasib bangsa Indonesia nanti akan ditentukan oleh
bagaimana mental yang terbentuk dalam diri generasi muda saat ini.
Mewadahi karya anak bangsa mengenai bela negara juga merupakan salah satu
pendekatan bela Negara kepada generasi muda. Mengadakan pameran hingga kompetisi
bertemakan bela Negara dapat memicu pesertanya yaitu generasi muda Indonesia untuk lebih
mencari tahu tentang apa itu bela Negara. Pameran yang diselenggarakan dapat berupa karya
anak bangsa yang mencerminkan bela Negara dan bahkan telah diakui dunia internasional.
Sedangkan, materi kompetisi yang dilombakan dapat berupa hal – hal yang dapat
menumbuhkan semangat bela Negara generasi muda, misalnya lomba menciptakan lagu
bertemakan cinta tanah air atau bela Negara dengan rentang usia peserta generasi muda.
Dengan begitu, generasi muda Indonesia bukan hanya menambah pemahamannya tentang
bela Negara, namun juga menumbuhkan rasa ingin ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan
bela Negara. Rasa penasaran akan muncul di benak mereka sehingga meningkatlah
pemahaman generasi muda mengenai bela Negara. Dengan meningkatnya pemahaman
mengenai bela Negara, diharapkan munculnya semangat bela Negara di dalam diri generasi
muda.
Dalam proses pembentukan karakter cinta tanah air melalui bela Negara, sering
ditemukan faktor penghambat kesadaran bela Negara, di antaranya :
1. Rasa malu berbangsa dan bernegara Indonesia, banyaknya generasi muda yang
lebih bangga meniru budaya luar negeri, menggunakan produk luar negeri,
bahkan menggunakan bahasa luar negeri dalam kehidupan sehari – hari,
2. Kurangnya toleransi antara sesama golongan,
3. Kurangnya kesadaran dalam diri masing - masing rakyat indonesia terhadap
segala ancaman dan gangguan yang muncul dari luar,
4. Ketidak percayaan kepada pemerintahan.
https://tirto.id/kematian-daan-mogot-dan-sejarah-pertempuran-lengkong-bVHj
https://id.wikipedia.org/wiki/Daan_Mogot
http://reggagurkami.blogspot.com/2017/01/pro-kontra-wajib-militer-di-indonesia.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Generasi_Z
https://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_militer_di_Singapura
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-sekolah.html
https://unnes.ac.id/pakar/bela-negara-haruskah/
https://brainly.co.id/tugas/13944717
http://fitripras.blogspot.com/2010/10/kesadaran-berbangsa-dan-bernegara.html
https://regional.kompas.com/read/2016/06/20/14485231/
pelajar.dan.mahasiswa.ikut.pelatihan.bela.negara.selama.lima.hari
https://manajemendigilib.wordpress.com/2012/06/06/filosofis-pendidikan-ki-hadjar-dewantara/
https://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara

Anda mungkin juga menyukai