Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH DASAR DASAR


PENGELOLAAN PERIKANAN
" Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia"

DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD ARIF FAUZAN MUSAKIR
L021201038
MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa


kita ucapkan. Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shawalat serta salam tercurah
pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak.

Makalah dengan judul "Sumberdaya Perikanan Indonesia". Pada isi


makalah disampaikan tentang Sumberdaya Perikanan yang ada di Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung


serta membantu penyelesaian makalah Mata Kuliah Planktonologi. Besar
harapan penulis agar makalah ini bisa menjadi inspirasi bagi orang yang
membuat makalah seperti ini. Penulis juga berharap agar isi makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan


penulisan. Kritik yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah. Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima
kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb

Makassar, 20 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................. 2
1.3 TUJUAN .......................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN .... 3
2.2 PEMBAGIAN WPP (11 WPP) ....................................................... 3
2.3 JENIS KOMODITAS PERIKANAN UTAMA TIAP WPP ......... 5
2.4 WPP RI 713 ..................................................................................... 6
2.5 PERMASALAHAN UTAMA TIAP WPP ..................................... 8
BAB 3 PENUTUP................................................................................... 10
3.1 KESIMPULAN .............................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Secara geografis wilayah perairan Indonesia merupakan wilayah perairan yang
sangat berpotensi. Luas wilayah perairan Indonesia terbentang sekitar 5.176.800 km².
Dengan luas wilayah laut yang mencapai 2/3 dari luas daratan, negara, menjadikan
Indonesia sebagai negara maritim dan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.
Dengan luasnya perairan Indonesia tersebut, banyak potensi-potensi sumber daya laut.
Potensi-potensi sumber daya laut Indonesia dapat menjadikan negara Indonesia sebagai
negara yang berdikari di bidang bahari sekaligus dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”.
Indonesia sebagai negara kepulauan, Sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan lautan dengan banyak pulau, hal inilah yang mencirikan Indonesia sebagai
negara maritim. Visi Indonesia sebagai negara poros maritim dunia merupakan tantangan
besar bagi seluruh elemen bangsa ini.Pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan dalam
rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam upaya
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengelolaan sumber
daya laut melalui pengembangan industri perikanan merupakan salah satu dari lima pilar
untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. Maraknya
pencurian ikan dan eksploitasi yang berlebihan di wilayah perairan Indonesia
menimbulkan keprihatinan, sehingga perlu adanya usaha untuk menentukan kawasan
penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-
RI). Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 57
Tahun 2014 menyebutkan bahwa perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) merupakan bagian dari WPP-RI.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Wilayah Pengelolaan Perikanan?
2. Bagaimana Pembagian WPP (11 WPP) ?
3. Apa saja jenis komoditas perikanan utama untuk tiap WPP?
4. Penjelasan rinci mengenai WPP RI 713
5. Apa saja permasalahan utama untuk tiap WPP?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan
2. Mengetahui Pembagian WPP (11 WPP)
3. Mengetahui jenis komoditas perikanan utama untuk tiap WPP
4. Mengetahui Penjelasan rinci mengenai WPP RI 713
5. Mengetahui permasalahan utama untuk tiap WPP

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
Wilayah Pengelolaan Perikanan (fisheries management areas), atau disingkat
WPP, menggambarkan pembagian wilayah pengelolaan perikanan yang didasarkan pada
ekologi, karakteristik wilayah, dan sumber daya ikan yang digunakan sebagai dasar
pengelolaan perikanan secara lestari dan berkelanjutan.
WPP Negara Republik Indonesia (NRI) digunakan sebagai satuan untuk
pengelolaan perikanan secara luas yang mencerminkan karakteristik wilayah dan sumber
daya yang terkandung di dalamnya. Fungsinya antara lain untuk pendugaan potensi,
konservasi, pengendalian, dan pengawasan.
WPP-NRI ini disusun mengikuti karakteristik, keragaman sumber daya ikan,
kaidah toponim laut, kondisi morfologi dasar laut, dan batas maritim Indonesia. Untuk
penomoran dan penamaannya disesuaikan dengan International Maritime Organization
(IMO), International Hydrographic Organization (IHO), dan Food and Agriculture
Organization (FAO).

2.2 PEMBAGIAN WPP (11 WPP)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.01/MEN/2009
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia telah menetapkan pembagian
WPP menjadi 11 WPP yaitu,
1. WPP 571
Berada di perairan Selat Malaka dan Laut Andaman, potensi perikanan sebesar
425.444 ton. Namun, yang boleh ditangkap 340.355 ton. Di WPP 571 terdapat
jenis ikan yang terlalu banyak ditangkap, seperti udang panaeid, lobster dan
kepiting.

2. WPP 572
Meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda.
Potensi perikanan sebesar 1.240. 975 ton. Yang boleh ditangkap di WPP yang di
perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda ini hanya
992.779 ton. Udang penaeid banyak ditangkap di perairan ini.

3. WPP 573
Meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan
Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat. Di perairan ini terdapat
potensi perikanan sebesar 1.267.540 ton. Yang boleh ditangkap sebesar 1.014.032
ton. Kawasan ini mencakup perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa

3
hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.
Sumberdaya ikan yang banyak dimanfaatkan antara lain, ikan pelagis kecil, ikan
pelagis besar, ikan karang, udang penaeid dan cumi-cumi.

4. WPP 711
Wilayah ini paling rawan kasus illegal fishing, meliputi Selat Karimata, Laut
Natuna, dan Laut China Selatan. Kasus penangkapan kapal ikan asing pelaku
illegal fishing paling sering di perairan ini. Potensi perikanan di perairan ini
sebesar 767.126 ton. Yang boleh dimanfaatkan hanya 613.429 ton. Yang banyak
dimanfaatkan di perairan ini, antara lain, ikan pelagis kecil, ikan karang, kepiting,
rajungan dan cumi-cumi.

5. WPP 712
Berada di perairan Laut Jawa, potensi perikanan di kawasan ini sebesar 1.341.632
ton. Jumlah ikan yang boleh ditangkap sebesar 1.083.305 ton. Yang banyak
dimanfaatkan di perairan ini, antara lain, ikan karang, udang penaeid, lobster dan
cumi-cumi.

6. WPP 713
Perairan ini meliputi Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali.
Potensi perikanan di perairan ini sebesar 1.177.852 ton. Jumlah ikan yang boleh
ditangkap sebesar 942.285 ton. Jenis yang banyak dimanfaatkan, antara lain, ikan
karang, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi.

7. WPP 714
Potensi perikanan di perairan yang meliputi Teluk Tolo dan Laut Banda ini
sebesar 788.939 ton. Yang boleh ditangkap 631.151 ton. Sumberdaya ikan yang
banyak dimanfaatkan seperti lobster, kepiting dan cumi-cumi.

8. WPP 715
Perairan ini mencakup perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau. Memiliki potensi perikanan sebesar 1.242.526 ton.
Yang boleh ditangkap 994.021 ton. Jenis yang banyak dimanfaatkan di kawasan
ini antara lain, lobster, kepiting dan cumi-cumi.

9. WPP 716
Berada di Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera, potensi perikanan
di perairan ini sebesar 597.139 ton. Jumlah ikan yang boleh ditangkap sebesar
477.712 ton. Yang terlalu banyak dimanfaatkan di perairan ini ikan karang dan
cumi-cumi.

10. WPP 717


Potensi perikanan di perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik ini
sebesar 1.054.695 ton. Ikan yang boleh ditangkap di perairan ini sebesar 843.755

4
ton. Yang banyak dimanfaatkan di perairan ini ikan pelagis, lobster, rajungan dan
cumi-cumi.

11. WPP 718


Ini perairan yang paling besar potensi perikanan. Berada di Laut Aru, Laut
Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur, di WPP ini memiliki potensi sebesar
2.637.565 ton. Jumlah ikan yang boleh ditangkap sebesar 2.110.053 ton. Ikan
karang dan cumi-cumi terlalu banyak dimanfaatkan di perairan ini.

2.3 JENIS KOMODITAS PERIKANAN UTAMA TIAP WPP


1. WPP 571 (Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman)
Udang panaeid, lobster dan kepiting.

2. WPP 572 (Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat
Sunda)
Udang penaeid

3. WPP 573 (Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat)
Ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan karang, udang penaeid dan cumi-cumi.

4. WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan)
Ikan pelagis kecil, ikan karang, kepiting, rajungan dan cumi-cumi.

5. WPP 712 (Perairan Laut Jawa)


Ikan karang, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi.

6. WPP 713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali)
Ikan karang, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi.

7. WPP 714 (Teluk Tolo dan Laut Banda)


Lobster, kepiting dan cumi-cumi.

8. WPP 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau)
Lobster, kepiting dan cumi-cumi.

9. WPP 716 (Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera)


Ikan karang dan cumi-cumi.

10. WPP 717 (Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik)


Ikan pelagis, lobster, rajungan dan cumi-cumi.

5
11. WPP 718 (Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur)
Ikan karang dan cumi-cumi terlalu banyak dimanfaatkan di perairan ini.

2.4 WPP RI 713


Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713
meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali. Kondisi
karakteristik oseanografi seluruh perairan tersebut banyak dipengaruhi oleh kondisi
karakteristik Samudra Pasifik dan sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan karakteristik
perairan di wilayah ini dipengaruhi oleh Samudra Pasifik dan juga merupakan bagian dari
Sistem Pasifik Ekuator (equatorial Pacific) bagian barat yang memiliki karakteristik yang
khas. Sistem Pasifik Ekuator di bagian barat ini memainkan peranan penting dalam
pembentukan fenomena interaksi laut dan atmosfer yang dikenal sebagai ENSO (El-Nino
Southern Oscillation), di mana frekuensi fenomena ini tidak teratur yaitu 2-7 tahun sekali.
ENSO memiliki tiga kondisi, yaitu Normal, El Nino, dan La Nina. Kriteria dari
tiga kondisi ini ditentukan oleh nilai temperatur muka laut yang biasanya dikenal sebagai
daerah Nino1, Nino2, dan seterusnya. Penamaan daerah-daerah tersebut dimulai dari
sebelah timur dan di bagian utara Papua Nugini dikenal sebagai daerah Nino4. Daerah
Nino4 ini berdekatan dengan kolam hangat (warm pool). El Nino biasanya terjadi apabila
temperatur anomali muka laut positif atau lebih tinggi 10 C dari normal di daerah tersebut.
Pada peristiwa La Nina, kondisi temperatur anomali muka laut terjadi sebaliknya. Pada
saat El Nino, angin yang berhembus di Pasifik akan menyebabkan terjadinya pergeseran
kolam hangat ke wilayah timur dan menyebabkan terjadinya pendinginan di wilayah
barat, serta biasanya akan mengalir ke wilayah Indonesia bagian timur.
Wilayah perairan WPPNRI 713 merupakan bagian dari Arus Sabuk Lintas Dunia
(The Great Conveyor Belt), di mana arus ini melintasi wilayah Indonesia dan dikenal
sebagai Arlindo (Arus Lintas Indonesia). Arlindo membawa massa air hangat dari
Samudra Pasifik ke Samudra Hindia melalui Selat Makassar, Selat Lombok, Laut Timor,
Selat Ombai, dan Lifamatola
Provinsi penghasil rumput laut terbesar di Indonesia salah satunya adalah
Sulawesi Selatan, dengan produksi mencapai 2.422.154ton/th (DJPB-KKP, 2013). Hal
ini disebabkan sistem budi daya rumput laut memiliki teknologi yang cukup sederhana
(rawai longline, rakit) dan pengeluaran modal yang tidak terlalu tinggi sehingga mampu
dilakukan oleh semua tingkatan masyarakat. Seiring dengan produksi rumput laut yang
tinggi, hingga saat ini Indonesia mampu memenuhi permintaan dunia akan kebutuhan
rumput laut kering sebesar 26,5%. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai eksportir
utama rumput laut dunia (Kemendag, 2015).
Kabupaten Barru merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan
yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar dan memiliki panjang garis pantai ± 78
km. Jenis pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan yang berkembang di wilayah
perairan seluas 30.501ha, diantaranya kegiatan perikanan tangkap, industri, pelabuhan,
tambak, KJA, serta kegiatan budi daya tiram mutiara, dan rumput laut. Kegiatan budi
daya rumput laut di perairan Kabupaten Barru telah berlangsung sejak tahun 2003 dan
mengalami pola produksi yang cukup dinamis. Jenis rumput laut yang dibudidayakan

6
adalah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezzi atau Eucheuma cottoni (doty) yang
merupakan salah satudari 5 jenis rumput laut yang dimanfaatkan di Indonesia.
PattersonEdward dan Bhatt (2012) menyebutkan bahwa Kappaphycus alvarezzi
merupakan salah satu makroalga terbesar di wilayah tropis dengan tingkat pertumbuhan
yang relatif tinggi dibandingkan jenis rumput laut lainnya. Disamping itu, Lee (1997)
menyatakan pengembangan budi daya harus didukung oleh lingkungan, kondisi sosial
dan kelembagaan.

7
2.5 PERMASALAHAN UTAMA TIAP WPP
Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing menjadi masalah bagi
sumber daya perikanan Indonesia yang dapat merugikan Indonesia. Dalam tesis dari
Maimuna (2012), pada International Plan of Action (IPOA), maka IUU Fishing memiliki
pengertian : illegal fishing yaitu kegiatan menangkap ikan dengan tidak resmi,
seperti: Kegiatan menangkap ikan yang dilakukan kapal asing maupun kapal nasional
dalam yurisdiksi pearairan suatu negra tetapi tidak memiliki izin dari negara itu;
Kegiatan menagkap ikan dilakukan oleh negara anggota organisasi pengelolaan
perikanan regional yang tindakannya berlawanan dengan ketentuan pengelolaan
perikanan dan konservasi yang disahkan dalam organisasi pengelolaan ikan
regional;Kegiatan menangkap ikan yang berlawanan dengan aturan undangundang
suatu negara atau kewajiban internasional, meliputi juga negara-negara yang
bekerjasama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional.
Selanjutnya kategori unreported fishing atau kegiatan menangkap ikan yang tidak
terlapor, bisa dijabarkan seperti Kegiatan menangkap ikan dengan tidak dilaporkan atau
melapor dengan memanipulasi data sehingga bertentangan dengan hukum yang berlaku
di sustu negara; Kegiatan menangkap ikan diwilayah kewenangan
organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi tidak melampirkan data lapporan
secara benar sehingga berlawanan dengan hukum yang berlaku di wilayah tersebut.
Kemudian Istilah unregulated fishing atau penangkapan ikan yang tidak teregulasi,
dijabarkan seperti berikut: Kegiatan menangkap ikan di wilayah organisasi pengelolaan
perikanan regional dengan kapal tidak memiliki identitas kebangsaan ataupun kapal
dengan bendera asinh dengan cara yang berlawanandengan tindakan pengelolaan yang
sudah ditetapkan; Kegiatan menangkap ikan di suatu wilayah yang dimana dalam
perlindungan dan pengelolaan jumlah stok ikan tidak diatur dalam ketetapan hukum
internasional tentang perlindungan sumber daya hayati laut.
Dengan adanya IUU Fishing menyebabkan para nelayan Indonesia menjadi kurang
sejahtera dan merugikan ekonomi negara dari hasil sektor perikanan yang mencapai 300
triliun per tahun. Di Indonesia pencurian ikan dilakukan oleh kapal asing, maraknya
pencurian ikan di perairan Indonesia karena kurangnya pengawasan dari institusi
pemerintah yang bersangkutan untuk menjaga keamanan perairan Indonesia dan masih
lemahnya paying hukum dalam mengatur tentang pencurian ikan sehingga
menimbulkan kerugian yang dari tahun ke tahun terus meningkat, dan penyebab lainnya
yang disebutkan dalam jurnal Politica Vol. 3, No. 1, Mei 2012 oleh Simela Victor
Muhamad penyebab illegal fishing antara lain:
1. Terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan
2. Terbatasnya dana untuk operasional pengawasan
3. Terbatasnya tenaga polisi perikanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
4. Masih terbatasnya kemampuan nelayan Indonesia dalam memanfaatkan potensi
perikanan di perairan Indonesia, terutama ZEE;

8
5. Kebutuhan sumber bahan baku di negara pelaku illegal fishing sudah menipis
akibat praktik industrialisasi kapal penangkapnya sehingga daya tumbuh ikan
tidak sebanding dengan jumlah yang ditangkap, dan sebagai akibatnya, mereka
melakukan ekspansi hingga ke wilayah Indonesia;
6. Kemampuan memantau setiap gerak kapal patroli pengawasan di laut dapat
diketahui oleh kapal ikan asing karena alat komunikasi yang canggih, sehingga
hasil operasi tidak optimal.
7. Luasnya wilayah dan jauhnya letak pengadilan perikanan dengan locus delicti
illegal fishing juga menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya illegal
fishing. Persoalan jarak terkadang perkara tidak terselesaikan tepat waktu dan
kerugian negara pun tidak dapat diselamatkan. Dengan banyaknya kasus yang
tidak terselesaikan para pelaku pun kemudian menganggap sepele hal tersebut.
Penyebab IUU Fishing oleh kapal-kapal ikan asing di perairan Indonesia adanya izin
nasionalisasi kapal-kapal nelayan asing yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun
2004 yang mengizinkan kapal asing yang memiliki izin untuk menangkap ikan di
perairan Indonesia, namun disalahgunakan para nelayan asing yang memiliki lebih dari
satu kapal tetapi yang memiliki izin hanya satu kapal. Kapal asing yang tertangkap
milik Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand dan Tiongkok.

9
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Undang-Undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan mengamanatkan adanya
kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan secara lestari, dengan didukung dengan
pendugaan potensi, pengendalian dan pengawasan yang sistematis, diperlukan satuan
wilayah pengelolaan yang mencerminkan karakteristik wilayah dan sumberdaya.
Amanat ini disikapi dengan penyusunan willayah-wilayah pengelolaan perikanan dan
komponen sistem pengelolaannya.
Dalam upaya mencapai pemanfaatan perikanan secara optimal dan berkelanjutan dalam
pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di
seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor
PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
(WPP-RI).
Satuan-satuan WPP ini dalam perkembangan selanjutnya harus memiliki kemampuan
untuk:
1. Menjadi peta dasar dengan sistem koordinat nasional, bagi kegiatan pendugaan
potensi, perizinan dan pengawasanditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan
deskripsi maupun koordinat yang jelas dan standar
2. Ditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan deskripsi maupun koordinat yang
jelas dan standar
3. Diolah dalam sistem digital, sehingga memudahkan pertukaran data dalam
pengelolaan sumberdaya.
4. Disajikan dalam format standar kartografi dan mudah dicetak sebagai lampiran
perijinan yang diterbitkan

10
DAFTAR PUSTAKA
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. 2013.
Laporan Tahun 2013.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. 2018.


Laporan Tahun 2018.

Direktorat Jendral Perikanan Tangkap (DJPT). 2012. Penilaian Performa


Pengelolaan Perikanan menggunakan Indikator EAFM: Kajian Pilot Test
Pada Beberapa Jenis Perikanan di Indonesia. (Interim Report). Direktorat
Sumber daya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian
Kelautan dan Perikanan, WWF-Indonesia dan Pusat Kajian Sumber daya
Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. 39 hal.

Direktorat Jendral Perikanan Tangkap (DJPT). 2015. Statistik Perikanan


Tangkap Indonesia. Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementrian
Kelautan dan Perikanan Indonesia.

DJPT. 2016. Statistik Perikanan Tangkap di Laut Menurut Wilayah


Pengelolaan Perikanan (WPP), 2010-2015. Direktorat Perikanan Tangkap,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

EAFM. 2014. Indikator untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan


Ekosistem. National Working Group on Ecosystem Approach to Fisheries
Management, Direktorat Sumber daya Ikan, Kementerian kelautan dan
Perikanan, Jakarta. 163 hal.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


47/Kepmen-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan Yang
Diperbolehkan dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Di
Wilayah Negara Republik Indonesia

11
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
80/Kepmen-KP/2016 80/KEPMEN tentang Rencana Pengelolaan Perikanan
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 713.

KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2013. Statsitik Ekspor Hasil


Perikanan per komuditas, Provinsi dan Pelabuhan Tahun 2012,1239 hal

Suman A., Irianto, H.E., Satria, F., dan Amri, K. 2016. Potensi dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara
republik Indonesia (WPP NRI) tahun 2015 serta opsi pengelolaannya.
J.Kebijak.Perikan.Ind. 8(2): 97-110

Suman, A. 2016. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP-
NRI 2015. Makalah disampaikan pada sidang tahunan Komnas Kajiskan.
Balai Penelitian Perikanan Laut, Puslitbangkan, Balitbang KP.

Suman, A., Wudianto, Sumiono, B., Irianto, H.E., Badrudin dan Amri, K.
2014. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Penerbit Ref Grafika,
Jakarta. 199 hal.

12
Lampiran.

13

Anda mungkin juga menyukai