DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD ARIF FAUZAN MUSAKIR
L021201038
MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR
Wassalamualaikum wr.wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Wilayah Pengelolaan Perikanan?
2. Bagaimana Pembagian WPP (11 WPP) ?
3. Apa saja jenis komoditas perikanan utama untuk tiap WPP?
4. Penjelasan rinci mengenai WPP RI 713
5. Apa saja permasalahan utama untuk tiap WPP?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan
2. Mengetahui Pembagian WPP (11 WPP)
3. Mengetahui jenis komoditas perikanan utama untuk tiap WPP
4. Mengetahui Penjelasan rinci mengenai WPP RI 713
5. Mengetahui permasalahan utama untuk tiap WPP
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
Wilayah Pengelolaan Perikanan (fisheries management areas), atau disingkat
WPP, menggambarkan pembagian wilayah pengelolaan perikanan yang didasarkan pada
ekologi, karakteristik wilayah, dan sumber daya ikan yang digunakan sebagai dasar
pengelolaan perikanan secara lestari dan berkelanjutan.
WPP Negara Republik Indonesia (NRI) digunakan sebagai satuan untuk
pengelolaan perikanan secara luas yang mencerminkan karakteristik wilayah dan sumber
daya yang terkandung di dalamnya. Fungsinya antara lain untuk pendugaan potensi,
konservasi, pengendalian, dan pengawasan.
WPP-NRI ini disusun mengikuti karakteristik, keragaman sumber daya ikan,
kaidah toponim laut, kondisi morfologi dasar laut, dan batas maritim Indonesia. Untuk
penomoran dan penamaannya disesuaikan dengan International Maritime Organization
(IMO), International Hydrographic Organization (IHO), dan Food and Agriculture
Organization (FAO).
2. WPP 572
Meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda.
Potensi perikanan sebesar 1.240. 975 ton. Yang boleh ditangkap di WPP yang di
perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda ini hanya
992.779 ton. Udang penaeid banyak ditangkap di perairan ini.
3. WPP 573
Meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan
Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat. Di perairan ini terdapat
potensi perikanan sebesar 1.267.540 ton. Yang boleh ditangkap sebesar 1.014.032
ton. Kawasan ini mencakup perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa
3
hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.
Sumberdaya ikan yang banyak dimanfaatkan antara lain, ikan pelagis kecil, ikan
pelagis besar, ikan karang, udang penaeid dan cumi-cumi.
4. WPP 711
Wilayah ini paling rawan kasus illegal fishing, meliputi Selat Karimata, Laut
Natuna, dan Laut China Selatan. Kasus penangkapan kapal ikan asing pelaku
illegal fishing paling sering di perairan ini. Potensi perikanan di perairan ini
sebesar 767.126 ton. Yang boleh dimanfaatkan hanya 613.429 ton. Yang banyak
dimanfaatkan di perairan ini, antara lain, ikan pelagis kecil, ikan karang, kepiting,
rajungan dan cumi-cumi.
5. WPP 712
Berada di perairan Laut Jawa, potensi perikanan di kawasan ini sebesar 1.341.632
ton. Jumlah ikan yang boleh ditangkap sebesar 1.083.305 ton. Yang banyak
dimanfaatkan di perairan ini, antara lain, ikan karang, udang penaeid, lobster dan
cumi-cumi.
6. WPP 713
Perairan ini meliputi Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali.
Potensi perikanan di perairan ini sebesar 1.177.852 ton. Jumlah ikan yang boleh
ditangkap sebesar 942.285 ton. Jenis yang banyak dimanfaatkan, antara lain, ikan
karang, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi.
7. WPP 714
Potensi perikanan di perairan yang meliputi Teluk Tolo dan Laut Banda ini
sebesar 788.939 ton. Yang boleh ditangkap 631.151 ton. Sumberdaya ikan yang
banyak dimanfaatkan seperti lobster, kepiting dan cumi-cumi.
8. WPP 715
Perairan ini mencakup perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera,
Laut Seram dan Teluk Berau. Memiliki potensi perikanan sebesar 1.242.526 ton.
Yang boleh ditangkap 994.021 ton. Jenis yang banyak dimanfaatkan di kawasan
ini antara lain, lobster, kepiting dan cumi-cumi.
9. WPP 716
Berada di Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera, potensi perikanan
di perairan ini sebesar 597.139 ton. Jumlah ikan yang boleh ditangkap sebesar
477.712 ton. Yang terlalu banyak dimanfaatkan di perairan ini ikan karang dan
cumi-cumi.
4
ton. Yang banyak dimanfaatkan di perairan ini ikan pelagis, lobster, rajungan dan
cumi-cumi.
2. WPP 572 (Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat
Sunda)
Udang penaeid
3. WPP 573 (Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat)
Ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan karang, udang penaeid dan cumi-cumi.
4. WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan)
Ikan pelagis kecil, ikan karang, kepiting, rajungan dan cumi-cumi.
6. WPP 713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali)
Ikan karang, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi.
8. WPP 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau)
Lobster, kepiting dan cumi-cumi.
5
11. WPP 718 (Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur)
Ikan karang dan cumi-cumi terlalu banyak dimanfaatkan di perairan ini.
6
adalah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezzi atau Eucheuma cottoni (doty) yang
merupakan salah satudari 5 jenis rumput laut yang dimanfaatkan di Indonesia.
PattersonEdward dan Bhatt (2012) menyebutkan bahwa Kappaphycus alvarezzi
merupakan salah satu makroalga terbesar di wilayah tropis dengan tingkat pertumbuhan
yang relatif tinggi dibandingkan jenis rumput laut lainnya. Disamping itu, Lee (1997)
menyatakan pengembangan budi daya harus didukung oleh lingkungan, kondisi sosial
dan kelembagaan.
7
2.5 PERMASALAHAN UTAMA TIAP WPP
Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing menjadi masalah bagi
sumber daya perikanan Indonesia yang dapat merugikan Indonesia. Dalam tesis dari
Maimuna (2012), pada International Plan of Action (IPOA), maka IUU Fishing memiliki
pengertian : illegal fishing yaitu kegiatan menangkap ikan dengan tidak resmi,
seperti: Kegiatan menangkap ikan yang dilakukan kapal asing maupun kapal nasional
dalam yurisdiksi pearairan suatu negra tetapi tidak memiliki izin dari negara itu;
Kegiatan menagkap ikan dilakukan oleh negara anggota organisasi pengelolaan
perikanan regional yang tindakannya berlawanan dengan ketentuan pengelolaan
perikanan dan konservasi yang disahkan dalam organisasi pengelolaan ikan
regional;Kegiatan menangkap ikan yang berlawanan dengan aturan undangundang
suatu negara atau kewajiban internasional, meliputi juga negara-negara yang
bekerjasama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional.
Selanjutnya kategori unreported fishing atau kegiatan menangkap ikan yang tidak
terlapor, bisa dijabarkan seperti Kegiatan menangkap ikan dengan tidak dilaporkan atau
melapor dengan memanipulasi data sehingga bertentangan dengan hukum yang berlaku
di sustu negara; Kegiatan menangkap ikan diwilayah kewenangan
organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi tidak melampirkan data lapporan
secara benar sehingga berlawanan dengan hukum yang berlaku di wilayah tersebut.
Kemudian Istilah unregulated fishing atau penangkapan ikan yang tidak teregulasi,
dijabarkan seperti berikut: Kegiatan menangkap ikan di wilayah organisasi pengelolaan
perikanan regional dengan kapal tidak memiliki identitas kebangsaan ataupun kapal
dengan bendera asinh dengan cara yang berlawanandengan tindakan pengelolaan yang
sudah ditetapkan; Kegiatan menangkap ikan di suatu wilayah yang dimana dalam
perlindungan dan pengelolaan jumlah stok ikan tidak diatur dalam ketetapan hukum
internasional tentang perlindungan sumber daya hayati laut.
Dengan adanya IUU Fishing menyebabkan para nelayan Indonesia menjadi kurang
sejahtera dan merugikan ekonomi negara dari hasil sektor perikanan yang mencapai 300
triliun per tahun. Di Indonesia pencurian ikan dilakukan oleh kapal asing, maraknya
pencurian ikan di perairan Indonesia karena kurangnya pengawasan dari institusi
pemerintah yang bersangkutan untuk menjaga keamanan perairan Indonesia dan masih
lemahnya paying hukum dalam mengatur tentang pencurian ikan sehingga
menimbulkan kerugian yang dari tahun ke tahun terus meningkat, dan penyebab lainnya
yang disebutkan dalam jurnal Politica Vol. 3, No. 1, Mei 2012 oleh Simela Victor
Muhamad penyebab illegal fishing antara lain:
1. Terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan
2. Terbatasnya dana untuk operasional pengawasan
3. Terbatasnya tenaga polisi perikanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
4. Masih terbatasnya kemampuan nelayan Indonesia dalam memanfaatkan potensi
perikanan di perairan Indonesia, terutama ZEE;
8
5. Kebutuhan sumber bahan baku di negara pelaku illegal fishing sudah menipis
akibat praktik industrialisasi kapal penangkapnya sehingga daya tumbuh ikan
tidak sebanding dengan jumlah yang ditangkap, dan sebagai akibatnya, mereka
melakukan ekspansi hingga ke wilayah Indonesia;
6. Kemampuan memantau setiap gerak kapal patroli pengawasan di laut dapat
diketahui oleh kapal ikan asing karena alat komunikasi yang canggih, sehingga
hasil operasi tidak optimal.
7. Luasnya wilayah dan jauhnya letak pengadilan perikanan dengan locus delicti
illegal fishing juga menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya illegal
fishing. Persoalan jarak terkadang perkara tidak terselesaikan tepat waktu dan
kerugian negara pun tidak dapat diselamatkan. Dengan banyaknya kasus yang
tidak terselesaikan para pelaku pun kemudian menganggap sepele hal tersebut.
Penyebab IUU Fishing oleh kapal-kapal ikan asing di perairan Indonesia adanya izin
nasionalisasi kapal-kapal nelayan asing yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun
2004 yang mengizinkan kapal asing yang memiliki izin untuk menangkap ikan di
perairan Indonesia, namun disalahgunakan para nelayan asing yang memiliki lebih dari
satu kapal tetapi yang memiliki izin hanya satu kapal. Kapal asing yang tertangkap
milik Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand dan Tiongkok.
9
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Undang-Undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan mengamanatkan adanya
kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan secara lestari, dengan didukung dengan
pendugaan potensi, pengendalian dan pengawasan yang sistematis, diperlukan satuan
wilayah pengelolaan yang mencerminkan karakteristik wilayah dan sumberdaya.
Amanat ini disikapi dengan penyusunan willayah-wilayah pengelolaan perikanan dan
komponen sistem pengelolaannya.
Dalam upaya mencapai pemanfaatan perikanan secara optimal dan berkelanjutan dalam
pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di
seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor
PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
(WPP-RI).
Satuan-satuan WPP ini dalam perkembangan selanjutnya harus memiliki kemampuan
untuk:
1. Menjadi peta dasar dengan sistem koordinat nasional, bagi kegiatan pendugaan
potensi, perizinan dan pengawasanditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan
deskripsi maupun koordinat yang jelas dan standar
2. Ditetapkan sebagai satuan spasial dengan batasan deskripsi maupun koordinat yang
jelas dan standar
3. Diolah dalam sistem digital, sehingga memudahkan pertukaran data dalam
pengelolaan sumberdaya.
4. Disajikan dalam format standar kartografi dan mudah dicetak sebagai lampiran
perijinan yang diterbitkan
10
DAFTAR PUSTAKA
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. 2013.
Laporan Tahun 2013.
11
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
80/Kepmen-KP/2016 80/KEPMEN tentang Rencana Pengelolaan Perikanan
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 713.
Suman A., Irianto, H.E., Satria, F., dan Amri, K. 2016. Potensi dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara
republik Indonesia (WPP NRI) tahun 2015 serta opsi pengelolaannya.
J.Kebijak.Perikan.Ind. 8(2): 97-110
Suman, A. 2016. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP-
NRI 2015. Makalah disampaikan pada sidang tahunan Komnas Kajiskan.
Balai Penelitian Perikanan Laut, Puslitbangkan, Balitbang KP.
Suman, A., Wudianto, Sumiono, B., Irianto, H.E., Badrudin dan Amri, K.
2014. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Penerbit Ref Grafika,
Jakarta. 199 hal.
12
Lampiran.
13